Proses Pembentukan Tulang Pada
Proses Pembentukan Tulang Pada
Posted November 14, 2011 by mamriahdarwiss in Aktifitas dan Latihan. Leave a Comment
rawan yang disbeut center osifikasi. Osteoblas selanjutnya berubah menjadi osteosit,
sel-sel tulang dewasa ini tertanam dengan kuat pada mtariks tulang.
Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago)
pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah tulang rawan merangsang
sel-sel perichondrium osteoblas lapisan tulang kompakta perichondrium
periosteum.
Bersamaan dengan proses tersebut, pada bagian dalam tulang rawan di daerah
diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan membesar
kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya kapur
didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan
menyebbakan kematian pada sel-sel tulang rawan ini. Kemudian akan terjadi
degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler
(termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini,
sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang.
Pada tahap selanjutnya, pembuluh darah akan memasuki daerah ephiphise
sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan
demikian masih tersisa tulang rawan di kedua ujung ephiphise yang berperan penting
dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di atas epifise dan diafise yang disebut
dengan cakram epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus
membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise,
dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh
memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang di daerah rongga
sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada
yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru did
aerah permukaan.
Proses pembentukan tulang
Pembuluh darah menembus perichondrium
merangsang
Perichondrium berubah menjadi osteoblast
Osteoblas membentuk tulang kompakta (perichondrium berubah menjadi periosteum)
Terbentuk diafisis di bagian dalam tulang rawan
Tulang rawan pecah, kematian sel-sel tulang rawan
Degenerasi
Pembuluh darah masuk
Terbentuk rongga sumsum tulang
Terbentuk epifisis
About these ads
berkembang terus sampai umur 30 sampai 35 tahun. Osifikasi dimulai dari sel-sel
mesenkim memasuki daerah osifikasi, bila daerah tersebut banyak mengandung
pembuluh darah akan membentuk osteoblas, bila tidak mengandung pembuluh darah
akan membentuk kondroblas.
Sampai usia 30 atau 35 tahun ( tergantung individual ) pertumbuhan tulang
berhenti, dan tercapai puncak massa tulang. Puncak massa tulang belum tentu bagus,
tapi diumur itulah tercapai puncak massa tulang manusia. Bila dari awal proses
pertumbuhan, asupan kalsium selalu terjaga, maka tercapailah puncak massa tulang
yang maksimal, tapi bila dari awal pertumbuhan tidak terjaga asupan kalsium serta
giji yang seimbang, maka puncak massa tulang tidak maksimal.
Pada usia 0 30/35 tahun, disebut Modeling tulangkarena pada masa ini
tercipta atau terbentuk MODEL tulang seseorang. Sehingga lain orang, lain pula
bentuk tulangnya. Pada usia 30 35 tahun, pertumbuhan tulang sudah selesai,
disebut Remodeling dimana modeling sudah selesai tinggal proses pergantian tulang
yang sudah tua diganti dengan tulang yang baru yang masih muda.
Secara alami setelah pembentukan tulang selesai, maka akan terjadi penurunan
massa tulang. Hal ini bisa dicegah dengancara :
Menjaga assupan kalsium 800 1200 mg perhari, maka puncak massa tulang ini
bisa dipertahankan. Di pasaran sudah beredar asupan kalsium dan vit.D3 yang
dilengkapi EPO dengan nama dagang EPOCALDI mengandung kalsium 400 mg, Vit D3
50 iu dan EPO 400 mg, dengan mengkonsumsi EPOCALDI 2 x sehari, bisa
mempertahankan puncak massa tulang.
Proses terbentuknya tulang terjadi dengan 2 cara yaitu melalui osifikasi intra
membran dan osifikasi endokondral :
1.
2.
Osifikasi endokondral
Pembentukan tulang
Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan
(kartilago). Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah
batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi osteoblas.
Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta, perichondrium
berubah menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang
rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang
rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa)
akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi semua selsel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini.
Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan
dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya
pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang.
Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epiphise sehingga
terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian
masih tersisa tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam
pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang disebut
dengan cakram epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus
membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah
diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh
memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga
sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada
saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang
baru di daerah permukaan.
massanya,
pertahankan
puncak
massanya,
agar
jangan
terjadi
2.
3.
4.
5.
kalorigenik
2.
termoregulasi
3.
4.
5.
Untuk menjamin kebutuhan jaringan terhadap homon tiroid selalu stabil, maka
kelenjar tiroid mempunyai 2 mekanisme pengaturan atau regulasi faal tiroid yaitu
autoregulasi dan regulasi ekstra tiroid
Autoregulasi adalah kemampuan kelenjar tiroid meregulasi hormonnya dengan
bahan baku iodium dari makanan. Regulasi ekstra tiroid diatur oleh kelenjar
hipofisis yaitu Thyroid Stimulating Hormon (TSH) yang mengaktifkan semua
tahap sintesis hormon dalam kelenjar tiroid, mulai dari trapping sampai hidrolisis
dan pelepasan T3 dan T4 ke dalam sirkulasi .
Proses sintesis dan sekresi kelenjar tiroid diatur dan dikontrol secara langsung
oleh TSH yaitu melalui mekanisme umpan balik dan secara tidak langsung pada
tingkat hipotalamus yang dipengaruhi oleh Thyroid Releasing Hormon (TRH).
Hormon T3 dan T4 yang bebas dalam plasma bila meningkat akan memberi
efek umpan balik kepada hipofisis untuk mengurangi sekresi TSH, sedang T3
saja dapat pula memberi efek pada hipotalamus untuk mengurangi sekresi
TRH .
Kadar homon bebas yang tinggi akan menekan sekresi TSH oleh kelenjar
hopofisis, sehingga poduksi T3 dan T4 menurun. Sebaliknya apabila hormon
tiroid bebas dalam plasma menurun, maka akan memberi rangsangan ke
hipofisis untuk mengeluarkan TSH lebih besar sehingga akan meningkatkan
produksi T3 dan T4 .
Bila hormon tiroid tidak cukup menyediakan tiroksin, maka TSH memacunya
dengan berlebihan sebagai umpan balik. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
pembesaran kelenjar tiroid akibat hiperplasia sehingga timbul nodul tiroid .
TES TIROID
Tes tiroid terdiri atas :
A. Tes untuk mengukur aktivitas/fungsi tiroid terdiri dari :
Tes TSH
Tes TRH.
B. Tes untuk menunjukkan penyebab gangguan fungsi tiroid :
Tes Antibodi antitiroid
Tes FT4
Tes FT3
Tes TSH
TES FUNGSI TIROID
Tes fungsi tiroid bertujuan untuk membantu menentukan status tiroid. Tes T4
digunakan untuk menentukan suatu hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
menentukan maintenance dose tiroid pada hipotiroidisme dan memonitor hasil
pengobatan antitiroid pada hipertiroidisme. Tes T3 digunakan untuk
mendiagnosis hipertiroidisme dengan kadar T4 normal .
TSHs (Thyroid Stimulating Hormon sensitive) adalah tes TSH generasi ke tiga
yang dapat mendeteksi TSH pada kadar yang sangat rendah sehingga dapat
digunakan sebagai pemeriksaan tunggal dalam menentukan status tiroid dan
dilanjutkan dengan tes FT4 hanya bila dijumpai TSHs yang abnormal. FT4 lebih
sensitif daripada FT3 dan lebih banyak digunakan untuk konfirmasi
hipotiroidisme setelah dilakukan tes TSHs .
1. TES T4
Nilai Rujukan :
-
Diatas
Anak-anak
Usila
Interpretasi :
- Meningkat : hipertiroidisme, tiroiditis akut, kahamilan, penyakit hati kronik,
penyakit ginjal, diabetes mellitus, neonatus,obat-obatan: heroin,
methadone, estrogen.
- Menurun : hipotiroidisme, hipoproteinemia, obat2an seperti androgen,
kortikosteroid, antikonvulsan, antitiroid (propiltiouracil) dll.
2. TES T3
Nilai Rujukan:
Dewasa
Interpretasi
- Meningkat : hipertiroidisme, T3 tirotoksikosis, tiroiditis akut, peningkatan TBG,
obat-obatan:T3 dengan dosis 25 mg/hr atau lebih dan obat T4 300 mg/hr atau
lebih, dextrothyroxine, kontrasepsi oral
Interpretasi :
Interpretasi :
- Meningkat : hipotiroidisme pimer, tiroiditis (penyakit autoimun Hashimoto),
terapi antitiroid pada hipertiroidisme, hipertiroidisme sekunder karena
hiperaktifitas kelenjar hipofisis, stress emosional berkepanjangan, obat-obatan
misalnyalitium karbonat dan iodium potassium.
- Menurun : hipertiroidisme primer, hipofungsi kelenjar hipofisis anterior, obatobatan misalnya aspirin, kortikosteroid, heparin dan dopamin.
6. TES TSHs (TSH 3rd Generation)
Interpretasi
- Meningkat : hipotiroidisme pimer, tiroiditis (penyakit autoimun Hashimoto),
terapi antitiroid pada hipertiroidisme, hipertiroidisme sekunder karena
hiperaktifitas kelenjar hipofisis, stress emosional berkepanjangan, obat-obatan
misalnya litium karbonat dan iodium potassium.
- Menurun : hipotiroidisme sekunder, hipertiroidisme primer, hipofungsi kelenjar
hipofisis anterior, obat-obatan misalnya aspirin, kortikosteroid, heparin dan
dopamin.
7. Antibodi Tiroglobulin
Interpretasi :
- Meningkat : hipertiroidisme, subakut tiroiditis, kanker tiroid yang tidak diterapi,
penyakit Graves, tumor benigna, kista tiroid.
- Menurun : hipotiroidisme neonatal.
8. Antibodi Mikrosomal
Interpretasi :
Adanya antibodi mikrosomal menunjukkan penyakit tiroid autoimun, juga dapat
ditemukan pada kanker tiroid. Pada penderita dengan pengobatan tiroksin, bila
ditemukan antibodi tiroid memberi petunjuk kegagalan fungsi tiroid.
9. TS Ab
Interpretasi :
Hipotiroidisme
Liotironin(T3) memiliki efek yang lebih poten daripada levotiroksin. Namun liotironin
jarang dipakai karena waktu paruhnya yang singkat(24 jam), lebih mahal, dan sulit
untuk memonitor kadarnya dalam plasma.1
II.Pengobatan komplikasi dan gejala serta hipotiroidisme kasus khusus
Pada pasien yang mengalami miksedema dan penyakit jantung koroner, pemberian
hormone tiroid dapat berbahaya karena meningkatkan aktifitas jantung . Pada kasus
ini harus menyembuhkan penyakit jantung koroner lebih dahulu baru mengobati
miksedema.
Kasus gawat darurat hipotirodisme adalah koma miksedema. 1 Faktor predisposisinya
adalah infeksi paru, penyakit serebrovaskular, dan gagal jantung kongestif. 2 Pada
kasus ini diberikan levotiroksin melalui intravena sebanyak 300-400 mikrogram, yang
dilanjutkan dengan dosis 50-100 mikrogram per hari.1
Pada pasien yang hamil, dosis levotiroksin harus dinaikkan karena kadar ThyroidBinding Globulin(TBG) yang meningkat. Peningkatan kadar TBG menurunkan jumlah
obat bebas dalam plasma dan sebagian obat pindah ke janin, sehingga menurunkan
efek kerjanya.2
Hipotiroidisme subklinis, yaitu peningkatan TSH dengan nilai T4 dan T3 yang normal.
Pengobatan diperlukan apabila nilai TSH melebihi 10mIU/L. 1
B.
Hipertiroidisme
iodium radioaktif
1. Antitiroid(Tioamida)
Tioamid memiliki beberapa efek menghambat sintesis tiroid. Cara kerja pertama yaitu
menghambat enzim tiroid peroxidase, yang berfungsi mengubah iodide menjadi
Iodida radioaktif yang sering digunakan adalah 131I, yang memiliki waktu paruh 8
hari. 131I memancarkan sinar dan . Iodium radioaktif terkumpul dalam folikel.
Pancaran sinarnya menghancurkan parenkim tiroid. 1 Dosis terapinya adalah 0,03
mikrogram. Distribusi iodide radioaktif sama dengan iodine biasa. Eksresi iodide
radioaktif dipengaruhi oleh aktifitas tiroid, pada normotiroid 65%, hipotiroid 85-90%,
dan pada hipertiroid 5% dieksresikan dalam 24 jam.2 Iodium radioaktif
dikontraindikasikan bagi wanita hamil dan anak-anak.1,2
Indikasi pemakaian Iodida radioaktif adalah2:
-
grave disease
karsinoma tiroid