PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan nonimunologik
pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen.
Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan
faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit ini.1
Pada tahun 1898, dermatitis kontak pertama kali dipahami memiliki lebih dari
satu mekanisme, dan saat ini secara general dibagi menjadi dermatitis kontak iritan
dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan berbeda dengan dermatitis
kontak alergi, dimana dermatitis kontak iritan merupakan suatu respon biologis pada
kulit berdasarkan variasi dari stimulasi eksternal atau bahan pajanan yang
menginduksi terjadinya inflamasi pada kulit tanpa memproduksi antibodi spesifik.2
Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis disebabkan
karena penyebabnya yang bermacam-macam dan interval waktu antara kontak
dengan bahan iritan serta munculnya ruam tidak dapat diperkirakannya. Dermatitis
muncul segera setelah pajanan dan tingkat keparahannya ditentukan berdasarkan
kuantitas, konsentrasi, dan lamanya terpajan oleh bahan iritan tersebut.3
Penanganan dermatitis kontak tidak selamanya mudah karena banyak dan
seringnya faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap kasus dermatitis. 4
Pencegahan bahan-bahan iritasi kulit adalah strategi terapi yang utama pada
dermatitis kontak iritan.5
B. Tujuan Penulisan
1
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai tugas laporan kasus pada
kepaniteraan klinik departemen kulit dan kelamin RSUD Kota Banjar, sekaligus
sebagai pertemuan ilmiah dan diskusi tentang penyakit Dermatitis Kontak
Iritan.
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diambil ialah penulis dan pembaca dapat
mengetahui tentang penyakit Dermatitis Kontak Iritan sehingga dapat
mengobati penyakit ini dengan benar.
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Berikut adalah identitas dari pasien yang berobat di Poli Kulit RSUD kota
Banjar :
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Berobat
: Ny. A
: 24 tahun
: Perempuan
: Islam
: Ibu Rumah Tangga
: Ranca Bulus
: 1 September 2014
B. ANAMNESIS (Autoanamnesa) :
Keluhan Utama :
Kulit kering dan besisik kasar yang disertai dengan kulit mudah
retak diseluruh kedua telapak tangan sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit..
mengenai sela-sela jari dan punggung tangan kanan dan kiri, terkadang
diujung jari kulitnya mudah pecah dan terbelah sehingga terasa perih,
terkadang juga ada sedikit bercak kemerahan di telapak tangan. Pasien
tidak mengeluh adanya rasa gatal dikedua telapak tangan, dan pasien
menyangkal pernah muncul adanya gelembung berisi cairan ataupun
bercak merah disertai kulit yang mengelupas dan menyebar hingga kedua
tangan. Keluhan timbulnya lesi yang sama tidak di dapatkan ditempat lain
seperti pada lipatan siku, lutut dan telapak kaki pasien.
Pasien bekerja dirumah mencuci pakaian menggunakan tangan,
pasien mencuci pakain hanya 1 kali dalam sehari mencuci dengan cara di
kucek. Pasien mengaku awalnya menggunakan sabun deterjen serbuk dan
sekarang menggantinya dengan deterjen cair , karena deterjen serbuk
dirasakan lebih panas di kedua tangan setelah mencuci pakaian.
Pasien mengaku sering bekerja terpapar dengan air , dalam sehari
bisa lebih dari 10 kali, selain mencuci baju pasien juga mencuci piring
sebanyak 1 kali sehari menggunakan sabun cuci piring cair.
Pasien tidak memiliki orang tua dan keluarga yang sakit sama seperti
pasien yaitu dengan penyakit kulit dan tidak ada riwayat alergi terhadap
bahan karet, bahan wool, ataupun logam. saat merasa stress pasien tidak
pernah merasakan gatal ataupun telapak tangan menjadi kering, awalnya
kedua telapak tangan terasa kering saat mulai mencuci baju dengan
deterjen saat duduk di bangku SMA.
Pada saat mencuci baju atau mencuci piring pasien tidak pernah
menggunakan sarung tangan untuk melindungi tangannya saat mencuci,
pasien juga tidak pernah menggunakan pelembap atau lotion pada kedua
telapak tangannya, pasien sudah pernah mencoba mengobati dirinya ke
dokter di puskesmas namun keluhan yang sama terjadi kembali.
Pasien saat mandi biasa menggunakan sabun antiseptik batangan,
pasien mengaku tidak pernah menggaruk atau mengelupas kulit yang
kering di kedua telapak tangannya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
: Composmentis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Vital Sign
o Nadi : 84 x/menit
o RR
: 18 x/menit
o Suhu : 36C
Status Generalisata:
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Thorax
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
D. STATUS DERMATOLOGIKUS
1. Tabel status dermatologis pasien
Distribusi
Regional
A/R
Lesi
Efloresensi
Multiple, Simetris bilateral, batas lesi tidak tegas dan tepi lesi tidak
beraturan, kering.
Makula Eritem, Skuama kasar berwarna putih, Hiperkeratosis dan
Fisura.
E. RESUME
Seorang perempuan berusia 24 tahun beprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga,
datang berobat ke Poli Kulit RSUD kota Banjar, dengan keluhan Kulit kering dan
bersisik kasar yang disertai dengan kulit mudah retak diseluruh kedua telapak
tangan kanan dan kiri sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, mengenai juga
pada sela-sela jari dan punggung tangan kanan dan kiri, terkadang diujung jari
kulitnya mudah pecah dan terbelah sehingga terasa perih. Pasien mencuci baju
dengan tangan menggunakan deterjen cair sebanyak 1 x sehari , dan juga mencuci
piring dengan tangan menggunakan sabun cuci piring cair sebanyak 1 x sehari.
Pasien saat mencuci tidak menggunakan alat pelindung diri, tidak ada riwayat
dalam keluarga, pasien mulai mencuci saat duduk di bangku SMA dan mulai
merasakan keluhan kulit menjadi kering. Pasien mengaku pernah berobat dan
tidak ada perbaikan.
Pemeriksaan Fisik : Dalam batas normal.
Stasus Dermatologikus :
Lesi : Multiple, Simetris bilateral, batas lesi tidak tegas dan tepi lesi tidak
beraturan, kering.
Efloresensi : Makula
Eritem,
Skuama
kasar
berwarna
putih,
F. DIAGNOSA BANDING
a. Dermatitis Kontak Iritan Kumulatif e.c Deterjen
b. Dermatitis Kontak Iritan Reaksi Iritan e.c Deterjen
c. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)
G. DIAGNOSA KERJA
Dermatitis Kontak Iritan Kumulatif e.c Deterjen
H. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tes tempel (patch test), untuk menentukan substansi penyebab.
b. Pemeriksaan IgE untuk menyokong adanya riwayat atopi.
I. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa :
Menggunakan alat pelindung (sarung tangan) saat kontak dengan
bahan iritan atau deterjen.
Mencegah atau menghindari bahan yang mengiritasi (sabun mandi,
deterjen dan sabun cuci piring).
Mandi menggunakan sabun bayi.
Menggunakan pelembab kulit atau emolien untuk mengatasi kulit
kering.
Jangan menggaruk luka karena bisa menjadi tempat infeksi baru dan
dapat meninggalkan bekas garukan yang permanen.
Kontrol bila obat habis.
Medikamentosa :
Kortikosteroid : Deksamethason tablet 3 x 0,5 mg , No. X
Topikal
J. PROGNOSIS
a. Quo Ad Vitam
: Ad Bonam
b. Quo Ad Functionam : Ad Bonam
c. Quo Ad Sanationam : Ad Bonam
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. BERDASARKAN ANAMNESIS
Berdasarkan anamnesis pada pasien ini didapatkan keluhan berupa :
Berdasarkan teori :
Dermatitis kontak iritan kumulatif disebut juga Dermatitis Kontak
Iritan Kronis. Disebabkan oleh iritan lemah (seperti air, sabun, detergen, dll)
dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada
tangan. Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan,
bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor yang
paling penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis
kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala berupa kulit kering,
eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat
terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung. 6
10
menjadi perih
Terjadi kedua ditelapak tangan
Pasien sebagai ibu rumah tangga yang salah satu pekerjaannya
mencuci.
Disebabkan oleh karena penggunaan deterjen atau sabun cuci
Terjadi sudah lama (pada pasien mulai mengalami keluhan
sejak SMA)
11
Regional
A/R
Lesi
Efloresensi
Makula
Eritem,
Skuama
kasar
berwarna
putih,
Pemeriksaan fisik pasien sama seperti pada teori yang terjadi pada
Dermatitis kontak iritan kumulatif atau disebut juga Dermatitis Kontak Iritan
Kronis yaitu pada pasien sama berupa kulit kering, eritema, skuama, dan
lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika
kontak terus berlangsung. 4
Distirbusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak
iritan kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian
menyebar ke bagian dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah tangga,
biasanya dimulai dari ujung jari (pulpitis). 7
Kronis, dikarenakan berdasarkan gejala klinis dan teori memiliki hubungan dan
kecocokan.
Dan memilih diagnosis banding pada kasus ini berdasarkan penyebab dan
pengaruh faktor-faktor penyebab
Selain itu pada laporan kasus ini penulis mengambil diagnosis banding
dengan Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD) dikarenakan
pasien juga mencuci dengan cara mengkucek dan menyikat serta memeras
pakaian dimana pada pekerjaan ini banyak sekali terjadi gesekan dan juga gejala
yang terjadi hampir mirip denga DKI Kronis atau Kumulatif Terjadi iritasi
mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan yang berulang.
DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah, dimana secara
klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah yang terkena
gesekan DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan seringkali
terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan bersisik, tetapi
13
tidak gatal. Secara klinis, DKI Gesekan dapat hanya mengenai pinggiranpinggiran dan ujung jemari tergantung oleh tekanan mekanik yang terjadi.
Pada DKI karena gesekan gejalanya juga hampir mirip dengan DKI
kronis, tetapi pada DKI gesekan hanya mengenai daerah pinggiran dan ujung
jemari tangan, sedangkan pada pasien terjadi di seluruh kedua telapak, sela jari
dan punggung tangan.
D. BERDASARKAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan pada pasien adalah :
a. Tes tempel (patch test), untuk menentukan substansi penyebab.
b. Pemeriksaan IgE untuk menyokong adanya riwayat atopi.
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan.
Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa
tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan
DKI. Tidak ada spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari
14
setiap pasien jika terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam
beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari efek berbagai iritans. 5
1. Patch Test (dilakukan pada pasien)
Patch test digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan
dermatitis kontak. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika terlalu
sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi.
Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch
tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk
pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam
berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat
didiagnosis sebagai DKI. Pemeriksaan patch tes digunakan untuk pasien
kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren. 6
2. Kultur Bakteri
Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder
bakteri. 3 (tidak dilakukan pada pasien karena tidak diketemukan tandatanda infeksi sekunder)
3. Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada
infeksi jamur superficial infeksi candida, pemeriksaan ini tergantung tempat
dan morfologi dari lesi. 6 (tidak dilakukan pada pasien dikarenakan pada
pasien tidak terdapat gejala gatal atau pun ditemukan lesi yang berbatas
tegas yang biasa disebabkan oleh jamur)
4. Pemeriksaan IgE
Peningkatan imunoglobulin E dapat
menyokong
atopi.
adanya
riwayat
alergi atau atopi pada keluarga yang belum diketahui mungkin oleh
pasien, walaupun pada anamnesa pasien menyangkal tidak ada dikeluarga
yang menderita penyakit yang sama)
5. Pemeriksaan histopatologi tidak menunjukan karakteristik yang spesifik. Pada
dermatitis aku gambaran sebukan sel mononuclear dan dermatitis dengan
kerusakan berat di dalam bula atau vesikel ditemukan limfosit dan neutrofil. 6
15
E. BERDASARKAN PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan
melakukan dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan iritan. Selain
itu, prinsip pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan,
melakukan proteksi (seperti penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi
dalam hal ini, mengganti bahan-bahan iritan dengan bahan lain. 6
Pengobatan non-medikamentosa yang diberikan pada pasien adalah :
Non-Medikamentosa :
Menggunakan alat pelindung (sarung tangan) saat kontak dengan
bahan iritan atau deterjen. (pada anamnesa pasien tidak pernah
menggunakan sarung tangan atau plastic saat mencuci)
Mencegah atau menghindari bahan yang mengiritasi (sabun mandi,
deterjen dan sabun cuci piring). (bahan yang digunakan pasien
untuk mencuci sesuai dengan teori)
Mandi menggunakan sabun bayi.
(pasien
mandi
dengan
kulit
menjadi
kering,
sehingga
disarankan
16
17
Topikal
F. BERDASARKAN PROGNOSIS
Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak
dapat disingkirkan dengan sempurna. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis
yang penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopi.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors.
Fitzpatricks Dermatology in general medicine. 7 th ed. New York: McGraw
Hill; 2008.p.396-401.
2. Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact
Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis.
Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.5-8
3. Buxton, Paul K. ABC Of Dermatology 4th ed. London: BMJ Books;
2003.p.19-21
4. Grawkrodjer, David J. Dermatology an Illustrated Colour Text Third Edit.
British: Crurchill Livingstone.2002.p.30-1
5. Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Contact
Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis.
Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.461-5
6. Djuanda. A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: FKUI.
2008. Hal 138-139
7. Siregar R.S. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta. EGC. 2005. Hal 120-122
19