Anda di halaman 1dari 13

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Dosen pembimbing :
Habibullah muttaqin,S.Sos.I.,M.a
Disusun oleh :
Wadyansah P N
Npm: 13050686
Semester/Kelas : II/FH06
Fakultas Hukum
Universitas Islam Attahiriyah Jakarta

Sumber-sumber Ajaran Islam


1. AL-QURAN
PENGERTIAN AL-QURAN
Etimologi = Al-Quran > Qaraa Yaqrau Quranan yang berarti bacaan.
Terminologi = Al-Quran adalah Kalam Allah swt. yang merupakan mujizat yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw., ditulis dalam Mushaf, diriwayatkan
secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah.
Al-Quran diwahyukan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun, 13
tahun sebelum hijrah hingga 10 tahun setelah hijrah.
FUNGSI AL-QURAN
1. Sebagai pedoman hidup.
2. Sebagai korektor dan penyempurna kitab-kitab Allah swt. yang terdahulu.
3. Sebagai sarana peribadatan.
KANDUNGAN AL-QURAN
1. Prinsip-prinsip keimanan kepada Allah swt., malaikat, rasul, hari akhir, qadha dan
qadar, dan sebagainya.
2. Prinsip-prinsip syariah baik mengenai ibadah khusus maupun ibadah umum
sepertiperekonomian, pemerintahan, pernikahan, kemasyarakatan dan sebagainya.
3. Janji dan ancaman.
4. Kisah para nabi dan Rasul Allah swt. serta umat-umat terdahulu ( sebagai itibar /
pelajaran ).
5. Konsep ilmu pengetahuan, pengetahuan tentang masalah ketuhanan ( agama ),
manusia, masyarakat maupun tentang alam semesta.
2. AS-SUNNAH
PENGERTIAN AS-SUNNAH / HADITS
Etimologi = jalan / tradisi, kebiasaan, adat istiadat, dapat juga berarti undangundang yang berlaku.
Terminologi = berita / kabar, segala perbuatan, perkataan dan takrir ( keizinan /
pernyataan ) Nabi Muhammad saw.

KEDUDUKAN AS-SUNNAH / HADITS


As-Sunnah adalah sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al-Quran.
Apabila as-Sunnah / Hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum
muslimin akan mengalami kesulitan-kesulitan seperti :
1. Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji, mengeluarkan Zakat dan lain sebagainya,
karena ayat al-Quran dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum,
sedangkan yang menjelaskan secara rinci adalah as-Sunnah / Hadits.
2. Menafsirkan ayat-ayat al-Quran, untuk menghindari penafsiran yang subyektif
dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
3. Mengikuti pola hidup Nabi, karena dijelaskan secara rinci dalam Sunnahnya,
sedangkan mengikuti pola hidup Nabi adalah perintah al-Quran.
4. Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat teknis, karena adanya peraturanperaturan yang diterangkan oleh as-Sunnah / Hadits yang tidak ada dalam al-Quran
seperti kebolehan memakan bangkai ikan dan belalang, sedangkan dalam al-Quran
menyatakan bahwa bangkai itu haram.

HUBUNGAN AS-SUNNAH DENGAN AL-QURAN


1. Sebagai Bayan ( menerangkan ayat-ayat yang sangat umum).
2. Sebagai Taqrir ( memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Quran ).
3. Sebagai Bayan Tawdih ( menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ).
PERBEDAAN AL-QURAN DAN AS-SUNNAH / HADITS SEBAGAI SUMBER
HUKUM
Sekalipun al-Quran dan as-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam,
namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil,
antara lain sebagai berikut :
1. Al-Quran bersifat Qathi ( mutlak ) kebenarannya.
- As-Sunnah bersifat Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir.
2. Seluruh ayat al-Quran mesti dijadikan sebagai pedoman hidup.
- Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada Hadits
Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif .
3. Al-Quran sudah pasti autentik lafadz dan maknanya.
- As-Sunnah belum tentu autentik lafadz dan maknanya.
4. Apabila al-Quran berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang
ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya.

- Apabila as-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang


ghaib, maka setiap muslim tidak diharuskan mengimaninya seperti halnya
mengimani al-Quran.
5. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka :
- Penerimaan seorang muslim terhadap al-Quran hendaknya didasarkan pada
keyakinan yang kuat, sedangkan;
- Penerimaan seorang muslim terhadap as-Sunnah harus didasarkan atas keraguraguan ( dugaan-dugaan ) yang kuat. Hal ini bukan berarti ragu kepada Nabi, tetapi
ragu apakah Hadits itu benar-benar berasal dari Nabi atau tidak karena adanya
proses sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup memberikan jaminan keyakinan
sebagaimana jaminan keyakinan terhadap al-Quran.

3. IJTIHAD
PENGERTIAN IJTIHAD
Etimologi = mencurahkan tenaga, memeras pikiran, berusaha bersungguhsungguh, bekerja semaksimal munggkin.
Terminologi = usaha yang sungguh-sungguh oleh seseorang ulama yang memiliki
syarat-syarat tertentu, untuk merumuskan kepastian hukum tentang sesuatu
( beberapa ) perkara tertentu yang belum ditetapkan hukumnya secara explisit di
dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Menurut Mahmud Syaltut, Ijtihad atau al-Rayu mencakup 2 pengertian, yaitu :
1. Penggunaan pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditentukan
secara eksplisit oleh al-Quran dan as-Sunnah.
2. Penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan
dari suatu ayat atau Hadits.
Dasar melaksanakan Ijtihad adalah al-Quran Surat al-Maidah ayat 48!
48. dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan dan jalan
yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan
itu,

[421] Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayatayat yang diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.
[422] Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.

LAPANGAN IJTIHAD
Secara ringkas, lapangan Ijtihad dapat dibagi menjadi 3 perkara, yaitu :
1. Perkara yang sama sekali tidak ada nashnya di dalam al-Quran dan as-Sunnah.
2. Perkara yang ada nashnya, tetapi tidak Qathi ( mutlak ) wurud ( sampai / muncul
) dan dhalala ( kesesatan ) nya.
3. Perkara hukum yang baru tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
KEDUDUKANIJTIHAD
Berbeda dengan al-Quran dan as-Sunnah, Ijtihad sebagai sumber hukum Islam
yang ketiga terikat dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Yang ditetapkan oleh Ijtihad tidak melahirkan keputusan yang absolut, sebab
Ijtihad merupakan aktivitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk
pikiran manusia yang relatif, maka keputusan Ijtihad pun relatif.
2. Keputusan yang diterapkan oleh Ijtihad mungkin berlaku bagi seseorang, tetapi
tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat, tetapi tidak berlaku
pada masa / tempat yang lain.
3. Keputusan Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah.
4. Berijtihad mempertimbangkan faktor motivasi, kemaslahatan umum,
kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa ajaran Islam.
5. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan Ibadah Makhdah.

AQIDAH
Aqidah merupakan kepercayaan, keimanan mengenai keesaan Allah. Syariah (hukum) adalah
jalan menuju sesuatu yang benar. Akhlak adalah budi pekerti, sopan santun, dan perilaku.
Aqidah, Syariah dan Akhlak, ketiganya merupakan 3 pokok ajaran Islam. Ketiganya harus selalu
bersamaan dengan aqidah berjalan di depan. Istilahnya menurut dosen Hukum Islam saya,
Akhlak dan syariah mencantol pada aqidah.
Adapun filosofi lain, aqidah, syariah, dan akhlak bagaikan suatu pohon, di mana aqidah

merupakan akar, syariah merupakan batang dan akhlak adalah dedaunan. Syariah dan akhlak
akan tumbang tanpa adanya aqidah yang mengakarinya.
Aqidah mendasari hukum, hukum tanpa akhlak menjadi kezaliman.

ISLAM DAN IPTEK


Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek:
a.

Berseberangan atau bertentangan.

b. Bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai


c.

Tidak bertentangan satu sama lain

d. Saling mendukung satu sama lain, agama mendasari pengembangan iptek atau iptek
mendasari penghayatan agama.
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak. Apa yang dianggap
benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula
sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari
keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari
keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan. Orang yang ingin menekuni ajaran agama akan
cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia.
Pola hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei. Ketika Galileo berpendapat
bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja berpendapat bahwa matahari lah yang
mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum karena dianggap
menyesatkan masyarakat.
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika kebenaran
iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat disangkal sementara
keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima
kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran
yang berbeda. Kebenaran agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu pengetahuan.
Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan menganggapnya
berada pada wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek tidak
dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya berada pada
wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal, pengembangan yang satu tidak
mempengaruhi pengembangan yang lain. Pola hubungan seperti ini dapat terjadi dalam
masyarakat sekuler yang sudah terbiasa untuk memisahkan urusan agama dari urusan
negara/masyarakat.

Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini, kebenaran ajaran agama
tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi.
Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan
iptek sama sekali. Dalam masyarakat di mana pola hubungan seperti ini terjadi, penghayatan
agama tidak mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan pengembangan iptek tidak
mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan seperti ini dapat
terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah terbiasa dengan pemisahan
agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama bersinggungan dengan ilmu, persinggungan
itu tidak banyak mempunyai dampak karena tampak terasa aneh kalau dikaitkan. Mungkin secara
individu dampak itu ada, tetapi secara komunal pola hubungan ini cenderung untuk tidak
menimbulkan dampak apa-apa.
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif. Terjadinya pola hubungan
seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan
serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi
dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak
mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran agama tapi ajaran agama
tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung pengembangan iptek dan
demikian pula sebaliknya.
Dalam wujud pertama, pendalaman dan penghayatan ajaran agama akan mendukung
pengembangan iptek walau pengembangan iptek tidak akan mendorong orang untuk mendalami
ajaran agama. Sebaliknya, dalam wujud ke dua, pengembangan iptek akan mendorong orang
untuk mendalami dan menghayati ajaran agama walaupun tidak sebaliknya terjadi. Pada wujud
ke tiga, pengembangan iptek akan mendorong orang untuk lebih mendalami dan menghayati
ajaran agama dan pendalaman serta penghayatan ajaran agama akan mendorong orang untuk
mengembangkan iptek.
Adapun alasan mengapa kita harus menguasai IPTEK, terdapat tiga alasan pokok, yakni:
1. Ilmu pengetahuan yang berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-negara barat.
Ini fakta, tidak bisa dipungkiri.
2. Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di negara-negara
Islam. Ini fakta yang tak dapat dipungkiri.
3. Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEK-nya,
misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai
sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri.

KEDUDUKAN MANUSIA DALAM ISLAM DAN TUJUAN PENCIPTAANYA

Fungsi dan kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di bumi. Tujuan
penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di
dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Jadi, manusia di
atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam rangka untuk beribadah
kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di
akhirat.
Apa yang harus dilakukan oleh khalifatullah itu di bumi? bagaimanakah manusia
melaksanakan ibadah-ibadah tersebut? Serta bagaimanakah manusia bisa mencapai kesenangan
dunia dan ketenangan akhirat tersebut? Banyak sekali ayat yang menjelaskan mengenai tiga
pandangan ini kepada manusia. Antara lain seperti disebutkan pada Surah Al-Baqarah ayat 30:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui. (Q.S. Al-Baqarah: 30)

Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang
telah ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah di bumi, maka ia memiliki tugas-tugas
tertentu sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama manusia itu berada di
bumi sebagai khalifatullah.

Di samping peran dan fungsi manusia sebagai khalifah Allah, ia juga sebagai hamba
Allah. Seorang hamba berarti orang yang taat dan patuh kepada perintah tuannya, Allah SWT.
Esensi dari Abd adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan
kepatuhan manusia itu hanya layak diberikan kepada Allah yang dicerminkan dalam ketaatan,
ketundukan dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan.

RUANG LINGKUP TAKWA


a. Hubungan manusia dengan Allah SWT
b. Hubungan manusia dengan hati nuranui dan dirinya sendiri
c. Hubungan manusia dengan sesama manusia
d. Hubungan manusia dengan lingkungan hidup
Hubungan dengan Allah SWT

Seorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada
Allah SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat sehingga kita dapat menghindari
dari kejahatan dan kemunkaran serta membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah.
Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sunguhsungguh dan ikhlas seperti mendirikan shalat dengan khusyuk sehingga dapat memberikan warna
dalam kehidupan kita, melaksanakan puasa dengan ikhlas dapat melahirkan kesabaran dan
pengendalian diri, menunaikan zakat dapat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan kita dari
ketamakan. Dan hati yang dapat mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari takabur dan
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Segala perintah-perintah Allah tersebut ditetapkannya
bukan untuk kepentingan Allah sendiri melainkan merupakan untuk keselamatan manusia.
Ketaqwaan kepada Allah dapat dilakukan dengan cara beriman kepada Allah menurut caracara yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya untuk menjadi petunjuk
dan pedoman hidup manusia, seperti yang terdapat dalam surat Ali-imran ayat 138 yang artinya:

inilah (Al-quran) suatu ketenangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orangorang yang bertaqwa . (QS. Ali-imran 3:138)
manusia juga harus beribadah kepada Allah dengan menjalankan shalat lima waktu, menunaikan
zakat, berpuasa selama sebulan penuh dalam setahun, melakukan ibadah haji sekali dalam
seumur hidup, semua itu kita lakukan menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.
Sebagai hamba Allah sudah sepatutnya kita bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikanNya, bersabar dalam menerima segala cobaan yang diberikan oleh Allah serta memohon ampun
atas segala dosa yang telah dilakukan
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Selain kita harus bertaqwa kepada Allah dan berhubungan baik dengan sesama serta
lingkungannya, manusia juga harus bisa menjaga hati nuraninya dengan baik seperti yang telah
dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil, ikhlas,
berani, memegang amanah, mawas diri dll. Selain itu manusia juga harus bisa mengendalikan
hawa nafsunya karena tak banyak diantara umat manusia yang tidak dapat mengendalikan hawa
nafsunya sehingga semasa hidupnya hanya menjadi budak nafsu belaka seperti yang tertulis
dalam Al-quran Surat Yusuf ayat 53 yang artinya:
Dan aku tidak membebaskan diriku (berbuat kesalahan), sesungguhnya nafsu itu menyuruh
kepada kejahatan, kecuali siapa yang diberi rahmat oleh tuhanku. Sesungguhnya tuhanku maha
pengampum lagi maha penyayang. (QS. Yusuf 12:53)
Maka dari itu umat manusia harus bertaqwa kepada Allah dan diri sendiri agar mampu
mengendalikan hawa nafsu tersebut. Ketaqawaan terhadap diri sendiri dapat ditandai dengan ciriciri, antara lain :
1) Sabar
2) Tawaqal
3) Syukur
4) Berani
Sebagai umat manusia kita harus bersikap sabar dalam menerima apa saja yang datang
kepada dirinya, baik perintah, larangan maupun musibah. Sabar dalam menjalani segala perintah
Allah karena dalam pelaksanaan perintah tersebut terdapat upaya untuk mengendalikan diri agar

perintah itu bisa dilaksanakan dengan baik. Selain bersabar, manusia juga harus selalu berusaha
dalam menjalankan segala sesuatu dan menyerahkan hasilnya kepada Allah (tawaqal) karena
umat manusia hanya bisa berencana tetapi Allah yang menentukan, serta selalu bersyukur atas
apa yang telah diberikan Allah dan berani dalam menghadapi resiko dari seemua perbuatan yang
telah ditentukan.

Hubungan manusia dengan manusia


Agama islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan,
kebangasaan dll. Semua konsep tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang
berhubungan dengan manusia dengan manusia (hablum minannas) atau disebut pula sebagai
ajaran kemasyarakatan, manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Mereka hidup berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dan bernegara. Mereka saling
membutuhkan satu sama lain sehingga manusia dirsebut sebagai makhluk social. Maka tak ada
tempatnya diantara mereka saling membanggakan dan menyombongkan diri., sebab kelebihan
suatu kaum tidak terletak pada kekuatannya, harkat dan martabatnya, ataupun dari jenis
kelaminnya karena bagaimanapun semua manusia sama derajatnya dimata allah, yang
membedakannya adalah ketaqwaannya. Artinya orang yang paling bertaqwa adalah orang yang
paling mulia disisi allah swt.
Hubungan dengan allah menjadi dasar bagi hubungan sesama manusia. Hubungan antara
manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya
hidupnya yang selaras dengan nilai dan norma agama, selain itu sikap taqwa juga tercemin dalam
bentuk kesediaan untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan keberpihakan pada
kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu orang yang bertaqwa akan menjadi motor penggerak,
gotong royong dan kerja sama dalam segala bentuk kebaikan dan kebijakan.
Surat Al-baqarah ayat 177:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatukebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada allah, hari kemudian, malaikat, kitab, nabi,

danmemberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, oaring miskin,
musafir(yang

memerlukan

pertolongan),

dan

orang-orangyang

meminta-minta,

dan

(merdekakanlah)hamba sahaya, mendirikan shalat danmenunaikan zakat. Dan orang-orang


yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang yang bersabar dalam kesempatan,
penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang yang benar(imannya)mereka itulah
orang yang bertaqwa. (Al- baqarah 2:177).
Dijelaskan bahwa ciri-ciri orang bertaqwa ialah orang yang beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat dan kitab Allah. Aspek tersebut merupakan dasar keyakinan yang dimiliki
orang yang bertaqwa dan dasar hubungan dengan Allah. Selanjutnya Allan menggambarkan
hubungan kemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta dan orang-orang menepati janji. Dalam ayat
ini Allah menggambarkan dengan jelas dan indah, bukan saja karena aspek tenggang rasa
terhadap sesama manusia dijelaskan secara terurai, yaitu siapa saja yang mesti diberi tenggang
rasa, tetapi juga mengeluarkan harta diposisikan antar aspek keimanan dan shalat

Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup


Taqwa dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya.
Manusia yang bertakwa adalah manusia yang memegang tugas kekhalifahannya di tengah alam,
sebagai subjek yang bertanggung jawab menggelola dan memelihara lingkungannya. Sebagai
penggelola, manusia akan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan hidupnya didunia tanpa harus
merusak lingkungan disekitar mereka. Alam dan segala petensi yang ada didalamnya telah
diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfaatkan menjadi barang jadi yang berguna bagi manusia.
Alam yang penuh dengan sumber daya ini mengharuskan manusia untuk bekerja keras
menggunakan tenaga dan pikirannya sehingga dapat menghasilkan barang yang bermanfaat bagi
manusia. Disamping itu, manusia bertindak pula sebagai penjaga dan pemelihara lingkungan
alam. Menjaga lingkunan adalah memberikan perhatian dan kepedulian kepada lingkungan hidup
dengan saling memberikan manfaat. Manusia memanfaatkan lingkungan untuk kesejahteraan
hidupnya tanpa harus merusak dan merugikan lingkungan itu sendiri.

Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu menjaga lingkungan dengan sebaikbaiknya. Ia dapat mengelola lingkungan sehingga dapat bermanfaat dan juga memeliharanya
agar tidak habis atau musnah. Fenomena kerusakan lingkungan sekarang ini menunjukan bahwa
manusia jauh dari ketaqwaan. Mereka mengeksploitasi alam tanpa mempedulikan apa yang akan
terjadi pada lingkungan itu sendiri dimasa depan sehingga mala petaka membayangi kehidupan
manusia. Contoh dari mala petaka itu adalah hutan yang dibabat habis oleh manusia
mengakibatkan bencana banjir dan erosi tanah sehingga terjadi longsor yang dapat merugikan
manusia.
Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang harus disyukuri
dengan cara memenfaatkan dan memelihara lingkungan tersebut dengan sebaik-baiknya.
Disamping itu alam ini juga adalah amanat yang harus dipelihara dan dirawat dengan baik.
Mensyukuri nikmat Allah dengan cara ini akan menambah kualitas nikmat yang diberikan oleh
Allah kepada manusia. Sebaliknya orang yang tidak bersyukur terhadap nikmat Allah akan diberi
azab yang sangat menyedihkan. Azab Allah dalam kaitan ini adalah bencana alam akibat
eksploitasi alam yang tanpa batas karena kerusakan manusia

Anda mungkin juga menyukai