Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelengaraan Pemilu
diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga
Penyelengaraan pemilihan umum yang permanen dan Bawaslu sebagai lembaga
pengawas Pemilu. KPU dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai
dengan peraturan per-Undang-Undangan serta dalam hal penyelengaraan seluruh
tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya. KPU memberikan laporan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
Pelaksanaannya Pemilu dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah
masing masing. Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat yaitu mengatur
pelaksanaan Pemilu ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari
tahapan persiapan pemilihan, penyelenggaraan pemilihan, penetapan pemilih,
pendaftaran dan penetapan pasangan calon, kampanye, pemungutan dan
penghitungan suara, serta penetapan pasangan calon terpilih, pengesahan dan
pelantikan.
Pendanaan kegiatan Pemilukada yang dilaksanakan oleh KPUD dibebankan
pada APBD, yang meliputi kegiatan pengadaan, pendistribusian, pengamanan dan
belanja panitia pemilihan, yang dilaksanakan secara cepat, tepat dan akurat
dengan mengutamakan aspek kualitas, keamanan, tepat waktu, hemat anggaran,
transparan dan akuntabel.
Untuk mengatur pendanaan kegiatan Pemilukada, maka pada tanggal 9
Desember 2009 dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun
2009 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Barang dan Jasa terdiri dari barang pakai habis, bahan/material, jasa publikasi,
jasa kantor, jasa konsultanaudit dan advokasi hukum, pencetakan, BBM
kendaraan, sewa rumah/gedung/gudang, sewa sarana mobilitas, perlengkapan dan
peralatan, makanan dan minuman, perjalanan dinas, pendistribusian surat suara,
serta verifikasi dan rekapitulasi calon perseorangan.
Standarisasi honorarium dan/atau uang lembur ditetapkan dengan Keputusan
Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 900/604/2010 tentang Besaran
Honorarium dan Uang Lembur Penyelenggara Pemilu Gubernur dan Wakil
Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2011. KPU Provinsi Sulawesi Tengah
menyusun rencana kebutuhan biaya Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur
Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2011 dan disampaikan kepada Gubernur untuk
ditampung dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah. Setelah menyusun RKA kegiatan Pemilu Gubernur dan Wakil
Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2011 dan kemudian KPU Provinsi
Sulawesi Tengah menyampaikannya kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah,
selanjutnya dilakukan pembahasan oleh tim anggaran dan hasil dari tim anggaran
disampaikan ke Badan Anggaran DPRD Provinsi Sulawesi Tengah untuk dibahas
dan diminta persetujuan hingga lahir perjanjian hibah.
Belanja Hibah Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi
Tengah tahun 2011 kepada KPU Provinsi Sulawesi Tengah dianggarkan dalam 2
(dua) tahun anggaran, yaitu tahun 2010 dan 2011. Anggaran pemilu dalam APBD
Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2010 dituangkan dalam Perjanjian Antara
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Penerima Belanja Hibah Tentang
Pemberian Belanja Hibah Dalam Bentuk Uang pada tanggal 22 Nopember 2010
dengan nomor 450/BAP.PPKD/XI/2010, yang ditandatangani Sekretaris Provinsi
Sulawesi Tengah (Drs. Rais Lamangkona, MT) dan Ketua KPU Provinsi Sulawesi
Tenga (Dr. Ir. Adam Malik, M.Sc). Total Anggaran Pemilu Gubernur dan Wakil
Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2010 sebesar Rp. 19.174.758.000
dengan rincian sebagai berikut:
Honorarium
Honorarium Pejabat/Panitia Pengadaan Barang dan Jasa
Uang Lembur
Pembelian/Pengadaan Barang dan Jasa
= Rp. 9.429.800.000
= Rp.
10.510.000
= Rp. 148.740.000
= Rp. 9.585.708.000
Honorarium
Honorarium Pejabat/Panitia Pengadaan Barang dan Jasa
Uang Lembur
Pembelian/Pengadaan Barang dan Jasa
= Rp. 29.933.025.000
= Rp.
41.680.000
= Rp.
446.220.000
= Rp. 30.939.455.743
(SK) Gubernur yang penetapan dan pemberian honor berdasarkan SK Ketua KPU
Provinsi Sulawesi Tengah. Namun dalam penetapan dan pemberian honor tersebut
berdasarkan pengamatan, implementasi Permendagri 57/2009 tersebut belum
dikomunikasikan dengan baik, belum dilaksanakan sesuai sumber daya yang ada,
dan disposisi serta struktur birokrasi yang memadai. Sehingga hal tersebut
menimbulkan kecemburuan sosial diantara pegawai KPU Provinsi Sulawesi
Tengah.
Artikel ini membahas tentang implementasi Kebijakan Pengelolaan Belanja
Honorarium Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2011 pada Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk itu perlu dipahami apa
pengertian dari kata implementasi itu sendiri. Konsep implementasi menurut
Wesbsters Dictionary dalam (Tachjan, 2006:23), kata implementasi merupakan
terjemahan dari kata implementation, yang berasal dari kata to implement.
Kata to implement berasal dari bahasa Latin implementum dari asal kata
impere dan plere. Kata implere dimaksudkan to fill up, to fill in yang
artinya mengisi penuh; melengkapi, sedangkan plere maksudnya to fill yaitu
mengisi. Selanjutnya kata to implement dimaksudkan sebagai: (1) to carry into
effect; to fulfill; accomplish, artinya: membawa ke suatu hasil (akibat);
melengkapi dan menyelesaikan. (2) to provide with the means for carrying out
into effect or fulfilling; to give practical effect to, artinya: menyediakan sarana
(alat) untuk melaksanakan sesuatu: memberikan hasil yang bersifat praktis
terhadap sesuatu. (3) to provide or equip with implements artinya: menyediakan
atau melengkapi dengan alat.
accomplish,
menyelesaikan,
fulfill,
mengisi,
produce,
complete.
menghasilkan,
Maksudnya,
melengkapi.
Secara
membawa,
etimologis
implementasi itu dapat dimaksudkan sebagai suatu aktivitas yang bertalian dengan
penyelesaian suatu pekerjaan dengan menggunakan sarana (alat) untuk
memperoleh hasil.
Robert Presthus dalam (Santosa 2008:34) mengatakan bahwa kebijakan
dalam pengertiannya yang paling fundamental adalah suatu pilihan yang
dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan maksud agar pilihan ini dapat
menjelaskan, membenarkan mempedomani atau menggerakan seperangkat
tindakan baik yang nyata maupun tidak.
Kebijakan publik sebagai suatu istilah terkadang menimbulkan berbagai
perbedaan
penafsiran baik dikalangan ilmuwan maupun para praktisi lainnya. Oleh karena
itu, perlu dibedakan istilah kebijakan dengan kebijaksanaan dalam aktivitas
keseharian kita. Menurut Keban (2008:58), istilah kebijakan menunjukkan
adanya serangkaian alternatif
merupakan suatu hasil analisis yang mendalam terhadap berbagai alternatif yang
bermuara kepada keputusan alternatif terbaik.
Menurut Miriam Budiarjo dalam (Widodo:2000:1), kebijakan merupakan
kegiatan dalam negara yang menyangkut proses menentukan suatu tujuan, dan
melaksanakan tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai tujuan dari sistem
politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala
prioritas. Untuk pelaksanaan tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan umum
(public policy) yang menyangkut pembagian
(distribution)
atau alokasi
(allocation).
Jones Charles dalam (Nawawi 2009:6) kata kebijakan sering digunakan dan
diperuntukkan maknanya dengan tujuan program, keputusan, hukum, proposal,
patokan dan maksud besar tertentu. Selanjutnya Jones mendefinisikan kebijakan
adalah, keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan
(repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang
mematuhi keputusan tersebut.
Suharto Edi dalam (Nawawi 2009:6), mengemukakan istilah kebijakan dari
kata Inggris policy yang dibedakan dengan kata kebijaksanaan (wisdom)
maupun kebajikan (virtues). Kebijaksanaan (wisdom) adalah suatu kearifan
pimpinan kepada bawahannya atau masyarakat. Pimpinan yang arif dapat saja
mengecualikan aturan yang baku kepada seseorang atau kelompok orang, jika
orang atau kelompok orang tersebut tidak dapat atau tidak mungkin memenuhi
aturan yang umum tadi. Dengan kata lain ia dapat dikecualikan atau mendapatkan
dispensasi.
Communication
Resources
Implementation
Dispositions
Bureaucratic
Gambar 1 Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III
Sumber: George C. Edward III, Implementing Public Policy (1980 : 148).
Dari gambar tersebut nampak bahwa faktor-faktor komunikasi, sumberdaya,
sikap implementor, dan struktur birokrasi dapat secara langsung mempengaruhi
implementasi kebijakan.
Permasalahan pokok yang dibahas dalam artikel ini yakni bagaimana
Implementasi Kebijakan Pengelolaan Belanja Honorarium Pemilihan Umum
Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2011 pada Komisi Pemilihan Umum
Provinsi Sulawesi Tengah, sudah berjalan dengan baik atau belum?
Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui bagaimana Implementasi
Kebijakan Pengelolaan Belanja Honorarium Pemilihan Umum Gubernur dan
Wakil Gubernur Tahun 2011 pada Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi
Tengah.
Metode
Penelitian tentang Implementasi Pengelolaan Belanja Honorarium Pemilihan
Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2011 pada Komisi Pemilihan Umum
10
dan hasil
11
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan prilaku yang diamati (Moleong 2002:2). Jadi tipe penelitian ini termasuk
penelitian deskriptif kualitatif, karena menjelaskan tentang suatu yang terjadi saat
ini yakni mengenai implementasi pengelolaan belanja honorarium pemilihan
umum gubernur dan wakil gubernur tahun 2011 pada Komisi Pemilihan Umum
Provinsi Sulawesi Tengah.
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis
data kualitatif deskriptif yang dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus menerus sampai tuntas, hingga datanya jenuh.
Huberman dalam (Sugiyono, 2010:246) yaitu suatu proses yang bersifat siklus
antara tahap penyediaan data collection dan data reduction, data display sampai
tahap conclusions: drawing/verification,
Hasil dan Pembahasan
Analisis Implementasi Kebijakan Pengelolaan Belanja Honorarium Pemilu
Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2011 dalam penelitian ini difokuskan dari
indikator implementasi kebijakan yang terdiri dari; komunikasi, struktur birokrasi,
disposisi dan sumber daya. Deskripsi dari implementasi kebijakan tersebut
sebagai berikut:
1). Komunikasi
Komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang
baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu adanya
12
13
14
15
16
Hal ini sesuai dengan pendapat Edward III bahwa komponen sumber daya
ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan
cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber
terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa
program dapat diarahkan kepada sebagaimana yang diharapkan, serta adanya
fasilitas-fasilitas
pendukung,
seperti
sarana
dan
prasarana
yang
dapat
17
18
19
kebijakan, maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati, tetapi jika
pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi
akan mengalami banyak masalah. Implementasi kebijakan yang dilakukan
dikaitkan dengan faktor ini dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku dari
pegawai KPU selaku implementor sudah cukup mendukung sehingga dari aspek
ini memberikan pengaruh terhadap keberhasilan Implementasi Kebijakan
Pengelolaan Belanja Honorarium Pemilu Gubenur dan Wakil Gubernur Provinsi
Sulawesi Tengah tahun 2011.
4). Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi, sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi
implementasi kebijakan, merupakan faktor yang memiliki peranan penting dalam
menentukan berhasil tidaknya sebuah kebijakan yang akan dilaksanakan. Struktur
birokrasi yang dibahas dalam penelitian ini adalah yaitu mekanisme. Mekanisme
implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui standar operating
procedure (SOP) yang dicantumkan dalam program/kebijakan.
Standar Operational Procedure (SOP) merupakan perkembangan dari
tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan
penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas (Winarno,
2005:150). Ukuran dasar SOP atau prosedur kerja ini biasa digunakan untuk
menanggulangi keadaan-keadaan umum diberbagai sektor publik dan swasta.
Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat mengoptimalkan waktu yang
tersedia dan dapat berfungsi untuk menyeragamkan tindakan-tindakan pejabat
20
dalam organisasi yang kompleks dan tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan
fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan.
Berkaitan dengan yang dikemukakan dalam wawancara yang dilakukan dapat
dikemukakan bahwa dengan tidak dibuatnya SOP tentang pengelolaan belanja
honorarium pemilu gubernur dan wakil gubernur, maka pelaksanaan kebijakan
tersebut belum berjalan efektif karena tidak ada standar yang dapat digunakan
oleh para pelaksana.
KPU Provinsi Sulawesi Tengah tidak membuat Standar Operasi dan
Prosedur (SOP) tentang Pengelolaan Belanja Honorarium Pemilu Gubernur dan
Wakil Gubernur. Standar acuan yang digunakan adalah Permendagri No 57/2009
yang mengatur tentang Pengelolaan Belanja Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah.
Sungguhpun demikian, seharusnya setiap kegiatan mempunyai SOP yang
dijadikan acuan dalam pelaksanaannya, karena salah satu dari aspek struktur yang
penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar
(standard operating procedures) atau SOP termasuk SOP pengelolaan belanja
pemilukada.
21
22
23
Daftar Rujukan
Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung:AIPI
Edwards III, George C, 1980. Implementing Public Policy, Conggressional
Quarterly Press, Washington DC.
Keban Yeremias, T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep,
Teori dan Isu. Yogyakarta. Penerbit: Gaya Media
Moleong Lexi, L. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Renanga
Rosdakarya
Nawawi Ismail. 2009. Public Policy: Analisis, Srategi Advokasi Teori dan
Praktek. Surabaya: Penerbit PMN.
Santosa Pandji. 2008. Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance.
Bandung. Penerbit: PT Refika Aditama.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Penerbit. CV Alfabeta.
Tachjan, H. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung. Penerbit: Asosiasi
Ilmu Politik Indonesia (AIPI).
Widodo Tri Utomo, W. 2000. Pengantar Kebijakan Publik. Bandung: STIA LAN.
Winarno, Budi. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:Media
Pressindo