Anda di halaman 1dari 3

Sistem IOCS Sudah Dirancang Sejak

Setahun Lalu

TEMPO Interaktif, Jakarta - Jadwal penerbangan maskapai Garuda Indonesia sempat kacau
akibat diterapkan sistem baru, Integrated Operation Control System (IOCS) pada 18 November
lalu. Akibatnya, ratusan penumpang Garuda di beberapa bandara sempat menumpuk. Sistem
teknologi informasi senilai US$ 1,5 juta itu sejatinya digunakan untuk memantau pergerakan
pesawat, awak dan lalu lintas penerbangan.
Akibat kegagalan ini, jadwal tugas yang diterima pilot dan awak pesawat dengan jadwal bandar
udara tidak sama. Penerbangan untuk penumpang pun tertunda hingga beberapa jam.
Setelah terjadi kekacauan jadwal selama tiga hari, pelayanan Garuda mulai pulih. Sejak Rabu
lalu, maskapai ini menerbangi 57 rute dari total 103 rute per hari. Saat ini Garuda memiliki 800
pilot dan 2.000 awak kabin dengan 2.000 jadwal terbang jam per pekan.
Elisa Lumbantoruan, Executive Vice President Corporate Strategi & Teknologi Informasi Garuda
Indonesia, berbagi cerita seputar kisruhnya sistem ini. Berikut petikan wawancara Tempo dengan
Sarjana Matematika dari Institut Teknologi Bandung tersebut.
Mengapa Garuda mengganti sistem internalnya?
Sejak empat tahun lalu, Garuda membeli Integrated Operation Control System (IOCS). Sistem
itu meliputi perencanaan yang dirancang setahun sebelumnya termasuk rute Garuda, aircraft
plan, dan crew managing system. Dalam sistem itu juga diatur pemasangan awak sehingga
diperlukan data jadwal penerbangan awak, pergerakan awak termasuk keterlambatan/cancel dan
penyebabnya. Sistem lama yang digunakan Garuda terpotong-potong sedangkan sistem baru
IOCS itu terintegrasi.

Bagaimana penerapan sistem baru itu?


Garuda sudah menerapkan sistem baru bersama sistem lama. Awalnya, sistem utama yang
digunakan yang lama. IOCS hanya sebagai back up. Sejak tiga bulan lalu, sistem lama menjadi
main system dan sistem baru menjadi back up.
Sejak 18 November, kami putuskan untuk cut over. Kami menggunakan sistem baru sebagai
main system dan sama sekali tak menggunakan sistem lama. Pada hari pertama tak ada masalah.
Sehari kemudian, pada 19 November, sistem tidak bisa diakses selama empat jam. Mulai jam
sepuluh hingga jam satu.
Apa penyebab kegagalan akses itu?
Setelah kami teliti, tidak ada masalah teknis di server, storage, maupun aplikasi. Ternyata,
problemnya di jaringan. Tapi karena sistem tidak bisa diakses selama empat jam dan back up
system tak ada maka terjadi kerancuan data. Crew movement tidak masuk ke sistem.
Lalu?
J: Seluruh awak tetap terbang berdasarkan jadwal sebelumnya. Namun, belum tentu semua
sesuai jadwal karena data kurang terintegrasi. Maka, seperti yang ditulis di media massa ada
crew yang sedang day off tapi dijemput. Terjadi agak kacau. Perbedaan data yang dikirim crew
dengan pusat operasi sebenarnya tidak terlalu banyak.
Keterlambatan penerbangan Garuda karena apa?
Salah satunya karena Garuda mengaktifkan kembali penerbangan Jakarta-Yogyakarta dan
Denpasar-Yogyakarta. Pengaktifan itu terkait dibukanya kembali Bandara Adisutjipto,
Yogyakarta. Itu menambah kompleks masalah.
Apa benar keterlambatan itu merupakan masalah teknologi informasi?
Ini masalah operasi bukan masalah IT. Kami harus bisa mempercepat input data crew movement.
Lalu mengapa keterlambatan terjadi selama beberapa hari?
J: Dalam dunia penerbangan, aplikasi yang digunakan memang berbeda dengan aplikasi bisnis
yang lain. Karena apa yang kami monitor itu bergerak terus. Maka harus dilihat satu per satu.
Kami sudah mulai memasukkan data untuk mengupdate.
Mengapa tak menggunakan sistem yang lain supaya tak ada masalah seperti ini?
Meskipun memakai sistem yang lain tapi data tak diupdate maka masalah yang dihadapi akan
sama. Kesalahannya, pada saat beralih ke sistem baru, belum ada mekanisme kontijensi. Jadi
tidak ada back up.
Apa kesulitan pengaturan jadwal terbang?
Saat ini, pilot dan co-pilot Garuda lebih dari 800 orang. Cabin crew lebih dari dua ribu orang.
Sementara, ada 280 hingga 300 penerbangan/hari baik domestik maupun internasional.
Pengaturan itu harus memperhatikan cuti, day off, jadwal pelatihan awak. Pilot maupun co-pilot
wajib pergi ke simulator dalam periode waktu tertentu. Dan simulator itu tak hanya ada di
Indonesia. Kami harus memperhatikan regulasi soal jam kerja pilot. Maksimal 8 jam/hari, 30

jam/minggu, dan day off. Pilot-pilot itu ada yang berangkat dari base kami di Jakarta dan
Denpasar tapi ada juga yang menginap di kota atau negara lain.
Selain itu, pairing crew untuk Boeing 737-800, Boeing 747, dan Airbus berbeda jumlah
awaknya. Untuk Boeing 737-800 butuh 6 orang cabin crew. Sedangkan, Airbus dan Boeing 747
masing-masing membutuhkan 15 dan 18 crew.
Apakah jumlah awak Garuda kurang?
Dari sisi rasio, cukup. Hanya saja yang susah dirunut adalah crew mana yang bisa dideploy
untuk suatu penerbangan.
Jadwal penerbangan haji ikut mempengaruhi keterlambatan itu?
Haji sama sekali tak ada kaitannya dengan delay. Itu merupakan agenda tahunan dan sistem yang
ada sama sekali terpisah dengan jadwal penerbangan haji. Kalau jadwal penerbangan haji ke
Indonesia delay itu karena limitasi di Jeddah. Semua negara ingin terbang pulang secepatnya.

Anda mungkin juga menyukai