Anda di halaman 1dari 19

30

BAB II
PELAKSANAAN PENELITIAN
II.1. Persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan studi pustaka, penentuan daerah penelitian,
pengajuan ijin penggunaan data citra ASTER, pencarian dan pengumpulan data
penelitian yang antara lain berupa citra ASTER dalam format HDF, peta orthophoto,
peta rupa bumi digital skala 1 : 25.000 dan peta rupabumi skala 1:25.000, serta
penyiapan perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang akan digunakan.
II.1.1. Materi penelitian
Materi yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa :
1. Satu scene citra ASTER level 1B dalam format EOS-HDF (tahun 2002)
pada media CD-ROM yang meliputi daerah Merapi dan sekitarnya.
2. Peta rupabumi digital skala 1:25.000 tahun 1994, lembar 1408 244
(sumber : Bakosurtanal)
3. Peta orthophoto daerah Merapi dan Merbabu, skala 1 : 25.000 tahun 1981
format digital (sumber : BPPT Kegunungapian)
II.1.2. Alat penelitian
Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa :
1. Satu unit komputer dengan procesor Intel Pentium 4, 3000 MHz, memori
1000 MB, dan harddisk 80 GB.
2. Perangkat lunak PCI Geomatics 8.2.3, untuk melakukan proses registrasi
citra, ekstraksi DEM, dan ortorektifikasi citra. (pinjaman

dari

BAKOSURTANAL dengan nomor lisensi hardware key id : Da-36)


3. Penyimpan data berupa CD-ROM, CD-R, dan floppy disk 3 inci.
4. Printer EPSON Stylus C 45 untuk mencetak hasil visualisasi.
5. Perangkat lunak Auto Desk Map, untuk proses digitasi.
6. Perangkat lunak Surfer 8.0 , ENVI 3.6 dan ER Mapper 6.0 untuk proses
gridding dan visualisasi DEM.
7. Microsoft Windows XP dengan Microsoft Office.

31
II.2. Pelaksanaan penelitian
Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian terlihat pada diagram
alir pelaksanaan berikut ini :
Persiapan
Peta rupa
bumi

Peta Foto

Pemilihan dan
pengukuran titik cek

Pemilihan dan
pengukuran GCP

PCI ASTER
project

ASTER
HDF L 1B

Geocoding band 3N
Geocoding band 3B ke 3N
(image to image)

Ekstraksi band
3N 3N & 3B
3N dan 3 B

Pemilihan titik ikat pada


band 3N dan 3B
Registrasi band 3B ke 3N
Korelasi stereo /
pembuatan D.E.M.
Editing DEM
Georeferensi DEM

Evaluasi
DEM

DEM

PCI Orthoengine
ortorektifikasi
Orthoimage ASTER

Visualisasi

Peta Foto
Udara

Peta Citra
ASTER

Evaluasi /
analisis hasil
Gambar II.1 alir . Diagram penelitian.

II.2.1. Pengukuran koordinat titik kontrol tanah dan titik cek

Kartografi

Pengumpulan data
Pengolahan data

32
Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu dilakukan identifikasi titiktitik yang dapat dikenali pada citra serta mencocokkannya dengan kenampakan yang
ada pada peta foto. Peta foto yang digunakan sudah dalam format digital (.cdr)
dengan sistem koordinat UTM dan geografis. Untuk mempermudah identifikasi dan
pengukuran koordinat, maka peta foto ini dikonversi ke format .pix (format file pada
PCI Geomatics). Konversi meliputi dua tahap pekerjaan, proses transformasi
koordinat dan proses impor dari format .cdr ke format .pix. Hasil konversi ini
kemudian ditampilkan menggunakan modul PCI Focus. Dengan demikian, proses
penentuan koordinat suatu titik dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, karena
setiap kali pointer menunjuk pada suatu titik pada peta foto, koordinat UTM,
geografis, raster dan koordinat paper akan muncul secara otomatis.
II.2.2.1. Pengukuran Titik Kontrol Tanah dan Titik Ikat. Setelah dilakukan
proses identifikasi, titik-titik tersebut kemudian diukur koordinatnya dalam sistem
UTM. Untuk identifikasi titik kontrol tanah dan titik ikat digunakan peta foto karena
lebih mudah dalam proses identifikasinya dibanding dengan menggunakan peta
rupabumi. Sedangkan untuk elevasi titik tinggi diambil dari DEM yang diperoleh
dari digitasi garis kontur pada peta rupabumi. Untuk keperluan registrasi model
permukaan digital, digunakan 12 buah titik kontrol tanah, sedangkan untuk keperluan
geocoding band 3B ke 3N digunakan titik yang sama dengan titik yang digunakan
sebagai titik kontrol tanah (GCPs). Untuk pengukuran titik ikat caranya sama dengan
pengukuran GCP, demikian pula dengan elevasinya.
II.2.2.2. Pengukuran Titik Cek. Titik cek diperlukan dalam tahap evaluasi
ketelitian model permukaan digital. Cara mengukur titik cek mirip dengan cara
mengukur koordinat titik kontrol tanah. Titik-titik yang dipilih adalah titik-titik tinggi
pada peta rupabumi dan peta foto yang tersebar secara merata di seluruh muka peta.
Untuk keperluan titik cek, diukur koordinat dan elevasi 75 buah titik tinggi pada
peta rupabumi dan pada peta foto..

II.2.2. Pembuatan project pada PCI

33
Pembuatan project mutlak diperlukan ketika memulai menjalankan PCI
orthoengine. Pada dasarnya pembuatan project adalah untuk menentukan metode
model matematik yang akan digunakan. Ada enam macam model matematik yang
disediakan, yaitu aerial photography, satellite orbital modelling, polinomial, thin
plate spline, rational functions, dan mozaic only. Didalam project inilah semua
tahapan proses dilakukan, seperti pendefinisian sistem proyeksi, entry data GCP dan
titik ikat (TP), registrasi citra, ekstraksi DEM, ortorektifikasi citra, serta pembuatan
mozaik.
Pembuatan project dilakukan dengan menggunakan kotak dialog project
information yang akan muncul pertama kali setiap memulai orthoengine. Pada kotak
dialog project information terdapat empat isian informasi yang harus dimasukkan,
yaitu file name, name, description, dan math modelling method. File name
mendefinisikan lokasi project akan disimpan, name dan description mendefinisikan
jenis project dan deskripsi tentang project yang dilakukan, math modelling method
mendefinisikan macam model yang akan digunakan. Untuk membuat DEM dari
citra satelit, dipilih jenis model satellite orbital modelling, dan pada kolom options
dipilih Toutins model kemudian pilih accept setelah semua informasi dimasukkan.

Gambar II.2 Menu project information

Setelah project information dilakukan, akan muncul kotak dialog set projection
yang merupakan pendefinisian output projection dan GCP projection. Output
projection digunakan untuk mendefinisikan sistem proyeksi yang akan digunakan,

34
jenis earth model (datum dan elipsoid) , dan resolusi dari citra masukan. Untuk
ASTER karena resolusinya adalah 15m, maka pada kolom pixel spacing dan line
spacing diisikan nilai 15. Sedangkan GCP projection digunakan untuk pendefinisian
GCP , seperti jenis proyeksi dari GCP, dan juga earth model-nya.
II.2.3 Ekstraksi band 3N dan 3B
Dalam pembentukan DEM dari citra ASTER, yang diperlukan adalah band 3N
dan 3B saja, sehingga ekstraksi data citra hanya dilakukan pada kedua band ini.
Untuk membentuk model pada ekstraksi DEM menggunakan PCI Orthoengine,
harus diproses seluruh scene citra ASTER (full scene). Croping/subset scene citra
sebelum pembentukan model akan menyebabkan berbagai informasi ephemeris
satelit menjadi tidak sesuai. Sehingga ekstraksi band 3N dan 3B harus dilakukan
pada citra full scene, bukan citra hasil croping.

Gambar II.3 Citra ASTER band 3N dan 3B full scene

Ekstraksi dilakukan menggunakan kotak dialog processing step data input


yang akan muncul ketika kotak dialog project information dan set projection telah
diselesaikan (Gambar II.2). Ada beberapa tipe format data input yang disediakan,
seperti read from magnetic tape, read from cd-rom data, read PCIDSK file dan read
generic satellite image file. Agar informasi ephemeris satelit dapat diekstrak
bersama-sama image citranya, maka file citra ASTER diekstrak mengunakan format
data input read from cd-rom. Ekstraksi data citra menggunakan tipe format yang lain

35
akan menyebebkan infromasi ephemeris tidak dapat ter-impor, sehingga model tidak
dapat terbentuk.

Gambar II.4 Menu orthoengine processing step

II.2.4. Registrasi citra


Data citra ASTER level 1A adalah data mentah, oleh karena itu diperlukan
registrasi untuk melakukan koreksi geometrik serta mengubah sistem koordinat citra
ke sistem koordinat tanah (UTM). Untuk level 1B, registrasi ulang perlu dilakukan
karena koreksi geometrik yang dilakukan oleh EOS Data Gateway hanya
berdasarkan data ephemeris satelit Terra. Registrasi yang dilakukan adalah registrasi
band 3N dan 3B ke koordinat peta menggunakan data GCPs dimana registrasi band
3B ke koordinat peta menggunakan GCP Id yang sama. Untuk registrasi band 3B ke
band 3 N menggunakan titik ikat/Tie Point (TP). Identifikasi titik ikat bisa dilakukan
secara manual maupun otomatis. Kualitas registrasi citra sangat bergantung pada
kualitas GCP dan titik ikat yang ada.
Untuk proses registrasi, menggunakan kotak dialog processing step GCP/TP
collection. Identifikasi GCP bisa dilakukan dengan berbagai cara, manual GCP
collection, GCP collection from geocoded image, vector, chip database, from tablet
maupun dari text file. Sebelum registrasi, terlebih dahulu image yang akan
diregistrasi (citra band 3N dan 3B) dibuka menggunakan open image, dimana pada
tahap sebelumnya telah dilakukan proses input data.

36

Gambar II.5 Menu entry data GCP dan titik ikat

Untuk registrasi band 3N ke koordinat peta, maka citra band 3N dibuat dalam
status working. Sedangkan untuk registrasi band 3 B ke band 3N, dimana citra band
3N sebagai citra referensi maka status working adalah citra band 3B dan status
references adalah citra band 3 N. Pemasukan data titik GCP menggunakan kotak
dialog GCP collection. Titik GCP diambil dari identifikasi obyek pada peta foto,
sedangkan untuk elevasi GCP (GCP 3D) diekstrak dari DEM yang telah dibuat
sebelumnya dengan mendigitasi garis kontur peta rupabumi. Ekstraksi elevasi
menggunakan DEM peta rupa bumi ini dilakukan dengan menggunakan perintah
select DEM yang ada pada kotak dialog GCP collection. Dengan cara ini, setiap kali
sebuah titik GCP didefinisikan (koordinat UTM-nya) maka secara otomatis software
akan mengekstrak elevasi pada koordinat titik GCP tersebut.

Gambar II.6 Form pemasukan data GCPs

37
Untuk identifikasi titk ikat (TP), bisa dilakukan dengan cara manual maupun
secara otomatis. Secara otomatis, maka software akan menggunakan teknik korelasi
stereo untuk menentukan titik/obyek yang bersesuaian. Pada kotak dialog automatic
tie point collection, ditentukan jumlah titik ikat yaang akan digunakan (nilai default
adalah 9) dan juga nilai batas nilai matching threshold (nilai default adalah 0.75).
Penambahan nilai threshold akan mengurangi jumlah titik ikat yang akan diekstrak.

Gambar II.7 Pemasukan data titik ikat secara manual


Karena pada pembentukan model harus diproses seluruh area citra ASTER (full
scene), maka pada dasarnya entry data GCP harus menyebar dan merata pada seluruh
area coverage citra. Akan tetapi, identifikasi data GCP pada seluruh area citra
ASTER yang mencakup 60 km x 60 km tentu saja akan memakan waktu yang lama
dan membutuhkan lebih dari satu peta. Hal ini menjadi sangat tidak efisien karena
daerah penelitian hanya mencakup sebagian kecil citra. Untuk mengatasi hal ini,
identifikasi GCP cukup menyebar pada daerah penelitian saja (sekitar 7 km x 7 km),
sedangkan identifikasi titik ikat (TP) menyebar pada seluruh permukaan citra.
Identifikasi TP yang menyebar dan merata pada seluruh daerah citra akan
meningkatkan kualitas DEM hasil ekstraksi.

38

G : titik GCP
T : titik ikat (TP)

Gambar II.8 Distribusi GCP dan TP pada citra full scene

Gambar II.9 Distribusi GCP dan TP pada daerah penelitian

Setelah identifikasi data GCP dan TP dilakukan, kemudian dibentuk layout


daerah yang bertampalan, yaitu daerah overlap antara citra band 3N dan 3B. Layout
dilakukan dengan menggunakan menu processing step GCP / TP collection
image layout.

39

Gambar II.10 Layout daerah overlap (citra band 3 N dan 3B)


dan distribusi GCP/TP pada citra full scene

II.2.5. Ekstraksi DEM / korelasi silang


Proses pembentukan DEM dilakukan menggunakan kotak dialog processing
step dem from stereo. Pada pembentukan DEM citra ASTER diperlukan sepasang
citra setreo yang telah dibentuk model epipolarnya, data GCP dan sistem proyeksi.
Input data GCP telah dilakukan pada tahap sebelumnya, demikian pula dengan
pendefinisian sistem proyeksi. Sebelum dilakukan pembentukan model epipolar,
terlebih dahulu dilakukan proses bundle adjustment. Proses ini dilakukan dengan
perintah processing step model calculation perform bundle adjustment. Hasil
bundle adjustment berupa residual report dapat dilihat pada processing step
report.
Untuk membentuk model epipolar digunakan perintah processing stepdem
from stereocreate epipolar image. Pada pembentukan model epipolar, sebagai
citra kiri/left image adalah citra band 3N dan citra kanan/right image adalah citra
band 3B.

40

Gambar II.11 Model 3D Anaglif citra asli full scene

Gambar II.12 Model 3D Anaglif citra terepipolar

Setelah epipolar image terbentuk, kemudian dilakukan proses korelasi silang/


pembentukan DEM. Ekstraksi DEM akan dilakukan secara otomatis terhadap model
epipolar yang terbentuk, yaitu model epipolar citra kiri (band 3N) dan model
epipolar citra kanan (band 3B). Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan menu
processing stepdem from stereoautomatic dem extraction. Pada kotak dialog

41
automatic dem extraction ini, ditentukan beberapa parameter DEM hasil ekstraksi
yang meliputi :

spesifikasi output DEM, keseluruhan dari image atau merupakan subset


window dari citra.

spesifikasi nilai elevasi maksimum dan minimum pada permukaan daerah


penelitian citra untuk mempermudah proses korelasi

penentuan parameter DEM, kualitas dan resolusinya; pixel spacing, level of


DEM detail, jenis filtering, score channel yang merupakan nilai korelasi tiaptiap piksel, dan setting value untuk nilai piksel background dan failed

pembuatan detail report dari proses ekstraksi DEM

waktu proses ekstraksi DEM.

Gambar II.13 Menu Automatic DEM Extraction

Pada Extraction window ada 2 macam pilihan, full image dan window. Full
image jika akan digunakan untuk mengekstrak DEM pada seluruh daerah citra (citra

42
full scene), sedangkan window digunakan untuk mendefinisikan sebagian daerah
tertentu pada citra yang akan diekstrak DEM-nya (subset). Pada penelitian ini dipilih
option window untuk menentukan ukuran dan posisi daerah penelitian (sekitar
merapi) yang hanya meliputi sebagian kecil daerah citra. Pendefinisian posisi dan
ukuran daerah window dilakukan dengan memasukkan nilai offset dan size window.
Offset window mengidentifikasikan posisi kiri atas (top left) daerah subset, dimana
posisi ini berdasarkan file citra yang sudah terepipolar bukan pada posisi citra asli.
Offset pada daerah penelitian adalah pada baris 1940 dan kolom 3100. Sedangkan
size merupakan ukuran (besar baris dan kolom) dari subset daerah penelitian, pada
daerah penelitian besar size adalah 466 x 583 piksel.
Pada extraction option

terdapat delapan parameter yang harus ditentukan

sebelum ekstraksi DEM dilakukan, yaitu minimum elevation, maximum elevation,


failure value, background value, pixel spacing, DEM detil, Fill Holes & filter, score
channel. Minimum elevation merupakan harga elevasi terendah pada permukaan
daerah penelitian, sedangkan maximum elevation adalah nilai elevasi tertinggi. Harga
elevasi ini diambil dari elevasi peta acuan, yaitu dengan membaca garis kontur pada
peta rupabumi. Failure value adalah nilai elevasi yang ditentukan pada suatu area
dimana pada daerah tersebut korelasi silang tidak dapat dijalankan, sehingga elevasi
tidak dapat diperoleh. Failure value disebabkan oleh beberapa faktor seperti daerah
yang tertutup awan, daerah yang terlalu terang ataupun terlalu gelap, dan juga area
yang terlalu ekstrim. Elevasi pada daerah tersebut kemudian akan digantikan dengan
nilai failure value ini. Nilai default failure value adalah -100 m.
Background value adalah nilai elevasi yang ditentukan pada suatu daerah diluar
DEM, seperti daerah diluar overlapping citra. Nilai default background value adalah
-150 m. Sehingga daerah diluar daerah overlap akan mempunyai elevasi -150m.
Pixel spacing digunakan untuk mendefinisikan resolusi hasil DEM. Untuk ASTER,
pixel spacing dengan nilai 1 akan menghasilkan DEM dengan resolusi 15m. DEM
dapat diekstrak pada berbagai nilai pixel spacing (1, 2, 4, 8, 16 dan 32). DEM detail
akan mempengaruhi kualitas hasil DEM. Ada 3 level detail yaitu, high, medium dan
low. Untuk daerah dengan topografi yang berbukit, dipilih high detail.
Fill holes and filter option akan menginterpolasi secara otomatis elevasi pada
beberapa daerah yang mengandung failed value. Filter rata-rata digunakan untuk

43
mereduksi

spikes

yang

terjadi

pada

permukaan

DEM

dan

juga

untuk

memperhalus/smoothing kualitas DEM. Score channel digunakan untuk kontrol


kualitas dan untuk project report. Score channel memuat nilai korelasi masingmasing piksel hasil dari proses korelasi silang.
Setelah seluruh parameter tersebut ditentukan, kemudian ditentukan lokasi
penyimpanan dan nama file hasil ekstraksi DEM. Proses generate DEM dilakukan
dengan menekan start dem ekstraction. Proses generate DEM memakan waktu yang
relatif lama, tergantung pada spesifikasi komputer yang digunakan. Untuk melihat
hasil ekstraksi DEM ini digunakan menu File image view, pada kotak dialog
image view akan muncul option channel yang akan ditampilkan kemudian pilih
channel extract DEM..
II.2.6. Editing dan geocoding DEM
Data DEM yang dihasilkan seringkali mempunyai nilai piksel yang tidak
merepresentasikan dengan keadaan sebenarnya. Editing DEM perlu dilakukan untuk
memperbaiki nilai piksel tersebut. Beberapa cara editing antara lain melalui proses
filtering dan interpolasi. Hasil DEM pada tahap sebelumnya adalah DEM yang masih
mentah, oleh karenanya perlu tahap editing dan geocoding untuk membawa ke DEM
absolut. Editing DEM bisa dilakukan secara 2D maupun 3D. Untuk editing 2D
digunakan kotak dialog processing stepdem from stereomanually editing DEM.
Editing dilakukan terhadap seluruh permukaan DEM, terutama untuk
menghilangkan noise yang terjadi pada permukaan DEM. Proses deteksi dan
eliminasi noise dapat dilakukan beberapa kali, sampai diperkirakan sebagian besar
noise telah hilang. Namun, perlu diperhatikan bahwa semakin banyak dilakukan
noise filtering, maka akan terjadi penghalusan permukaan model yang berlebihan
sehingga detil model akan berkurang, yang pada intinya akan menurunkan kualitas
model permukaan digital yang dihasilkan. Untuk proses filtering menggunakan kotak
dialog pada 2D DEM editingpilih jenis filtering yang akan digunakanapply to
entire DEM.

44

Gambar II.14 Menu editing DEM 2D

Pada tahap akhir noise filtering, pada model dilakukan penghalusan


(smoothing) dengan menggunakan gaussian filter.

Penghalusan ini dilakukan

dengan tujuan untuk menghilangkan noise yang masih tersisa dan mengurangi sifat
diskontinuitas model.
a

Gambar II.15. Citra dengan noise (a), citra yang telah dihilangkan noise-nya (b).

Untuk editing failed area, digunakan mask operation yang ada pada menu 2D
DEM editing. Mask operation adalah pembuatan suatu area (mask) pada failed area

45
dengan menggunakan empat jenis operasi mask, yaitu trace, trace and close,
poligon, polyline. Daerah yang telah dibentuk mask, kemudian diedit nilai
ketinggiannya berdasar elevasi peta acuan. Ada tiga metode untuk mengedit nilai
ketinggian ini, fill using value, fill using average, fill each polygon with polygon
average. Fill using value digunakan untuk mengedit nilai ketinggian pada failed area
dengan suatu nilai elevasi tertentu yang telah ditentukan. Nilai ini diambil dari
elevasi DEM peta rupabumi. Fill using average digunakan untuk mengedit nilai
ketinggian berdasarkan rata-rata elevasi pada daerah dibawah mask. Nilai elevasi
rata-rata ini secara otomatis akan muncul pada status average. Sedangkan fill each
polygon with polygon average hampir sama dengan fill using average, hanya saja fill
each polygon with polygon average digunakan pada beberapa poligon mask
kemudian masing-masing poligon akan teredit elevasinya dengan nilai rata rata
pada masing-masing poligon.

: failed area

Gambar II.16 Raw DEM (sebelum editing)

46

: mask area

Gambar II.17 Pembuatan mask area pada raw DEM

Setelah itu, data model permukaan digital yang dihasilkan perlu untuk
dilakukukan proses geocoding, karena data DEM masih terorientasi relatif pada
model epipolar, sehingga untuk membawanya ke koordinat tanah, diperlukan proses
georeferensi. Georeferensi dilakukan melalui fasilitas processing stepdem from
stereogeocoded dem.. Pada form geocoded dem dimasukkan beberapa parameter,
seperti number of channel, nilai failed value, background value, dan juga pixel
spacing. Setelah semua ditentukan, kemudian pilih geocoded dem. Hasil DEM yang
telah tergeocoding ini telah mempunyai koordinat berdasarkan data GCP yang
dilakukan pada proses sebelumnya, sehingga DEM bisa digunakan untuk berbagai
aplikasi pemetaan dan juga untuk proses ortorektifikasi.
II.2.7. Proses ortorektifikasi
Dalam proses ortorektifikasi, diperlukan data GCP, DEM pada daerah coverage
citra, orientasi parameter dari sensor/kamera dan sistem proyeksi peta. Untuk
pendefinisian orientasi sensor, sistem proyeksi dan data GCP, menggunakan project
yang sama dengan yang digunakan pada ekstraksi DEM. Sehingga untuk proses

47
ortorektifikasi tidak perlu dilakukan entry GCP dan pembentukan model lagi, karena
semua telah didefinisikan pada proses sebelumnya yaitu pada project ekstraksi DEM.
Ortorektifikasi ASTER dapat dilakukan pada band 3N, band 3B, maupun gabungan
dari band 1,2 dan 3N. Ortorektifikasi pada gabungan band 1, 2, dan 3N akan
menghasilkan orthoimage dengan komposit warna RGB.
Untuk proses ortorektifikasi digunakan project yang sama dengan yang
digunakan pada ekstraksi DEM. Pada menu processing step, dipilih ortho
generation. Pada form ini akan muncul tiga buah menu, open image, define clip
region, dan ortho photo/image production. Open image digunakan untuk
memasukkan file citra yang akan diproses ortorektifikasi. Define clip region
digunakan untuk mendefinisikan posisi dan ukuran (size) subset image. Define clip
region digunakan jika akan diproses ortorektifikasi pada sebagian citra (citra hasil
croping). Ortho photo/image production untuk proses ortorektifikasi dan penentukan
beberapa opsi pada proses ortorektifikasi, seperti spesifikasi DEM yaang digunakan
(lokasi/sumber DEM, elevation scale dan elevation offset DEM), jenis resampling
yang digunakan, working cache (memori RAM yang akan digunakan dalam
generate orthoimage), dan sampling interval. Elevation scale dan elevation offset
digunakan untuk mengkonversi elevasi pada permukaan DEM dengan fungsi :
Elevasi= scale * (value + offset)

(II.1)

Nilai default dari scale dan offset adalah 1 dan 0. Jika tidak ada data DEM pada
sebagian daerah citra, dan elevasi pada daerah tersebut akan diganti dengan elevasi
rata-rata, maka harga elevasi rata-rata dimasukkan pada offset value.
Untuk mempertahankan tingkat resolusi citra, digunakan jenis resampling
bilinier interpolation. Jenis resampling ini juga akan menghasilkan gambar lebih
smooth. Penggunaan nearest neightbour resampling akan cenderung mengurangi
tingkat resolusi hasil orthoimage. Karena proses ortorektifikasi yang memakan
waktu yang relatif lama, software menyediakan dua opsi processing start time, start
now dan start at (hh,mm). Start now untuk memproses orthoimage secara langsung,
dan opsi kedua untuk mengatur waktu (schedule) proses generate orthoimage pada
waktu tertentu.

48

Gambar II.18 Menu orthoimage production

Anda mungkin juga menyukai