UJIAN
UJIAN
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tonsilitis adalah inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel.
Organisme penyebabnya yang utama meliputi streptococcus atau staphylococcus
(Charlene J. Reeves,2001).
Tonsil dikenal di masyarakat sebagai penyakit amandel, merupakan penyakit
yang sering di jumpai di masyarakat sebagian besar terjadi pada anak-anak. Namun tidak
menutup kemungkinan terjadi pada orang dewasa, dan masih banyak masyarakat yang
belum mengerti bahkan tidak tahu mengenai gejala-gejala yang timbul dari penyakit ini.
Secara umum, penatalaksanaan tonsilitis kronis dibagi dua, yaitu konservatif
dan operatif. Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kausa, yaitu infeksi, dan
mengatasi keluhan yang mengganggu. Bila tonsil membesar dan menyebabkan sumbatan
jalan napas, disfagia berat, gangguan tidur, terbentuk abses, atau tidak berhasil dengan
pengobatan konvensional, maka operasi tonsilektomi perlu dilakukan. Jika penyebabnya
bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami
kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotic, sehingga sering
dilakukan pengangkatan dari tonsil atau disebut tonsilektomi. Kriteria untuk bisa
dilaksanakan tonsilektomi sekarang ini adalah bila terjadi 3 hingga 4 episode tonsiltitis
atau faringitis selama satu atau dua tahun. Tonsil perlu diambil 4-6 minggu setelah abses
peritonsilar muncul (Charlene J. Reeves,2001).
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1.
2.2.
Identitas Pasien
Nama
: Ahap
Umur
: 34 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Wanasaba
Tanggal masuk
: 16 Desember 2014
Anamnesa
2.2.1. Keluhan Utama
Nyeri menelan
2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan datang ke poli THT RSUD R.SOEDJONO Selong
dengan keluhan utama nyeri menelan sejak 2 bulan yang lalu, nyeri menelan
dirasakan tambah hebat 1 minggu yang lalu. Nyeri menelan dirasakan saat
makan makanan yang pedas dan gorengan. Pasien mengaku terasa tidak enak di
tenggorokan dan merasa bau mulut. Nafsu makan menurun. Suara sengau (-),
sesak (-), batuk (-), pilek (-), demam (+) 1 minggu yang lalu, nyeri telinga (-),
sakit kepala (-), suami pasien mengaku pasien sering ngorok saat tidur.
2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Pasien pernah mengalami kejadian yang sama 6 bulan yang lalu
b. Riwayat hipertensi (-)
c. Riwayat asma (-)
d. Riwayat diabetes mellitus (-)
2.2.4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama
dengannya
2.2.5. Riwayat pengobatan
Pasien mengatakan tidak pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya
2
2.4.
No
.
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tekana darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 90X/menit
Pernapasan
: 20 X/menit
Pemeriksaan Fisik Telinga :
Pemeriksaan
Telinga kanan
Telinga kiri
Telinga
1.
Tragus
2.
Daun telinga
3.
Liang telinga
(-),
otorhea (-)
4.
Membran timpani
edema
(-), furunkel
(-),
edema
(-),
otorhea (-)
(+)
2.5.
Pemeriksaan hidung
3
Pemeriksaan
Hidung kanan
Hidung kiri
Hidung
Hidung luar
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi
Cavum nasi
massa (-)
(-)
Septum nasi
2.6.
Pemeriksaan Tenggorokan
Bibir
Mulut
Geligi
Normal
Lidah
Uvula
Palatum mole
Faring
Tonsila
Kanan
kiri
T0
T0
rata (+)
rata (+)
palatine
Fossa
hiperemi (+)
hiperemi (+)
Tonsillaris dan
Arkus
Faringeus
2.7.
Diagnosa
Tonsilitis Kronis
2.8.
Terapi
Cefadroxil 3x1
Dexametason 3x1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan terletak di belakang
koana
2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk
6
Tonsil dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah
faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak anak dilahirkan dan mulai
berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas yang diwariskan
dari ibu mulai menghilang dari tubuh anak. Pada saat itu (usia kurang lebih 1 tahun)
tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas utama pada anak, karena jaringan
limfoid lain yang ada di seluruh tubuh belum bekerja secara optimal.
Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas
seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat memakan kuman dan
virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral bekerja karena adanya sel
(limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh
kuman dan virus. Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid
terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi tonsil
yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan
menyebabkan tonsil dan adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun
7
yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoidakan membesar dengan cepat
melebihi ukuran yang normal. Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal
sebagai tonsilitis yang dapat menjadi sumber infeksi (fokal infeksi) sehingga anak
menjadi sering sakit demam dan batuk pilek. Selain itu folikel infeksi pada tonsil
dapat menyebabkan penyakit pada ginjal (Glomerulonefritis), katup jantung
(Endokarditis), sendi (Rhematoid Artritis) dan kulit (Dermatitis). Penyakit sinusitis
dan otitis media pada anak seringkali juga disebabkan adanya infeksi kronis pada
tonsil dan adenoid.
2.2.
Tonsilitis
2.2.1. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian
dari cincin waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu, tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil
palatina ( tonsil faucial ), tonsil lingual ( tonsil pangkal lidah ), tonsil tuba
eustachius ( lateral band dinding faring/gerlachs tonsil ).
Penyebaran infeksi melalui udara ( air borne droplets ), tangan dan
ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.
2.2.2. Etiologi
1. Tonsillitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus group A, Misalnya: Pneumococcus,
staphylococcus, Haemalphilus influenza, sterptoccoccus non hemoliticus
atau streptoccus viridens.
2. Bakteri merupakan penyebab pada 50% kasus. Antara lain streptococcus B
hemoliticus grup A, streptococcus, Pneumoccoccus,Virus, Adenovirus,
Virus influenza serta herpes.
2.2.3. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Tonsil
berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal
ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan
datang akan tetapi kadang-kadang tonsil sudah kelelahan menahan infeksi atau
virus.
10
2) Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan oleh kuman grup A
Streptokokus hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat,
pneumokokus, streptokokus viridan dan streptokokus piogenes.
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan
reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri
yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi
kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut
tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu,
membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak
detritus ini juga dapat melebar sehingga terbentuk semacam membran
semu ( pseudomembrane ) yang menutupi tonsil.
Gejala dan tanda : Masa inkubasi 2-4 hari, dimana tanda dan
gejala yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu
menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri
di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga ( otalgia ).
Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih ( referred pain ) melalui
nervus glosofaringeus (N. IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil
membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikel,
lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula
membengkak dan nyeri tekan.
Terapi : Antibiotik spektrum luas seperti penisilin, eritromisin.
Antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
Komplikasi : Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis
media akut, sinusitis, abses peritonsil, abses parafaring, bronkitis,
glomerulonefritis akut, miokarditis, artritis serta septikemia akibat
infeksi pada vena jugularis interna ( sindrom lemierre ). Akibat
hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut,
tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep
11
2. Tonsilitis Membranosa
Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsilitis membranosa
adalah tonsilitis difteri, tonsilitis septik, angina plaut vincent, penyakit
kelainan darah ( seperti leukemia akut, anemia pernisiosa, neutropenia
maligna serta infeksi mono-nukleosis ), dan tuberkulosis.
1) Tonsilitis Difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan
imunisasi pada bayi dan anak. Penyebab tonsilitis difteri ialah kuman
Coryne Bakterium Diphteriae, kuman yang termasuk gram positif.
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit.
Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah seseorang.
Titer anti toksin sebesar 0,03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang yang dipakai pada tes
Schick.
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang
dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun
pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.
Diagnosis
Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran
klinik dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari
permukaan
bawah
membran
semu
dan
didapatkan
kuman
Corynebacterium Diphteriae.
Terapi
Anti difteri serum ( ADS ) diberikan segera tanpa menunggu
hasil kultur, dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur
dan beratnya penyakit.
Antibiotik penisilin atau eritromisin 25-50 mg/bb dibagi dalam
3 dosis selama 14 hari.
Kortikosteroid 1,2 mg/kg bb/hari. Antipiretik untuk simtomatis.
Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan harus
istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu.
Komplikasi
Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membran semu
menjalar ke laring dan menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda
usia pasien makin cepat timbul komplikasi ini.
Miokarditis dapat menyebabkan payah
jantung
atau
dekmpensasi kordis.
Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi,
otot faring serta otot laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan,
suara parau dan kelumpuhan otot-otot pernapasan. Albuminuria
sebagai akibat komplikasi ke ginjal.
2) Tonsilitis Septik
Penyebab dari tonsilitis septik ialah Streptokokus Hemolitikus
yang terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh
karena itu di indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi
sebelum diminum, maka penyakit ini jarang ditemukan.
3) Angina Plaut Vincent ( Stomatitis Ulsero Membranosa )
14
2) Etiiologi
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui
kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman
terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil
maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan
(Farokah, 2003). Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan
ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen
pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak
sempurna (Colman, 2001).
Pada pendera Tonsilitis Kronis jenis kuman yang sering adalah
Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat
15
aureus,
Streptokokus
Stafilokokus
epidermidis
dan
beta
kuman
hemolitikus
gram
negatif
grup
A,
berupa
2004).
Sedangkan
Kisve
pada
penelitiannya
didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315 (48%) (Sing,
2007). Sebaliknya penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit
Pravara di India dari 203 penderita Tonsilitis Kronis, sebanyak 98
(48%) berjenis kelamin pria dan 105 (52%) berjenis kelamin wanita
(Awan , 2009).
4) Patologi
Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu
tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian
bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari
tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu saat
kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat
keadaan umum tubuh menurun (Farokah, 2003).
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel
mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini
tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus
kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan
disekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submandibula (Rusmarjono, 2006).
Tonsilitis Kronis terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat
sehingga penyakit pasien menjadi Kronis. Faktor-faktor yang
menyebabkan kronisitas antara lain: terapi antibiotika yang tidak tepat
dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah sehingga terapi
medikamentosa kurang optimal, dan jenis kuman yag tidak sama antara
permukaan tonsil dan jaringan tonsil (Undaya, 1999).
5) Gejala klinis
Gejala klinis Tonsilitis Kronis yaitu:
a. Nyeri menelan
Dalam penelitiaa mengenai aspek epidemiologi faringitis
mendapatkan dari 63 penderita Tonsilitis Kronis, sebanyak 41,3%
diantaranya mengeluhkan nyeri menelan sebagai keluhan utama.
b. Bau mulut (halitosis)
Bau yang disebabkan adanya pus pada kripta tonsil. Pada
penelitian tahun 2007 di Sao Paulo Brazil, mendapatkan keluhan
17
6) Pemeriksaan
Dari pemeriksaan dapat dijumpai :
a. Pembesaran tonsil yang bervariasi
Kadang-kadang tonsil dapat bertemu di tengah. Standart
untuk pemeriksaan tonsil berdasarkan pemeriksaan fisik diagnostik
diklasifikasikan berdasarkan ratio tonsil terhadap orofaring (dari
medial ke lateral) yang diukur antara pilar anterior kanan dan kiri
-
(Brodsky, 2006).
T0: Tonsil terletak pada fosa tonsil
T1: <25%
T2: >25%<50%
T3:>50%<75%
T4: >75%
tonsil atas :
T1: batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak
18
7) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita
Tonsilitis Kronis:
a. Mikrobiologi
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk
mengeradikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi
pada
tonsil.
Kegagalan
mengeradikasi
organisme
patogen
19
Kronis
yang
dilakukan
tonsilektomi,
didapatkan
b. Histopatologi
Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008
di Turkey terhadap 480 spesimen tonsil, menunjukkan bahwa
diagnosa
Tonsilitis
Kronis
dapat
ditegakkan
berdasarkan
8) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi menjadi penatalaksanaan dengan:
a. Medikamentosa
yaitu dengan pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian
antibiotika yang bermanfaat pada penderita Tonsilitis Kronis
Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin ( terutama jika
disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam
klavulanat ( jika bukan disebabkan mononukleosis) (Adam, 1997;
Lee, 2008).
b. Operatif
Dengan tindakan tonsilektomi. Pada penelitian Khasanov et
al mengenai prevalensi dan pencegahan keluarga dengan Tonsilitis
20
Indikasi Relatif
-
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat
Kontraindikasi tonsilektomi
21
Terdapat
beberapa
keadaan
yang
disebut
sebagai
Guillotine
Tonsilektomi cara guillotine dikerjakan secara luas sejak
akhir abad ke 19, dan dikenal sebagai teknik yang cepat dan
praktis untuk mengangkat tonsil. Tonsilotom modern atau
guillotine dan berbagai modifikasinya merupakan pengembangan
dari sebuah alat yang dinamakan uvulotome. Uvulotome
merupakan alat yang dirancang untuk memotong uvula yang
edematosa atau elongasi.
Negara-negara maju sudah jarang yang melakukan cara
ini, namun di beberapa rumah sakit masih tetap dikerjakan. Di
Indonesia, terutama di daerah masih lazim dilakukan cara ini
dibandingkan cara diseksi. Kepustakaan lama menyebutkan
beberapa keuntungan teknik ini yaitu cepat, komplikasi anestesi
kecil, biaya kecil (Hermani, B., 2004).
Diseksi
Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan
metode diseksi. Di negara-negara Barat, terutama sejak para pakar
bedah mengenal anestesi umum dengan endotrakeal pada posisi
Rose yang mempergunakan alat pembuka mulut Davis, mereka
lebih banyak mengerjakan tonsilektomi dengan cara diseksi. Cara
ini juga banyak digunakan pada pasien anak.
22
Teknik
operasi
meliputi:
memegang
tonsil,
9) Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi:
a. Abses peritonsil
Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai
jaringan sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah antara
kapsul tonsil dan otot-otot yang mengelilingi faringeal bed. Hal ini
paling sering terjadi pada penderita dengan serangan berulang.
Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi yang
berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan
aspirasi abses.
b. Abses parafaring
Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di
sekitar angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan
dinding lateral faring sehingga menonjol kearah medial. Abses
dapat dievakuasi melalui insisi servikal.
c. Abses intratonsilar
Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi
tonsil. Biasanya diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis
Folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan disfagia yang bermakna.
Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan yaitu dengan
pemberian antibiotika dan drainase abses jika diperlukan;
selanjutnya dilakukan tonsilektomi.
d. Tonsilolith (kalkulus tonsil)
Tonsilolith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila
kripta diblokade oleh sisa-sisa dari debris. Garam inorganik
23
e. Kista tonsilar
Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai
pembesaran kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa
disertai gejala. Dapat dengan mudah didrainasi.
10) Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan
beristrahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang
timbul dapat membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila
antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut
harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap,
bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang
singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa
penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering
terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang
jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti
demam rematik atau pneumonia (Edgren, 2002).
24
KESIMPULAN
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut yaitu, tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina ( tonsil faucial ), tonsil lingual ( tonsil
pangkal lidah ), tonsil tuba eustachius ( lateral band dinding faring/gerlachs tonsil ).
Secara umum gejala pada tonsilitis dapat berupa nyeri tenggorokan (yang semakin
parah jika penderita menelan), nyeri seringkali dirasakan di telinga (karena tenggorokan dan
telinga memiliki persyarafan yang sama ). Gejala lain: Demam, tidak enak badan, sakit
kepala, dan muntah. Selain itu, pasien juga mengeluh ada penghalang di tenggorokan,
tenggorokan terasa kering, nafas bau, pada pemeriksaan tonsil membesar dengan permukaan
tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus, tidak nafsu makan, mudah lelah, pucat,
letargi, nyeri kepala, dan disfagia (sakit saat menelan).
Secara umum tonsilitis dibagi menjadi 3 yaitu, tonsilitis akut, tonsilitis membranosa,
dan tonsilitis kronis. Tonsilitis akut dibagi menjadi tonsilitis viral dan tonsilitis bakterial.
Tonsilitis membranosa dibagi menjadi tonsilitis difteri, tonsilitis septik, dan angina plaut
vincent ( Stomatitis Ulsero Membranosa ).
25
DAFTAR PUSTAKA
Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan, Kepala dan Leher, FKUI,
edisi VI.
Ballenger J.J ; Penyakit Telinga Hidung T enggorokan, Kepala dan Leher, Jilid III,Edisi 13.
Anonim.2008.Tonsilitis.Accessed:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepag
es/1092.htm.
Moses, Scott. 2008. Tonsilitis kronis. Accessed: www.fpnotebook.com.
26