Anda di halaman 1dari 9

HADIS

Barang siapa mencontohkan dalam Islam contoh yang baik, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan
pahala orang yang mengamalkan setelahnya. Barang siapa yang mencontohkan sunnah yang buruk, maka ia
akan menanggung dosanya dan dosa orang yang mengamalkan setelahnya tanpa dikurangi sedikit pun dari
dosa-dosa mereka. (HR. Muslim)

Tafsir Surah Ali Imran.. Ayat 190-191

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang
mengingat Allah SWT sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan lanjut dan bumi (seraya berkata), Ya Robb
kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
dipeliharalah
kami
dari
siksa
neraka.
(QS.3:190-191)
At Tabari dari Ibnu Hatim meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra, bahwa orang-orang Quraisy
mendatangi kaum Yahudi dan berkata: "Bukti-bukti kebenaran apakah yang dibawa
Musa kepadamu?"
Pertanyaan itu dijawab: "Tongkatnya dan tangannya yang putih bersinar bagi yang
memandangnya".
Sesudah itu mereka pergi mendatangi kaum Nasrani dan berkata: "Bagaimana halnya
Isa?".
Pertanyaan itu dijawab: "Isa itu menyembuhkan mata yang buta sejak lahir dan penyakit
sopak serta menghidupkan orang yang sudah mati".
Selanjutnya mereka mendatangi Rasulullah saw dan berkata: "Mintalah dari Tuhanmu
supaya bukti Safa' itu jadi emas untuk kami".
Maka berdoalah Nabi Muhammad saw kepada Allah dan turunlah ayat tersebut di atas
yangi intinya mengajak supaya mereka memikirkan langit dan bumi tentang
kejadiannya, hal-hal yang menakjubkan di alamnya, seperti bintang-bintang, bulan dan
matahari serta peredarannya laut, gunung-gunung, pohon-pohon, buah-buahan,
binatang-binatang,
tambang-tambang
dan
sebagainya
di
bumi
ini.
Memikirkan pergantian siang dan malam. mengikuti terbit dan terbenamnya matahari,
siang lebih lama dari malam dan sebaliknya. Semuanya itu menunjukkan atas
kebesaran dan Kekuasaan Penciptanya bagi orang-orang yang berakal.
Diriwayatkan dari 'Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw berkata: "Wahai 'Aisyah saya pada
malam ini beribadah kepada Allah SWT ".
Jawab Aisyah ra: "Sesungguhnya saya senang jika Rasulullah berada di sampingku. Saya
senang melayani kemauan dan kehendaknya" Tetapi baiklah! Saya tidak keberatan.

Maka bangunlah Rasulullah saw dari tempat tidurnya lalu mengambil air wudu, tidak
jauh dari tempatnya itu lalu shalat sunah. Di waktu shalat Beliau menangis sampaisampai air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan ayat Al-Quran yang
dibacanya. Setelah shalat Beliau duduk memuji-muji Allah SWT dan kembali menangis
tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya berdoa dan
menangis lagi dan air matanya membasahi tanah.
Setelah Bilal datang untuk azan subuh dan melihat Nabi saw menangis ia bertanya:
"Wahai Rasulullah! Mengapakah Rasulullah menangis, padahal Allah SWT telah
mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun yang akan datang".
Nabi menjawab: "Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak
bersyukur kepada Allah SWT SWT? Dan bagaimana saya tidak menangis? Pada malam
ini Allah SWT telah menurunkan ayat kepadaku. Selanjutnya beliau berkata: "Alangkah
rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikir dan merenungkan
kandungan artinya"
Suatu ketika, selepas shalat berjamaah di masjid, Rasulullah saw. berkumpul bersama
para sahabatnya. Kemudian beliau meminta sahabat Ibnu Mas'ud membacakan ayatayat Al-Qur'an. Pada awalnya Ibnu Mas'ud menolak halus karena ia merasa Rasulullah
jauh lebih memahami Al-Qur'an daripada dirinya. Namun sesungguhnya Rasulullah
mengetahui kelebihan masing-masing dari para sahabatnya. Dan Ibnu Mas'ud ini,
meskipun tubuhnya kecil dan sedikit cacat kakinya (pincang jalannya), namun ia
memiliki suara yang merdu dan bacaannya bagus. Sehingga ketika Rasulullah
memintanya kembali, Ibnu Mas'ud pun menurutinya. Ketika itu Ibnu Mas'ud membaca
ayat-ayat Al-Qur'an surah Ali Imran. Dan ketika sampai pada ayat 190-191(seperti di
atas), terdengar isak tangis Rasulullah, sehingga Ibnu Mas'ud menghentikan bacaannya.
Para sahabat pun merasa heran melihat Rasulullah menangis, sehingga meraka
bertanya seperti pertanyaan yang diajukan Bilal kepada Rasulullah ketika ayat tersebut
baru saja turun pada kisah asbabun nuzul di atas. Rasulullah bersabda : "Celakalah bagi
orang yang membaca ayat ini, namun tidak memahami maknanya".
Memperhatikan hadits Rasulullah saw tersebut setiap kita baca Al-Quran henddaknya
memahami isi dan merenungkan maknanya (tafakur). Bagi mereka yang memiliki
pemikiran luas dan mendalam atau berinteligensi tinggi, maka seluruh apa yang ada di
langit dan di bumi yang tercipta itu merupakan kenyataan ontologis, sebagai ayat
kauniyyah Allah SWT untuk dipelajari. Demikian pula tentang pergantian waktu malam
dan siang memberikan makna tertentu, paling tidak dapat menimbulkan pertanyaan
yang semakin mendalam, kemudian menyimpulkan secara sederhana bahwa ada
fenomena alam yang penuh keteraturan dan ke-ajeg-an, sebagai suatu hukum alam
yang berlaku atau sunnatullah. Dan kunci tabir sunnatullah tersebut tersirat dalam AlQur'an bagi orang yang memperhatikan dan memahaminya.
Banyak di antara kita yang pandai membaca Al-Qur'an, bahkan mengerti artinya.
Namun umumnya kita tidak pandai membaca ayat-ayat kauniyyah yang ada di alam ini,
sehingga kita tidak menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Atau sebaliknya,
banyak di antara kita yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi jauh dari
tuntunan Al-Qur'an. Sehingga kemudian terjadi dikotomi antara petunjuk Al-Qur'an dan
ilmu pengetahuan, bahkan dalam beberapa hal saling bertentangan. Oleh karenanya,
Allah SWT akan mengangkat derajat seorang muslim yang mau belajar dan berusaha
dengan sungunh-sungguh (mujahadah) memahai dan melaksanakan petunjuk-petunjuk
(hidayah) Allah di dalam Al-Qur'an dan ilmu pengetahuan sebagai pembuktian akan keEsa-an, ke-Agung-an dan ke-Benaran Allah SWT, dimana dalam beberapa firmanNya
orang tersebut diberi predikat sebagai Ulul Albab (QS Ali Imran 190-191 dan Ar Ra'd 1922)

Istilah Ulul Albab diambil dari bahasa Al-Quran sehingga untuk memahaminya
diperlukan kajian terhadap nash-nash yang berbicara tentang Ulul Albab, karena itu agar
diperoleh pemahaman yang utuh mengenai istilah tersebut, maka diperlukaan kajian
mendalam terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan Ulul Albab, baik dari segi lughawi
(bahasa) maupun dari kandungan makna yang dibangun dari pemahaman terhadap
pesan, kesan, dan keserasian (munasabah) antara ayat yang satu dengan ayat-ayat
sebelumnya.
Menurut Prof . Dr. M. Qurash Shihab (1993) seorang ahli tafsir di Indonesia menjelaskan
bahwa kata Albab adalah bentuk jamak dari kata lubb yang berarti saripati
sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya, maka isi kacang itulah
yang disebut dengan lubb. Dengan demikian, Ulul Albab adalah orang-orang yang

memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh kulit atau kabut ide yang dapat
melahirkan kerancuan dalam berfikir sebagaimana terungkap dalam Al-Quran Surat Ali
Imran ayat 190-191. Dalam kaitannya dengan Al-Quran surat Ali Imran ayat di atas, ia
menjelaskan bahwa orang yang berdzikir dan berfikir (secara murni) atau merenungkan
tentang fenomena alam raya, maka akan dapat sampai pada bukti yang sangat nyata
tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT.
Dalam ayat 191, diterangkan karakteristik Ulil Albab, yaitu selalu melakukan aktivitas
dzikir dan fikir sebagai metode memahami alam, baik yang ghaib maupun yang nyata.
Dzikir, secara bahasa berasal dari kata dzakara , tadzakkara, yang artinya
menyebut, menjaga, mengingat-ingat. Secara istilah dzikir artinya tidak pernah
melepaskan Allah SWT dari ingatannya ketika beraktifitas. Baik ketika duduk, berdiri,
maupun berbaring. Ketiga hal itu mewakili aktifitas manusia dalam hidupnya. Jadi,dzikir
merupakan aktivitas yang harus selalu dilakukan dalam kehidupan. Ada dua dimensi
dalam melaksanakan dzikir; (1) bi al-bathin dan (2) bi al-dhahir. Dzikir dengan batin
atau dengan hati artinya kalbu manusia harus selalu thawaf kepada Allah SWT,
disebabkan adanya cinta, takut, dan harap kepada-Nya yang berhimpun di hati (qalbu
al-dzakir). Bukan hati berkata Allah SWT Allah SWT.. Allah SWT.. namun qalbu
benar-benar hadir di hadapan Allah SWT SWT. Dari sini tumbuh keimanan yang kokoh,
kuat dan mengakar di hati. Bahkan dari qalbu al-dzakir ini berimplikasi atau
menjadikan efek pada gerak-gerik seluruh tubuh dan fikiran, yang kita bisa sebut
dengan (2)dzikir bi al-dhahir. Bila manusia telah dimampukan hatinya senantiasa
thawaf kepada Allah SWT (qalbu al-dzakir) maka seluruh tindakan dan fikirannya
berdasarkan petunjuk (hidayah) dari Allah SWT. Bisa kita artikan juga bahwa
menggunakan seluruh anggota badan dalam kegiatan yang sesuai dengan aturan Allah
SWT atau yang diridhai Allah SWT. Secara reflek pun lisan kita akan berucap hamdallah
ketika mendapatkan nikmat, ketika memulai suatu pekerjaan mengucapkan basmalah,
ketika takjub mengucapkan tasbih. Refleksi lisan yang demikian biasa kita sebut dengan
dzikru al-lisan yang masih bagian dari dzkir bi al-dhahir.
Fikir, secara bahasa adalah fakara, tafakkara yang artinya memikirkan,
mengingatkan, teringat. Dalam pembahasan ayat ini berpikir berarti memikirkan
proses kejadian alam semesta dan berbagai fenomena yang ada di dalamnya sehingga
mendapatkan manfaat daripadanya dan teringat atau mengingatkan kita kepada sang
Pencipta alam, Allah SWT. Dengan kalimat sederhana begitu melihat makhluk fikiran dan
hati reflek ingat (dzikir) kepada Allah SWT.
Keberhasilan hidup bagi penyandang Ulul Albab bukan terletak pada jumlah kekayaan,
kekuasaan, sahabat, dan sanjungan yang diperoleh, melainkan terletak pada ke-ridha-an
Allah SWT. Selalu memilih jenis dan cara kerja yang shaleh artinya mereka bekerja
dengan cara yang benar, lurus, ikhlas, dan profesional.
Dari uraian diatas, menurut penulis bentuk operasional suatu alat ukur sebagaimana
terkandung dalam 16 ayat Al-Quran, ditemukan adanya 16 ciri khusus yang selanjutnya
disarikan ke dalam 4 (empat) ciri utama, yang menjadi konsep Ulul Albab yaitu:
1)
Kedalaman spiritual yaitu karunia (fadlal) Allah SWT yang dianugerahkan kepada
manusia berupa kesadaran terhadap kehadiran Allah SWT kapan dan di mana saja
berada, dan dalam kondisi apa pun.
2)
Keagungan akhlak yaitu kemampuan berperilaku mulia sesuai dengan ajaran
Islam sehingga perilaku tersebut menjadi ciri dari kepribadiannya.
3)
Keluasan ilmu yaitu kualitas seseorang yang dicirikan dengan kepintaran dan
kecerdikan dalam menyelesaikan masalah. Selalu kreatif, inofatif dan responsif dalam
melihat persoalan, terutama persoalan yang mencakup masyarakat atau umat.
4)
Profesional yaitu kemampuan seseorang untuk bekerja dan berperilaku sebagai
seorang profesional dibidangnya. Kemampuan ini dicirikan dengan adanya kesediaan
untuk menyampaikan ilmu, kesediaan berperan serta dalam memecahkan masalah
umat, dan kebiasaan untuk bertindak sesuai dengan konsep ilmiah dan islami.
Dari ke 4 (empat) ciri dan konsep Ulul Albab tersebut, penulis menggaris bawahi bahwa
akibat atau efek dari ciri dan konsep yang no 1 (pertama)-lah kemudian melahirkan ciriciri dan konsep-konsep Ulul Albab berikutnya. Karena hati yang telah sadar akan
hadirnya Allah SWT kapan dan di mana saja berada dan dalam kondisi apa pun akan

menuntun akal pikiran sikap dan tingkah laku menjadi penuh nilai kemuliaan dan
kehormatan yang hakiki, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Ingatlah dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu
baik maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi bila rusak niscaya akan rusak pula
seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu.

Mengapa Shalawat Nariyah Dilarang?

by Ammi Nur Baits


Juli 31, 2014

Mengapa Shalawat Nariyah Dilarang?


Tanya:
Saya pernah membaca artikel tentang shalawat nariyah di Konsultasi
Syariah. Pertanyaannya mengapa Konsultasi Syariah.com mempermasalahkan
shalawat nariyah. Padahal ini shalawat yg baik, memiliki banyak fadhilah.
Itu saja, mohon tanggapannya.
Dari: Obet, jawa tengah
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ala rasulillah, amma badu,
Berikut penjelasan salah satu situs yang menyebutkan keutamaan shalawat nariyah,
Jika mendapat kesusahan karena kehilangan barang, hendaknya membaca sholawat
ini sebanyak 4444 kali. Insya Allah barang yang hilang tersebut akan cepat kembali. Jika
barang tersebut dicuri orang dan tidak dikembalikan, maka pencuri tersebut akan
mengalami musibah dengan kehendak Allah swt. .
Untuk melancarkan rezeki, memudahkan tercapainya hajat yang besar, menjauhkan
dari gangguan jahat, baca sholawat ini sebanyak 444 kali, boleh dibaca sendiri atau
berjamaah. Syeih Sanusi berkata: Barangsiapa secara rutin membaca shalawat ini
setiap hari sebanyak 11 kali maka Allah swt akan menurunkan rezekinya dari langit dan
mengeluarkannya dari bumi serta mengikutinya dari belakang meski tidak
dikehendakinya
Jika orang yang mengamalkan shalawat nariyah bersedia untuk merenung
sejenak berfikir sejenak saja dengan akal sehatnya dia akan bisa menyimpulkan hal
yang aneh mengenai shalawat nariyah.
ni diajarkan. Yang jelas, shalawat ini dicetak dalam buku karya Al-Barzanji yang banyak
tersebar di tanah air.

Nah.., jika deretan manusia shaleh yang menjadi sumber rujukan ibadah tidak pernah
mengenal shalawat ini, bagaimana mungkin ada embel-embel fadhilah &
keutamaannya. Dari mana sumber fadhilah yang disebutkan? Amalannya saja tidak
pernah dikenal di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat, bagaimana
mungkin ada fadilahnya??
Ini jika mereka bersedia untuk berfikir.
Kedua, beberapa orang ketika diingatkan bahwa shalawat nariyah tidak pernah dikenal
dalam islam, dia berontak dan berusaha membela. Bila perlu harus menumpahkan
darah, demi shalawat nariyah.
Jika orang ini bersedia untuk berfikir dan merenung, seharunya dia malu dengan
tindakannya.
Saya ulangi, mereka yang membela shalawat nariyah, yakin dengan seyakin-yakinnya
bahwa shalawat nariyah tidak pernah dikenal oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam
dan para sahabat. Lantas mengapa harus dibela-bela?
Jika dia membela kalimat laa ilaaha illallah, dan memusuhi orang yang melarang
membaca kalimat tauhid itu, ini perjuangan yang bernilai pahala. Karena kalimat tauhid
adalah pembeda antara muslim dan kafir.
Tapi membela shalawat nariyah, apanya yang mau dibela? Apakah ini menjadi pembeda
antara muslim dan kafir? Atau pembeda antara pengikut Nabi dan musuh Nabi?
Apakah dengan tidak membaca shalawat nariyah orang jadi berdosa? Apakah
meninggalkan shalawat nariyah akan masuk neraka?
Bukankah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat tidak pernah
mengenalnya dan tidak pernah mengamalkannya? Bukankah shalawat nariyah tidak
pernah dikenal dalam islam?
Ini jika dia bersedia untuk berfikir.
Ketiga, jika kita perhatikan, dalam shalawat nariyah terdapat beberapa bait yang
maknanya sangat berbahaya. Pengkultusan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wa sallam. Semua kaum muslimin menghormati dan mencintai beliau. Namun apapun
alasannya, sikap kultus kepada manusia siapapun, tidak pernah dibenarkan dalam
islam.
Allah ingatkan status Rasul-Nya kepada umat manusia, bahwa sekalipun beliau seorang
nabi & rasul, beliau sama sekali tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan.

Katakanlah: Aku tidak berkuasa memberikan manfaat bagi diriku dan tidak (pula)
menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan Sekiranya aku mengetahui
yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan
ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa
berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (QS. Al-Araf: 188).
Kita perhatikan, Allah sampaikan bahwa Nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam adalah
manusia biasa, seperti umumnya manusia. Semua sifat manusia ada pada dirinya,
sehingga sama sekali tidak memiliki kemampuan di luar batas yang dimiliki manusia.
Beliau tidak bisa mendatangkan rizki, tidak mampu menolak musibah dan balak, selain
apa yang dikehendaki Allah. Beliau juga tidak bisa mengetahui hal yang ghaib, selain
apa yang Allah wahyukan. Hanya saja, beliau adalah seorang uturan, basyir wa nadzir,
yang bertugas menjelaskan syariat. Sehingga beliau wajib ditaati sepenuhnya.
Dalam shalawat nariyah, terdapat kalimat pengkultusan kepada Nabi shallallahu alaihi
wa sallam, yang itu bertentangan dengan kenyataan di atas.
Lafadz tersebut adalah:

Rincian:

()
: Segala ikatan dan kesulitan bisa lepas karena Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam

()

: Segala bencana bisa tersingkap dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam

()

: Segala kebutuhan bisa terkabulkan karena Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa


sallam

()

: Segala keinginan bisa didapatkan dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wa sallam
Empat kalimat di atas merupakan pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam. Jika kita perhatikan, empat kemampuan di atas merupakan
kemampuan yang hanya dimiliki oleh Allah dan tidak dimiliki oleh makhluk-Nya siapa
pun orangnya. Karena yang bisa menghilangkan kesulitan, menghilangkan bencana,
memenuhi kebutuhan, dan mengabulkan keinginan serta doa, hanyalah Allah. Seorang
Nabi atau bahkan para malaikat sekalipun, tidak memiliki kemampuan dalam hal ini.
Seorang guru qiraah memberikan pengumuman kepada para muridnya:
Siapa yang membuat lagu qiraah SELAIN yang saya ajarkan, saya TIDAK akan
memberikan nilai, apapun bentuk lagu qiraah itu. Dan jika lagu qiraah yang baru itu fals,
gak enak didengar, akan didenda 100 juta.
Kira-kira, apa yang akan dilakukan oleh siswa. Dari pada gitu, mending ikutin aja lagu
qiraah yang diajarkan guru.
Orang yang mengamalkan shalawat nariyah, apa bisa dia harapkan dari amal ini?
Mengharapkan pahala? Pahala dari mana, sementara tidak pernah ada janji pahala, dan
Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan sahabat sendiri tidak pernah mengenalnya?
Terlebih dalam shalawat nariyah terdapat kalimat yang membahayakan secara aqidah.
Itu sedikit renungan, jika mereka mau berfikir.

Keutamaan Shalawat, dan 8 lafadz shalawat yg


diajarkan Rasulullah..
Mei 10, 2012 Tinggalkan komentar Go to comments

: :

Dari Anas bin malik radhiallahu anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam bersabda: Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah
akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta
ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)[SHAHIH. Hadits Riwayat AnNasai (no. 1297), Ahmad (3/102 dan 261), Ibnu Hibban (no. 904) dan al-Hakim (no. 2018),
dishahihkan oleh Ibnu Hibban rahimahullah, al-Hakim rahimahullah dan disepakati oleh adzDzahabi, rahimahullah juga oleh Ibnu hajar rahimahullah dalam Fathul Baari (11/167) dan alAlbani rahimahullah dalam Shahihul adabil mufrad (no. 643). ].

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan bershalawat kepada Nabi


Shallallahu alaihi wa sallam dan anjuran memperbanyak shalawat tersebut
[Lihat Sunan an-Nasai (3/50) dan Shahiihut targiib wat tarhiib (2/134)], karena ini

merupakan sebab turunnya rahmat, pengampunan dan pahala yang berlipatganda dari
Allah Taala [Lihat kitab Faidhul Qadiir (6/169)].
Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini :
Banyak bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam merupakan tanda
cinta seorang muslim kepada beliau Shallallahu alaihi wa sallam [Lihat kitab
Mahabbatur Rasul Shallallahu alaihi wa sallam, bainal ittibaa walibtidaa (hal. 77).],
karena para ulama mengatakan: Barangsiapa yang mencintai sesuatu maka dia akan
sering menyebutnya [Lihat kitab Minhaajus sunnatin nabawiyyah (5/393) dan
Raudhatul muhibbiin (hal. 264).].
Yang dimaksud dengan shalawat di sini adalah shalawat yang diajarkan oleh
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits-hadits beliau Shallallahu
alaihi wa sallam yang shahih (yang biasa dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat
mereka ketika tasyahhud), bukan shalawat-shalawat bidah yang diada-adakan oleh
orang-orang yang datang belakangan, seperti shalawat nariyah, badriyah, barzanji dan
shalawat-shalawat bidah lainnya. Karena shalawat adalah ibadah, maka syarat
diterimanya harus ikhlas karena Allah Taala semata dan sesuai dengan tuntunan Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam [Lihat kitab Fadha-ilush shalaati wassalaam (hal. 3-4),
tulisan syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.]. Juga karena ketika para sahabat
radhiyallahu anhuma bertanya kepada beliau Shallallahu alaihi wa sallam: (Ya
Rasulullah), sungguh kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, maka
bagaimana cara kami mengucapkan shalawat kepadamu? Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam menjawab: Ucapkanlah: Ya Allah, bershalawatlah kepada (Nabi) Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam dan keluarga beliaudst seperti shalawat dalam
tasyahhud[SHAHIH. Riwayat Bukhari (no. 5996) dan Muslim (no. 406)].
Makna shalawat kepada nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah meminta kepada
Allah Taala agar Dia memuji dan mengagungkan beliau Shallallahu alaihi wa sallam di
dunia dan akhirat, di dunia dengan memuliakan peneyebutan (nama) beliau Shallallahu
alaihi wa sallam, memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau
bawa. Dan di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau Shallallahu alaihi
wa sallam, memudahkan syafaat beliau kepada umatnya dan menampakkan
keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk [Lihat kitab Fathul
Baari (11/156)].
Makna shalawat dari Allah Taala kepada hamba-Nya adalah limpahan rahmat,
pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya [Lihat kitab Zaadul masiir
(6/398).]. Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah Taala untuk
mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya),
sebagaimana dalam firman-Nya:
{}
Dialah yang bershalawat kepadamu (wahai manusia) dan malaikat-Nya (dengan memohonkan
ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang
terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman (QS al-Ahzaab:43).

Lafazh bacaan sholawat yang paling ringkas yang sesuai dalil2 yang shahih adalah :

Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad) .


[SHAHIH. HR. At-Thabrani melalui dua isnad, keduanya baik. Lihat Majma Az-Zawaid 10/120 dan
Shahih At- Targhib wat Tarhib 1/273].

Kemudian terdapat riwayat-riwayat yang Shahih dalam delapan riwayat, yaitu :


1. Dari jalan Kaab bin Ujrah


Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad
sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 6/27, dan 7/156, Muslim 2/16, Abu Dawud no. 976, 977, 978, At
Tirmidzi 1/301-302, An Nasa-i dalam "Sunan" 3/47-58 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no 54, Ibnu
Majah no. 904, Ahmad 4/243-244, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 900, 1948, 1955, Al
Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/148 dan yang lainnya]

2. Dari jalan Abu Humaid As Saadiy




Ya Allah,berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada isteri-isteri beliau dan
keturunannya,sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Ya Allah, Berkahilah
Muhammad dan isteri-isteri beliau dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberkahi
Ibrahim,Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 7/157, Muslim 2/17, Abu Dawud no. 979, An Nasa-i dalam "Sunan"
nya 3/49, Ibnu Majah no. 905, Ahmad dalam "Musnad" nya 5/424, Baihaqi dalam "Sunanul
Kubra" 2/150-151, Imam Malik dalam "Al Muwaththo' 1/179 dan yang lainnya].

3. Dari jalan Abi Masud Al Anshariy




Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad
sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim atas sekalian alam, Sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia
[SHAHIH, HR Muslim 2/16, Abu Dawud no. 980, At Tirmidzi 5/37-38, An Nasa-i dalam "Sunan" nya
3/45, Ahmad 4/118, 5/273-274, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1949, 1956, Baihaqi dalam
"SUnanul Kubra" 2/146,dan Imam Malik dalam "AL Muwaththo' (1/179-180 Tanwirul Hawalik
Syarah Muwaththo'"]

4.Dari jalan Abi Masud, Uqbah bin Amr Al Anshariy (jalan kedua)


Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad yang ummi dan kepada keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau telah memberi bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.Dan
berkahilah Muhammad Nabi yang ummi dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah
memberkahi keluarga Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi)
Maha Mulia
[SHAHIH, HR. Abu Dawud no. 981, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal Lailah" no. 94, Ahmad
dalam "Musnad" nya 4/119, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 1950, Baihaqi dalam "Sunan"
nya no 2/146-147, Ibnu Khuzaimah dalam "Shahih" nya no711, Daruquthni dalam "Sunan" nya
no 1/354-355, Al Hakim dalam "Al Mustadrak" 1/268, dan Ath Thabrany dalam "Mu'jam Al Kabir"
17/251-252]

5. Dari jalan Abi Said Al Khudriy


Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad hambaMu dan RasulMu, sebagaimana Engkau
telah bershalawat kepada Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim
[SHAHIH, HR Bukhari 6/27, 7/157, An Nasa-i 3/49, Ibnu Majah no. 903, Baihaqi 2/147, dan Ath
Thahawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/73]

6. Dari jalan seorang laki2 shabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam




Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada ahli baitnya dan istri-istrinya dan
keturunannya, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan kepada ahli baitnya dan istriistrinya dan keturunannya, sebagimana Engkau telah memberkahi Ibrahim, sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia
[SHAHIH, HR. Ahmad 5/347, Ini adalah lafazhnya, Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/74],
dishahihkan oleh Al Albani dalam Sifaat sahalat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, hal 178179].

7. Dari jalan Abu Hurairah


Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan berkahilah
Muhammad dan keluarga Muhammad,sebagaimana Engkau telah bershalawat dan memberkahi
Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia
[SHAHIH, HR Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/75, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal
Lailah" no 47 dari jalan Dawud bin Qais dari Nu'aim bin Abdullah al Mujmir dari Abu Hurairah ,
Ibnul Qayyim dalam "Jalaa'ul Afhaam Fish Shalati Was Salaami 'alaa Khairil Anaam (hal 13)
berkata, "Isnad Hadist ini shahih atas syarat Syaikhaini (Bukhari dan Muslim), dan dishahihkan
oleh Al Albani dalam "Sifaat sahalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam", hal 181 ]

8. Dari jalan Thalhah bin Ubaidullah




Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau
telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji
(lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau
telah telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim,sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi)
Maha Mulia.
[SHAHIH, HR. Ahmad 1/162, An Nasa-i dalam "Sunan: nya 3/48 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no
48, Abu Nuaim dalam "Al Hilyah" 4/373,semuanya dari jalan 'Utsman bin Mauhab dari Musa bin
Thalhah, dari bapaknya (Thalhah bin 'Ubaidullah), dishahihkan oleh Al Albani].

Tentang Ucapan
Di sunnahkan (sebagian ulama mewajibkannya) mengucapkan shalawat dan salam
kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam setiap kali menyebut atau disebut nama
beliau, yaitu dengan ucapan :

Riwayat2 yang datang tentang ini banyak sekali, diantaranya dari dua hadits shahih di
bawah ini :

1. Dari jalan Husain bin Ali bin Abi Thalib, ia berkata,


Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, Orang yang bakhil
(kikir/pelit) itu ialah orang yang apabila namaku disebut disisinya, kemudian ia tidak
bershalawat
kepadaku
(dengan
ucapan-red)
( shallallahu alaihi wa sallam).
[SHAHIH. Dikeluarkan oleh AT Tirmidzi 5/211, Ahmad 1/201 no 1736, An Nasa-i no 55,56
dan 57, Ibnu Hibban 2388, Al Hakim 1/549, dan Ath Thabraniy 3/137 no 2885.
2. Dari Abu Hurairah, ia berkata, Telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
: Hina dan rugi serta kecewalah seorang yang disebut namaku disisinya, lalu ia tidak
bershalawat
kepadaku.
[SHAHIH. Dikeluarkan oleh Imam At Tirmidzi 5/210, dan Al Hakim 1/549. Dan At Tirmidzi
telah menyatakan bahwa hadits ini Hasan].
Hadits ke dua ini, banyak syawaahidnya dari jamaah para shahabat, sebagaimana
disebutkan dalam kitab-kiatb : At Targhib wat Tarhib (2/506-510) Imam Al Mundzir,
Jalaa-ul Afhaam (hal 229-240) Ibnu Qayyim, Al Bukhari dalam Adabul Mufrad (no 644,
645), Ibnu Khuzaimah (no 1888), Ibnu Hibban (no 2386 dan 2387 Mawaarid).

Anda mungkin juga menyukai