Kritik Sanad Hadist
Kritik Sanad Hadist
1, Januari-Juni 2011
kebudayaan manusia akan selalu terpelihara melalui tulisan dan tidak oleh
hafalan, walaupun menghafal itu juga penting. Ibn Qulabah menyatakan: Kitab
dan tulisan lebih baik bagi kita daripada kehilangan hafalan dan lupa.12 Apalagi
kalau ada alasan kalau sunnah itu ditulis, orang akan mengabaikan al-Quran
karena memberikan seluruh perhatiannya kepada hadis,13 juga tidak dapat
diterima.
Sebaliknya kalau sunah itu tidak ditulis akan membawa akibat. (1)
hilangnya sejumlah besar hadis yang penting. Kekuatan hafalan manusia itu
sangat terbatas, dan sewaktu-waktu karena syaraf otak terganggu atau usia uzur
maka hafalan itu akan hilang dengan sendirinya. (2) Penyebaran kebohongan,
atau lahirnya hadis-hadis palsu. (3) Periwayatan maknawi, sebab secara
keseluruhan redaksi matan hadis ada yang lupa, maka hanya mengandalkan
maksud dari hadis dengan dibuat redaksinya sendiri.(4) Akibat berikutnya adalah
munculnya perbedaan diantara sesama muslim dalam mengamalkan sunnah yang
berbeda-beda. (5) Meluasnya pengunaan rayu, karena tidak menemukan hadis.14
Adapun yang mendorong untuk ditulis sunnah-sunnah Nabi, antara lain
Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi berdiri dan berpidato pada saat
penaklukkan Mekkah. Abu Syah meminta Nabi untuk menuliskan khutbahnya.
Beliau kemudian memerintahkan khutbahnya ditulis untuk Abu Syah. Dalam
beberapa kitab hadis dijelaskan bahwa Abu Hurairah berkata: tak seorangpun
lebih mengetahui daripada aku tentang hadis Nabi kecuali Abdullah ibn Amr,
sebab ia menulis dengan tangannya dan menghafalkannya, sedangkan aku hanya
menghafal dan tidak menulis hadis itu. Abdullah ibn Amr telah memperoleh
restu Nabi untuk menuliskan berbagai hadis dan Nabi sudah memberi jaminan
restu kepadanya.15
1211. Al-Khatib al-Baghdadi, Taqyid al-Ilm, Damaskus, 1949, hlm. 103
1312 Ibid., hlm. 57
1413. Rasul Jafarian, Tadwin al-HadisStudi Historis Tentang Pengumpulan dan Penulisan
Hadis (Bagian III), dalam Jurnal Studi-Studi Islam Al-Hikmah, No. 3 Dzulhijjah 1411-Rabiul
Awwal 1412, Bandung: Yayasan Muthahhari, 1991, hlm. 25-33.
1514. Rasul Jafarian, Tadwin al-HadisStudi Historis Tentang Pengumpulan dan Penulisan
Hadis (Bagian II) , dalam Jurnal Studi-Studi Islam Al-Hikmah, No. 2 Dzulhijjah 1410-Rabiul
Awwal 1411, Bandung: Yayasan Muthahhari, 1990, hlm.32.
1716 Muhammad Ajaj al-Khatib, Ushul al-HadisUlumuhu wa Musthalahuhu, Bairut: Dar alFikr, 1989, hlm 415-416.
1817. Contoh hadis palsu yang dibuat oleh kelompok Ali bin Abi Thalib, yang artinya:Barang
siapa ingin melihat ilmu Nabi Adam, ketakwaan Nabi Nuh,ketabahan Nabi Ibrahim, keperkasaan
Nabi Musa dan Ibadah Nabi Isa, maka lihatlah Sayyidina Ali. Mencintai Ali adalah sebuah
kebaikan yang tidak akan ternoda oleh keburukan. Membencinya adalah keburukan yang tidak
dapat ditebus oleh kebaikan. Hai Ali, sesungguhnya Allah telah mengampunimu, keturunanmu,
kedua orang tuamu, keluargamu, kelompokmu, dan orang-orang yang mencintaimu. Lihat Muh.
Zuhri, op.cit., hlm. 67-68.
Muawiyah sebagai lawan politik tidaklah tinggal diam, ia juga membuat hadis
politik.19 (2) Perbedaan madzhab, pertentangan dalam madzhab kalam misalnya,
memunculkan hadis palsu yang membenci faham Qadariyah, dengan hadis yang
cukup terkenal, yakni:
(Paham Qadariyah adalah kaum Majusi bagi ummat ini)
Sebab berikutnya (3) adalah cinta kebaikan serta bodoh agama,
maksudnya bahwa ada ulama yang membolehkan merekaya hadis unyuk
menganjurkan orang mengamalkan keutamaan dalam ibadah, dan melarang
maksiat.20 Curiga terhadap kebenaran suatu hadis itu dalam rangka menjaga
kemurnian sunnah, maka perlu ada penelitian terhadap hadis baik dari segi matan
(naqd al-matan) maupun dari segi sanad (naqd al-sanad). Tujuan utama
penelitian hadis adalah untuk mengetahui kualitas hadis. Karenanya hadis yang
tidak memenuhi syarat (lemah) tidak dapat dipakai hujjah. Adapun hadis yang
diteliti kualitasnya adalah hadis Ahad,21 sedangkan hadis mutawattir,22 ulama
menganggap tidak perlu diteliti karena jelas bersandarkan kepada Nabi. Peristiwa
Aisyah yang mencuirgai hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar tentang mayat
yang ditangisi oleh keluarganya akan disiksa, adalah embrio lahirnya kritik
matan.23 Artinya suatu matan hadis itu perlu diteliti (dikoreksi) apakah sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh Nabi SAW atau tidak?.
1918. Contoh hadis palsu yang dibuat oleh kelompok Muawiyah, yang artinya: Di surga tiada
pohon kecuali daunnya tertulis, la ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah, Abu Bakar al-Shidiq,
Umar al-Faruq, Usman zhun-Nurain. Di sini tidak menyebut Ali bin Abi Thalib. Orang-orang
terpercaya itu tiga. Saya (Nabi), Jibril dan Muawiyah. Hai Muawiyah, engkau di pihakku dan
aku di pihak kamu. Ibid., hlm. 70.
2019. Ibid., hlm. 72.
2120. Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang, atau hadis yang tidak
terkumpul syarat-syarat mutawatir kepadanya. Lihat Mahmud Thahhan. Ulumul HadisStudi
Kompleksitas Hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997, hlm. 32.
2221. Hadis mutawatir adalah suatu hadis yang diriwayatkan oleh bilangan rawi dalam tiap-tiap
tingkatan sanadnya, dimana secara akal mustahil mereka akan sepakat menyalahi hadis tersebut.
Ibid., hlm. 30.
2322. Ada beberapa kesulitan dalam melakukan kritik matan (naqd al-matan), yakni (1) kitabkitab yang membahas kritik matan dan metodenya sangat langka; (2) pembahasan matan pada
kitab-kitab tertentu termuat diberbagai kitab yang bertebaran sehingga sulit dikaji secara khusus;
(3) adanya kekhawatiran menyatakan sesuatu sebagai bukan hadis padahal hadis, dan sesuatu
sebagai hadis padahal bukan hadis. Shalahuddin bin Ahmad Adlabi, op.cit., hlm. 20-23.
Apakah ucapan Nabi itu hanya diambil sebagian saja atau keseluruhan
sesuai dengan konteks sewaktu Nabi mengucapkan? Ini sangat perlu, agar maksud
yang sesungguhnya ucapan nabi itu tidak hilang. Suatu perkataan tidak bisa
dilepaskan dari konteksnya. Begitu juga pengecekan yang dilakukan oleh Abu
Bakar al-Shidiq tentang pernyataan al-Mughirah bahwa bagian warisan untuk
nenek adalah 1/6 bagian, perlu dicek matan hadis itu dengan matan hadis yang
diriwayatkan oleh sahabat lain, dan ternyata sama, yakni nenek mendapat bagian
1/6.
Selain kritik matan, ada kritik sanad, yakni melakukan penelitian terhadap
orang yang meriwayatkan hadis, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin
Khathab dan Ali bin Abi Thalib. Umar memerlukan bukti otentik, apakah khabar
saksinya atau tidak, dan sejauh mana kualitas sanadnya. Bahkan Ali perlu
mengambil sumpah kepada orang yang membawa khabar dari Nabi. Dari sinilah
sesungguhnya kritik sanad itu berkembang. Dalam penelitian terhadap sanad,
pada dasarnya yang diteliti adalah kualitas pribadi dan kapasitas intelektual para
periwayat yang terlibat dalam sanad, disamping metode periwayatan yang
digunakan oleh masing-masing periwayat.24 Ketika Abu Musa diminta untuk
menghadirkan saksi, dan ternyata al-Asyari (bapaknya Abu Musa) yang datang,
Umar percaya, karena kapasitas al-Asyari tidak diragukan lagi. Maka sebelum
Umar menetapkan dan meyakinan kebenaran suatu hadis ia melakukan kritik
sanad terlebih dahulu.
Tidak ada diantara para sahabat Nabi yang mendustakan Nabi, karena
mereka adalah orang-orang yang menjamin atau melindungi Nabi baik secara
sendiri-sendiri maupun kolektif. Mereka adalah orang yang mendermakan harta
baik yang bernilai mahal maupun murah untuk berjuang menyebarkan agama,
menolong dakwah Nabi. Allah memilih mereka untuk mengemban amanah agama
dan menyampaikan pada orang sesudahnya. Sahabat itu adalah manusia biasa,
mereka memiliki kejernihan berpikir, dan hafalannya kuat, tetapi mereka tidak
lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, mungkin sebagian sahabat dicurigai dalam
meriwayatkan hadis. Tetapi sahabat lainnya tidak tinggal diam ketika melihat
kesalahan, mereka saling mengoreksi.
Contoh, riwayat dari Ibnu Umar bahwa mayat akan disiksa karena
ditangisi oleh keluarganya. Aisyah menjelaskan bahwa hadis dari Ibnu Umar itu
dicurigai dalam periwayatannya. Sebab konteks secara utuh, bahwa ketika ada
tetangga seorang Yahudi yang mati, sedang keluarganya menangisi, maka Nabi
mengabarkan, sesungguhnya mayat itu akan disiksa karena keluarganya
menangisinya. Sikap para sahabat ketika mendengar dari salah seorang dari
mereka sebuah riwayat yang riwayat itu bertentangan dengan apa yang mereka
ketahui dari Rasulullah adalah; (1) mereka segera memberikan penjelasan tentang
adanya kecurigaan didalam periwayatan; (2) mereka menetapkan, dan ketetapan
ini menjadi tradisi bagi sahabat, khususnya hadis yang diriwayatkan oleh Khulafa
al- Rasyidin, karena mereka selalu melakukan penyelidikan dan penetapan hadis.
Sikap para sahabat yang mencurigai suatu riwayat, tidak dimaksudkan
untuk mengoreksi suatu matan, tetapi semata-mata untuk membetulkan dalam
periwayatan. Contoh; Abdurrahman bin Madjid menolak riwayat Sahl bin Abi
Khutsmah tentang hadis al-Qasamah al-Masyhuri. Sahl meriwayatkan tentang
cerita al-Anshari yang menemukan kaumnya terbunuh dalam perang Khaibar.
Nabi Muhammad SAW menyumpah dengan 50 kali sumpah terhadap seorang laklaki diantara mereka, laki-laki tersebut menolak. Bahwa betul-betul tidak
membunuhnya dan tidak mengetahui siapa yang membunuhnya, maka
Rasululullah membayar 100 unta.
Tradisi Khulafa al-Rasyidin dalam penetapan riwayat merupakan tradisi
yang baik dan terpuji, maka menjadi penting dan pokok, karena pada dasarnya
riwayat dari Rasulullah itu sangat penting dan tidak boleh diselewengkan.
Mentaati Rasulullah itu hukumnya wajib berdasarkan nash al-Quran al-Karim,
dan tidak semua orang memiliki kesempatan dapat mendengar dari Rasulullah
secara langsung. Oleh karena itu diperlukan perantara (penengah) dalam
periwayatan antara orang setelah sahabat dan Rasulullah SAW.
2. Kehati-hatian Abu Bakar Dalam Menjaga Hadist Nabi SAW
Sunnah, lalu dia bertanya kepada seorang sahabat, maka ketika Mughirah bin
Syubah mengabarkannya bahwa Rasulullah memberikan 1/6 bagian harta waris.
Abu Bakar meminta pendapat sahabat lain yang menyaksikannya, lalu
Muhammad bin Musalamah al-Anshari mengaku bahwa dia menyaksikan,
barulah Abu Bakar menetapkan pembagian warisan untuk nenek 1/6 bagian.
Demikian juga pernyataan Mughirah kepada Umar bin Khathab tentang
aborsi. Aborsi yaitu menggugurkan janin yang ada di perutnya, dan sesungguhnya
Rasulullah SAW memutuskan orang yang menggugurkan janin didenda dengan
memerdekan budak laki-laki atau perempuan. Kemudian Umar meminta saksi,
Muhammad bin Musalamah sebagai saksinya. Dalam hadis tentang permintaan
ijin yang diriwayatkan Abu Musa al-Asyari kepada Umar bin Khathab, dan Umar
melaksanakan apa yang diputuskan Abu Musa dengan saksi Abi bin Kaab,
seperti hadis Abu Musa.
Adapun Ali bin Abi Thalib r.a yang meminta sumpah kepada orang yang
menyampaikan hadis dari Rasulullah SAW, apabila ia mau disumpah, maka ia
akan membenarkannya. Sumpah terhadap hadis itu sulit, ia membutuhkan seluruh
kemauan, kejernihan berpikir, maka sumpah itu dapat dijadikan alasan untuk
menetapkan apa yang diriwayatkannya.
Sahabat menerima berita atau hadis yang diriwayatkan oleh satu orang
rawi. Umar menerima khabar dari Amr bin Hazam tentang diyat jari itu sama, dan
khabar dari Dhohak bin Sofyan tentang pembagian harta warisan dari diyat
suaminya, khabar dari Abdurrahman bin Auf tentang wabah penyakit, khabar
pengambilan jizyah (pajak) dari Majusi tentang orang yang ragu dalam shalatnya.
Sesungguhnya ia membuang keraguan dan meneruskan apa yang telah
diyakininya. Khabar dari Saad bin Abi Waqash tentang membasuh dua sepatu,
dan penerimaan Utsman atas khabar Fariah binti Sanan, saudara perempuan Abi
Said, tentang menegakkan kepercayaan dari kematian di dalam rumahnya,
menghadiahkan kepadanya hasil buruan kepada keluarganya, padahal ia dalam
keadaan ihram. Keluarga itu memakannya, dan memberitahukan hal itu kepada
Ali, maka Ali melarangnya. Ali menerima khabar dari Abu Bakar tentang hadis
shalat taubah tanpa Ali meminta sumpah kepadanya.
10
12
Dari uraian atau penjelasan dan analisis tersebut dapat diambil beberapa
kesimpulan, antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Sunnah atau hadis itu sangat penting dalam menata kehidupan umat
manusia, maka harus selektif dalam menerima hadis. Nilai urgenitas
sunnah itu telah dibakukan Allah melalui firman-firmannya dalam alQuran.
2.
Kehati-hatian dalam menerima suatu hadist itu sangat perlu, agar sunnah
itu betul-betul dijamin berasal dari Nabi SAW. Baik mencurigai keutuhan
redaksi hadis maupun orang yang meriwayatkan. Peristiwa Aisyah, Abu
Bakar, Umar bin Khathab dan Ali bin Abi Thalib adalah gambaran yang
cukup jelas akan kecurigaan mereka terhadap matan maupun sanad hadis.
3.
13
Thahhan.1997.
Ulumul
Hadis
Studi
Kompleksitas
Hadis
14