Anda di halaman 1dari 76

Hasanuddin Z.

Abidin
Jurusan Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha 10, Bandung 40132
E-mail : habidin@ibm.net
Pengolahan
Pengolahan
Data
Data
Survai
Survai
GPS
GPS
Satelit GPS
Tahapan Pelaksanaan Survai GPS
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l pemrosesan awal
l perhitungan baseline
l perhitungan jaringan
l transformasi koordinat
l kontrol kualitas
PERENCANAAN
PERSIAPAN
PENGUMPULAN DATA
PENGOLAHAN DATA
PELAPORAN
revisi
revisi
revisi
perhitungan
tambahan
l monumentasi
l pengamatan satelit
l data meteorologi
l data pelengkap
l peralatan
l geometri
l strategi pengamatan
l strategi pengolahan data
l organisasi pelaksanaan
l pengenalan lapangan
(reconnaissance)
Karakteristik Pengolahan Data Survai GPS
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Pengolahan data umumnya bertumpu pada hitung perataan
kuadrat terkecil (least-squares adjustment).
l Koordinat dihitung umumnya dalam sistem Kartesian 3-D
(X,Y,Z) yang geosentrik.
l Pengolahan data dilakukan umumnya secara bertahap,
baseline per baseline, untuk kemudian setelah membentuk
jaringan dilakukan perataan jaringan.
l Perhitungan vektor baseline dapat dilakukan setelah data
dari receiver-receiver GPS yang terkait secara fisik kesemuanya
dibawa ke suatu komputer pengolah data.
l Ketelitian koordinat yang diinginkan akan mempengaruhi
tingkat kecanggihan dari proses pengolahan data.
l Ketelitian koordinat yang diperoleh akan dipengaruhi oleh
banyak faktor, tidak hanya strategi pengolahan data.
Tingkat Kecanggihan dari
Pemodelan dan Pengolahan Data
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Dalam pengolahan data suatu survai GPS, tingkat kecanggihan dari
pemodelan dan pengolahan data yang diterapkan akan sangat tergantung
pada tingkat ketelitian yang akan dicapai, atau dengan kata lain
kelas survai yang dilayani.
Kelas A (Ilmiah) : <1 ppm
Kelas B (Geodetik) : 1 - 10 ppm
Kelas C (Survai Umum) : >10 ppm
Kelas A : Survai rekayasa teliti, survai pemantauan deformasi, survai geodinamika.
Kelas B : Survai pengadaan titik kontrol (untuk densifikasi kerangka dasar geodetik,
pemetaan, maupun untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam).
Kelas C : Survai yang berketelitian relatif lebih rendah untuk keperluan
survai pemukiman, kadaster, GIS, dan survai umum lainnya.
Ref. : Rizos (1996)
Moda Pengolahan Data Survai GPS
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Moda Baseline, dimana pengolahan data dilakukan per baseline,
dan untuk masing-masing baseline data dari dua receiver GPS
yang terkait di proses.
l Moda Sesi, dimana pengolahan data dilakukan per sesi pengamatan,
yaitu terhadap seluruh data yang dikumpulkan bersamaan
dalam suatu sesi pengamatan(session).
l Moda Survai, dimana seluruh data yang dikumpulkan dalam suatu
survai (campaign), yang terdiri dari beberapa sesi pengamatan,
diproses sekaligus secara simultan.
Pengolahan data fase dari suatu survai GPS dapat dilakukan
dalambeberapa moda, yaitu :
Moda yang umum digunakan dengan menggunakan perangkat
lunak komersial adalah moda baseline.
Tahapan Pengolahan Data Survai GPS
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
PEMROSESAN
AWAL
PERHITUNGAN
BASELINE
PERATAAN
JARINGAN
TRANSFORMASI
KOORDINAT
KONTROL
KUALITAS
Semuaperangkat lunakkomersial
untukpengolahandatasurvai GPS
umumnyadapat menangani
semuatahapanpengolahandataini.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Tahapan Pengolahan Data Survai GPS
Koordinat Titik (Sistem Pengguna)
Koordinat Titik (Sistem WGS-84)
Transformasi Datum & Koordinat
Perataan Jaringan
Baseline-1 Baseline-2 ................. Baseline-n
Titik-1 Titik-2 Titik-3 .......... Titik-k
Pengolahan Baseline Pengolahan Baseline Pengolahan Baseline
Pemrosesan Awal
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Pentransferan data dan pengkodean (coding).
l Pemeriksaan (screening) dan pengeditan data.
l Pelaporan data serta pembuatan basis data.
l Penentuan posisi secara absolut dengan
menggunakan data pseudorange.
Pemrosesan awal dari data survai GPS akan mencakup
beberapa pekerjaan yang spesifik, yaitu antara lain :
Pekerjaan-pekerjaan di atas dapat dilakukan per stasion, sehingga
dapat dilaksanakan di lapangan. Hasil tahap pemrosesan awal ini
adalah : data dengan format yang diinginkan (seperti RINEX), beserta
informasi ephemeris serta koordinat pendekatan dari stasion.
Ref. : Rizos (1996)
RINEX
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Format ASCII, dengan panjang setiap record maksimum 80 karakter.
l Data fase diberikan dalam unit panjang gelombang, dan
data pseudorange dalam unit meter.
l Semua kalibrasi tergantung-receiver sudah diaplikasikan ke data.
l Tanda waktu adalah waktu pengamatan dalam kerangka waktu jam
receiver (bukan waktu GPS).
l Data pengamatan, Data Navigation Message, dan Data Meteorologi
diberikan dalam file-file yang berbeda.
Format RINEX (Receiver INdependent EXchange) adalah format
standar yang kini diadopsi untuk pertukaran data survai GPS dan
navigasi presisi. Beberapa karakteristik dari format RINEX adalah :
Perangkat lunak pengolah data survai GPS umumnya dapat
memberikan output dan menerima input dalam format RINEX.
Contoh RINEX (Data Pengamatan)
2 OBSERVATION DATA RINEX VERSION / TYPE
ASHTORIN 24 - NOV - 96 00:53 PGM / RUN BY / DATE
COMMENT
SPBL MARKER NAME
MARKER NUMBER
ITO OBSERVER / AGENCY
712 Z-XII3 1E001C5 REC # / TYPE / VERS
058 ANT # / TYPE
-1941181.2000 6023956.1200 -795246.5800 APPROX POSITION XYZ
1.1420 0.0000 0.0000 ANTENNA: DELTA H/E/N
1 1 WAVELENGTH FACT L1/2
7 L1 L2 C1 P1 P2 D1 D2 # / TYPES OF OBSERV
30 INTERVAL
1996 11 23 5 5 30.000000 TIME OF FIRST OBS
1996 11 23 10 57 0.006000 TIME OF LAST OBS
END OF HEADER
96 11 23 5 5 30.0000000 0 3 1 6 5 -0.000556700
39352.37219 27517.16655 23490335.597 23490334.8175 23490346.1335
-401.541 -312.889
64136.41319 47296.98456 22507825.656 22507824.3745 22507830.8595
-811.199 -632.103
161380.32819 117494.25856 22728766.718 22728763.1095 22728774.8915
-2042.512 -1591.568
96 11 23 5 6 0.0000000 0 3 1 6 5 -0.000532506
51314.581 9 36838.32345 23492612.029 23492612.7004 23492621.8824
-396.336 -308.833
88428.811 9 66226.10646 22512448.849 22512447.2434 22512453.8454
-808.637 -630.107
222862.081 9 165401.95446 22740465.049 22740462.9364 22740474.1904
-2056.832 -1602.726
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Contoh RINEX (Navigation Message)
2 NAVIGATION DATA RINEX VERSION / TYPE
ASHTORIN 24 - NOV - 96 00:54 PGM / RUN BY / DATE
COMMENT
END OF HEADER
1 96 11 23 6 0 0.0 .762101262808D-05 .795807864051D-12 .000000000000D+00
.144000000000D+03 -.477812500000D+02 .489627537809D-08 .304839766216D+01
-.231526792049D-05 .339451909531D-02 .657141208649D-05 .515365985107D+04
.540000000000D+06 -.372529029846D-08 .186892179671D+01 -.298023223877D-07
.953956569034D+00 .249406250000D+03 -.152747787564D+01 -.813819613139D-08
-.473233997810D-09 .000000000000D+00 .880000000000D+03 .000000000000D+00
.700000000000D+01 .000000000000D+00 .465661287308D-09 .144000000000D+03
.536670000000D+06 .000000000000D+00 .000000000000D+00 .000000000000D+00
5 96 11 23 6 0 0.0 .695018097758D-04 .193267624127D-11 .000000000000D+00
.720000000000D+02 .114937500000D+03 .503163815935D-08 .228558310350D+01
.587292015553D-05 .126769649796D-02 .383704900742D-05 .515377617836D+04
.540000000000D+06 .558793544769D-08 -.236591202448D+01 -.298023223877D-07
.947094241225D+00 .300312500000D+03 -.136772230744D+01 -.852999816581D-08
.353586156854D-09 .000000000000D+00 .880000000000D+03 .000000000000D+00
.700000000000D+01 .000000000000D+00 .232830643654D-08 .584000000000D+03
.536670000000D+06 .000000000000D+00 .000000000000D+00 .000000000000D+00
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Solusi
Solusi
Solusi
Proses Pengolahan Baseline
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
SELESAI
Absolute positioning (pseudorange)
Differential positioning (triple-difference fase)
Pendeteksian dan pengkoreksian Cycle Slips
Differential positioning
(double-difference fase, ambiguity float)
Penentuan cycle ambiguity
(searching dan fixing)
Differential positioning
(double-difference fase, ambiguity fixed)
Solusi Triple-Difference (TD)
l Dalam proses pengolahan baseline, solusi TD digunakan sebagai
harga pendekatan dari vektor baseline yang akan diestimasi.
l Model fungsional atau persamaan pengamatannya hanya mengandung
parameter koordinat. Parameter ambiguitas fase dan kesalahan waktu
tereliminir dalam proses differencing.
l Karenannya algoritma untuk penentuan solusi TD relatif sederhana.
l Dalam konteks keberadaan cycle slips, solusi TD dapat dikatakan robust.
Keberadaan cycle slips dalam data TD ditunjukkan dengan adanya
loncatan tajam (spike) tapi hanya pada epok yang terkait.
l Karenanya algoritma untuk rekonstruksi data TD dapat digunakan
juga dalam proses pendeteksian dan pengkoreksian cycle slips pada
data double-difference.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Algoritma untuk Solusi TD
l Bentuk data satelit-pengamat DD (double-difference).
l Ambil dua data satelit-pengamat DD pada dua epok yang berturutan,
kurangkan antar keduanya sehingga terbentuk data TD.
l Hitung koordinat pendekatan dari titik dari solusi pseudorange.
l Bentuk matriks desain A.
l Bentuk matriks berat P.
l Akumulasikan matriks normal A
T
PA dari epok ke epok.
l Pada akhir dari data set, inverskan matriks normal dan hitung solusi
parameternya : dx = (A
T
PA)
-1
. A
T
Pw.
l Perbaharui nilai dari koordinat pendekatan.
l Lakukan iterasi sampai konvergensi solusi dicapai.
l Sebagai pilihan, hitung nilai residual dari data TD untuk setiap epoknya,
untuk keperluan pendeteksian dan pengkoreksian cycle slips
pada data DD.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Solusi Double-Difference (Ambiguity-Free)
l Data double-difference (DD) yang digunakan adalah data satelit-pengamat DD.
l Pada setiap epoknya, jika ada S satelit yang diamati, maka hanya (S-1)
data DD yang digunakan.
l Model fungsional atau persamaan pengamatannya mengandung
parameter koordinat dan juga parameter semua ambiguitas fase.
l Solusi DD rentan terhadap cycle slips di data.
l Solusi DD dapat agak sensitif terhadap beberapa hal yang diadopsi
oleh perangkat lunak yang digunakan, seperti :
- strategi pengurangan data antar satelit.
- kriteria penolakan data.
- cara penanganan korelasi antar data akibat proses differencing.
l Solusi DD juga sensitif terhadap beberapa faktor eksternal, seperti :
- lamanya sesi pengamatan.
- jumlah dan distribusi satelit yang diamati.
- panjang baseline.
- level residu kesalahan dan bias di data.
l Dalam algoritma pembentukan data DD, muncul dan tenggelamnya satelit harus
dapat ditangani secara otomatis, termasuk penambahan dan pengurangan
parameter ambiguitas fase yang diakibatkannya.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Algoritma untuk Solusi DD (Amb-Free)
l Bentuk data satelit-pengamat DD.
l Aplikasikan koreksi-koreksi untuk data, seperti koreksi troposfir.
l Tentukan nilai pendekatan dari parameter (koordinat dan ambiguitas fase).
Untuk koordinat gunakan nilai yang diberikan oleh solusi TD.
l Bentuk matriks desain A.
l Bentuk matriks berat P.
l Akumulasikan matriks normal A
T
PA dari epok ke epok.
l Pada akhir dari data set, inverskan matriks normal dan hitung solusi
parameternya : dx = (A
T
PA)
-1
. A
T
Pw.
l Perbaharui nilai dari parameter pendekatan.
l Lakukan iterasi sampai konvergensi solusi dicapai.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Pada solusi DD (Ambiguity-Free) nilai ambiguitas fase
adalah masih merupakan bilangan pecahan
Resolusi Ambiguitas Fase (1)
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Proses penentuan nilai dari ambiguitas fase
yang merupakan bilangan bulat (integer)
l Seandainya nilai ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar
maka jarak fase yang ambiguous dapat dikonversikan menjadi
jarak geometrik yang sebenarnya dan mempunyai tingkat presisi
beberapa mm.
l Dalam pengolahan data survai GPS, resolusi ambiguitas ini
umumnya merupakan proses pengkonversian nilai ambiguitas
(pecahan) hasil estimasi ke nilai ambiguitas (integer) yang
dianggap benar.
Resolusi Ambiguitas Fase (2)
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Penetapan semua ataupun beberapa ambiguitas fase DD ke
nilai yang salah akan menghasilkan solusi yang kurang baik
(lebih buruk dari solusi DD ambiguity-free atau solusi TD).
Resolusi ambiguitas fase yang andal diperlukan, karena
l Kesuksesannya tergantung pada banyak faktor.
l Sulit untuk mengetahui sebelum pengukuran apakah nantinya
ambiguitas fase dapat ditentukan dengan benar atau tidak.
l Tapi untuk pengamatan selama 1 jam, panjang baseline yang
relatif pendek (< 20 km), jumlah satelit yang memadai (> 4 satelit),
serta perubahan PDOP yang relatif besar, umumnya dapat
diharapkan bahwa ambiguitas akan dapat ditentukan dengan baik.
Resolusi ambiguitas fase bukanlah suatu hal yang mudah
Ref. : Rizos (1996)
Solusi Double-Difference (Ambiguity-Fixed)
l Model fungsional atau persamaan pengamatannya mengandung parameter
koordinat serta parameter ambiguitas fase yang tidak dapat ditentukan
nilainya pada solusi DD (ambiguity-free). Seandainya semua parameter
ambiguitas fase telah dapat ditentukan, maka parameter yang tertinggal
hanyalah koordinat.
l Solusi DD (amb-fixed) relatif lebih kuat (karena jumlah ukuran lebihnya lebih
banyak). Tetapi solusi ini hanya andal kalau ambiguitas fase telah
ditetapkan ke nilai integer yang benar.
l Solusi DD dapat agak sensitif terhadap strategi yang digunakan untuk
resolusi ambiguitas fase :
- algoritma resolusi ambiguitas yang digunakan.
- strategi dan kriteria pencarian dan penolakan integer yang digunakan.
- kriteria validasi hasil yang digunakan.
l Resolusi ambiguitas juga sensitif terhadap beberapa faktor eksternal, seperti :
- lamanya sesi pengamatan.
- geometri satelit dan pengamat
- panjang baseline.
- level residu kesalahan dan bias di data.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Algoritma untuk Solusi DD (Amb-Fixed)
l Bentuk data satelit-pengamat DD seperti sebelumnya, tapi dengan
memperhitungkan nilai integer ambiguitas yang telah ditetapkan.
l Aplikasikan koreksi-koreksi untuk data, seperti koreksi troposfir.
l Tentukan nilai pendekatan dari parameter dengan menggunakan nilai
yang diberikan oleh solusi DD (ambiguity-free).
l Bentuk matriks desain A.
l Bentuk matriks berat P.
l Akumulasikan matriks normal A
T
PA dari epok ke epok.
l Pada akhir dari data set, inverskan matriks normal dan hitung solusi
parameternya : dx = (A
T
PA)
-1
. A
T
Pw.
l Perbaharui nilai dari parameter pendekatan.
l Lakukan iterasi sampai konvergensi solusi dicapai.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Perbandingan Tingkat Presisi Solusi
Contoh hasil yang didapatkan dengan
baseline GPS sepanjang 6.8 km
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Solusi
TD
DD (Amb-Free)
DD (Amb-Fixed)
o
X
(m)
0.415E-01
0.398E-02
0.352E-02
o
Y
(m)
0.920E-01
0.108E-01
0.175E-02
o
X
(m)
0.329E-01
0.327E-02
0.182E-02
Ref. : Rizos (1996)
Tahapan Resolusi Ambiguitas
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Solusi DD (Amb-Fixed) adalah solusi yang diinginkan,
dan segala usaha harus dikerahkan untuk mendapatkannya.
l Dalam hal ini ada beberapa tahapan yang umum dilakukan
dalam proses resolusi ambiguitas untuk mendapatkan solusi
DD (Amb-Fixed), yaitu :
4 Tentukan nilai pendekatan dari parameter ambiguitas fase.
4 Lakukan proses pencarian (searching) untuk mengidentifikasi
set-set parameter ambiguitas yang mungkin benar.
4 Lakukan proses validasi untuk menentukan satu set parameter
ambiguitas fase yang paling benar.
Mensukseskan Resolusi Ambiguitas
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Minimalkan pengaruh kesalahan dan bias, seperti multipath
dan ionosfir, dengan pemilihan lokasi yang baik dan
pengamatan pada malam hari.
l Lakukan pengamatan satelit dalam selang waktu yang
cukup panjang (0.5 - 2 jam).
l Amati sebanyak mungkin satelit.
l Gunakan data dua-frekuensi untuk baseline yang relatif panjang.
l Gunakan data satu-frekuensi untuk baseline yang relatif pendek.
Pada survai dengan GPS ada beberapa strategi yang
dapat dilakukan untuk mempertinggi tingkat kesuksesan
resolusi ambiguitas, yaitu :
l Jangan ikut sertakan satelit yang datanya relatif sedikit.
l Jangan ikut sertakan satelit yang residualnya relatif besar.
l Lakukan pemilihan selang waktu (windowing) sehingga data
yang terikut sertakan adalah data yang relatif baik.
l Gunakan satelit yang berbeda sebagai satelit referensi dalam
proses pengurangan data (differencing).
Seandainya Resolusi Ambiguitas Gagal ?
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Seandainya dalampengolahan suatu baseline, ambiguitas
fasenya tidak dapat ditentukan bilangan integernya, maka ada
beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu antara lain :
Indikator Kualitas Vektor Baseline
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l J umlah data pengamatan yang ditolak.
l Sukses tidaknya resolusi ambiguitas.
l Nilai rms dari residual pengamatan.
l Hasil uji statistik terhadap nilai residual maupun
nilai parameter (vektor baseline maupun ambiguitas)
l Nilai faktor variansi aposteriori.
l Matriks VKV dari vektor baseline.
Pada pengolahan baseline, ada beberapa indikator kualitas
yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas dari
vektor baseline yang diperoleh, yaitu :
Bagaiman kita dapat mengetahui
kualitas sebenarnya dari setiap baseline ?
Gabungkan semua baseline
dan lakukan hitung perataan jaringan.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Perataan Jaringan GPS
Perataan
Jaringan
] Baseline-baseline belumterintegrasi
secara benar dan konsisten
] Koordinat titik-titik belumunik
] Baseline-baseline telah terintegrasi
secara benar dan konsisten
] Koordinat titik-titik unik
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Perataan Jaringan GPS
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Cek kembali
Pengolahan
Baseline
Perataan Jaring Bebas
Data Vektor Baseline
Perataan Jaring Terikat
OK ?
Tidak
Ya
OK ?
Ya
Selesai
Tidak
Cek kembali
Kualitas dari setiap
Titik Kontrol
l (dX,dY,dZ)
l Matriks VCV
l Setiap vektor baseline GPS pada
dasarnya memberikan tiga (3)
data ukuran, yaitu (dX,dY,dZ).
l Ketiga data ukuran tersebut
berkorelasi karena proses
penentuanya yang pada
dasarnya simultan.
l Ketelitian dari vektor baseline
diekspresikan oleh matrik
Varian-Kovariansi (VCV) nya.
l Komponen dari vektor baseline
berikut matrik VCV nya dilibatkan
dalam hitung perataan jaringan.
V V
, ,
,
C
dX dX dY dX dZ
dY dY dZ
dZ
simetri
=

(
(
(
(
(
o o o
o o
o
2
2
2
dX
dY
dZ
b
a
s
e
l
i
n
e
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Matrik VCV Baseline
o Perataan jaring bebas dimaksudkan untuk mengecek
kualitas dan konsistensi dari data vektor baseline.
o Perataan jaring bebas dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode :
o Yang umum digunakan oleh perangkat lunak komersial
untuk pengolahan data survai GPS adalah metode
kendala minimal.
Perataan Jaring Bebas
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Metode Kendala Minimal (Minimal Constraint)
l Metode Kendala Internal (Inner Constraint)
l Metode Generalized Matrix Inverse
Perataan Jaring GPS Kendala Minimal
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
o Satu titik dianggap sebagai titik tetap yang diketahui
koordinatnya dalam hitung perataan.
o Dalam hal ini vektor-vektor baseline bebas berinteraksi antar
sesamanya untuk membentuk suatu jaring GPS yang optimal.
Dalam hal ini tidak ada kendala dari luar yang mempengaruhi.
o Nilai residual yang diperoleh merefleksikan konsistensi internal
dari data vektor baseline, atau dengan kata lain juga
merefleksikan tingkat presisi dari data vektor baseline.
o Nilai residual maupun bentuk dan ukuran dari ellips kesalahan
relatif, tidak akan terpengaruh oleh lokasi titik dalam jaringan
yang dianggap sebagai titik tetap.
l Perataan jaring terikat akan mengikutsertakan
semua data ukuran yang valid serta akan menggunakan
semua titik kontrol sebagai titik tetap atau terkendala.
l Perangkat lunak komersial GPS umumnya menganggap titik
kontrol sebagai titik tetap (tidak mempunyai kesalahan).
l Perataan jaring terikat
akan memberikan koordinat
definitif untuk semua
titik-titik yang baru.
Perataan Jaring Terikat
Titik kontrol
Titik baru
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Mengecek konsistensi data ukuran dengan titik-titik kontrol
yang telah ada (suatu mekanisme kontrol kualitas).
l Mengintegrasikan titik-titik dalam jaringan baru ke
jaringan titik yang telah ada yang tingkat ketelitiannya
lebih tinggi atau setidaknya sama (kepastian datum dan
sistem koordinat)
Fungsi Perataan Jaring Terikat
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Titik kontrol
Titik baru
l Jumlah outlier.
l Besarnya residual serta nilai standar deviasinya.
l Standar deviasi dari komponen-komponen koordinat.
l Nilai dari faktor variansi aposteriori.
l Hasil dari uji-uji statistik.
l Bentuk, ukuran, dan orientasi dari ellips kesalahan
(titik dan garis)
Indikator Kualitas
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Ada beberapa parameter yang dapat digunakan sebagai
indikator dari kualitas hitung perataan jaringan, yaitu :
l Kesalahan Random (Acak) :
- tidak bisa dihindari
- magnitudenya umumnya kecil
- tidak bisa diprediksi
- mengikuti hukum-hukum statistik
l Kesalahan Sistematik (Bias) :
- perbedaan antara model fungsional dengan kenyataan.
- tidak bersifat acak.
- disebabkan oleh pemodelan yang kurang sempurna.
- secara teoritis dapat dieliminasi dengan penyempurnaan model
yang digunakan.
l Kesalahan Besar :
- disebabkan oleh malfunction dari surveyor atau instrumen.
- dapat dihindari dengan pola kerja yang teliti, cermat, dan sistematik.
Jenis-Jenis Kesalahan
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
o Kesalahan internal bersumber dari keterbatasan
yang sifatnya inheren pada instrumen dan operator.
o Kesalahan eksternal bersumber pada faktor-faktor
di luar instrumen, seperti multipath, refraksi atmosfir
dan kesalahan orbit.
o Matrik VKV dari baseline GPS umumnya merefleksikan
pengaruh dari kesalahan-kesalahan yang bersifat
internal, sehingga biasanya bersifat too-optimistic.
Sumber Kesalahan Internal dan Eksternal
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
o Pengaruh dari kesalahan-kesalahan yang bersifat
eksternal dapat diperhitungkan dengan mengaplikasikan
faktor skala terhadap matrik VKV, sehingga
membuatnya lebih realistik.
o Besarnya faktor skala dapat tergantung pada :
F Tipe instrumen.
F Lokasi.
F Panjang baseline
o Besarnya faktor skala dapat diturunkan dari analisis
terhadap baseline-baseline yang diukur dua kali.
Sumber Kesalahan Internal dan Eksternal
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Outlier adalah data pengamatan yang secara statistik dianggap tidak sesuai
(incompatible) dengan data pengamatan lainnya dalam satu seri [Vanicek, 1986].
Ketidaksesuaian bisa terjadi karena :
- kesalahan besar (blunder) pada data pengamatan, atau
- semacam gangguan mendadak yang mempengaruhi kinerja dari
sistem pengukuran.
l Outlier adalah residual (dari data pengamatan), yang berdasarkan uji statistik
tertentu tidak memenuhi asumsi yang digunakan [Caspary, 1987].
outlier
waktu
r
e
s
i
d
u
a
l
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Apa itu Outlier ?
l Proses pendeteksian outlier berbasis pada
asumsi bahwa kesalahan yang sebenarnya
mempunyai distribusi Normal.
l Parameter populasi (harga rata-rata dan
variansi) yang terkait dengan residual dari
data ukuran umumnya tidak diketahui.
l Oleh sebab itu penggunaan distribusi
Normal secara langsung dalam proses
pendeteksian outlier umumnya tidak dapat
dilakukan.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Pendeteksian Outlier
o Salah satu alternatif disamping distribusi Normal adalah
distribusi Student (distrubusi-t).
o Studentisation adalah pendesainan statistik yang tidak
tergantung pada ketidaktahuan terhadap harga yang
sebenarnya dari satu atau beberapa parameter dari
populasi.
o Distribusi Student menuntut bahwa harga rata-rata dan
varian sampel diturunkan dari sampel data yang berbeda.
Ini adalah praktek yang kurang tepat untuk diberlakukan
pada data survai pada umumnya.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Distribusi Student
<

< c
l
s
c
i

c = t dimana (n-1,1-
2
o
)
= harga rata-rata populasi
s = standar deviasi sampel
(tidak dihitung dari sampel
data pengamatan l)
l = data pengamatan
t = nilai kritikal dari distribusi
Student
n = jumlah data pengamatan
o = significant level
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Pendeteksian Outlier (uji Student)
Uji statistik Student untuk pendeteksian outlier
dapat diformulasikan sebagai berikut :
o Pada kasus dimana harga rata-rata dan varian
dari sampel dihitung dari sampel data yang sama,
maka distribusi Tau harus digunakan dalam
pendeteksian outlier.
o Distribusi Tau pertama kali dipublikasikan oleh
W.R. Thompson pada tahun 1935.
o Distribusi Tau diturunkan dari distribusi Student.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996 Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Distribusi Tau
<

< c
l l
s
c
i
c = dimana
n-1
n
(n-1,1-
2
t
o
)
t = nilai kritikal dari distribusi Tau
n = jumlah data pengamatan
o = significant level
l = harga rata-rata sampel
s = standar deviasi sampel
l = data pengamatan
Harga rata-rata dan standar deviasi
dihitung berdasarkan sampel data yang sama.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Pendeteksian Outlier (uji Tau)
Uji statistik Tau untuk pendeteksian outlier dapat
diformulasikan sebagai berikut :
l Nilai kritikal Tau dihitung berdasarkan jumlah data
pengamatan (derajat kebebasan) dan tingkat
kepercayaan yang diinginkan.
l Residual standar dibandingkan dengan nilai kritikal Tau.
l Residual standar yang nilainya melebihi nilai kritikal Tau
akan ditandai (flagged).
l Nilai kritikal Tau adalah cukup berbeda dengan nilai
kritikal yang berdasarkan distribusi Normal.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Pendeteksian Outlier (uji Tau)
o SEANDAINYA :
l residual dari data ukuran konsisten dengan harga
estimasi ketelitiannya (deviasi standar), dan
l residual tersebut berdistribusi Normal,
MAKA harga faktor varian a posteriori nya akan sama dengan
satu (1).
o Test statistik dapat diaplikasikan untuk menentukan apakah
harga dari faktor variansi aposteriori konsisten dengan satu
(1) sampai batas-batas tertentu yang dapat diterima.
Uji Chi-Square terhadap Faktor Variansi Aposteriori
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Uji Chi-Square dianggap sukses seandainya harga faktor variansi apriori
terletak dalam suatu interval harga yang didefinisikan secara statistik :
l Gagalnya uji ini memberikan indikasi bahwa residual dari data ukuran
adalah lebih besar dari harga yang direpresentasikan oleh variansinya.
l Atau, residual adalah lebih kecil dari harga ekspektasinya, yang
menunjukkan bahwa kemungkinan data ukuran adalah lebih presisi
dibandingkan perkiraan sebelumnya.
l Atau, model fungsional yang digunakan tidak komplit atau tidak benar, atau
data mengandung kesalahan sistematik yang tidak dimodel secara benar.
v o
_
o
v o
_
o o
. .
, / , /

o
o
o
2
2
1 2
2
2
2
2 v v
< <
Uji Chi-Square terhadap Faktor Variansi Aposteriori
o
o
v
o
o
o
2
2
= faktor variansi apriori (umumnya = 1)
= faktor variansi aposteriori
= ukuran lebih
(1- ) = confidence level

Hasanuddin Z. Abidin, 1996


l Adanya kesalahan besar pada satu atau
beberapa data ukuran.
l Adanya kesalahan sistematik pada data ukuran ataupun
pada koordinat dari satu atau beberapa titik tetap.
l Tidak normalnya distribusi dari residual data ukuran.
l Penggunaan model fungsional yang kurang benar.
l Nilai apriori standar deviasi dari data ukuran
yang tidak benar.
l Kombinasi dari faktor-faktor di atas.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Gagalnya Uji Statistik
Uji statistik bisa gagal (tidak diterima) karena beberapa hal, yaitu :
o Ellips kesalahan titik (absolut) memberikan
daerah kepercayaan (confidence region)
dari koordinat horisontal suatu titik.
o Besar, bentuk, dan orientasi dari ellips kesalahan absolut
akan terpengaruh oleh pemilihan titik datum dalam
jaringan.
o Dalam program perataan jaringan, indikator kualitas yang
formal seperti ellips kesalahan titik ini, umumnya hanya
akan dihitung apabila uji-uji statistik (seperti Ratio Varian
dan Chi-Square) telah sukses dilalui.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Ellips Kesalahan Titik (Absolut)
N
E
a
b
o
P
Seandainya matrik VKV dari posisi horisontal
titik P adalah :
maka besar, bentuk, dan orientasi ellips kesalahan
absolut yang standar, dihitung sebagai berikut :
=

(
(
(
(
o o
o o
E
2
EN
EN N
2
a { ( ) ) }
b { ( ) ) }
tan
= + + +
= + +
=

1
2
4(
1
2
4(
2
o o o o o
o o o o o
o
2.o
o o
E
2
N
2
E
2
N
2
2
EN
2
E
2
N
2
E
2
N
2
2
EN
2
EN
N
2
E
2
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Ellips Kesalahan Titik (Absolut)
l Probabilitas titik berada dalam
ellips kesalahan standar
adalahsekitar 39%.
l Untuk meningkatkan tingkat
probabilitas menjadi 95%, maka
ukuran dari ellips standar harus
dikalikan faktor :
= ~ 2 245
005 2
. .
2
. ,
_
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Ellips Kesalahan Titik (Absolut)
N
E
a
b
o
P
l Ellips kesalahan relatif memberikan
daerah kepercayaan (confidence region)
dari koordinat horisontal suatu titik relatif
terhadap titik lainnya.
l Besar, bentuk, dan orientasi dari ellips kesalahan
relatif tidak akan terpengaruh oleh pemilihan titik
datum dalam jaringan.
l Ellips kesalahan relatif ini kadangkala disebut
juga sebagai ellips kesalahan garis.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Ellips Kesalahan Relatif
Seandainya matrik VKV dari yang terkait dengan posisi horisontal titik A
dan B adalah sebagai berikut :
maka :
=

(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
o o o o
o o o
o o
o
2
E
E N E E E N
2
N
N E N N
2
E
E
B
N
2
N
A
A A A B A B
A
A B A B
B
B
B
simetri
A
B
o o o o
o o o o
o o o o o
2
2
E
E E
2
E
N
2
2
N
N N
2
N
2
N E N E N E N E
A
A B
B
A
A B
B
B B A A B A A B
dE
.
d
.
d EdN
=
=
=
+
+
+
2
2
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Ellips Kesalahan Relatif
Besar, bentuk, dan orientasi dari
ellips kesalahan relatif (garis) standar,
dapat dihitung berdasarkan
rumus berikut :
a { ( ) ( ) }
b { ( ) ( ) }
tan
d d d d d d
d d d d d d
d d
d d
= + + +
= + +
=

1
2
4
1
2
4
2
o o o o o
o o o o o
o
2.o
o o
E
2
N
2
E
2
N
2
2
E N
2
E
2
N
2
E
2
N
2
2
E N
2
E N
N
2
E
2
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Ellips Kesalahan Relatif
A
B
N
E
a
b
o
P
l Sesuai dengan kualitasnya, jaringan dapat
diklasifikasikan berdasarkan KELAS dan ORDE.
l Pengklasifikasian jaringan ini umumnya didasarkan
pada statistik yang dihasilkan oleh hitung perataan
jaringan.
l Statistik tersebut harus diverifikasi terlebih dahulu
sebelum digunakan untuk menentukan KELAS dan
ORDE dari jaringan yang bersangkutan.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Klasifikasi Kualitas Jaringan
o KELAS diberikan kepada suatu set koordinat berdasarkan pada :
- metode survai lapangan yang digunakan,
- teknik reduksi data yang diaplikasikan,dan
- hasil dari hitung perataan jaring bebas.
o Panjang dari sumbu semi-major dari
ellips kesalahan relatif yang diberikan
oleh hitung perataan jaring bebas
tidak boleh melebihi panjang maksimum
dari sumbu semi-major
yang diperbolehkan.
A
B
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
KELAS JARINGAN
(Ref : ICSM Publication SP1, Australia)
r = c (d + 0.2)
dimana :
r = panjang maksimum dari sumbu semi-major yang diperbolehkan (mm)
c = faktor yang diturunkan secara empirik (telah diterima secara historis),
yang besarnya tergantung pada KELAS
d = jarak antara dua titik yang bersangkutan dalam km,
dengan jarak minimum adalah 1 km.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
KELAS JARINGAN
(Ref : ICSM Publication SP1, Australia)
Panjang maksimum dari sumbu semi-major dari elips kesalahan
relatif yang diperbolehkan dihitung menggunakan rumus :
l Kalau :
- metode survai lapangan
yang digunakan,atau
- teknik reduksi data yang
diaplikasikan,atau
- hasil dari hitung perataan jaring bebas.
gagal mencapai KELAS yang diinginkan, maka titik-titik dari survai tersebut harus
diklasifikasikan ke KELAS tertinggi yang sama untuk ketiga aspek di atas.
l Harga dari konstanta c untuk KELAS :
KELAS JARINGAN
(Ref : ICSM Publication SP1, Australia)
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
KELAS c (untuk 1 sigma) Aplikasi tipikal
3A 1 Survai presisi tinggi spesial
2A 3 Survai geodesi presisi tinggi
A 7.5 Survai geodesi propinsi dan nasional
B 15 Densifikasi kontrol survai
C 30 Proyek survai koordinatif
D 50 Proyek KELAS rendah
E 100 Proyek KELAS rendah
o ORDE adalah fungsi dari :
- KELAS dari survai,
- Kesesuaian (conformity) antara data survai yang baru dengan
set koordinat jaringan yang telah ada,
- Ketelitian dari proses transformasi yang diperlukan untuk
mengkonversikan hasil dari satu datum ke datum lainnya.
o ORDE yang diberikan pada titik-titik dari suatu kerangka yang baru
TIDAK BOLEH :
- lebih tinggi dari ORDE titik-titik yang sudah ada yang digunakan
sebagai titik ikat dari kerangka yang bersangkutan.
- lebih tinggi dari KELAS yang diberikan pada survai yang bersangkutan.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
ORDE JARINGAN
(Ref : ICSM Publication SP1, Australia)
o ORDE suatu jaringan, dikaitkan dengan KELAS nya, bisa
menjadi lebih rendah karena beberapa faktor, seperti :
- kualitas dari titik-titik ikat yang digunakan
relatif lebih rendah, atau
- konfigurasi titik-titik ikat yang digunakan
relatif tidak optimal.
o Kriteria yang digunakan untuk menentukan ORDE dari suatu
jaringan adalah identik dengan yang digunakan dalam penentuan
KELAS, yaitu dengan menggunakan rumus :
r = c (d + 0.2)
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
ORDE JARINGAN
(Ref : ICSM Publication SP1, Australia)
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
ORDE JARINGAN
(Ref : ICSM Publication SP1, Australia)
ORDE c (untuk 1 sigma) Aplikasi tipikal
00 1 Survai presisi tinggi spesial
0 3 Survai geodesi presisi tinggi
1 7.5 Survai geodesi propinsi dan nasional
2 15 Densifikasi kontrol survai
3 30 Proyek survai koordinatif
4 50 Proyek KELAS rendah
5 100 Proyek KELAS rendah
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Hitung Perataan
Hitung Perataan
o Perataan diperlukan ketika jaringan mempunyai data
ukuran yang berlebih :
l menciptakan konsistensi dari data ukuran
l mendistribusikan kesalahan dengan cara yang
merefleksikan ketelitian pengukuran.
o Ada beberapa metode Hitung Perataan yang dapat
diaplikasikan.
o Metode Kuadrat Terkecil adalah metode hitung perataan
yang paling umum digunakan dalam bidang Geodesi.
Hitung Perataan
Hitung Perataan
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
o Perataan satu-dimensi (1D) :
4 jaringan sipat datar
o Perataan dua-dimensi (2D) :
4 jaringan poligon
o Perataan tiga-dimensi (3D) :
4 jaringan GPS
Perataan
Perataan
1D, 2D,
1D, 2D,
dan
dan
3D
3D
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Hitung perataan dapat dilakukan dalam sistem
koordinat satu,dua, tiga, atau bahkan n dimensi.
p . v minimum
p . v minimum
Maksimum p . v minimum
p . v minimum
i i
i i
i i
i i
2

Metodemin-max
Metodekuadrat terkecil
MetodeL1-norm
Tidakterlalubaik !
p = berat ukuran, v = residual dari data ukuran
Metode Hitung Perataan
Metode Hitung Perataan
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
o Prinsip : Jumlah (proporsional terhadap berat data ukuran) dari
kuadrat dari residual adalah minimum.
o Menganggap data ukuran sebagai indikator terbaik dari harga
data yang sebenarnya.
o Memberikan koreksi yang sekecil mungkin untuk data ukuran.
o Memberikan harga estimasi dari parameter yang dicari beserta
informasi tentang kualitas (ketelitian) nya.
p . v minimum
i i
2
=

p = berat dari data ukuran i


v = residual dari data ukuran i
i
i
Metode Kuadrat Terkecil
Metode Kuadrat Terkecil
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
l Prinsip dasar dari metode kuadrat terkecil pertama kali ditulis oleh
Gauss kira-kira 200 tahun yang lalu, pada saat ia masih mahasiswa
di Jerman.
l Aplikasi pertama adalah untuk pengolahan data Astronomi.
l Pada kira-kira waktu yang sama Legendre juga membangun ide
yang sama dengan Gauss menyangkut metode kuadrat terkecil ini.
l Gauss adalah orang pertama yang mengaplikasikan metode ini untuk
hitung perataan jaring kerangka survai (sekitar tahun 1803 - 1807).
l Di akhir 1800-an, Helmert banyak membuat kontribusi terhadap
penggunaan metode ini dalam bidang survai.
l Banyak kemajuan yang terjadi dengan metode kuadrat terkecil ini.
Dua yang terpenting adalah perkenalan dengan matrik (sekitar tahun
1850) dan penggunaan komputer (sekitar tahun 1960-an).
Metode Kuadrat Terkecil
Metode Kuadrat Terkecil
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Metode
Kuadrat Terkecil
Evaluasi Statistik
dan Uji Hasil
Model
(Fungsional & Stokastik)
P
e
m
o
d
e
l
a
n
k
e
m
b
a
l
i
Teknik-teknik dan
Algoritma perhitungan
Aspek-aspek filosofis
dan penilaian
Ref. [Mikhail, 1976].
Metode Kuadrat Terkecil
Metode Kuadrat Terkecil
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Data Ukuran
Model Stokastik
Model Fungsional
Algoritma
Hitung Perataan
Parameter
dan Ketelitiannya
Data Ukuran
yang terkoreksi
Metode Kuadrat Terkecil
Metode Kuadrat Terkecil
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
] Pada metode kuadrat terkecil ada dua model
yang perlu ditentukan untuk pemakaiannya, yaitu
model fungsional dan model stokastik.
] Model Fungsional
l Menghubungkan data ukuran dengan
parameter yang akan diestimasi.
] Model Stokastik
l Menjelaskan karakteristik statistik dari data ukuran.
Metode Kuadrat Terkecil
Metode Kuadrat Terkecil
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
o Teori kuadrat terkecil tidak menuntut bahwa residual
dari data ukuran mempunyai distribusi Normal
(Gaussian).
AKAN TETAPI
o Bila data ukuran secara tipikal konsisten dengan
distribusi Normal, maka residualnya dapat
diharapkan akan mempunyai distribusi Normal.
distribusi Normal
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Metode Kuadrat Terkecil
Metode Kuadrat Terkecil
l Pada model fungsional (persamaan pengamatan) nya, data
ukuran merupakan fungsi dari parameter yang akan diestimasi :
l Persamaan pengamatan bisa linear maupun non-linear.
l Satu data ukuran membentuk satu persamaan pengamatan.
l Jumlah persamaan pengamatan harus lebih besar atau sama
dengan jumlah parameter yang akan diestimasi.
l Metode kuadrat terkecil yang umum diaplikasikan pada
program komputer.
data ukuran = f (parameter)
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Kuadrat Terkecil Metode Parameter
l Pada persamaan pengamatan jarak, data ukuran jarak dapat
dimodelkan sebagai fungsi dari koordinat kedua titik ujungnya :
l Selain jarak ukuran d, data masukan lainnya untuk hitung
perataan adalah koordinat pendekatan dari titik-titik ujungnya.
l Hitung perataan terhadap jarak umumnya dimodel dalam
bentuk dimana koreksi langsung diberikan pada koordinat dari
titik-titik ujungnya.
d f x y x y
x x y y
=
= +
(( , ),( , ))
( ) ( )
1 1 2 2
2 1
2
2 1
2
d
( , ) x y
1 1
( , ) x y
2 2
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Kuadrat Terkecil Metode Parameter
r Persamaan pengamatan jarak dapat mempunyai bentuk :
v = a
1
.dx
1
+ b
1
.dy
1
+ a
2
.dx
2
+ b
2
.dy
2
+ w
dimana :
m v adalah residual dari data ukuran.
m x
1
, y
1
, x
2
, y
2
adalah koreksi terhadap koordinat pendekatan.
m a
1
, b
1
, a
2
, b
2
adalah koeffisien dari persamaan pengamatan.
m w adalah salah penutup, yaitu selisih antara jarak pendekatan
(jarak yang dihitung berdasarkan koordinat pendekatan dari
titik-titik ujungnya) dengan jarak ukuran.
r Penentuan harga koordinat yang definitif dilakukan
secara iteratif.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Kuadrat Terkecil Metode Parameter
l Sangat sering, koefisien-koefisien dari persamaan pengamatan
merupakan fungsi dari koordinat titik-titik ujung, dimana perubahan
dari koordinat-koordinat tersebut akan mempengaruhi harga dari
koefisien-koefisien tersebut.
l Dalam hal ini model fungsional adalah non-linear.
l Biasanya proses perhitungan perlu diiterasi beberapa kali sampai
koefisien-koefisien dari persamaan pengamatan menjadi konsisten
dengan koordinat dari titik-titik.
l Jumlah iterasi akan tergantung pada ketelitian dari koordinat
pendekatan.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Model Non
Model Non
-
-
Linear
Linear
l Data ukuran yang lebih teliti akan mempunyai berat yang lebih
besar dibandingkan data ukuran yang kurang teliti.
l Hasil dari hitung perataan akan tergantung pada harga relatif
dari berat data-data ukuran yang terlibat.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Berat dari
Berat dari
Data
Data
Ukuran
Ukuran
Tujuan dari sistem pemberatan adalah untuk
memastikan bahwa kontribusi dari setiap
data ukuran dalam proses perataan adalah
sesuai dengan tingkat ketelitiannya.
o Variansi (kuadrat dari deviasi standar) dari data
ukuran digunakan sebagai basis pada penentuan
berat dari data ukuran yang bersangkutan.
a Variansi adalah parameter yang umum digunakan untuk
menyatakan tingkat ketelitian atau presisi dari data ukuran.
a Penggunaan variansi berimplikasi pada asumsi bahwa
data ukuran mempunyai distribusi Normal.
a Analisa statistik tergantung pada harga absolut dari variansi.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Berat dari
Berat dari
Data
Data
Ukuran
Ukuran

Anda mungkin juga menyukai