Hadits Penciptaan Perempuan
Hadits Penciptaan Perempuan
1, Januari-Juni 2011
bahkan dapat dikatakan dengan cara revolusioner. Tradisi Arab pada saat itu
secara umum menempatkan perempuan hampir sama dengan hamba sahaya dan
harta benda. Mereka biasa mengubur hidup-hidup bayi perempuan, tidak memberi
hak waris kepada perempuan, poligami dengan belasan istri, dan membatasi hakhak perempuan baik dalam wilayah public maupun domestic.2
1 Dosen Tafsir Hadis STAI Darul Kamal NW Kembang Kerang
2 Q.S. an-Nahl (16):58-59, menggambarkan nilai perempuan dalam pandangan orang-orang Arab
waktu itu dengan pernyataan: Dan apabila seseorang dari mereka diberi khabar dengan kelahiran
anak perempuan, merah padamlah mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya
menggambarkan
bahwa
perempuan
seperti
tulang
rusuk.
Disini
akan
dikemukakan tiga macam matan hadits, yang semuanya berasal dari Shahih alBukhari. Pengutipan tiga macam hadits dari satu kitab ini untuk menunjukkan
bahwa tiga macam matan hadits
merupakan satu hadits yang sama, atau dengan kata lain Nabi saw hanya
mengatakan satu kali tetapi kemudian diriwayatkan dengan matan yang berbedabeda. Ketiga matan hadits tersebut yaitu:
Setelah melihat ketiga matan hadits di atas, dapat dikatakan bahwa matan
hadits pertama dan ketiga (yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari
tulang rusuk) berbeda dengan matan hadits kedua (prempuan bagaikan tulang
rusuk), atau dengan kata lain kedua macam matan hadits tersebut, yaitu antara
matan pertama dan ketiga dengan matan kedua, merupakan hadits yang berdiri
sendiri. Memang dapat dikatakan demikian apabila hanya dilihat dari riwayat alBukhari. Namun apabila dilihat juga dari riwayat yang lain, riwayat Ibnu Hanbal
misalnya, akan didapatai bahwa matan haditsnya sama dengan matan hadits
pertama dan ketiga, namun jalur sanadnya hampir sama dengan jalur sanad hadits
kedua dan berbeda sama sekali dengan jalur sanad hadits pertama dan ketiga
(lihat lampiran). Hal ini jug diperkuat oleh kenyataan bahwa sebagian besar hadits
ini diriwayatkan dari jalur Abu Hurairah, bahkan riwayat al-Bukhari dan Muslim
semuanya berasal dari Abu Hurairah. Sementara itu, riwayat dari selain Abu
Hurairah, terutama dari Abu Zarr, juga mempunyai matan yang berbeda-beda
(lihat lampiran).
C. Sanad Hadits
Hadits diatas diriwayatkan oleh lima penyusun kitab hadits, yaitu alBukhari, Muslim, at-Tirmizi, Ahmad Ibnu Hanbal, dan ad-Darimi, dengan jalur
sanad yang berbeda-beda. Sementara sahabat yang meriwayatkan hadits ini ada
empat orang, yaitu Abu Hurairah, Aisyah, Samrah, dan Abu Zarr. Kelima
penyusun kitab hadits tersebut semuanya meriwayatkan dari jalur Abu Hurairah.
Sementara jalur Aisyah dan Samarah hanya diriwayatkan oleh Ahmad Ibnu
Hanbal dan jalur Abu Zarr disamping diriwayatkan oleh Ahmad juga oleh adDarimi. Untuk meringkas pembahasan tentang sanad hadits, dalam tulisan ini
hanya diteliti dua jalur sanad sebagai sampel,
Skema Sanad hadits
Nabi Muhammad
Abu
Al-Araj (3)
Abu az-Zinad (3)
Malik (2)
Abd al-Aziz
Ibn Abdullah (3)
Al-Bukhari
Abu
Maysarah(3)
Zaidah (3)
Husain Ibn Ali
Abu Bakar
Ibn Ali
Muslim
mereka.4 Karena itu, penilaian tadil dan tarjih hanya dilakukan terhadp para
periwayat setelah sahabat, dalam hal ini adalah setelah Abu Hurairah.
Pada skema sanad di atas, semua periwayat yang ada pada dua jalur sanad
tersebut memiliki nilai ke-siqah-an dalam peringkat (martabah) yang tinggi,
sebagainana yang ditunjukkan dengan angka dalam kurung. Peringkat-peringkat
tersebut adalah peringkat pertama (m raaitu afdala minhu, m raaitu atqana
minhu), peringkat kedua (siqah mamn-wara-faqh-lim-hujjah), dan peringkat
ketiga (siqah, siqah imam f al-hds, dan siqah sahib as-sunnah). Di samping itu
masing-masing periwayat saling bertemu (liqa), atau setidaknya sejaman
(musarah) dengan periwayat sebelum dan sesudahnya, karena masing-masing
periwayat tersebut menerima riwayat (tahammul) dari periwayat sebelumnya dan
meriwayatkan (ada) kepada periwayat sesudahnya.5
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa hadits yang menyatakan bahwa
perempuan diciptakan dari tulang rusuk, mempunyai sanad yang bernilai shahih
(shahih al-isnd). Namun demikian suatu hadits dipandang shahih apabila
memang terbukti shahih baik sanad maupun matannya. Karena itu, berikut akan
dilihat bagaimana pandangan para ulama dan sarjana mengenai matan hadits
tersebut.
D. Pandangan Ulama tentang Matan Hadits
Hadits dan al-Quran merupakan sumber ajaran Islam yang paling
otoritatif. Namun al-Quran dan hadits sebagai sebuah teks sangat terbuka untuk
diinterpretasi dari berbagai sudut pandang. Hasil interpretasi dari al-Quran dan
hadits tentu saja bukan al-Quran dan hadits itu sendiri, karena hasil interpretasi
pada dasarnya merupakan hasil dialog antara teks dengan penafsir yang
dipengaruhi oleh kondisi sosial, budaya, politik, bahkan kepentingan-kepentingan
tertentu dari penafsir. Karena itu interpretasi dari satu teks al-Quran dan hadits
4 Muhammad Ajjaj al-Khatib, sul al-Hadits: Ulmuh wa mustalahuh, (Beirut: Dar
al-Fikr, 1989), h. 392.
5 Bandingkan Ibid., hlm. 275-276. Penilaian di atas didasarkan pada Ibn Hajar al-Asqalani, Tahzb
(T. pt.: Dar al-Fikr, 1984). Masing-masing periwayat tersebut adalah al-Araj, XII: 76, Abu azZinad, V: 178-179, Malik, X: 5-8, dan Abd al-Aziz Ibn Abdullah, VI: 308 dari jalur periwayatan
al-Bukhari. Sementara dari jalur periwayatan Muslim adalah Abu Hazim, IV: 123, Maysarah, X:
345, Zaidah, III: 264, Husain ibn Ali, II: 308, dan Abu Bakar Ibn Abi syahibah, VI: 3-4.
dapat menghasilkan beragam penafsiran. Disamping itu hadits Ahad, tidak seperti
al-Quran dan hadits mutawatir, karena kepastian datang dari Nabi masih bersifat
dugaan (dzanni al-Wurd) maka ulamapun sering berbeda pendapat untuk dapat
menerimanya.
Mengenai hadits yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari
tulang rusuk ini karena merupakan hadits ahad (walaupun sanadnya shahih) para
ulama dan sarjana masih berbeda pendapat mengenai keotentikan hadits tersebut
sebagai sabda Nabi saw. Apabila dicermati, secara umum mereka terbagi menjadi
dua kelompok. Pertama, kelompok yang menganggap hadits tersebut sebagai
sabda Nabi dan kedua, kelompok yang berpendapat bahwa matan hadits tersebut
tidak shahih sehingga harus ditolak.
Kelompok pertama, yaitu kelompok yang menerima hadits tersebut, juga
terbagi menjadi dua pandangan. Pandangan pertama, memahami hadits tersebut
secara tekstual, sehingga menurut mereka perempuan (Hawwa) benar-benar
diciptakan dari tulang rusuk laki-laki (Adam). Hadits ini bahkan dijadikan sebagai
argument untuk menafsirkan ayat-ayat al-Quran tentang awal penciptaan
manusia, khususnya an-Nisa (4) ayat 1.
Dalam menafsirkan kata nafs whidah dalam ayat tersebut, mereka
mengartikannya dengan Adam, dan kata zaujaha dengan Hawwa. Dengan
demikian ayat tersebut berarti: Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kalian dari nafs whidah (Adam) dan darinya (Adam) Allah
menciptakan pasangannya (Hawwa). Kemudian sesuai informasi hadits di atas
yang dipahami secara tekstual, mereka berpendapat bahwa penciptaan Hawwa
tersebut adalah dari tulang rusuk Adam.6
Pandangan ini jelas melahirkan pandangan negative terhadap perempuan,
karena perempuan dianggap sebagai bagian dari laki-laki dan diciptakan hanya
sebagai pendamping dan pelengkap laki-laki. Pendapt bahwa perempuan
diciptakan dari tulang rusuk laki-laki ini, setidaknya menurut tim penterjemah al-
6 Lihat misalnya Abu Abdillah Muhammad Ibnu Ahmad al-Qurtubi, al-Jmi li Ahkm al-Qurn,
(Kairo: Dar al-Katib al-Arabi li at-Tabaah wa an-Nasyr, 1967), I: 301-302, V: 1-2. Ibnu Katsir,
Tafsir al-Quran al-Azim, (Ttp.: Isa al-Babi al-Halabi wa Syurakah, t.t.), I: 448.
Quran Depag RI, merupakan pendapat mayoritas ulama tafsir.7 Para ulama yang
berpendapat seperti ini, untuk menyebut sebagiannya, adalah Jalaluddin as-Suyuti,
Ibnu Katsir, al-Qurtubi, al-Biqai, dan Abu Saud.8
Sementara itu pandangan kedua, dari kelompok pertama, berpendapat
bahwa hadits itu shahih, baik sanad maupun matannya, namun harus dipahami
secara metaforis. Pandangan ini timbul dari tarik menarik antara apa yang
dipahami dari teks hadits dengan apa yang dipahami dari al-Quran. Pandangan
kedua ini umumnya berpendapat bahwa kata nafs whidah dalam Q.S. an-Nisa(4)
ayat 1 bukan berarti Adam, tetapi jenis yang satu, sehingga kata zaujah
(pasangannya), yang diyakini sebagai Hawwa, diciptakan pula daribahan atau
jenis yang satutersebut sebagaimana penciptaan Adam.
Karena itu, supaya hadits shahih itu tidak bertentangan dengan al-Quran,
maka menurut mereka, secara rasional hadits tersebut tidak dapat dipahami
dengan makna tekstual. Oleh karena itu, diperlukan interpretasi secara metaforis,
yaitu bahwa hadits tersebut berisi pesan kepada kaum laki-laki agar menghadapi
perempuan dengan cara yang baik, bijaksana, dan tidak kasar.9
Adapun kelompok kedua, adalah kelompok yang menolak ke-shahih-an
hadits tersebut. Mereka seperti halnya pandangan kedua dari kelompok pertama,
berpendapat bahwa kata nafs whidah dalam Q.S. an-Nisa(4) ayat 1, berarti
jenis yang satu, sehingga tidak ada perbedaan antara penciptaan Adam dan
penciptaan Hawwa, keduanya diciptakan dari bahan (nafs, jenis) yang sama.
Dengan demikian, menuut mereka ayat tersebut sedikit pun tidak mendukung
paham yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam.
Karena itu, hadits yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang
rusuk laki-laki harus ditolak karena tidak sesuai dengan ayat al-Quran.
Pemahaman bahwa perempuan (Hawwa) diciptakan dari tulang rusuk
(Adam), menurut mereka tampaknya timbul dari ide yang tercantum
(dimasukkan) dalam Perjanjian Lama (Kitab Kejadian II ayat 21-22). Menurut
7 Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Quran, al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang:
Toha Putra, 1989), hlm. 14. F. 263.
8 M.Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 299.
9Lihat Ibid., hlm. 300. Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian: Studi Bias Gender dalam al-Quran,
(Yogyakarta: LKiS, 1999), hlm. 50.
mereka, jika saja tidak ada informasi dari Perjanjian Lama tersebut, niscaya
pendapat yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk lakilaki (Adam) tidak akan pernah terlintas dalam pikiran orang Islam. 10 Lebih lanjut,
Riffat Hassan menyatakan bahwa teologi perempuan yang terkandung dalam
hadits tersebut dengan didasarkan pada pandangannya menyangkut ontology,
biologi, dan psikologinya jelas bertentangan dengan yang tersebut dan tersirat
dalam al-Quran, karena itu, hadits tersebut harus ditolak atas dasar isinya
sendiri.11
Dengan demikian, secara umum terdapat tiga pendapat mengenai matan
hadits ini, pertama, memandang hadits tersebut shahih dan memahaminya secara
tekstual. Ini berarti, menurut mereka perempuan (Hawwa) memang diciptakan
dari tulang rusuk laki-laki (Adam). Kedua, menerima keshahihan hadits tersebut,
namun memahaminya secara metaforis, yaitu bahwa laki-laki harus menghadapi
perempuan dengan cara, baik, bijaksana, dan tanpa kekerasan. Ketiga, menolak
hadits tersebut karena, menurut mereka, bertentangan dengan ayat al-Quran yang
menyatakan bahwa laki-laki (Adam) dan perempuan (Hawwa) diciptakan dari
bahan atau jenis yang sama.
E. Reinterpretasi Makna Hadits
Hadits tersebut secara tekstual memiliki arti bahwa perempua diciptakan
dari tulang rusuk, atau perempuan seperti tulang rusuk. Dalam teks hadits yang
menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk, tidak dijelaskan
siapa perempuan yang dimaksud dan diciptakan dari tulang rusuk siapa. Namun,
teks hadits inilah yang berkembang di masyarakat, bahkan mereka memberikan
penafsiran lebih lanjut bahwa perempuan yang dimaksud dalam teks hadits itu
adalah perempuan pertama, yaitu Hawwa, dan dia diciptakan dari tulang rusuk
Adam, yang merupakan manusia pertama. Pemahaman seperti itu yang
merupakan hasil penafsiran karena tidak disebutkan sama sekali dalam teks
hadits12 dianggap sebagai hadits Nabi itu sendiri, dan dijadikan otorisasi bagi
ajaran Islam setelah al-Quran.
Pemahaman bahwa Hawwa (perempuan) diciptakan dari tulang rusuk
Adam (laki-laki) yang diyakini berasal dari hadits Nabi tersebut kemudian
menjadi doktrin teologi yang dipercayai oleh kebanyakan masyarakat Islam.
konsepsi teologis ini jelas membawa implikasi-implikasi lebih lanjut, baik
psikologis, social, budaya, ekonomi maupun politik yang bersifat misoginis.
Karena perempuan merupakan makhluk sekunder yang keberadaannya hanya
sebagai pelengkap dan untuk melayani kaum laki-laki dalam segala bidang baik
pada wilayah domestic maupun publik.
Pemahaman yang sebenarnya bukan hadits ini oleh mayoritas ulama,
sebagaiman telah dikemukakan, digunakan untuk menafsirkan ayat-ayat yang
berkaitan dengan awal penciptaan manusia, khususnya Q.S. an-Nisa (4) ayat 1.
Mereka, dengan berargumen pada pemahaman dari hadits ini dan cerita-cerita
isriliyyt (dan inilah sesungguhnya yang paling berpengaruh), 13 menafsirkan kata
nafs whidah dalam ayat tersebut dengan Adam dan kata zaujaha dengan Hawwa,
sehingga ayat tersebut diartikan dengan:
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kalian dari nafs whidah (Adam) dan darinya
(Adam) [yaitu dari tulang rusuk Adam] Allah menciptakan
zaujaha (Hawwa).
Menafsirkan kata nafs whidah dengan Adam dan kata ganti h pada
minh dengan dari bagian tubuh Adam (sehingga kemudia dipahami Hawwa
diciptakan dari bagian tubuh Adam), menurut hemat penulis, kurang tepat. Kata
nafs whidah lebih sesuai apabila diterjemahkan dengan jenis yang satu atau
12 Kata Hawwa sama sekali tidak terdapat dalam teks-teks hadits yang berkaitan dengan
masalah ini. Dalam riwayat Ibnu Majjah memang terdapat kata Hawwa, namun yang
diriwayatkan tersebut bukan sabda Nabi, tetapi ucapan Imam SyafiI, kenapa pada air kencing bayi
laki-laki yang masih menyusu cukup dipercikkan air untuk membersihkannya sedangkan air
kencing bayi perempuan harus dicuci, ini karena Hawwa (perempuan) diciptakan dari tulang rusuk
yang pendek milik Adam (laki-laki), sehingga apabila air kencing bayi laki-laki itu berasal dari air
dan tanah sementara air kencing bayi perempuan berasal dari daging dan darah (lihat lampiran).
13 Cerita-cerita israiliyyat yang banyak dikutip antara lain menceritakan bahwa Hawwa
diciptakan dari tulang rusuk yang paling pendek dari bagian belakang tubuh Adam. Ketika itu
Adam sedang tidur, kemudian setelah dia bangun dan melihat ada perempuan di sampingnya ia
terkejut dan merasa terkagum-kagum, dan pada akhirnya keduanya saling menyenangi. Lihat
misalnya Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Azim, I: 448.
jenis yang sama, sehingga zaujaha (pasangannya) diciptakan dari jenis yang
sama dengan penciptaan Adam. Penafsiran kata nafs dengan jenis ini sesuai
dengan penunjukan ayat-ayat yang lain, misalnya ayat: wallhu jaala lakum min
anfusikum azwjan (Allah menjadikan bagi kalian istri-istri dari jenis kalian
sendiri), wmin ytihi an khalaqa lakum min anfusikum azjan (diantara sebagian
tanda-tanda kebesaran-Nya, dia menciptakan bagi kalian istri-istri dari jenis kalian
sendiri), dan laqad jakum raslan min anfusikum (sesungguhnya telah datang
kepadamu seorang rasul dari jenis kalian sendiri).14
Dengan demikian, apabila ada pemahaman yang menyatakan bahwa
Hawwa diciptakan dari tulang rusuk Adam, jelas tidak sesuai dengan ayat-ayat alQuran. Disamping itu, dalam kenyataannya hadits
10
11
disamping pada kitb ahds al-anbiy (yang hanya satu hadits), menempatkan
hadits-hadits ini pada kitb an-nikh, bb al-mudrah maa an-nis (bab berbuat
sopan dan lembut kepada kaum perempuan) dan bb al-wus t bi an-nis (bab
wasiat mengenai kaum perempuan).17
An-Nawawi dalam Syarah muslim-nya menempatkan hadits-hadits ini
pada bb al-wasiyyah bi an-nis (bab wasiat mengenai kaum perempuan). Dalam
penjelasannya an-Nawawi antara lain menyatakan bahwa hadits ini merupakan
anjuran untuk berlaku lembut terhadap kaum perempuan.18 Sementara itu, asSyaukani menempatkan pada bb ihsn al-isyrah wa bayn haqq az-zaujain (bab
berlaku baik dalam pergaulan (suami istri) dan keterangan mengenai hak suami
istri),19 dan demikian pula kitab-kitab hadits lainnya.20
Dengan demikian hadits-hadits itu tidak sesuai apabila dipahami sebagai
informasi bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk. Hadits-hadits tersebut
sebenarnya berisi anjuran kepada kaum laki-laki untuk berlaku baik dan bijaksana
terhadap perempuan hanya saja kemudian dalam perkembangannya matan hadits
tersebut mengalami perubahan sehingga muncul matan yang berbeda-beda.
Karena itu, Ibnu Hajar antara lain menerangkan bahwa secara umum hadits-hadits
itu dapat diartikan dengan:
saya (Nabi) berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada
perempuan, maka terimalah wasiatku ini mengenai kaum
perempuan dan laksanakanlah wasiatku ini, berlaku lembutlah
kepada mereka dan bergaullah kepada mereka dengan baik.21
Hadits-hadits tersebut pada dasarnya selaras dengan hadits-hadits lain dan
ayat-ayat al-Quran yang berisi anjuran kepada para suami untuk bergaul secara
baik dengan para istri mereka. Untuk menyebutkan sebagian ayat dan hadits yang
senada dengan hadits-hadits tersebut adalah Q.S. an-Nisa (4) ayat 19 wa
17 Abu Abdillah Muhammad Ibnu Ismail al-Bukhari, Matan al-Bukhari bi Hasiyah al-Sindi,
(Beirut: Dar al-Kitab al-Islami, t.t.), III: 256-257.
18 An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarah an-Nawawi, (Beirut: Dar al-Fikr, 1972), X: 57-58.
19 Muhammad Ibnu Ali asy-Syaukani , Nail al-Autar, (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi wa
Auladuh, 1961), V: 217.
20 Misalnya, Abu al-Ali al-Mubarakafuri , Tuhfat al-Ahwazi bi Syarah Jami al-Tirmizi, (ttp.: Dar
al-Ittihad al-Arabi li at-Tabaah, 1965), IV: 367.
21 Ibnu Hajar al-Asyqalani, Fath al-Bari bi Syarah al-Bukhari, (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi
wa Auladuh, 1959), XI: 162 dan 177.
12
13
F. Penutup
Hadits yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk,
atau perempuan bagaikan tulang rusuk dari segi sanadnya bernilai shahih, namun
ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama dan sarjana menyangkut
matannya, khususnya matan yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dsri
tulang rusuk. Diantara mereka ada yang menerima dan ada yang menolak. Pada
kelompok yang menerima, ada dua pendapat: yang pertama mengartikannya
secara tekstual, bahkan digunakan untuk menafsirkan QS. An-Nisa (4) ayat 1
tentang penciptaan awal manusia, sehingga menurut mereka Hawwa diciptakan
dari tulang rusuk Adam. Sementara yang kedua mengartikan hadits tersebut
secara metaforis, bahwa kaum laki-laki harus berlaku baik dan bijaksana dalam
menghadapi perempuan. Sementara kelompok yang menolak hadits itu
berargumen bahwa hadits tersebut harus ditolak karena isinya tidak sesuai dengan
ayat-ayat al-Quran.
Hadits tersebut walaupun sanadnya shahih, tetapi memiliki matan yang
berbeda-beda dan sulit untuk ditentukan mana matan yang benar, sehingga hadits
tersebut termasuk hadits mudtarib (al-matan). Namun demikian, bila ditempatkan
pada konteksnya secara tepat dan dipahami secara utuh dan keseluruhan matan
yang ada, tidak hanya parsial kalimat per kalimat atau matan per matan, maka
hadits-hadits tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan penciptaan awal
perempuan. Hadits-hadits itu berisi pesan Nabi kepada kaum laki-laki waktu itu
untuk berlaku baik kepada istri-istri mereka atau kepada kaum perempuan secara
umum. Pesan Nabi tersebut merupakan salah satu manifestasi dari semangat
ajaran Islam yang hendak menempatkan laki-laki dan perempuan secara sederajat.
Wallahu alam.
DAFTAR PUSTAKA
A.J. Wensick, al-Mujam al-Mufahras li Alfaz al-Hadits an-Nabawi, (Leiden: E.J.
Brill, jilid VI, 1943.
Abu Abdillah Muhammad Ibnu Ahmad al-Qurtubi, al-Jmi li Ahkm al-Qurn,
(Kairo: Dar al-Katib al-Arabi li at-Tabaah wa an-Nasyr), jilid I dan V,
1967.
14
15