Anda di halaman 1dari 15

Proses pembentukan tulang pada manusia

Posted November 14, 2011 by mamriahdarwiss in Aktifitas dan Latihan. Leave a Comment

Source: klik di sini!


Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur embrio 6 7 minggu dan
berlangsung sampai dewasa sekitar umur 30-35 tahun. Berikut adalah gambaran
pembentukan tulang: Dari grafik, massa tulang mulai tumbuh sejak usia 0. Sampai usia
30-35 tahun (tergantung indvidu) pertembuhan tulang berhenti, dan tercapai puncak
massa tulang. Puncak massa tulang belum tentu bagus, tapi di umur itulah tercapai
puncak massa tulang manusia.
Bila dari awal proses pertumbuhan asupan kalsium selalu terjaga, maka tercapailah
puncak massa tulang yang maksimal. Tapi bila dari awal pertumbuhan tidak terjaga
asupan kalsium serta gizi yang seimbang, maka puncak massa tulang tidak masimal.
Pada usia 0-30/35 tahun, disebut modeling tulang karena pada massa ini tercipta atau
terbetuk model tulang seseorang. Sehingga lain orang, lain pula bentuk tulangnya. Pada
usia 30-3 tahun, pertumbuhan tulang sudah selesai, disebut remodeling dimana
modeling sudah selesai tinggal pergantian tulang yang sudah tua diganti dengan tulang
yang baru yang masih muda.
Secara alami, setelah pembetukan tulang selesai, maka akan terjadi penurunan massa
tulang. Hal ini bisa dicegah dengan menjaga asupan kaslium setelah tercapainya ouncak
massa tulang. Dengan supan kalsium 800-1200 mg per hari, puncak massa tulang ini
bisa dipertahankan. Tujuannya adalah untuk mencegah penurunan massa tulang,
dimana penurunan massa tulang ini akan mengakibatkan berkurangnya kepadatan
tulang, dan tulang akan mengalami osteoporosis. Osteoporosis lebih baik dicegah
dengan cara asupan kalsium yang cukup setelah usia 30 atau 35 tahun.
Dalam proses pembentukan tulang, tulang mengalami regenerasi, yaitu pergantian
tulang-tulang yang sduah tua diganti dengan tulang yang baru yang masih muda, proses
ini berjalan seimbang sehingga terbentuk puncak massa tulang. Setelah terbentuk
puncak massa tulang, tulang masih mengalami pergantian tulang yang sudah tua
dengan tulang yang masih muda, tapi proses ini tidak berjalan seimbang dimana tulang
yang diserap untuk diganti lebih banyak dari tulang yang akan menggantikan, maka
terjadi penurunan massa tulang, dan bila keadaan ini berjalan terus menerus, maka
akan terjadi osteoporosis.
Proses terbentuknya tulang terjadi dengan dua cara,
a)
Osifikasi intra membrane
Proses pembentukan tulang dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang,
contohnya pada proses pembentukan tulang pipih. Mesenkim merupakan bagian dari
lapisan mesoderm, yang kemudian berkembang menjadi jaringan ikat dan darah.
Tulang tengkorak berasal langsung dari sel-sel mesenkim melalui proses osifikasi
intrammebrane.
b) Osifikasi endokondral
Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel mesenkim berdiferensiasi lebih
dulu menjadi kartilago (jaringan rawan) lalu berubah menjadi jaringan tulang, misal
proses pembentukan tulang panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis. Proses osifikasi
ini bertanggungjawab pada pembentukan sebagian besar tulang manusia. Pada proses
ini sel-sel tulang (osteoblas) aktif membelah dan muncul di bagian tengah dari tulang

rawan yang disbeut center osifikasi. Osteoblas selanjutnya berubah menjadi osteosit,
sel-sel tulang dewasa ini tertanam dengan kuat pada mtariks tulang.
Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago)
pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah tulang rawan merangsang
sel-sel perichondrium osteoblas lapisan tulang kompakta perichondrium
periosteum.
Bersamaan dengan proses tersebut, pada bagian dalam tulang rawan di daerah
diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan membesar
kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya kapur
didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan
menyebbakan kematian pada sel-sel tulang rawan ini. Kemudian akan terjadi
degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler
(termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini,
sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang.
Pada tahap selanjutnya, pembuluh darah akan memasuki daerah ephiphise
sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan
demikian masih tersisa tulang rawan di kedua ujung ephiphise yang berperan penting
dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di atas epifise dan diafise yang disebut
dengan cakram epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus
membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise,
dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh
memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang di daerah rongga
sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada
yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru did
aerah permukaan.
Proses pembentukan tulang
Pembuluh darah menembus perichondrium
merangsang
Perichondrium berubah menjadi osteoblast
Osteoblas membentuk tulang kompakta (perichondrium berubah menjadi periosteum)
Terbentuk diafisis di bagian dalam tulang rawan
Tulang rawan pecah, kematian sel-sel tulang rawan
Degenerasi
Pembuluh darah masuk
Terbentuk rongga sumsum tulang
Terbentuk epifisis
About these ads

Proses Pembentukan Tulang


Osifikasi atau yang disebut dengan proses pembentukan tulang telah
bermula sejak umur embrio 6-7 minggu dan umumnya akan bertumbuh dan

berkembang terus sampai umur 30 sampai 35 tahun. Osifikasi dimulai dari sel-sel
mesenkim memasuki daerah osifikasi, bila daerah tersebut banyak mengandung
pembuluh darah akan membentuk osteoblas, bila tidak mengandung pembuluh darah
akan membentuk kondroblas.
Sampai usia 30 atau 35 tahun ( tergantung individual ) pertumbuhan tulang
berhenti, dan tercapai puncak massa tulang. Puncak massa tulang belum tentu bagus,
tapi diumur itulah tercapai puncak massa tulang manusia. Bila dari awal proses
pertumbuhan, asupan kalsium selalu terjaga, maka tercapailah puncak massa tulang
yang maksimal, tapi bila dari awal pertumbuhan tidak terjaga asupan kalsium serta
giji yang seimbang, maka puncak massa tulang tidak maksimal.
Pada usia 0 30/35 tahun, disebut Modeling tulangkarena pada masa ini
tercipta atau terbentuk MODEL tulang seseorang. Sehingga lain orang, lain pula
bentuk tulangnya. Pada usia 30 35 tahun, pertumbuhan tulang sudah selesai,
disebut Remodeling dimana modeling sudah selesai tinggal proses pergantian tulang
yang sudah tua diganti dengan tulang yang baru yang masih muda.
Secara alami setelah pembentukan tulang selesai, maka akan terjadi penurunan
massa tulang. Hal ini bisa dicegah dengancara :
Menjaga assupan kalsium 800 1200 mg perhari, maka puncak massa tulang ini
bisa dipertahankan. Di pasaran sudah beredar asupan kalsium dan vit.D3 yang
dilengkapi EPO dengan nama dagang EPOCALDI mengandung kalsium 400 mg, Vit D3
50 iu dan EPO 400 mg, dengan mengkonsumsi EPOCALDI 2 x sehari, bisa
mempertahankan puncak massa tulang.
Proses terbentuknya tulang terjadi dengan 2 cara yaitu melalui osifikasi intra
membran dan osifikasi endokondral :

1.

Osifikasi intra membran

Proses pembentukan tulang dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang,


contohnya pada proses pembentukan tulang pipih. Pada proses perkembangan hewan
vertebrata terdapat tiga lapisan lembaga yaitu ektoderm, medoderm, dan
endoderm. Mesenkim merupakan bagian dari lapisan mesoderm, yang kemudian
berkembang menjadi jaringan ikat dan darah. Tulang tengkorak berasal langsung
dari sel-sel mesenkim melalui proses osifikasi intramembran.

2.

Osifikasi endokondral

Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel mesenkim berdiferensiasi


lebih dulu menjadi kartilago (jaringan rawan) lalu berubah menjadi jaringan tulang,
misal proses pembentukan tulang panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis. Proses
osifikasi ini bertanggung jawab pada pembentukkan sebagian besar tulang manusia.
Pada proses ini sel-sel tulang (osteoblas) aktif membelah dan muncul dibagian
tengah dari tulang rawan yang disebut center osifikasi. Osteoblas selanjutnya
berubah menjadi osteosit, sel-sel tulang dewasa ini tertanam dengan kuat pada
matriks tulang.

Pembentukan tulang
Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan
(kartilago). Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah
batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi osteoblas.
Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta, perichondrium
berubah menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang
rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang
rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa)
akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi semua selsel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini.
Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan
dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya
pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang.
Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epiphise sehingga
terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian
masih tersisa tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam
pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang disebut
dengan cakram epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus
membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah
diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh
memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga
sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada
saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang
baru di daerah permukaan.

Massa tulang dipertahankan untuk mencegah penurunan massa tulang, dimana


penurunan massa tulang ini akan mengakibatkan berkurangnya kepadatan tulang, dan
tulang akan mengalami OSTEOPOROSIS.
Jadi, Selagi masih bisa, Jagalah massa tulang dari sekarang, jangan biarkan
menurun

massanya,

pertahankan

puncak

massanya,

agar

jangan

terjadi

OSTEOPOROSIS. Karena OSTEOPOROSIS lebih baik dicegah dengan cara asupan


kalsium yang cukup setelah usia 30 atau 35 tahun.

TES TIROID | Artikel Kedokteran

Ada 5 tipe disfungsi tiroid yang sering dipakai oleh klinisi :


1.

hipertiroid (tirotoksikosis) kelebihan h.tiroid

2.

hipotiorid (myxedema) kekurangan h.tiroid

3.

goiter pembesaran gld.tiroid yg difus

4.

nodul tiroid pembesaran fokal gld. Tiroid neoplasma jinak/ganas

5.

fgs abnormal tiroid clinically euthyroid patient.

Efek metabolik hormon tiroid :


1.

kalorigenik

2.

termoregulasi

3.

Mengatur metab. Protein, karbohidrat dan lipid

4.

mengatur metab. Vit A

5.

Berperan penting dalam pertumbuhan syaraf otak dan sintesis hormon


gonadotropin, hormon pertumbuhan dan reseptor adregenik.

Pengaturan faal tiroid

Untuk menjamin kebutuhan jaringan terhadap homon tiroid selalu stabil, maka
kelenjar tiroid mempunyai 2 mekanisme pengaturan atau regulasi faal tiroid yaitu
autoregulasi dan regulasi ekstra tiroid
Autoregulasi adalah kemampuan kelenjar tiroid meregulasi hormonnya dengan
bahan baku iodium dari makanan. Regulasi ekstra tiroid diatur oleh kelenjar
hipofisis yaitu Thyroid Stimulating Hormon (TSH) yang mengaktifkan semua
tahap sintesis hormon dalam kelenjar tiroid, mulai dari trapping sampai hidrolisis
dan pelepasan T3 dan T4 ke dalam sirkulasi .
Proses sintesis dan sekresi kelenjar tiroid diatur dan dikontrol secara langsung
oleh TSH yaitu melalui mekanisme umpan balik dan secara tidak langsung pada
tingkat hipotalamus yang dipengaruhi oleh Thyroid Releasing Hormon (TRH).
Hormon T3 dan T4 yang bebas dalam plasma bila meningkat akan memberi
efek umpan balik kepada hipofisis untuk mengurangi sekresi TSH, sedang T3
saja dapat pula memberi efek pada hipotalamus untuk mengurangi sekresi
TRH .
Kadar homon bebas yang tinggi akan menekan sekresi TSH oleh kelenjar
hopofisis, sehingga poduksi T3 dan T4 menurun. Sebaliknya apabila hormon
tiroid bebas dalam plasma menurun, maka akan memberi rangsangan ke
hipofisis untuk mengeluarkan TSH lebih besar sehingga akan meningkatkan
produksi T3 dan T4 .
Bila hormon tiroid tidak cukup menyediakan tiroksin, maka TSH memacunya
dengan berlebihan sebagai umpan balik. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
pembesaran kelenjar tiroid akibat hiperplasia sehingga timbul nodul tiroid .
TES TIROID
Tes tiroid terdiri atas :
A. Tes untuk mengukur aktivitas/fungsi tiroid terdiri dari :

Tiroksin serum (T4)

Tri-iodotironin serum (T3)

Kadar T4 bebas (FT4)

Kadar T3 bebas (FT3)

Indeks T4 bebas (FT4I)

Tes TSH

Tes TRH.
B. Tes untuk menunjukkan penyebab gangguan fungsi tiroid :
Tes Antibodi antitiroid

Antibodi Tiroglobulin (anti Tg)

Antibodi tiroid peroksidase (anti TPO) /Antibodi mikrosomal

Thyroid Stimulating Antibodies (TSAb)


C. Tes untuk monitoring terapi :

Tiroksin serum (T4)

Tri-iodotironin serum (T3)

Tes FT4

Tes FT3

Tes TSH
TES FUNGSI TIROID
Tes fungsi tiroid bertujuan untuk membantu menentukan status tiroid. Tes T4
digunakan untuk menentukan suatu hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
menentukan maintenance dose tiroid pada hipotiroidisme dan memonitor hasil
pengobatan antitiroid pada hipertiroidisme. Tes T3 digunakan untuk
mendiagnosis hipertiroidisme dengan kadar T4 normal .
TSHs (Thyroid Stimulating Hormon sensitive) adalah tes TSH generasi ke tiga
yang dapat mendeteksi TSH pada kadar yang sangat rendah sehingga dapat
digunakan sebagai pemeriksaan tunggal dalam menentukan status tiroid dan
dilanjutkan dengan tes FT4 hanya bila dijumpai TSHs yang abnormal. FT4 lebih
sensitif daripada FT3 dan lebih banyak digunakan untuk konfirmasi
hipotiroidisme setelah dilakukan tes TSHs .

Tes Thyroid Releasing Hormone (TRH) digunakan untuk mengukur respons


hipofisis terhadap rangsangan TRH, yaitu dengan menentukan kadar TSH serum
sebelum dan sesudah pemberian TRH eksogen. Pada hipertiroidisme klinis atau
subklinis tidak tampak peningkatan TSH setelah pemberian TRH. Sebaliknya
bila pasien eutiroid atau sumbu hipotalamus-hipofisis masih intak, maka hipofisis
akan memberikan respons yang adekuat terhadap rangsangan TRH. Tes TRH
yang normal menyingkirkan diagnosis hipertiroidisme .
Tes TRH hanya dilakukan pada pasien yang dicurigai hipertiroidisme sedangkan
kadar FT4 dan FT3 masih normal atau untuk mengevaluasi kadar TSH yang
rendah atau tidak terdeteksi dengan atau tanpa hiper/hipotiroidisme yang
penyebabnya tidak diketahui .
TES UNTUK MENUNJUKKAN GANGGUAN FUNGSI TIROID
Antibodi Tiroglobulin (Tg) merupakan salah satu protein utama tiroid yang
berperan dalam sintesis dan penyimpanan hormon tiroid. Tujuan tes : terutama
diperlukan sebagai petanda tumor dalam pengelolaan karsinoma tiroid
berdiferensiasi baik (well differentiated thyroid carcinoma). Kadar Tg akan
meningkat pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik dan akan kembali menjadi
normal setelah tiroidektomi total, kecuali bila ada metastasis. Kadar Tg rendah
menunjukkan tidak ada jaringan karsinoma atau metastasis lagi. Kadarnya akan
meningkat kembali jika terjadi metastasis setelah terapi .
Pada penyakit Graves ditemukan antibodi yang mmpengaruhi resepor TSH dari
sel tiroid dan merangsang produksi hormon tiroid. Antibodi ini disebut thyroid
stimulating immunoglobulins (TSI). Selain TSI, ada immunoglobulin yang
merangsang pertumbuhan kelenjar tiroid tanpa mempengaruhi produksi hormon.
Antibodi ini disebut thyroid growth immunoglobulins(TGI) .
TES UNTUK MONITORING TERAPI
Untuk memonitoring terapi tiroid maka diperlukan tes T4 Total, T3 , FT4, FT3
dan TSH seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tujuan tes monitoring terapi
untuk melihat perkembangan terapi berdasarkan status tiroid.
NILAI RUJUKAN DAN INTERPRETASI

1. TES T4

Nilai Rujukan :
-

Dewasa : 50-113 ng/L (4,5mg/dl)

Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral : meningkat

Diatas

Anak-anak

Usila

: diatas 16,5 mg/dl


: diatas 15,0 mg/dl
: menurun sesuai penurunan kadar protein plasma

Interpretasi :
- Meningkat : hipertiroidisme, tiroiditis akut, kahamilan, penyakit hati kronik,
penyakit ginjal, diabetes mellitus, neonatus,obat-obatan: heroin,
methadone, estrogen.
- Menurun : hipotiroidisme, hipoproteinemia, obat2an seperti androgen,
kortikosteroid, antikonvulsan, antitiroid (propiltiouracil) dll.
2. TES T3

Nilai Rujukan:
Dewasa

: 0,8 2,0 ng/ml (60-118 ng/dl)

Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral : meningkat


Infant dan anak-anak kadarnya lebih tinggi.

Interpretasi
- Meningkat : hipertiroidisme, T3 tirotoksikosis, tiroiditis akut, peningkatan TBG,
obat-obatan:T3 dengan dosis 25 mg/hr atau lebih dan obat T4 300 mg/hr atau
lebih, dextrothyroxine, kontrasepsi oral

- Menurun : hipotiroidisme (walaupun dalam beberapa kasus kadar T3 normal),


starvasi, penurunan TBG, obat-obatan: heparin, iodida, phenylbutazone,
propylthiuracil, Lithium, propanolol, reserpin, steroid.
3. TES FT4 (FREE THYROXIN)

Nilai Rujukan: 10 27 pmol/L


Interpretasi

- Meningkat : pada penyakit Graves dan tirotoksikosis yang disebabkan


kelebihan produksi T4.
- Menurun : hipertiroidisme primer, hipotiroidisme sekunder, tirotoksikosis karena
kelebihan produksi T3.
1.

4. TES FT3 (FREE TRI IODOTIRONIN)

Nilai Rujukan : 4,4 9,3 pmol/L

Interpretasi :

- Meningkat : pada penyakit Graves dan tirotoksikosis yang disebabkan


kelebihan produksi T3.
- Menurun : hipertiroidisme primer, hipotiroidisme sekunder, tirotoksikosis karena
kelebihan produksi T3.
5. Tes TSH (THYROID STIMULATING HORMONE)

Nilai rujukan : 0,4 5,5 mIU/l

Interpretasi :
- Meningkat : hipotiroidisme pimer, tiroiditis (penyakit autoimun Hashimoto),
terapi antitiroid pada hipertiroidisme, hipertiroidisme sekunder karena
hiperaktifitas kelenjar hipofisis, stress emosional berkepanjangan, obat-obatan
misalnyalitium karbonat dan iodium potassium.
- Menurun : hipertiroidisme primer, hipofungsi kelenjar hipofisis anterior, obatobatan misalnya aspirin, kortikosteroid, heparin dan dopamin.
6. TES TSHs (TSH 3rd Generation)

Nilai rujukan : 0,4 5,5 mIU/l


Batas pengukuran : 0,002 20 mIU/L

Interpretasi
- Meningkat : hipotiroidisme pimer, tiroiditis (penyakit autoimun Hashimoto),
terapi antitiroid pada hipertiroidisme, hipertiroidisme sekunder karena
hiperaktifitas kelenjar hipofisis, stress emosional berkepanjangan, obat-obatan
misalnya litium karbonat dan iodium potassium.
- Menurun : hipotiroidisme sekunder, hipertiroidisme primer, hipofungsi kelenjar
hipofisis anterior, obat-obatan misalnya aspirin, kortikosteroid, heparin dan
dopamin.
7. Antibodi Tiroglobulin

Nilai rujukan : 3-42 ng/ml

Interpretasi :
- Meningkat : hipertiroidisme, subakut tiroiditis, kanker tiroid yang tidak diterapi,
penyakit Graves, tumor benigna, kista tiroid.
- Menurun : hipotiroidisme neonatal.
8. Antibodi Mikrosomal

Nilai rujukan : hasil tes negatif

Interpretasi :
Adanya antibodi mikrosomal menunjukkan penyakit tiroid autoimun, juga dapat
ditemukan pada kanker tiroid. Pada penderita dengan pengobatan tiroksin, bila
ditemukan antibodi tiroid memberi petunjuk kegagalan fungsi tiroid.
9. TS Ab

Nilai rujukan: hasil tes negatif

Interpretasi :

TSAb ditemukan pada 70-80% penderita Graves yang tidak mendapat


pengobatan, 15% pada penyakit Hashimoto, 60% pada penderita Graves
oftalmik dan pada beberapa penderita kanker tiroid.

Artikel Kedokteran Menarik Lainnya TES TIROID


A.

Hipotiroidisme

I. Pengganti Hormon Tiroid


Dalam pengobatan hipotiroidisme, senyawa tiroksin dan triiodotironin yang dipakai
adalah isomer L(Levo). Isomer ini digunakan karena memiliki aktifitas yang jauh lebih
tinggi daripada isomer dextro.1
Tiroksin diabsorbsi paling baik di duodenum dan ileum. Akan tetapi tingkat
absorpsinya dipengaruhi oleh keasaman lambung, flora saluran cerna, makanan, dan
obat lainnya. Absorpsi melalui jalur oral T3 sekitar 95%, sedangkan Levotiroksin 80% 1.
Absorpsi Levotiroksin dihambat oleh sukralfat, resin kolestiramin, Fe, kalsium, dan
Al(OH)3.2 Absorpsi T3 dan T4 sangat menurun di ileus pada pasien yang mengalami
myxedema, oleh karena itu jalur parenteral digunakan. Jalur parenteral yang
digunakan adalah intravena.1
Waktu paruh T3 dan T4 menurun pada pasien hipotiroidisme bila dibandingkan pada
orang normal. Eksresi bilier dapat meningkat oleh obat yang menginduksi enzim
sitokrom, misalnya rifampin, phenobarbital, carbamazepine, phenytoin, imatinib,
protease inhibitors, sehingga meningkatkan eksresi melalui empedu 1,2.
Mekanisme kerja pengganti hormone tiroid sama dengan hormone tiroid yang
disintesis secara alamiah dari kelenjar tiroid. Jaringan memiliki jumlah reseptor tiroid
yang tidak sama, oleh karena itu jaringan tubuh dapat dibagi menjadi yang
sensitif(hipofisis, hati, jantung, otot rangka, usus, dan ginjal) dan yang tidak
sensitif(limpa, testis) terhadap tiroid.1
Preparat pilihan untuk pengganti hormone tiroid adalah levotiroksin. Levotiroksin
memiliki waktu paruh yang panjang(7 hari), lebih stabil, tidak menimbulkan alergi,
murah, dan konsentrasinya dalam plasma mudah diukur. 1 Pemakaian Levotiroksin
sekali sehari 100 mikrogram. Alasan lain pemakaian Levotiroksin sebagai obat pilihan
adalah kelebihan T4 dapat diubah menjadi T3.

Liotironin(T3) memiliki efek yang lebih poten daripada levotiroksin. Namun liotironin
jarang dipakai karena waktu paruhnya yang singkat(24 jam), lebih mahal, dan sulit
untuk memonitor kadarnya dalam plasma.1
II.Pengobatan komplikasi dan gejala serta hipotiroidisme kasus khusus
Pada pasien yang mengalami miksedema dan penyakit jantung koroner, pemberian
hormone tiroid dapat berbahaya karena meningkatkan aktifitas jantung . Pada kasus
ini harus menyembuhkan penyakit jantung koroner lebih dahulu baru mengobati
miksedema.
Kasus gawat darurat hipotirodisme adalah koma miksedema. 1 Faktor predisposisinya
adalah infeksi paru, penyakit serebrovaskular, dan gagal jantung kongestif. 2 Pada
kasus ini diberikan levotiroksin melalui intravena sebanyak 300-400 mikrogram, yang
dilanjutkan dengan dosis 50-100 mikrogram per hari.1
Pada pasien yang hamil, dosis levotiroksin harus dinaikkan karena kadar ThyroidBinding Globulin(TBG) yang meningkat. Peningkatan kadar TBG menurunkan jumlah
obat bebas dalam plasma dan sebagian obat pindah ke janin, sehingga menurunkan
efek kerjanya.2
Hipotiroidisme subklinis, yaitu peningkatan TSH dengan nilai T4 dan T3 yang normal.
Pengobatan diperlukan apabila nilai TSH melebihi 10mIU/L. 1
B.

Hipertiroidisme

I. Farmakologi umum hipertiroidisme


Hipertiroidisme diobati dengan empat golongan obat, yaitu:
-

antitiroid, obat yang menghambat sintesis hormone secara langsung

penghambat transport iodide

iodium berkonsentrasi tinggi

iodium radioaktif

1. Antitiroid(Tioamida)
Tioamid memiliki beberapa efek menghambat sintesis tiroid. Cara kerja pertama yaitu
menghambat enzim tiroid peroxidase, yang berfungsi mengubah iodide menjadi

iodine.Cara kerja lainnya adalah menghalangi iodotirosin untuk berpasangan. 1 Contoh


tioamida adalah propiltiourasil(PTU), metimazol, dan carbimazole(gambar 1). PTU
dapat menghambat deiodinasi pada jaringan perifer.2
PTU sangat cepat diserap dan mencapai konsentrasi puncaknya. PTU diabsorbsi
melalui saluran pencernaan sebanyak dan memiliki bioavailbilitas sekitar 50-80%. PTU
didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh dan dieksresi melalui air susu ibu dan urin,
melalui bentuk glukoronida.1,2 PTU memiliki waktu paruh 1,5 jam dan diberikan
setiap 6-8 jam sebanyak 100 mikrogram. Pemberian dosis tersebut dapat menghambat
organifikasi iodine sebanyak 60% selama 7 jam.2Metimazol diabsorpsi secara lengkap
dan memiliki volume distribusi yang luas. Methimazol dieksresikan lebih lambat, yaitu
65-70% selama 48 jam.2
Efek samping dari tioamid salah satunya adalah agranulosis, yang dapat timbul karena
PTU dan methimazol. Efek samping yang sering muncul adalah purpura dan popular
rash, yang dapat hilang sendiri. Efek samping lainnya adalah nyeri dan kaku sendi. 2
Thioamid dapat menembus plasenta, oleh karena itu fetus menerima thioamid yang
dikonsumsi ibunya. Thioamid dapat menyebabkan hipotiroidisme pada janin. Namun
PTU memiliki ikatan dengan protein yang lebih kuat, sehingga lebih sedikit yang
beredar bebas dalam darah. Oleh karena itu PTU masih dapat digunakan ibu hamil. 2
2. Inhibitor Anion
Inhibitor anion adalah golongan obat yang menghambat pompa iodide sel folikuler.
Penghambatan ini menurunkan sintesis hormone tiroid. Contoh obat golongan ini
adalah tiosianat, perklorat, dan fluoborat. Obat ini dapat menimbulkan goiter. Efek
samping dari Natrium dan kalium perklorat adalah anemia anaplastik, demam,
kelainan kulit, iritasi usus, dan agranulositosis.2
3. Iodida
Iodida merupakan obat tertua untuk terapi hipertiroidisme. Iodida menghambat
organifikasi dan pelepasan hormone(Wolf-Chaikoff effect) serta menghambat
vaskularisasi kelenjar tiroid.1Sediaan yang digunakan adalah natrium iodide dan
kalium iodide, dengan dosis tiga kali 0,3 mL. Iodida sebaiknya tidak digunakan sendiri.
Iodida akan menumpuk dalam folikel, dan setelah 2-8 minggu efek hambatannya
menghilang. Hal ini menimbulkan tirotoksikosis. Iodida sebaiknya tidak diberikan pada
ibu hamil.2
4. Iodida radioaktif

Iodida radioaktif yang sering digunakan adalah 131I, yang memiliki waktu paruh 8
hari. 131I memancarkan sinar dan . Iodium radioaktif terkumpul dalam folikel.
Pancaran sinarnya menghancurkan parenkim tiroid. 1 Dosis terapinya adalah 0,03
mikrogram. Distribusi iodide radioaktif sama dengan iodine biasa. Eksresi iodide
radioaktif dipengaruhi oleh aktifitas tiroid, pada normotiroid 65%, hipotiroid 85-90%,
dan pada hipertiroid 5% dieksresikan dalam 24 jam.2 Iodium radioaktif
dikontraindikasikan bagi wanita hamil dan anak-anak.1,2
Indikasi pemakaian Iodida radioaktif adalah2:
-

hipertiroidisme usia lanjut

grave disease

goiter nodular toksik

goiter nodular non-toksik yang disertai gejala kompresi

karsinoma tiroid

alat diagnostic fungsi tiroid

II. Tatalaksana komplikasi dan gejala hipertiroidisme


1. Optalmopati
Pada grave disease dapat terjadi optalmopati. Tatalaksana yang dianjurkan adalah
pembedahan atau 131I ditambah dengan predinison oral. Pada minggu pertama
berikan predinison 60-100 mg oral perhari, setelah dapat dilanjutkan setiap hari.
Apabila predinison gagal, maka dapat menggunakan sinar X. 1
2. Thyroid storm
Thyroid storm adalah tirotoksikosis yang muncul tiba-tiba dengan efek yang sangat
hebat. Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan. Propanolol 40-60 mg oral setiap
enam jam dapat mengurangi efek tirotoksikosis ke jantung. Kalium iodide sebanyak 10
tetes sehari dapat menghambat pelepasan hormone tiroid, sedangkan pamberian PTU
250 mg setiap 6 jam dapat menghambat sintesis hormon. 1

Anda mungkin juga menyukai