Anda di halaman 1dari 5

MANAJEMEN INSOMNIA

PENGOBATAN DAN MEKANISMENYA


Rangkuman
Manajemen insomnia merupakan subjek yang menarik saat ini. Terapi obat paling
mutakhir telah tersedia setelah waktu statis yang cukup lama semenjak penemuan obat
golongan "Z" di tahun 1990an. Selain itu, semakin banyak ditemukan bukti-bukti terbaru
tentang waktu pengobatan dan efektivitas terapi psikologis. Artikel membahas secara singkat
tentang manajemen insomnia terbaru baik berbasis bukti dan praktek umum, serta
menjelaskan beberapa pendekatan baru .
Insomnia adalah pengalaman subjektif dari tidur yang tidak menyegarkan, biasanya
dengan beberapa bukti obyektif dari penurunan waktu tidur atau jam tidur yang terlambat,
meskipun sering gejala subjektif kurang tidur muncul lebih parah dari derajat pemendekan
waktu tidur. Jika hal ini terjadi tanpa adanya gangguan jiwa, ini disebut insomnia primer.

Insomnia pada gangguan kejiwaan lain disebut insomnia sekunder. Lebih dari 90%
pada pasien dengan depresi ditemukan gangguan tidur. Kelainan Tidur memprediksikan
respon yang jelek terhadap terapi kognitif-perilaku (CBT) (thase et al, 1995), apabila d
biarkan berlanjut dapat mengganggu kehidupan bahkan ketika keadaan mood dalam kondisi
baik dan berkontribusi meningkatkan resiko kekambuhan. Pada mania, insomnia sering
mendahului episode relaps menjadi tanda warning sign yang berguna pada perubahan
mood. Insomnia merupakan tanda penting untuk penyakit yang belum muncul kepermukaan
dan kesempatan untuk melakukan intervensi profilaksis.

Penatalaksanaan dengan Obat-Obatan


Ketika langkah-langkah untuk memperbaiki kebiasaan tidur telah gagal (Morin &
Espie, 2003), insomnia biasanya diobati dengan berbagai obat - baik golongan
meningkatkan aktivitas inhibisi

otak

melalui- GABA -

yang

suatu sistem reseptor

benzodiazepine atau golongan yang menurunkan aktivitas eksitasi dengan meenghambat


reseptor 5-hydroxytryptamine (5-HT) atau reseptor histamin H1.

Obat Reseptor GABA


Benzodiazepine dan obat golongan Z (zolpidem dan zopiclone, dan pada tingkat lebih
rendah zaleplon) adalah hipnotik paling umum digunakan yang bekerja pada reseptor
benzodiazepine , namun pada penggunaan agen yang kurang selektif seperti clomethiazole
dan hidrat memiliki profil keselamatan yang buruk. Obat-obat golongan Z memiliki profil
farmakokinetik yang lebih baik daripada generasi benzodiazepine terdahulu (Nutt, 2005),
tetapi memiliki tingkat efektivitas sama (Dundar et al, 2004) dan merupakan obat pilihan
untuk menghindari efek samping mengantuk pada siang hari. Dosis biasanya dibagi menjadi
dua bagian pada orang dewasa dan lanjut usia (British National formularium;) tetapi pada
pasien lanjut usia cenderung bangun di malam hari dan bahkan short-acting obat GABAergik dapat meningkatkan keseimbangan dan kognisi di malam hari (Allain et al, 2005).

Lamanya waktu yang dibutuhkan obat-obat hipnotik golongan ini untuk menunjukkan
efektifitas masih kurang jelas. Dalam praktek klinis banyak pasien yang diobati dengan
hipnotik selama berbulan-bulan atau lebih. Dalam uji coba plasebo yang aktif (S)
enansiomer zopiclone (eszopiclone) didapatkan efikasi dipertahankan lebih dari 6 bulan
(Krystal et al, 2003). Data-data yang didapatkan dalam Jangka waktu yang panjang ini
menunjukkan keberhasilan dari penggunaan hipnosis ini sehingga akan meyakinkan untuk
pasien dan dokter yang mengobati mereka. Namun demikian, reaksi putus obat dengan
gejala rebound insomnia masih didapatkan pada beberapa pasien, bahkan dengan agen
hipnotik terbaru , gejala putus obat berupa rebound insomnia bervariasi sesuai dengan waktu
paruh obat. Dengan demikian rebound insomnia dapat terjadi pada beberapa malam pertama
putus-obat untuk obat dengan waktu paruh pendek dan beberapa malam kemudian dengan
obat dengan waktu paruh panjang.
Antidepresan
Trisiklik dan beberapa kelas lain dari antidepresan serta antipsikotik telah lama
digunakan untuk pengobatan insomnia, sedangkan selective serotonin reuptake inhibitor
(SSRI) umumnya dapat mengganggu tidur pada awal pengobatan. Efek dari SSRI yang
meningkatkan kewaspadaan dapat diimbangi dengan pemberian obat penenang antidepresan
seperti trazodone, dikerenakan obat golongan jenis ini dapat memblokir reseptor 5-HT2
yang dirangsang secara berlebihan dengan peningkatan 5-HT (Kaynak et al, 2004). Obat
antidepresant golongan antagonis 5-HT2 lainya seperti nefazodone (Hicks et al, 2002) dan

mirtazapin (Winokur et al, 2003) telah terbukti mengurangi insomnia pada depresi, terutama
diawal pengobatan. Selama ini belum ada suatu studi dengan kontrol tentang efektivitas
penggunaan hipnotik dosis rendah amitriptyline meskipun hal ini cukup umum ditemukan
pada pelayanan kesehatan primer yaitu penggunaan 10 atau 25 mg amitriptyline untuk
merangsang tidur. Pada dosis ini amitriptyline mungkin bertindak sebagai antagonis reseptor
histamin H1.
Antihistamin
Antihistamin memiliki efek sedatif dan dijual bebas sebagai obat tidur . Hanya ada
sedikit bukti tentang mekanisme kerja anti histamin sebagai obat tidur, meskipun demikian
baru-baru ini telah dilaporkan manfaat diphenhydramine untuk mengatasi insomnia ringan.
Untuk efek anti insomnia yang lebih kuat ditemukan pada prometazin dan hydroxyzine,
kedua obat ini tidak dijual bebas dipasaran dan memiliki waktu paruh yang cukup panjang
sehingga cenderung menyebabkan mabuk.
Antipsikotik
Selama beberapa dekade obat-obat sedatif dari golongan antipsikotik, khususnya
thioridazine dan clorpromazin, telah digunakan untuk mengobati insomnia yang lebih serius.
Baru-baru ini, dalam hal efek samping obat terhadap kinerja jantung - terutama thioridazine dipertanyakan, sehingga pada kondisi ini dipilih antipsikotik atipikal (paling umum
olanzapine dan quetiapine). Obat ini bekerja dengan memblokir reseptor 5-HT2 dan H1 serta
muscarinic dan alfa1-adrenoseptor, yang mana semuanya berkontribusi menyebabkan sedasi,
tetapi tidak ada penelitian yang dipublikasikan tentang penggunaan antipsikotik atipikal
untuk pengobatan insomnia.
Obat Reseptor Melatonin
Melatonin adalah hormon yang membantu mengatur ritme sirkadian. Ada persepsi
yang kuat pada masyarakat bahwa melatonin adalah sebuah agen yang dapat menginduksi
tidur, yang membuat banyak orang mengobati diri sendiri. Obat ini dapat dipesan dengan
mudah lewat internet atau dipesan dari negara lain. Namun, meskipun dengan manfaatnya
yang nyata, data efikasi klinis manfaat melatonin pada pengobatan insomnia primer sangat
sedikit (Buscemi et al, 2005), ada beberapa bukti dari keberhasilan penggunaan melotonin
dalam tatalaksana beberapa gangguan seperti jet lag dan delayed sleep phase syndrome.
Melatonin juga diresepkan cukup sering oleh psikiater anak karena tampaknya memiliki

toleransi yang baik, tapi kemanjurannya belum terbukti pada penelitian acak-dengan kontrol
dalam skala besar (Buscemi et al, 2006). Satu studi tentang efektivitas melatonin saat ini
sedang dilakukan oleh National Health Service Technology Assessment Programme. Pada
tahun 2005, sintetis analog melatonin, Ramelteon, telah diberikan izin untuk digunakan
dalam pengobatan insomnia di Amerika Serikat. Ramelteon bekerja dengan cara yang sama
seperti hormon alami yaitu merangsang reseptor melatonin dan menunjukkan efektivitasnya
menginduksi onset tidur pada uji coba placebo dengan kontrol (Erman dkk, 2006).

Terapi Psikologi untuk Insomnia


Terapi psikologis untuk insomnia telah terbukti efektif (Morin et al, 2006; Espie et al,
2007). Setelah seseorang mengalami insomnia, perasaan khawatir tidak bisa tidur itu sering
menjadi penyebab masalah. Pengobatan psikoterapi untuk insomnia yang saat digunakan
adalah combination of behavioural and cognitive (strategi kombinasi prilaku dan kognisi)
yang diberikan kepada individu (Jacobs et al, 2004) atau kelompok (Jansson & Linton, 2005).
Pendekatan perilaku menekankan pada inisiasi tidur secara alamiah dan memelihara
kebiasaan-kebiasaan seperti menjaga rutinitas tidur, meminimalkan waktu terjaga yang
dihabiskan ditempat tidur dan menurunkan gairah fisik dan psikologis pada waktu tidur.
Terapi kognitif-perilaku untuk pengobatan insomnia telah dievaluasi dalam sejumlah
studi dengan hasil yang bervariasi karena adanya perbedaan pada populasi dan sifat, durasi
dan pengaturan pengobatan. Sejumlah laporan penelitian mengungkapkan beberapa
perbaikan, yang meskipun tidak terlalu signifikan dalam hal waktu onset tidur dan jumlah
waktu tidur, tapi seringkali lebih signifikan dalam hal seperti peningkatan kualitas hidup dan
penurunan kecemasan tentang tidur (Green et al, 2005).
Sejumlah masalah praktis harus dipertimbangkan ketika mengatur dan mengevaluasi
perawatan ini, termasuk pemilihan peserta, akses selama jam kerja (banyak orang dengan
insomnia masih bekerja) dan kesediaan untuk berpartisipasi . Terapis CBT yang terlatih
jarang tersedia karena mereka biasanya berkomitmen penuh untuk merawat pasien dengan
penyakit mental yang berat. Bagaimanapun, CBT sangat efektif dan jika tersedia di
lingkungan setempat sebaiknya dimanfaatkan untuk tatalaksana insomnia kronis. Penting
untuk dicatat bahwa seseorang tidak perlu berhenti mengkonsumsi obat yang memang rutin
diminumnya agar pengobatan ini bekerja.

Kesimpulan
Insomnia adalah penyakit yang umum terjadi, terutama pada orang dengan gangguan
kejiwaan. Hal ini sering persisten dan menurunkan produtivitas dan memberikan kontribusi
untuk hasil pengobatan yang lebih buruk dan kualitas hidup yang rendah. Ringkasan
penatalaksanaan untuk insomnia dan mekanisme kerjanya diberikan dalam Tabel 1.

Hipnotik generasi terbaru saat ini yang bekerja sebagai agonis reseptor GABA-A
benzodiazepine terutama obat golongan Z, dibuktikan aman dan efektif dan data terbaru
dengan eszopiclone menunjukkan keberhasilan selama 6 bulan. Namun, beberapa orang
mengalami kesulitan dalam menghentikan obat ini karena terjadi rebound insomnia.
Antidepresan dengan sifat reseptor-blocking reseptor 5-HT2 dan H1 berguna untuk
menginduksi tidur, tetapi antidepresan trisiklik memiliki range safe yang sempit sehingga
harus digunakan dengan hati-hati. Antipsikotik memiliki peran pada penatalaksanaan
insomnia yang parah terkait dengan gangguan kejiwaan lainnya, terutama depresi dan
psikosis. Melatonin memiliki beberapa kegunaan dalam gangguan fase tidur (misalnya jet
lag). Analog sintetik baru melatonin, Ramelteon, efektif dalam penatalaksaan insomnia.
Pendekatan psikoterapi, khususnya CBT, bisa efektif untuk insomnia primer dan dapat
bekerja dengan baik dalam kelompok .

Anda mungkin juga menyukai