Pendahuluan
Ruang kajian hadis yang tidak senyaman ruang kajian Alquran,
membawa dampak pada kajian hadis yang tidak pernah tuntas dan
masih diperdebatkan sampai saat ini. Rentang waktu yang sangat
panjang
antara
memungkinkan
wafatnya
masuknya
nabi
dengan
unsur-unsur
pencatatan
luar
yang
hadis,
sangat
Iklim ini tentunya tidak diinginkan oleh kaum intelektual muslim yang
merasa bertanggung jawab terhadap kemajuan peradaban Islam. Salah satunya
adalah Fazlur Rahman, terutama dalam meneliti hadis tidak hanya terpaku pada
teks dan transmisi periwayatan, tetapi lebih menekankan pada sejarah hadis itu
sendiri. Rahman berusaha mendobrak tradisi pemahaman kaum muslimin tentang
hadis yang selama ini menurutnya --cenderung berhenti pada zaman Imam
Syafii dan produk intelektualnya. Menurut Rahman, menembus langsung dimensi
sejarah Islam sampai ke masa Rasulullah adalah tindakan yang paling efektif
daripada berkomunikasi lewat kitab-kitab hadis yang ada. Karena dengan
mengetahui latar belakang mengapa konsep hadis itu muncul, maka kita
mempunyai nilai lebih dalam menjalankan sunah nabi.
batas
mazhab-mazhab
Sunni
dan
mengembangkan
2 Samsurizal Panggabean, Fazlur Rahman dan Neo-Modernisme Islam, dalam Bangkit, Vol.3,
No.8, 1994, 35.
3 Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas : Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur
Rahman, (Bandung: Mizan, 1993), 79.
7 Ibid., 18.
8 Fazlur Rahman, Why I Left Pakistan : A Testament, terj. Ihsan Ali Fauzi, Islamika, No. 2,
Oktober-Desember, 1993, 16-17. Lihat juga dalam Syarif Hidayatullah, op. cit., . 22.
9 Buku ini sempat dilarang di Pakistan, karena --antara lain --memuat pendapatnya tentang
wahyu. Rahman dituduh berpendapat bahwa Al-quran adalah hasil kerjasama antara Allah dan
Muhammad. Hal ini menyebabkan terjadinya kemarahan publik Pakistan, yang kemudian
mendorong Rahman untuk meninggalkan tanah airnya menuju Chicago Amerika Serikat.
Chicago tahun 1980.10 Memuat tentang tema-tema pokok dalam Alquran, yang
khas dengan penerapan gaya hermeneutika Rahman.
Karya-karya Rahman periode Chicago ini memperlihatkan kemandirian dan
orisinalitas pemikiran keagamaannya, serta menunjukkan rasa tanggung jawabnya
terhadap Islam, umat dan masa depan mereka di tengah tantangan modernitas.11
Di samping karya-karya diatas, Rahman juga banyak menulis dalam bentuk
artikel maupun tulisan-tulisan yang dimuat di Jurnal.
menempatkannya
sebagai
seorang
tokoh
pemikir
beraliran
Neomodernisme.12
penuturan
atau
Fazlur
Rahman
misalnya,
13 Lihat misalnya Subhi al-Shalih, Ulum al-Hadis wa Mustalahuhu, (Beirut: Dar al-Ilm li alMalayin , 1977), 3; juga dalam Muhammad al-Sabbag, al-Hadis al-Nabawi,(Riyad: Maktabah alIslami, 1972), 14-16.
14 Fazlur Rahman, Islam, op. cit., 68.
10
tradisional --juga ingin membuktikan bahwa pendapat para orientalis ini tidak
sepenuhnya benar.
Terhadap pandangan sarjana Barat yang relatif negatif terhadap konsep
Sunnah Nabi, Rahman menunjukkan beberapa pokok pikirannya yaitu :1)Kisah
perkembangan Sunnah di atas pada dasarnya hanya benar sehubungan dengan
kandungannya, tetapi tidak benar sehubungan dengan konsepnya, 2)bahwa
kandungan sunnah yang bersumber dari Nabi tidak banyak jumlahnya dan tidak
dimaksudkan untuk bersifat spesifik secara mutlak, 3)bahwa konsep sunnah
sesudah nabi wafat tidak hanya mencakup sunnah dari Nabi tetapi juga penafsiran
penafsiran terhadapnya, 4)bahwa sunnah dalam pengertian yang terakhir ini sama
luasnya dengan ijma yang pada dasarnya merupakan sebuah proses yang semakin
meluas secara terus-menerus, 5)bahwa setelah gerakan pemurnian hadis besarbesaran hubungan organis antara sunnah, ijtihad dan ijma` menjadi rusak.26
11
12
Sunnah yang hidup ini menjadi amat pesat berkembang di berbagai daerah.
Karena perbedaan di dalam praktik hukum semakin besar maka hadispun
berkembang menjadi disiplin formal.30 Formalisasi tersebut memang pada waktu
itu diperlukan, karena proses yang berkelanjutan tanpa formalisasi pada waktuwaktu tertentu dapat memutuskan kesinambungan proses itu sendiri dengan
menghancurkan identitasnya. Meskipun pada kenyataannya --menurut Rahman
--yang dihasilkan hadis bukanlah formalisasi tertentu tetapi suatu ketetapan yang
bersifat mutlak.31
Menurut Rahman, kuatnya gerakan hadis pada pertengahan abad ke-3 H,
dikarenakan berhasilnya al-Syafii dalam mengampanyekan penempatan hadis
sebagai pengganti sunnah yang hidup. Sunnah yang hidup telah tenggelam ke
dalam materi-materi hadis yang telah dibukukan dan dibakukan. 32 Kegeniusan alSyafii dalam menciptakan suatu mekanisme yang menjamin kestabilan kepada
struktur sosial-religius kaum muslimin zaman itu bisa dikatakan sukses, tetapi
dalam jangka panjang akan menghilangkan kreativitas dan originalitas mereka.
Dengan menggunakan pemahaman evolusi sunnah dan hadis sebagai basisnya,
Rahman menegaskan bahwa kebutuhan kaum muslimin dewasa ini adalah
menuangkan kembali atau mencairkan hadis-hadis yang ada ke dalam bentuk
Sunnah yang hidup melalui studi historis terhadapnya.33
Penafsiran situasional ini akan menjelaskan bahwa beberapa doktrin pokok
ortodoksi harus dimodifikasi dan ditegaskan kembali, seperti masalah
determinisme dan karsa bebas manusia yang tercermin dalam hadis-hadis. Hadishadis tersebut harus ditafsirkan menurut perspektif historisnya yang tepat dan
menurut fungsinya yang benar di dalam konteks kesejarahannya. 34 Penafsiran
situasional yang sama juga harus dilakukan terhadap hadis-hadis hukum. Hadishadis ini harus dipandang sebagai suatu masalah yang harus ditinjau kembali, dan
30 Ibid., 46.
31 Ibid., 117 118. lihat selanjutnya pada skema di halaman lampiran.
32
Fazlur Rahman, Islam, op. cit., 78.
33 Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan, op. cit., 172-173.
34 Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, op. cit., 79. Contoh-contoh analisis Rahman tentang
hadis predeterminisme dan karsa bebas manusia bisa dilihat pada hal. 52 53.
13
bukan sebagai hukum yang sudah jadi yang harus diterapkan secara langsung. 35
Penafsiran situasional atau historis dalam rangka mencairkan hadis-hadis ke
dalam bentuk sunnah yang hidup ini akan membuat umat Islam dapat
menyimpulkan norma-norma dari hadis untuk umat Islam sendiri melalui suatu
teori etika yang memadai dan penumbuhan kembali hukumnya.
Hadis sebagai Proses Ijtihad
Dalam
memahami
sunnah
yang
berkembang
saat
ini,
Rahman
menggunakan dua sisi, pertama, dari sisi konseptual, di mana konsep Sunnah ini
telah ada sejak Islam ada hingga saat ini, sebagaimana telah dijelaskan dalam
Alquran bahwa nabi sebagai uswatun khasanah (teladan yang baik),36 dan tentu
saja pernyataan ini dengan jelas menyiratkan arti bahwa kaum muslimin sejak
awal telah memandang perilaku nabi sebagai suatu konsep. Kedua, Sunnah literal,
di sinilah Rahman banyak menyatakan ketidaksepakatannya. Karena di sini
Sunnah dipahami secara harfiah dan mutlak, serta sarana satu-satunya sebagai
transmisi sunnah tersebut adalah hadis. Ketika sunnah harus diverbalkan, secara
otomatis hubungan antara sunnah-ijtihad-ijma menjadi rusak.37 Di sini
menunjukkan proses penalaran, yakni sunnah ditafsirkan melalui instrumen ijtihad
dan setelah melalui interaksi ide yang ketat, mengkristal dalam bentuk ijma.
Namun ketika diverbalkan dalam bentuk hadis, korelasi tersebut tidak nampak
lagi.
Rahman mencoba mengkritisi paradigma tunggal pola pikir Ortodok Sunni
yang menekankan pada kritik matan dan kritik sanad. Metode isnad, pada
mulanya
namun menurut Rahman- tidak dapat dijadikan sebuah argumen yang positif dan
final, karena isnad baru berkembang di belakang hari menjelang akhir abad
pertama Hijriah.38 Rahman tidak sepakat akan klaim hadis palsu, karena pada
dasarnya semangat yang muncul dari sebuah hadis apapun bentuknya adalah
35 Ibid., 105 106.
36
Q.S. Al-Ahzab (33): 31 dan Q.S. Al-Mumtahanah (60): 4,6.
37 Ibid., 8.
38 Ibid,. 113.
14
semangat nabi, kalau toh memungkinkan untuk dijadikan landasan hukum secara
kontekstual-situasional tidak menutup kemungkinan yang dikatakan hadis palsu
tersebut bisa dijadikan sandaran. Demikian juga sebaliknya, sesahih apapun
sebuah hadis, kalau sudah tidak memungkinkan untuk digunakan dalam konteks
saat ini, tidak harus dipaksakan diri untuk dijadikan sebagai sebuah rujukan.
Analisis Rahman sangat tajam dalam membidik berbagai permasalahan
melalui hadis-hadis maupun praktek aktual masyarakat muslim waktu itu,
Rahman menjelaskan secara ilmiah dan konkret, bahkan cenderung berulangulang dengan bukti-bukti yang mendukung pendapatnya, sebagai penjelasan atas
keberatan-keberatan dan pandangan negatif yang diajukan terhadapnya seputar
Sunnah dan Hadis. Secara tidak langsung Rahman telah memasukkan kritik matan
melalui metode hermeneutiknya, baik dalam bidang sosio-kultural, ekonomi,
hukum, pendidikan dan sebagainya. Berkaitan dengan pemaparan tersebut di atas,
yang perlu dilakukan umat Islam dalam menghadapi proses dunia global --sebagai
implikasi dari penelitian Rahman tentang hadis --adalah memberi ruang gerak
yang dinamis dari apa yang sudah dianggap taken for granted sehingga sunnah
yang diformulasikan dalam hadis bersifat dinamis dan terus berubah disesuaikan
dengan kondisi perkembangan zaman serta diarahkan sejalan dengan prinsipprinsip Alquran.
Bila masyarakat muslim saat ini dalam memahami hadis dapat mengaplikasikan
teori dan metode sebagaimana yang ditawarkan Rahman, maka ada keuntungan
yang bisa diperoleh, yakni mampu memahami hadis dari sisi sejarah yang murni
sehingga dalam pemaknaannya bisa lebih mendalam, serta bisa dikembangkan
menjadi sunnah yang hidup yang bisa digunakan untuk menjawab berbagai
permasalahan kontemporer saat ini (to solve the problem).
Dalam setiap masyarakat harus ada sebuah unsur konservatisme, karena
perubahan dan pertumbuhan sosial saja tidak dapat terjadi tanpa adanya tangan
pengontrol yang memberikan unsur kontinuitas terhadap perubahan-perubahan
tersebut. Tidak ada masyarakat yang dapat hidup hanya dengan perubahan, begitu
15
juga masyarakat tidak dapat hidup dalam jangka waktu yang lama dengan
konservatisme semata.39
sebagai
sumber
awalnya
serta
dengan
penafsiran
situasional
16
Penutup
Berangkat dari paparan di atas, kajian ini dapat ditegaskan sebagai berikut:
1. Rahman secara tegas membedakan konsep sunnah dengan kandungan sunnah.
Yang memberikan prinsip-prinsip normatif universal adalah konsep sunnah.
Sunnah ini juga yang mengikat untuk mentaati Rasulullah saw. Sementara
kandungan sunnah atau yang diistilahkan Rahman dengan tradisi (hadis)
bukanlah kumpulan warisan masa lampau yang statis dan tidak berubah,
melainkan dinamis dan membutuhkan perubahan yang harus selalu diarahkan
sejalan dengan prinsip-prinsip Alquran.
2. Selama ini yang dijadikan landasan hukum masyarakat muslim justru sunnah
yang literal yang dimutlakkan dalam kitab-kitab hadis. Bahkan yang sering
terjadi bahkan sampai saat ini, bila ada kritik yang cukup mendasar terhadap
hadis, di klaim sebagai inkar as-sunnah. Fenomena ini mungkin yang
menyebabkan orang enggan melakukan pendalaman melalui pemahaman
secara kritis terhadap hadis.
3. Berdasarkan hasil penelitiannya, Rahman banyak menemukan hadis-hadis
teknis yang tidak bersumber dari Nabi, melainkan merupakan hasil karya dari
generasi-generasi muslim di masa lampau, meskipun demikian, semangat
yang terkandung di dalamnya adalah semangat Nabi, yang merupakan
cerminan sunnah yang hidup, dan sunnah yang hidup adalah penafsiran dan
formulasi yang progresif terhadap Sunnah Nabi.
Wassalam.
17
DAFTAR PUSTAKA
Amal, Taufik Adnan, Islam dan Tantangan Modernitas, Studi Atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman, Bandung, Mizan, cet.3., 1992.
Anwar, Syamsul, Paradigma Pemikiran Hadis Modern, dalam Fazlur Rahman
dkk., Wacana Studi Hadis Kontemporer, Yogyakarta : Tiara Wacana, cet.1.,
2002.
Esposito, John L. (ed), Fazlur Rahman dalam The Oxford Encyclopedia of The
Modern Islamic World, vol. 3, New York : Oxford University Press, 1995.
Hasan, Ahmad, The Early Development of Islamic Jurisprudence, New Delhi :
Adam Publishers & Distributors, 1994.
Hidayatullah, Syarif, Intelektualisme dalam
Yogyakarta :Tiara Wacana, cet. 1., 2000.
Perspektif Neo-Modernisme,
18
Lampiran Bagan:
Konsep Sunnah
Verbal
(Hadis)
Non Verbal
(Sunnah)
SemiSemi
FormalFormal
19
Masa Tabiin
(sampai sekarang ?)