Anda di halaman 1dari 20

GAMBARAN SITUASI IBU DAN ANAK

DI INDONESIA DAN PROVINSI SULAWESI SELATAN


BOHARI, SGz.
MAHASISWA GIZI
PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

A.

Situasi Ibu dan Anak Indonesia


Millenium Development Goals (MDGs) merupakan komitmen nasional dan global
dalam upaya lebih menyejahterakan masyarakat melalui pengurangan kemiskinan dan
kelaparan, pendidikan, pemberdayaan perempuan, kesehatan, dan kelestarian
lingkungan. 8 (delapan) tujuan (goals) menjadi komitmen MDGs mencakup: (1)
Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan; (2) Mencapai Pendidikan Dasar untuk
Semua; (3) Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan; (4)
Menurunkan Angka Kematian Anak; (5) Meningkatkan Kesehatan Ibu; (6) Memerangi
HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular lainnya; (7) Memastikan Kelestarian Lingkungan
Hidup; dan (8) Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan.
Gizi ibu dan anak telah meluas dan merusak kondisi berpenghasilan rendah dan
menengah seluruh negara. Sebuah kerangka yang dikembangkan oleh UNICEF
mengakui dasar dan mendasari penyebab gizi, termasuk, lingkungan ekonomi, dan faktorfaktor kontekstual sosial politik, dengan kemiskinan memiliki Peran sentral (Ezzati, dkk,
2005) seperti yang diperlihatkan dalam gambar berikut.

Gambar 1. Kerangka Hubungan Antara Kemiskinan, Ketidakamanan Pangan, dan Penyebab


Langsung Kematian Ibu dan Gizi Kurang pada Anak serta Konsekuensi Baik Jangka Pendek
Maupun Jangka Panjang
Short-term consequences
Mortality, morbidity, disability

Long-term consequences
Adult size, intellectual ability,
economic productivity, reproductive
performance, metabolic and
cardiovascular disease
Maternal and child
undernutrition
Disease

Inadequate dietary
intake
Household food
insecurity

Inadequate care

underlying
causes

Income poverty,
Employment, self-employment,
dwelling assets, remittances,
pensions, transfers etc

Lack of capital financial,


human, physical, social,
and natural

Social, economic, and


political context

Intermediate
causes

Unhealthy household
Environment and lack of
health services

Basic
causes

Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) negara yaitu untuk mengurangi separuh


antara tahun 1990 dan 2015 proporsi orang yang menderita kelaparan. Salah satu dari 7
indikator untuk memantau kemajuan untuk target ini adalah proporsi anak yang kurusyaitu, berat badan rendah dibandingkan dengan yang diharapkan untuk anak seusia dan
jenis kelamin yang sama. Indikator antropometrik ini dapat menunjukkan wasting (yaitu,
rendah berat badan, menunjukkan berat badan akut yang hilang), dan
pengerdilan/stunting (yaitu, rendah tinggi badan untuk-usia yang normal, disebut juga
kelainan kronis. Kedua kondisi tersebut memerlukan penanganan yang berbeda
(Caufleld, dkk, 2004).
1.

Angka Kematian Ibu


Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dari
derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal
dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau
penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama
kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa
memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.
AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan
kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan
pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitivitas AKI terhadap perbaikan
pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sector
kesehatan.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa
AKI untuk periode 5 tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar 228 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah dibandingkan AKI hasil SDKI tahun 20022003 yang sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup.

Gambar 2 Angka Kematian Ibu Per 100.000 Kelahiran Hidup Di Indonesia Tahun 1994 - 2012
390
334

359
307
228
102

Thn 1994 Thn 1997

Thn
Thn 2007 Thn 2012
2002/2003

MDGs

Sumber: BPS, SDKI 1994, 1997, 2002/2003, 2007, 2012


2.

Angka Kematian Bayi


Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang meninggal
sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada
tahun yan sama. Usia bayi merupakan kondisi yang rentan baik terhadap kesakitan
maupun kematian. Dari 44 kematian balita per 1.000 kelahiran hidup, lebih dari tiga
perempatnya (77%) disumbangkan oleh umur 0-11 bulan atau bayi. Sehingga
angka kematian bayi tidak jauh berbeda dengan angka kematian balita.

Target MDGs untuk AKB pada tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran
hidup. Berbagai faktor dapat menyebabkan adanya penurunan AKB, di antaranya
pemerataanpelayanan kesehatan berikut fasilitasnya. Hal itu disebabkan AKB
sangat sensitive terhadap perbaikan pelayanan kesehatan. Selain itu, perbaikan
kondisi ekonomi yang tercermin dengan pendapatan masyarakat yang meningkat
juga dapat berkontribusi melalui perbaikan gizi yang berdampak positif pada daya
tahan bayi terhadap infeksi penyakit.
Gambar 3. Estimasi Angka Kematian Bayi* Per 1.000 Kelahiran Hidup Di Indonesia,
SDKI 1991 - 2012

Capaian AKB 32 di tahun 2012 kurang menggembirakan dibandingkan target


Renstra Kemenkes yang ingin dicapai yaitu 24 di tahun 2014 juga target MDGs
sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2015. Penurunan AKB yang
melambat antara tahun 2003 sampai 2012 yaitu dari 35 menjadi 32 per 1.000
kelahiran hidup, memerlukan akses seluruh bayi terhadap intervensi kunci seperti
ASI eksklusif atau imunisasi dasar, sementara berdasarkan Riskesdas 2010
cakupan ASI eksklusif sebesar 15%, imunisasi DPT-HB3 sebesar 62%, dan
imunisasi campak 74%.

Gambar 4. Estimasi Angka Kematian Bayi* Per 1.000 Kelarhiran Hidup Menurut Provinsi Di
Indonesia , 2012

Dari 33 provinsi di Indonesia, terdapat dua provinsi yang telah mencapai


target MDGs 2015 untuk AKB yaitu Kalimantan Timur dan DKI Jakarta. Provinsi
dengan AKB tertinggi terdapat di Papua Barat sebesar 74 per 1.000 kelahiran hidup,
diikuti oleh Gorontalo sebesar 67 dan Maluku Utara sebesar 62 per 1.000 kelahiran
hidup. Terdapat 27% provinsi (9 provinsi) menunjukkan peningkatan kematian bayi
antara tahun 2007-2012 yaitu Aceh, Jateng, Yogyakarta, Kalteng, Sulawesi
Tenggara, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua.

Gambar 5. Estimasi Angka Kematian Bayi Per 1.000 KElahiran Hidup Menurut Provinsi di
Indonesia, SDKI 2007 dan SDKI 2012

3.

Gizi kurang, stunting, dan wasting


Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya
dalam MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita dapat diukur berdasarkan
umur, berat badan (BB), dan tinggi badan (TB). Variabel umur, BB, dan TB ini
disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB). Indikator BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator
ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun
akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Dengan
kata lain, berat badan yang rendah dapat disebabkan karena tubuh yang pendek
(kronis) atau karena diare atau penyakit infeksi lain (akut).

Gambar 6. Prevalensi Balita Gizi Kurang dan Pendek Tahun 2013

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, diketahui bahwa prevalensi balita


gizi buruk dan kurang di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 17,9%. Angka ini
mengalami penurunan dibandingkan hasil Riskesdas 2007 dengan prevalensi balita
gizi buruk dan kurang sebesar 18,4%. Pada tahun 2010, prevalensi status gizi
menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa prevalensi balita gizi buruk dan kurang
pada balita laki-laki lebih besar dibandingkan balita perempuan dengan
perbandingan 19,1% terhadap 16,7%.
Indikator gizi yang lain yaitu tinggi badan menurut umur (TB/U) memberikan
indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang
berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat dan pola
asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang
mengakibatkan anak menjadi pendek. Indikator BB/TB dan Indeks Massa Tubuh
(IMT) memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari
peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat), misalnya mengidap
penyakit tertentu dan kekurangan asupan gizi yang mengakibatkan anak menjadi
kurus.
Pada tahun 2010 terdapat 35,6% balita dengan tinggi badan di bawah normal
yang terdiri dari 18,5% balita sangat pendek dan 17,1% balita pendek.
Dibandingkan tahun 2007, terjadi sedikit penurunan persentase balita pendek dan
sangat pendek pada tahun 2010 dari 36,8% menjadi 35,6%.

4.
Anemia Defisiensi Besi
Gambar 7 Proporsi Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Menurut Tempat Tinggal di Indonesia
(Riskesdas 2013)

Anemia Gizi adalah rendahnya kadar Haemoglobin (Hb) dalam darah yang
disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb
tersebut. Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan
zat besi (Fe) hingga disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi.
Untuk penanggulangan masalah ini telah dilakukan intervensi dengan distribusi
tablet Fe. Cakupan pemberian tablet Fe terkait erat dengan pelayanan antenatal
care (ANC). Analisis cakupan K4 dengan Fe3 sering menunjukkan adanya
kesenjangan yang cukup besar, hal ini mungkin disebabkan karena belum
optimalnya koordinasi lintas program terkait atau pencatatan dan pelaporan
cakupan Fe ibu hamil belum terlaporkan dengan baik.
Cakupan pemberian tablet tambah darah terkait erat dengan antenatal care
(ANC). Pada tahun 2011 cakupan kunjungan K4 pada ibu hamil sebesar 88,27%,
sedangkan cakupan ibu hamil yang mendapat Fe3 sebesar 83,3%. Padahal salah
satu kriteria K4 adalah ibu hamil tersebut mendapatkan tablet Fe sebanyak 90 tablet
yang diindikasikan dengan besarnya cakupan Fe3. Oleh karena itu seharusnya
cakupan Fe3 lebih besar atau sama dengan cakupan K4. Namun yang terjadi
sebaliknya, cakupan ibu hamil yang mendapat Fe3 lebih rendah dibandingkan
dengan cakupan K4. Faktor yang diduga menyebabkan hal tersebut adalah belum
optimalnya koordinasi sistem pencatatan dan pelaporan antar program terkait.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kepatuhan ibu hamil menelan tablet
Fe. Walaupun dari pelaporan dihasilkan bahwa cakupan ibu hamil yang mendapat
tablet Fe3 cukup baik namun jika tidak dikonsumsi oleh ibu hamil maka efek minum
tablet Fe yang diharapkan tidak akan tercapai

5.
KEK Wanita Usia Subur
Gambar 8 Proporsi Wanita Usia Subur Risiko Kurang Energi Kronik (KEK) Tahun 2007
2013 (Riskesdas 2013)

6.

BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)


Gambar 9. Persentase Berat Badan Bayi Baru Lahir < 2.500 Gram Tahun 2010

Berdasarkan hasil Riskesdas 2010, persentase bayi yang lahir dengan berat
badan < 2.500 gram sebesar 11,1% dan riskesdas 2013 menunjukkan persentase
yang lebih rendah yaitu 10,2%. Angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan
hasil Riskesdas 2007 yang sebesar 11,5%. Gambaran pada Riskesdas 2010
menurut karakteristik pengeluaran rumah tangga per kapita diketahui bahwa
persentase tertinggi terdapat pada kelompok kuintil 1 sebesar 13,7%. Sedangkan

menurut karakteristik pendidikan Kepala Keluarga (KK, persentase tertinggi terdapat


pada bayi dengan KK tidak tamat SD sebesar 15,1%.
7.

ASI Eksklusif
Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui
bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan
menyusui anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat
makanan pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh
kembangnya.
Cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan dan persentase
bayi usia 6 bulan yang menyusu eksklusif sampai 6 bulan menunjukan
kecenderungan meningkat, sebagaimana digambarkan dalam grafik berikut.

Gambar 10. Persentase Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi Usia 0 6 Bulan dan Bayi Usia 6
bulan Yang Menyususi Eksklusif Sampai 6 Bulan di Indonesia Tahun 2004 - 2010

Persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia sebesar
61,5%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 dan tahun 2009 sebesar
56,2% dan 61,3%. Provinsi dengan cakupan tinggi diantaranya adalah Provinsi
Nusa Tenggara Barat (79.7%), Nusa Tenggara Timur (79,4%) dan Bengkulu
(77,5%). Provinsi dengan cakupan rendah adalah Aceh (49,6%), Jawa Timur
(49,7%), dan Bali (50,2%).
Permasalahan terkait pencapaian cakupan ASI Eksklusif diantaranya :
a)
Pemasaran susu formula masih gencar dilakukan untuk bayi 0-6 bulan yang
tidak ada masalah medis
b)
Masih banyaknya perusahaan yang mempekerjakan perempuan tidak
memberi kesempatan bagi ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan untuk
melaksanakan pemberian ASI secara eksklusif. Hal ini terbukti dengan belum
tersedianya ruang laktasi dan perangkat pendukungnya
c)
Masih banyak tenaga kesehatan ditingkat layanan yang belum peduli atau
belum berpihak pada pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif,
yaitu masih mendorong untuk memberi susu formula pada bayi 0-6 bulan.

d)
e)
f)

Pemasaran susu formula masih banyak yang ditujukan pada bayi yang tidak
punya masalah kesehatan.
Masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI
Belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye
terkait pemberian ASI, dan belum semua rumah sakit melaksanakan 10
Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM)

8.
Imunisasi Anak
Gambar 11 Kecenderungan Imunisasi Anak 12 23 Bulan, 2007 2013 (Riskesdas 2013)

B.

Situasi Ibu dan Anak Sulawesi Selatan


1.
Gambaran Umum Provinsi Sulawesi Selatan
Jumlah kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan adalah 24, dengan jumlah
kecamatan 304 dan jumlah kelurahan/desa 2.956 dengan luar wilayah 46.717,48
Km2.
2.
Demografi
a)
Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin
Penduduk Sulawesi Selatan Tahun 2011 berjumlah 8.115.638 jiwa yang
tersebar di 24 kabupaten/kota, dengan jumlah penduduk terbesar yakni
1.352.136 jiwa mendiami Kota Makassar

Gambar 12 Kepadatan Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2012

Penyebaran penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan belum merata. Hal


ini dapat dilihat dari kepadatan penduduk tiap kabupaten/kota yang tidak
sama. Kab/Kota dengan kepadatan penduduk yang paling tinggi terdapat di
Kota Makasar sebesar 6.869 jiwa per KM2. Kepadatan terendah terdapat di
Kab. Luwu Timur dengan kepadatan penduduk 36 jiwa per KM2. Jumlah
penduduk dan luas wilayah merupakan indikator penting dalam hal
penyebaran penduduk.

b)
Status Perkawinan
Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Menurut Kelompok Umur dan Status Perkawinan
Provinsi Sulawesi Selatan
Perkotaan + Perdesaan | Laki-laki + Perempuan
Kelompok
Umur
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-74
75-79
80-84
85-89
90-94
95+
Jumlah

Status Perkawinan
Belum
Kawin
Kawin
827,290
4,305
673,518
58,689
370,530
294,155
173,587
471,240
83,149
514,191
53,436
520,748
37,887
456,303
25,372
362,256
18,290
285,425
11,532
204,787
9,030
154,151
5,547
104,884
3,428
60,872
1,787
30,493
1,243
16,798
450
5,811
200
2,063
118
1,400
2,296,394 3,548,571

Cerai Hidup

Cerai Mati

49
2,619
9,060
14,639
16,457
16,862
16,587
14,238
12,282
8,993
7,441
5,382
3,576
1,860
1,135
365
150
113
131,808

22
293
1,235
2,823
5,246
9,054
17,488
25,922
39,371
43,279
57,759
57,231
53,930
35,590
26,352
11,227
5,084
4,139
396,045

Tidak
Jumlah
Ditanyakan
1,563
833,229
2,874
737,993
3,466
678,446
1,859
664,148
866
619,909
643
600,743
476
528,741
300
428,088
255
355,623
140
268,731
76
228,457
49
173,093
61
121,867
38
69,768
29
45,557
8
17,861
1
7,498
1
5,771
12,705 6,385,523

Sumber: Data Sensus Penduduk 2010 - Badan Pusat Statistik Republik Indonesia
3.

Sumber Daya Daerah di Bidang Kesehatan


a) Sarana Kesehatan
Puskesmas Perawatan sebanyak 225
Puskesmas Non Perawatan sebanyak 200
Total puskesmas sebanyak 425
Jumlah rumah sakit sebanyak 76
b) Tenaga Kesehatan
Dokter spesialis sebanyak 444
Dokter umum sebanyak 1.170
Dokter gigi sebanyak 505
Perawat sebanyak 8.118
Perawat Gigi sebanyak 775
Bidan sebanyak 4.413
Farmasi sebanyak 835
Kesehatan Masyarakat sebanyak 3.228
Kesehatan lingkungan sebanyak 814

Gizi sebanyak 724


Terapi fisik sebanyak 140
Teknisi Medis sebanyak 920

4.

Profil Ibu dan Anak


a)
Angka Kematian Ibu (AKI)
Gambar 13 Angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup Provinsi Sulawesi Selatan
(Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan)

102

101.5
92.89
85.17

Tahun 2006

Tahun 2007

Tahun 2008

78.84

Tahun 2009

MDGs

Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup di Sulawesi Selatan


lebih rendah yang ditargetkan. Kematian ibu bisa disebabkan oleh berbagai
faktor seperti pendarahan, tekanan darah tinggi saat hamil atau eklampsia,
infeksi, persalinan macet, dan komplikasi keguguran.

b)
Angka Kematian Bayi (AKB)
Gambar 14. Estimasi Angka Kematian Bayi Per 1.000 KElahiran Hidup Menurut Provinsi di
Indonesia, SDKI 2007 dan SDKI 2012

c)

Angka Kematian Balita


Gambar 15 Angka Kematian Balita di Indonesia, Hasil SKDI 2012

d) BBLR
Gambar 16 Proporsi BBLR: 2010 -2013 Menurut Provinsi (Riskesdas 2013)

e) Kunjungan Neonatus
Gambar 17 Kecenderungan KN1 Menurut Provinsi 2010 2013 (Riskesdas 2013)

Gambar 18 Kecenderungan KN Lengkap Menurut Provinsi 2010 2013 (Riskesdas 2013)

f) Konsumsi Fe
Gambar 19 Proporsi Konsumsi Fe+ 90 Hari Selama Hamil (Riskesdas, 2013)

g) Status Gizi Balita


Gambar 20 Proporsi Balita Gizi Kurang tahun 2007 2013 Menurut Provinsi (Riskesdas 2013

Gambar 21 Proporsi Balita Pendek tahun 2007 2013 Menurut Provinsi (Riskesdas 2013)

Gambar 22 Proporsi Balita Kurus tahun 2007 2013 Menurut Provinsi (Riskesdas 2013)

h) ASI Eksklusif
Gambar 23 Pemberian ASI Eksklusif Di Sulawesi Selatan

i) Pelayanan Imunisasi
Gambar 24 Cakupan Imunisasi Campak di Indonesia Tahun 2012

Gambar 25 Persentase Imunisasi Dasar Lengkap Di Indonesia Tahun 2012

j) Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan


Gambar 26 Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan di Indonesia Tahun 2012

Gambar 27 Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan di Sulawesi Selatan Tahun 2012

Cakupan PN di provinsi maupun sebagian besar kabupaten/kota di


Sulawesi Selatan sudah melampaui target Renstra 2012, kecuali Kabupaten
Toraja Utara. Jumlah sasaran ibu bersalin di Provinsi Sulawesi Selatan
sebanyak 159.665 dengan yang ditolong tenaga kesehatan sebanyak 149.572
persalinan.

Anda mungkin juga menyukai