Anda di halaman 1dari 13

PENYAKIT GINJAL KRONIK

DEFINISI
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan
klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu saat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal
(Suwitra, 2006).
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan
hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien yang lain,
tergantung pada besarnya penurunan massa ginjal yang masih berfungsi dan kecepatan
hilangnya fungsi ginjal (Suwitra, 2006). Kondisi ini disebabkan oleh penurunan kapasitas
filtrasi ginjal untuk membersihkan darah dari produk akhir dan racun-racun dalam tubuh
(Lewis, 2009).

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Glomerulonefritis dalam beberapa bentuknya merupakan penyebab paling banyak
yang mengawali gagal ginjal kronik. (Brenner et al, 2000).
Berdasarkan SIGN (2008), penyakit ginjal kronik dapat dibagi menjadi 5 tahap
(Tabel 1).
Tabel 1. Tahap penyakit ginjal kronik
Tahap
Deskripsi
1
2
3
4
5

Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat


Kerusakan ginjal dengan GFR sedikit menurun
Penurunan GFR sedang
Penurunan GFR berat
Gagal ginjal

GFR (ml/menit per


1.73 m2
90
60 89
30 59
15 29
< 15 atau dialisis

Menurut Lewis (2009) dan SIGN (2008) terdapat beberapa faktor resiko penyakit
ginjal kronis. Individu yang beresiko tinggi mengalami ginjal penyakit ginjal kronik
adalah:

Penderita hipertensi

Penderita diabetes mellitus

Memiliki keluarga dengan riwayat penyakit ginjal

Abnormalitas struktur traktus renalis

Riwayat penyakit batu ginjal

Penyakit autoimun, terutama systemic lupus erythematous (SLE)

Perokok

Penderita penyakit kardiovaskuler

Usia di atas 65 tahun

Penggunaan Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAIDs) kronis


2

Obesitas dengan status ekonomi rendah.

Etnis Asia Selatan dan Afrika

PATOFISIOLOGI PENYAKIT GINJAL KRONIK


Glomerulus pada intinya merupakan anyaman pembuluh darah dan terdapat
sekitar satu juta glomerulus pada setiap ginjal. Ginjal merupakan organ dengan
vaskularisasi yang tinggi sehingga dapat dipahami bahwa fungsi ginjal dipengaruhi oleh
kerusakan vaskuler secara sistemik seperti hipertensi, atheroma atau diabetes (Lewis,
2009).
Glomeruli kehilangan fungsi sebagai bagian dari proses penuaan normal dan
jaringan sehat digantikan oleh jaringan parut. Proses ini disebut glomerulosklerosis
Gambar 1) yang menyebabkan penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) sekitar 1
ml/menit pertahun pada individu sehat yang berusia di atas 40 tahun (Lewis, 2009).

Gambar 1. Glomerulus normal (kanan) dan glomerulosklerosis (kiri) (Lewis, 2009)

Pada individu tertentu glomerulosklerosis bisa terjadi pada usia yang lebih muda
atau prosesnya lebih cepat dibanding yang seharusnya akibat penyakit vaskuler sistemik.
Individu seperti ini yang di identifikasi sebagai penderita penyakit ginjal kronik (Lewis,
2009).
Saat proses penyakit ginjal kronik mulai terjadi hal ini menjadi suatu kondisi yang
ireversibel (gambar 1). Perubahan awal jumlah nefron memicu perubahan struktural dan
fungsional pada nefron yang masih tersisa. Perubahan ini dimediasi oleh molekul
vasoaktif, terutama sistem renin-angiotensin (RAS), sitokin dan growth factors (Lewis,
2009).
Pada awalnya ginjal meningkatkan aliran kapiler ke glomeruli yang tidak
mengalami sklerosis sebagai usaha untuk mempertahankan GFR. Tahap hiperfiltrasi ini
kadang-kadang menyebabkan hipertensi intra glomerular dan mempercepat sklerosis
pada nefron yang masih tersisa. Makin banyak nefron yang mengalami sklerosis makin
besar beban bagi nefron yang masih sehat, yang akhirnya mempercepat proses sklerosis
nefron yang sehat tersebut (Lewis, 2009).

EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus per satu juta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya dan pada akhir 2010 lebih dari dua juta orang menderita
penyakit ginjal kronik. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800
kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Indonesia prevalensi penyakit ginjal kronik
sekitar 50 orang per satu juta penduduk. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden
4

ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun (Brenner et al, 2000;
Suwitra, 2006; Lukman et al, 2013).

TANDA DAN GEJALA


Gejala penyakit ginjal kronis (NIH, 2014 dan Sunil et al, ) dapat berupa:
1.

Gejala awal
Peningkatan tekanan darah (hipertensi)
Kehilangan nafsu makan
Rasa sakit pada seluruh tubuh dan kelelahan
Sakit kepala
Pruritus dan kulit kering
Mual
Penurunan berat badan
Efusi perikardial
Rasa dingin

2.

Gejala lain yang dapat timbul terutama saat fungsi ginjal makin menurun
Kulit secara abnormal bertambah terang atau gelap
Kulit pucat akibat anemia
Nyeri tulang
Renal oteodystrophy
Gejala pada sistem otak dan saraf (mengantuk, kebingungan; lesu;
koma; masalah dalam berkonsentrasi atau berpikir; mati rasa pada

tangan, kaki, atau daerah tubuh yang lain; kedutan otot atau kram otot)
Bau mulut
Mudah memar, berdarah atau darah dalam tinja akibat disfungsi platelet
Rasa haus berlebihan
Sering cegukan
Nafsu seksual menurun dan impotensi
Periode menstruasi berhenti (amenorrhea)
Nafas pendek
Gangguan tidur seperti insomnia, restless leg syndrome, dan obstructive
sleep apnoe
Pembengkakan (udem) pada kaki dan tangan
Muntah, khususnya pada pagi hari

PEMERIKSAAN DAN UJI LABORATORIUM


Tekanan darah tinggi hampir selalu terjadi pada semua tahap penyakit ginjal
kronis. Pemeriksaan sistem saraf dapat menunjukkan adanya kerusakan saraf. Pemeriksa
dapat mendengar fungsi jantung atau paru yang abnormal melalui pemeriksaan stetoskop
(NIH, 2014).
Urinalisis dapat menunjukkan perubahan protein atau zat lain. Perubahan ini dapat
muncul 6 10 bulan atau bahkan tahunan sebelum muncul gejala klinis (NIH, 2014).
Tes untuk mengetahui seberapa baik kerja ginjal berdasarkan NIH (2014) berupa
creatinine clearence, creatinine level dan blood urea nitrogen (BUN).
Berdasarkan panduan NIH (2014), penyakit ginjal kronik dapat merubah hasil dari
6

beberapa tes lain. Setiap pasien perlu diperiksa secara teratur, setiap 2 3 bulan saat
penyakit ginjal semakin berat dengan pemeriksaan:
Darah lengkap
Albumin
Kalsium
Kolesterol
Elektrolit
Magnesium
Fosfor
Potasium
Sodium
Penyakit yang menyebabkan penyakit ginjal kronik dapat dilihat melalui:
CT scan abdomen
MRI abdomen
Ultrasound abdomen
Biopsi ginjal
CT scan ginjal
Ultrasound ginjal
Penyakit ini juga dapat merubah hasil dari beberapa tes, seperti:
Eritropoietin
PTH
Tes densitas tulang

Vitamin D

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit ginjal kronik memiliki berbagai gambaran klinis berbeda tergantung
pada tahap penyakit dan penyebabnya serta faktor pasien seperti usia. Diperlukan
pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit yang detail. Diagnosis banding untuk penyakit
ginjal kronik (Arora, 2014) termasuk:

Systemic lupus erythomatous

Stenosis arteri renalis

Obstruksi saluran urin

Wegener granulomatosis

Penyakit ginjal akut

Alport syndrome

Penyakit ginjal polikistik autosomal dominan

Glomerulonefritis kronis

Goodpasture syndrome

Multiple myeloma

Nefrolitiasis

Nefrosklerosis

Glomerulonefritis progresif

TERAPI
8

Panduan terapi berdasarkan SIGN (2008):


1.

Menurunkan tekanan darah


Tekanan darah tinggi sangat umum dialami oleh pasien penyakit ginjal

kronik dan merupakan target intervensi utama untuk mencegah progresi penyakit.
2.

Menurunkan proteinuria
Proteinuria dihubungkan dengan progresi penyakit ginjal kronik dan resiko

kardiovaskuler
3.

Angiotensin converting enzyme inhibitors (ACE inhibitors) dan angiotensin


reseptor blockers (ARBs)
ACE inhibitors dan ARBs memiliki efek kardioprotektif dan renoprotektif.

Kedua agen ini secara khusus melebarkan arteriole renal aferen yang mengurangi
hipertensi intraglomerular dan mengurangi proteinuria yang tidak tergantung pada
tekanan darah sistemik.
4.

Non-dihydropyridine calcium channel blockers


Dapat digunakan untuk pasien yang tidak toleran terhadap ACE inhibitors

atau ARBs.
5.

Menurunkan kadar lemak


Dislipidemia dapat berkontribusi pada progresi penyakit ginjal melalui

aterosklerosis intra renal atau toksisitas langsung pada sel ginjal.


6.

Terapi anti platelet


Untuk mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler.

7.

Modifikasi diet
Pembatasan intake protein, fosfat dan sodium.

8.

Modifikasi gaya hidup


Berhenti merokok, menurunkan berat badan dan olahraga teratur.

9.

Intervensi lain
Konsumsi minyak ikan (tetapi bukti pendukung masih kurang).
Suplemen dan obat-obatan herbal, pasien yang ingin menggunakan
terapi alternatif atau komplemen harus berhati-hati dengan efek
nefrotoksik dari beberapa obat-obatan Cina dan Ayurveda.

10.

Peningkatan kualitas hidup


Fisioterapi
Manajemen psikososial
Penanganan anemia
Penanganan malnutrisi

11.

Penanganan resiko kerusakan tulang

12.

Penanganan asidosis metabolik

PROGNOSIS
Banyak pasien tidak terdeteksi mengalami penyakit ginjal kronik sampai mereka
kehilangan fungsi ginjal mereka. Penyakit ginjal kronik tidak bisa disembuhkan. Jika
tidak diterapi biasanya makin parah menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Perawatan
seumur hidup dapat mengontrol gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit ginjal
kronik (NIH, 2014).

10

MANIFESTASI PENYAKIT GINJAL KRONIK DALAM RONGGA MULUT


Sunil et al (2012) menjelaskan mengenai manifestasi penyakit ginjal secara umum
dalam rongga mulut.
Xerostomia atau dry mouth merupakan hal yang umum atau paling sering
dikeluhkan oleh pasien dialisis. Xerostomia juga dapat menyebabkan pengecapan
terganggu dan bau mulut seperti amonia, perubahan sensasi rasa atau rasa seperti logam.
Onset uremic stomatitis dapat bersifat tiba-tiba, dengan plak putih yang
terdistribusi pada mukosa bukal lidah dan dasar mulut. Terdapat empat tipe uremic
stomatitis: erythemopultaceous, ulcerative, hemorrhagic, hyperkeratotic.
Renal osteodystrophy merupakan komplikasi jangka panjang dari penyakit ginjal,
perubahan ini terdiri dari demineralisasi tulang dengan kehilangan trabekula dan kortikal,
radiotransparansi giant cell atau kalsifikasi metastatis jaringan lunak. Gambaran dalam
rongga mulut dapat berupa erupsi gigi yang terlambat, hipoplasia email, hilangnya lamina
dura, pelebaran ligamen periodontal, destruksi periodontal, mobilitas gigi, gigi miring,
kalsifikasi pulpa, penyempitan pulpa.
Infeksi candida dapat berupa angular cheilitis, ulserasi pseudomembran, atau
eritematosa atau infeksi atrofik kronis.
Peningkatan resiko keganasan kemungkinan merupakan efek dari supresi imun
iatrogenik yang selanjutnya meningkatkan kerentanan mukosa terhadap tumor yang
berkaitan dengan virus seperti Kaposis sarcoma atau non-Hodgkin lymphoma.

11

Berbagai lesi mukosa oral terutama bercak putih dan ulserasi ditemukan pada
pasien penyakit ginjal kronik. Lichen planus (penyakit lichenoid), dan oral hairy
leukoplakia dapat muncul akibat penggunaan obat imunosupresi. Epstein-Barr virus
(EBV) ditemukan pada kondisi uremia, yang dapat sembuh jika uremia dikoreksi. Bercak
putih yang ditemukan pada kulit disebut uremic frost juga kadang ditemukan intra oral.
Uremic frost berasal dari kristal urea yang tertinggal pada permukaan epitel saat
berkeringat dan evaporasi saliva.
Efek penyakit ginjal kronik pada jaringan periodontal adalah hiperplasia gingiva,
peningkatan plak, kalkulus dan inflamasi gingiva serta kemungkinan peningkatan
prevalensi dan keparahan destruksi penyakit periodontal.

REFERENSI :
1. Arora, P. (2014) Chronic Kidney Disease Differential Diagnoses. [Online].
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/238798-differential (Diakses:
2 Februari 2014).
2. Brenner, B.M. dan Lazarus, J.M. (2000) Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Ed. 13. Jakarta: EGC.
3. National Institutes of Health (2014) Chronic Kidney Disease. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000471.htm
(Diakses: 2 Februari 2014)
4. Lewis, R. (2009) The pathophysiology underlying chronic kidney disease Prim
Care Cardiovasc J, Special issue: 11-3. [Online]. Available at:
http://www.pccj.eu/images/stories/Issues/pathophysiology.pdf. (Diakses: 4
Februari 2014).
5. Lukman, N., Kanine, E., Wowiling, F. (2013) Hubungan tindakan hemodialisa
dengan tingkat depresi klien penyakit ginjal kronik di BLU RSU
Prof.Dr.R.D.Kandou Manado Ejournal Keperawatan (e-Kp), 1(1): 1-6. [Online].
Available
at:
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2207.
(Diakses: 4 Februari 2014).
6. Scottish Intercollegiate Guidelines Network (2008) Diagnosis and management
of chronic kidney disease: A national clinical guideline. Available at:
http://www.sign.ac.uk/pdf/sign103.pdf. (Diakses: 2 Februari 2014).
7. Sunil, M. K., Kumar, R., Gaur, B., and Rastogi, T. (2012) Spectrum of Orofacial
Manifestations in Renal Diseases
12

J
Orofac
Res,
2(4):216-20.
[Online].
Available
at:
http://www.jaypeejournals.com/eJournals/ShowText.aspx?
ID=4157&Type=FREE&TYP=TOP&IN&IID=325&Value=28&isPDF=YES.
8. Suwitra K. (2006) Penyakit Ginjal Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 581-4.

13

Anda mungkin juga menyukai