Anda di halaman 1dari 65

BAGIAN II

ANALISIS DATA BERDASARKAN


MASALAH PENELITIAN
DESKRIPTIF
A.

PENYAJIAN DATA SATU VARIABEL

A.1 DATA KUALITATIF NOMINAL


A.2 DATA KUALITATIF ORDINAL
A.3 DATA KUANTITATIF DISKRIT/HITUNGAN
A.4 DATA KUANTITATIF KONTINU
B.
C.

PENYAJIAN DATA DUA VARIABEL

PENYAJIAN DATA TIGA VARIABEL


D.

BEBERAPA BENTUK GRAFIK ATAU


DIAGRAM

D.1 GRAFIK GARIS


D.2 GRAFIK BOXPLOT
D.3 GRAFIK SCATTERPLOT
D.4 BENTUK HISTOGRAM
E.

UKURAN PEMUSATAN DAN KERAGAMAN


E.1 RATA-RATA, MEDIAN, DAN MODUS
E.2 VARIANSI DAN SIMPANGAN BAKU

MASALAH PENELITIAN DESKRIPTIF


Pada bagian sebelumnya telah diutarakan jenis data
penelitian, yakni data kualitatif (diukur dengan skala nominal
dan ordinal) dan data kuantitatif (diukur dengan skala
interval dan rasio). Analisis data yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian deskriptif selalu terkait dengan
jenis data yang dikumpulkan waktu penelitian.
Pada umumnya pada penelitian berbentuk permasalahan
deskriptif, bila datanya merupakan data kualitatif atau data
kuantitatif yang telah dinyatakan dalam bentuk kategorik,
analisis

datanya

hanya

dalam

bentuk

perhitungan

persentase. Hasil perhitungan tersebut, di dalam laporan


penelitian (karya ilmiah, skripsi, tesis, atau disertasi)
disajikan dalam bentuk tabel yang disebut tabel distribusi
frekuensi atau dalam bentuk grafik/gambar. Bila datanya
merupakan data kuantitatif, analisis datanya dilakukan
dengan menghitung ukuran pemusatan (measures of
central tendency) yakni nilai rata-rata (rerata, rataan),
median, dan modus serta ukuran keragaman/ variabilitas
(measures of dispersion or measures of spread) di
antaranya variansi/ragam (variance) dan simpangan baku
(standard deviation).

A. ANALISIS DATA KUALITATIF/KATEGORIKAL


Berikut

ini

diberikan

contoh

permasalahan

penelitian

deskriptif yang merupakan data kualitatif/kategorikal dari


penelitian dr. Theo Rompas (Program Studi Ilmu Bedah)
ketika mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis 1
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado. Rumusan judul, masalah, dan tujuan penelitian
terlebih dahulu disajikan pada bagian awal, kemudian diikuti
cara mempresentasikan data sebagai bentuk analisis data
permasalahan penelitian deskriptif.
JUDUL
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MADU PADA PROSES
PENYEMBUHAN LUKA
MASALAH PENELITIAN
Apakah penggunaan madu yang diletakkan pada
kasa

sebagai

bahan

penutup

luka,

efektif

dalam

penyembuhan luka?
TUJUAN UMUM PENELITIAN
Untuk

mengetahui

keberhasilan

madu

yang

digunakan pada kasa sebagai penutup luka.


TUJUAN KHUSUS PENELITIAN
1) Untuk mengetahui keberhasilan perawatan luka yang
menggunakan madu pada luka yang diberi dan tanpa
diberi antibiotika.

2) Untuk mengetahui keberhasilan perawatan luka yang


menggunakan madu pada luka terkontaminasi dan
luka infeksi.
DISAIN PENELITIAN
Bentuk

disain

(rancangan)

penelitian

ini

adalah

intervensional deskriptif dengan pendekatan cross sectional.


POPULASI DAN SAMPEL
Populasi target adalah semua pasien yang memiliki luka.
Populasi terjangkau adalah semua pasien yang datang
berobat pada RSU Malalayang Manado. Sampel adalah
pasien yg memiliki luka akibat trauma dan bernanah yang
datang berobat pada Januari dan Februari 2005.
VARIABEL PENELITIAN
1) Variabel Perlakuan adalah perawatan luka dengan
menggunakan madu pada kasa.
2) Variabel Keberhasilan (berhasil, gagal).
3) Variabel Antibiotika (diberi antibiotika, tanpa diberi
antibiotika).
4) Jenis luka (luka terkontaminasi, luka infeksi)
Dalam

penelitian

tersebut

selama

periode

penelitian

diperoleh pasien sebanyak 34 orang (34 pasien sebagai


sampel-consecutive sample) yang memenuhi kriteria (inklusi
dan eksklusi). Adapun data dapat dilihat pada Tabel 1 di
bawah ini.

Tabel 1. Data hasil penelitian tentang penggunaan madu


No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Keberhasilan
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Gagal
Gagal

Antibiotika
Diberi
Diberi
Diberi
Diberi
Diberi
Diberi
Diberi
Diberi
Diberi
Diberi
Diberi
Diberi
Diberi
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Diberi
Tanpa

Jenis Luka
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Terkontaminasi
Infeksi
Infeksi
Infeksi
Infeksi
Infeksi
Infeksi
Infeksi
Infeksi
Infeksi
Infeksi
Infeksi
Infeksi
Infeksi

ANALISIS DATA
Analisis

data

yang

digunakan

adalah

analisis

deskriptif yakni perhitungan dalam bentuk pencacahan dan


persentase.

Kemudian hasilnya disajikan dalam laporan

hasil penelitian (karya ilmiah, skripsi, tesis, atau disertasi)


berbentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut (Tabel 2).
Dalam penyajian hasil pengolahan data (hasil penelitian),
bentuk tabel tidak lagi memiliki garis-garis vertikal, dan garis

horisontal

hanya

digunakan

untuk

judul

kolom

dan

penutupnya, sebagaimana yang disajikan pada tabel-tabel di


bawah ini.
Tabel 2. Tingkat keberhasilan perawatan luka setelah digunakan madu
Keberhasilan
Berhasil

Frekuensi
32 (94,1%)

Gagal
Jumlah

2 ( 5,9%)
34 (100 %)

Tabel 3. Tingkat keberhasilan perawatan luka setelah digunakan madu berdasarkan pemberian antibiotika
Keberhasilan
Berhasil

Diberi Antibiotika
13 (92,9%)

Tanpa Antibiotika
19 (95,0%)

Gagal
Jumlah

1 (7,1%)
14

1 (5,0%)
20

Jumlah
32
2
34

Tabel 4. Tingkat keberhasilan perawatan luka setelah digunakan madu berdasarkan jenis luka
Keberhasilan
Berhasil

Infeksi
11 (84,6%)

Terkontaminasi
21 (100,0%)

Jumlah
32

Gagal
Jumlah

2 (15,4%)
13

0 (0,0%)
21

2
34

Berikut ini diberikan contoh analisis data dan penyajian data


berdasarkan jenis data (nominal, ordinal, interval/rasio) dan
banyaknya variabel sebagaimana disajikan berikut ini. Data
yang dikumpulkan dalam master table dapat disajikan
dalam bentuk tabel atau grafik (gambar).

A.1 Tabel Satu Variabel


Tabel satu variabel adalah penyajian data dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi berdasarkan satu variabel yang
diteliti. Data yang tercatat dalam master table biasanya
terdiri atas beberapa variabel.
A.1.1 Data Kualitatif Nominal
Di bawah ini diberikan contoh pengolahan data dalam
bentuk perhitungan cacahan dan persentase serta penyajian
hasil dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Contoh
merupakan data penelitian dari dr. John Wantania (Program
Studi Obstetri dan Ginekologi) ketika mengikuti Program
Pendi-dikan Dokter Spesialis 1 pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado. Variabelnya adalah
variabel jenis keluhan dari Wanita Pekerja Seks Komersial

(datanya terlampir). Variabel keluhan

diukur dalam skala

pengukuran nominal.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Wanita Pekerja Seks
Komersial Berdasarkan Jenis Keluhan
Keluhan

Frekuensi

Dispareunia (D)
Fluor Gatal/Bau (FGB)
Fluor Gatal/Bau/Nyeri

4
65
5

Persentas
e
2,0
32,5
2,5

(FGBN)
Fluor Bau (FB)
Fluor Biasa (FLB)
Fluor Biasa/Dispareunia

1
49
2

0,5
24,5
1,0

9
8
1
7
2
47
200

4,5
4,0
0,5
3,5
1,0
23,5
100,0

(FBD)
Fluor Biasa/Nyeri (FBN)
Fluor Gatal (FG)
Metroragia (M)
Nyeri Perut/Pinggul (NPP)
Perdarahan (P)
Tidak ada (TA)
Jumlah

Data seperti di atas dapat disajikan menurut bentuk alfabetis


Jenis keluhan (Tabel 6).

Penyajian hasil seperti Tabel 6

berguna bila jenis keluhan cukup

banyak, sehingga

mempermudah mencari jenis keluhan tertentu. Data yang


sama dapat pula disajikan dalam bentuk lain, yakni menurut
banyaknya (frekuensi) keluhan sebagaimana disajikan pada
Tabel 7.

Sajian ini akan mempermudah menemukan

frekuensi terbesar atau terkecil dari jenis keluhan.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Wanita Pekerja Seks


Komersial Berdasarkan Jenis Keluhan yang
Ditata Secara Alfabet

Keluhan
Dispareunia
Fluor Bau
Fluor Biasa
Fluor Biasa/Dispareunia
Fluor Biasa/Nyeri
Fluor Gatal
Fluor Gatal/Bau
Fluor Gatal/Bau/Nyeri
Metroragia
Nyeri Perut/Pinggul
Perdarahan
Tidak ada
Jumlah

Frekuens
i
4
1
49
2
9
8
65
5
1
7
2
47
200

Persentase
2,0
0,5
24,5
1,0
4,5
4,0
32,5
2,5
0,5
3,5
1,0
23,5
100,0

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Wanita Pekerja Seks


Komersial Berdasarkan Jenis Keluhan yang
Ditata menurut Besarnya Frekuensi
Keluhan
Fluor Bau
Metroragia
Fluor Biasa/Dispareunia
Perdarahan
Dispareunia
Fluor Gatal/Bau/Nyeri
Nyeri Perut/Pinggul
Fluor Gatal
Fluor Biasa/Nyeri
Tidak ada
Fluor Biasa
Fluor Gatal/Bau
Jumlah

Frekuensi
1
1
2
2
4
5
7
8
9
47
49
65
200

Persentas
e
0,5
0,5
1,0
1,0
2,0
2,5
3,5
4,0
4,5
23,5
24,5
32,5
100,0

Penyajian hasil pengolahan data dapat disajikan dalam


bentuk grafik atau gambar yang disebut Diagram Batang
(bar graph) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1

(gambar dihasilkan dari Program Microsoft Word). Bila data


sudah disajikan dalam bentuk tabel maka tidak perlu
disajikan lagi dalam bentuk gambar, sebab informasinya
sama. Jadi, dalam penyajian hasil penelitian dipilih salah
satu saja, yakni bentuk tabel atau gambar (tidak keduaduanya). Jika data sudah disajikan dalam bentuk tabel atau
gambar, tidak perlu dibuat narasi yang mengungkapkan lagi
tentang semua data pada tabel atau gambar, cukup hal-hal
yang menonjol atau perlu diberi tekanan oleh peneliti.
65

70
60

49

47

50
40
30
20
10

KELUHAN
D

FGB

FGBN

FB

FLB

FBD

FBN

FG

NPP

TA

Gambar 1. Diagram Batang Jenis Keluhan Wanita PSK

A.1.2 Data Kualitatif Ordinal


Di bawah ini diberikan contoh penyajian data dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi untuk variabel yang diukur dengan

10

skala pengukuran ordinal.

Contoh merupakan data

penelitian dari dr. John Wantania (Program Studi Obsgin)


ketika mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis 1
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado. Variabelnya adalah Tingkat Pendidikan Wanita
PSK.
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Wanita PSK Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
Pendidikan
SD
SMP
SLTA
PT
Jumlah

Frekuensi
31 (15,5%)
65 (32,5%)
101 (50,5%)
3
(1,5%)
200 (100,0%)

Kumulatif (%)
31 (15,5%)
96 (48,0%)
197 (98,5%)
200 (100,0%)

Penyajian hasil pengolahan data variabel Tingkat Pendidikan


di atas tidak dapat disusun seperti bentuk Tabel 6 (secara
alfabet) atau Tabel 7 (frekuensi terbesar), sebab data diukur
dalam bentuk skala ordinal. Data ini dapat disajikan dalam
bentuk grafik yakni Diagram Batang.

Bilangan-bilangan

pada kolom Kumulatif adalah 96 = 31 + 65; 197 = 31 + 65 +


101. Bilangan 96 (48,0%) menyatakan banyaknya wanita
PSK yang tingkat pendidikannya

SMP.

A.1.3 Data Kuantitatif Diskrit/Hitungan


Di bawah ini diberikan contoh penyajian data dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi untuk data bentuk diskrit atau hasil
cacahan (hitungan). Contoh merupakan data penelitian dari

11

dr. John Wantania (Program Studi Obsgin) ketika mengikuti


Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 pada Fakultas
Kedokteran

Universitas

Sam

Ratulangi

Manado.

Variabelnya adalah paritas. Secara grafik data variabel


paritas pada Tabel 9 dapat disajikan dalam bentuk Diagram
Batang.
Tabel 9. Distribusi Wanita PSK Berdasarkan Paritas
Paritas
0
1
2
3
4
5
6
7
JUMLAH

Frekuensi
65
73
40
17
2
1
1
1
200

Persentase
32,5
36,5
20,0
8,5
1,0
0,5
0,5
0,5
100,0

Kumulatif
65 (32,5%)
138 (69,0%)
178 (89,0%)
195 (97,5%)
197 (98,5%)
198 (99,0%)
199 (99,5%)
200 (100,0%)

A.1.4 Data Kuantitatif Kontinu


Di bawah ini diberikan contoh penyajian data dalam bentuk
tabel

distribusi

frekuensi

untuk

data

dengan

skala

pengukuran interval atau rasio (data kuantitatif kontinu).


Variabelnya adalah kadar Kolesterol HDL.

Ada dua tipe

penyajian da-tanya, yakni dengan tanpa pengelompokkan


dan dengan pengelompokkan data.
A.1.4.1 Tanpa Pengelompokkan Data

12

Misalkan data kadar kolesterol HDL Siswa SMP sebagai


berikut :
66, 51, 82, 93, 59, 70, 59, 44, 104, 72, 97, 97, 84, 100, 95,
80, 95, 90, 84, dan 75
Data di atas dapat disajikan dalam bentuk Tabel 10. Tabel ini
menujukkan bahwa data kadar kolesterol HDL siswa
diurutkan dari kadar terkecil ke kadar terbesar.
Tabel 10.

Distribusi Kadar Kolesterol HDL Siswa

SMP
Urutan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

HDL
44
51
59
66
70
72
75
80
82
84
90
93
95
97
100
104
Jumlah

Frekuensi
1
1
2
1
1
1
1
1
1
2
1
1
2
2
1
1
20

Penyajian data dalam bentuk Tabel 10 tidak praktis bila


distribusi datanya banyak. Jika datanya banyak, lebih baik

13

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang


dikelompokkan sebagaimana disajikan pada Bagian A.1.4.2.

14

A.1.4.2 Dengan Pengelompokkan Data


Misalkan data di bawah ini merupakan kadar kolesterol HDL
80 siswa SMP
Tabel 11. Kadar Kolesterol HDL 80 Siswa SMP
Siswa
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

HDL
79
80
70
68
90
92
80
70
63
76
49
84
71
72
35
93
91
74
60
63

Siswa
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

HDL
48
90
92
85
83
76
61
99
83
88
74
70
38
51
73
71
72
95
82
70

Siswa
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60

HDL
81
91
56
65
74
90
97
80
60
66
98
93
81
93
43
72
91
59
67
88

Siswa
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80

Data di atas dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi


frekuensi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 12. Kadar
kolesterol HDL dikategorikan atau dikelompokkan atas
beberapa kategori/kelompok (cara pembuatannya dapat
dilihat pada panduan di bawah).

15

HDL
87
82
74
83
86
67
88
71
89
79
80
78
73
86
88
75
81
77
63
75

Tabel 12. Distribusi Siswa Berdasarkan Kategori Kadar


Kolesterol HDL
Kategori Nilai
(Kelompok)
31 40
41 50
51 60
61 70
71 80
81 90
91 100
Jumlah

Frekuensi
2
3
5
14
24
20
12
80

Frekuensi
Relatif
0,0250
0,0375
0,0625
0,1750
0,3000
0,2500
0,1500
1,0000

Persentase Kumulatif (%)


2,50 %
3,75 %
6,25 %
17,50 %
30,00 %
25,00 %
15,00 %
100,00 %

2 (2,50 %)
5 (6,25 %)
10 (12,50 %)
24 (30,00 %)
48 (60,00 %)
68 (85,00 %)
80 (100,00 %)

Frekuensi relatif : 0,0250 = 2/80; 3/80 = 0,0375; dan


seterusnya
Persentase : (2/80) x 100% = 2,50%; (3/80) x 100% =
3,75%; dan seterusnya.
Kumulatif : 5 = 2 + 3 dan 6,25% = 2,50% + 3,75%; 10 = 2 +
3 + 5 dan
12,50% = 2,50% + 3,75% + 6,25%; dan seterusnya .
Panduan Penyusunan Tabel Distribusi Frekuensi untuk
Data Kuantitatif
1. Data disusun dalam bentuk Tabel Distribusi Frekuensi
bila data cukup banyak dan distribusi data cukup
besar.
2. Tentukan banyaknya kategori (kelompok/kelas), yakni
K [pilih 5 20 atau 10 20 atau 8 20] atau
gunakan aturan Sturges : K = 1 + 3,32 log n (n =
banyaknya pengamatan). Pada Contoh tabel di atas
K = 7.

16

3. Tentukan selisih datum terbesar dan datum terkecil =


R. Pada contoh di atas R = 99 35 = 64.
4. Hitung lebar (interval) kelompok (L), yakni : L = R / K {
L = 64 / 7 = 9,14; dapat dipilih L = 9 atau L = 10 }.
5. Tentukan limit bawah kelompok I (misalnya dipilih 31),
dan tambahkan dengan lebar kelompok (L = 9) untuk
mendapatkan kategori (kelompok) I (31 + 9 = 40).
Jadi kelompok I adalah 31 40. Dapat dimulai
dengan limit bawah 35, sehingga kelompok I: 35
44 ; II : 45 54; III : 55 64; dan seterusnya.
6. Tentukan kategori (kelompok) berikutnya dengan
lebar kelas yg sama
Kelompok II : 41 50, kelompok III : 51 60, dan
seterusnya.
Untuk data kuantitatif, data disajikan dalam bentuk gambar
yang disebut Histogram (bukan dalam bentuk Diagram
Batang). Untuk data yang disajikan pada Tabel 11 atau Tabel
12 dipresentasikan dalam bentuk histogram sebagai berikut.
Gambar 2 dibuat berdasarkan Program Microsoft Word.
Perhatikan bahwa pada Grafik Histogram (Gambar 2), tidak
ada jarak antarbalok; semua balok tersusun rapat.

17

25
20
15
31-40

41-50

51-60

61-70

71-80

81-90

10
5
0
Kategori
Gambar 2. Histogram Kadar Kolesterol HDL Siswa
SMP
Di

bidang

kesehatan

(kedokteran)

beberapa

variabel

penyajian datanya dalam bentuk tabel frekuensi di atas


dibuat berdasarkan kategori tertentu yang sudah baku atau
berdasarkan referensi tertentu.

Sebagai contoh kadar

kolesterol HDL dikategorikan dalam bentuk kategori rendah,


normal, dan tinggi, sehingga penyajian datanya sebagai
berikut.
Tabel 13. Distribusi Siswa Berdasarkan Kategori
Kadar Kolesterol HDL
Kategori HDL
Rendah ( < 35 mg/dL)
Normal (35 84 mg/dL)
Tinggi (> 84 mg/dL)
Jumlah

Frekuensi
0
56
24
80

Persentase
0,0 %
70,0 %
30,0%
100,0 %

18

90-100

A.2 Tabel Dua Variabel


Tabel dua variabel adalah penyajian data dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi yang terdiri atas dua variabel yang diteliti.
Contoh merupakan data penelitian dari dr. John Wantania
(Program

Studi

Obsgin)

ketika

mengikuti

Program

Pendidikan Dokter Spesialis 1 pada Fakultas Kedokteran


Universitas Sam Ratulangi Manado. Pada contoh di bawah
ini hasil pengolahan data penelitian disajikan dalam bentuk
tabel berdasarkan variabel Frekuensi Merokok dan variabel
Hasil Pemeriksaan Pap Smear dari para wanita PSK dan
penyajian dalam bentuk diagram batang yang dibuat dengan
Program Microsoft Word 2007.
Tabel 14. Distribusi Wanita PSK Berdasarkan
Frekuensi Merokok dan
Hasil Pemeriksaan Pap Smear
Frekuensi
Merokok
Tidak
Kadang
Sering
Selalu
Jumlah

Hasil Pap Smear


Normal
Lesi Prakanker

Jumlah

42
(97,7%)
34
(94,4%)
26
(86,7%)
83
(91,2%
185
(92,5%)

43
(21,5%)
36
(18,0%)
30
(15,0%)
91
(45,5%)
200

1
(2,3%)
2
(5,6%)
4
(13,3%)
8
(8,8%)
15
(7,5%)

19

Normal

Lesi Prakanker

83

42
34
26
1
Tidak

2
Kadang

Sering

Selalu

Gambar 3. Diagram Batang Berdasarkan Frekuensi


Merokok dan Hasil
Pap Smear

90
80
70
60
50

Normal

40

Prakanker

30
20
10
0

Tidak

Kadang

Sering

Selalu

20

Gambar 4. Diagram Batang Berdasarkan Frekuensi


Merokok dan Hasil
Pap Smear Tanpa Jarak.
Bentuk gambar yang sering dibuat seperti tampak pada
Gambar 4. Kesalahan pada Gambar 4 yakni kategori hasil
pemeriksaan Pap Smear pada masing-masing kategori
Frekuensi Merokok dibuat berdekatan tanpa jarak. Padahal
harus ada jarak antara balok Normal dan balok Lesi
Prakanker.

Program Word 2007 tersedia cara membuat

gambar seperti Gambar 3.


Penyajian persentase pada tabel dua variable seperti pada
Tabel 14a dapat dilakukan dengan:
(1) perhitungan persentase menurut baris-baris tabel,
(30/70) x 100% = 42,9%; (40/70) x 100% = 57,1%;
(20/30) x 100% = 66,7%; (10/30) x 100% = 33,3%
(2) perhitungan persentase menurut kolom-kolom tabel,
dan
(30/50) x 100% = 60,0%; (20/50) x 100% = 40,0%;
(40/50) x 100% = 80,0%; (10/50) x 100% = 20,0%)
(3) perhitungan persentase menurut total
(30/100) x 100% = 30,0%; (40/100) x 100% =
40,0%;
(20/100) x 100% = 20,0%; (10/100) x 100% = 10,0%

21

Tabel 14a. Contoh perhitungan persentase


Kategori X

Kategori Y
1

Jumlah
Keterangan:

30
(42,9%)*
(60,0%)**
(30,0%)***
20
(66,7%)
(40,0%)
20,0%)
50 (50,0%)*
(100,0%)

Jumlah
2

40
(57,1%)
(80,0%)
(40,0%)
10
(33,3%)
(20,0%)
(10,0%)
50 (50,0%)
(100,0%)

70 (70,0%)**
(100,0%)
30 (30,0%)
(100,0%)
100

* persentase menurut baris


** persentase menurut kolom
*** persentase menurut total (n)

A.3 Tabel Tiga Variabel


Tabel tiga arah (triarah) adalah penyajian data dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi yang terdiri atas tiga variabel yang
diteliti. Contoh merupakan data penelitian dari dr. John
Wantania (Obsgin) ketika mengikuti Program Pendidikan
Dokter Spesialis 1 pada Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi Manado.

Pada contoh di bawah ini hasil

pengolahan data penelitian disajikan dalam bentuk tabel


berdasarkan variabel Pendidikan, variabel Kebiasaan
Merokok dan variabel Hasil Pemeriksaan Pap Smear.

22

Tabel 15. Distribusi PSK Berdasarkan Hasil Pap


Smear, Kebiasaan
Merokok, dan Tingkat Pendidikan
Pendidikan

Kebiasaan
Merokok

SD

Tidak
Merokok
Jumlah

7
53
60

1
4
5

8
57
65

SLTP

Tidak
Merokok
Jumlah

31
75
106

0
7
7

31
82
113

SLTA

Tidak
Merokok
Jumlah

4
15
19
185

0
3
3
15

4
18
22
200

Total

Hasil Pap Smear


Normal
Lesi Prakanker

A.4 Beberapa Bentuk Grafik atau Diagram


A.4.1 Diagram Lingkaran (Pie Chart)
Salah satu bentuk penyajian data yang sering digunakan
dalam laporan hasil penelitian adalah bentuk grafik atau
diagram Lingkaran (Pie Chart). Diagram Lingkaran dapat
digunakan baik untuk data kualitatif maupun data kuantitatif
yang telah dikategorikan. Di bawah ini diberikan contoh
penyajian data variabel tingkat pendidikan dari wanita PSK
dalam bentuk diagram lingkaran (lihat data pada Tabel 8).
Diagram dibuat dengan menggunakan Program Microsoft
Word.

23

Total

2%

SD

16%

SMP

SMA/K

51%

PT

33%

Gambar 5. Diagram Lingkaran Tingkat Pendidikan


Wanita PSK
Jika ingin gambar di atas dibuat secara manual, perlu
diketahui besar masing-masing sudut.

Setelah diperoleh

besar sudut, gunakan alat berupa busur penentu besar


sudut. Perhitungan besar sudut dihitung sebagai berikut:
(1) untuk kategori SD

: (31/200) x 3600 = 55,80

(2) untuk kategori SMP

: (65/200) x 3600 = 117,00

(3) untuk kategori SMA/K

: (101/200) x 3600 = 181,80

(4) untuk kategori PT

: (3/120) x 3600 = 5,40

Variasi lain diagram lingkaran yang dibuat dari Microsoft


Word dicontohkan di bawah ini.

24

2%
51%

16%
33%

Gambar 6. Variasi Lain Diagram Lingkaran Tingkat


Pendidikan Wanita
PSK dibuat dengan Microsoft Word
A.4. 2 Diagram Garis
Grafik dalam bentuk Diagram Garis digunakan untuk data
yang menggam-barkan data variabel bentuk pertumbuhan
atau perubahan dari waktu ke waktu. Misalnya data variabel
berat badan anak (pertumbuhan) dari bulan ke bulan
berikutnya.
Di bawah ini diberikan contoh perubahan panas badan
setelah diterapi dan dievaluasi tiap hari selama 6 hari. Waktu
dalam hari dinyatakan dalam garis horisontal dan panas
badan dinyatakan dalam garis vertikal. Gambar 7 menyatakan grafik perubahan panas badan setelah diberikan obat
A. Gambar 8 me-lukiskan grafik perubahan panas badan
dari dua kelompok pasien.

Kelompok pertama diberikan

obat A, sedangkan kelompok kedua diberi obat B. Data hasil

25

pengamatan panas badan kedua kelompok dapat dilihat


pada Gambar 8 bagian bawah.
Pada Gambar 8 nampak penurunan panas pada hari ke-2
sampai hari ke-5 lebih cepat pada kelompok yang diberi obat
A dibandingkan pada kelompok yang diberi obat B. Pada
hari ke-6 menjadi sama.

41
40

40

39

38.7

38
Panas

37.5
37
36.5
36

36.2

36.1

35
34
Ke-1

Ke-2

Ke-3

Ke-4

Ke-5

Ke-6

Hari Evaluasi

Gambar 7. Grafik Garis Perubahan Panas Badan


Selama 6 Hari

26

41
40
39
38
Panas

37

Obat A

Obat B

36
35
34

Ke-1

Ke-2

Ke-3

Ke-4

Ke-5

Hari Evaluasi

Gambar 8. Diagram Garis Perubahan Panas Badan


dari Dua Jenis Obat
A.4.3 Grafik dalam Bentuk Boxplot
Grafik Boxplot atau disebut juga Box and Whisker plot
sering

digunakan

untuk

(1)

menggambarkan

pola

penyebaran data kuantitatif, (2) mendeteksi datum atau data


yang

menyimpang

jauh

dari

kelompok

data

(mendeteksi adanya data yang terpencil),

lainnya
dan (3)

membandingkan perbedaan data kuantitatif dua kelompok,

27

Ke-6

katakanlah antara umur wanita PSK Normal dan Lesi


Prakanker; antara kadar interferon (IFN) gamma yang diberi
BCG dan tanpa diberi BCG (Bacille Calmette-Guerin). Grafik
ini membagi suatu kelompok data yang telah diurutkan ke
dalam empat bagian yang relatif sama banyak (25%) dan
disajikan dalam bentuk kotak-garis sebagai berikut.
25%
25%
0

25%

25

25%

---------------!---------------!---------------!---------------

0
P

Min

Q1

Me

Q3

Maks

Min = datum terkecil (minimum), Q1 = nilai kuartil 1, Me =


nilai median
Q3 = nilai kuartil 3, Maks = datum terbesar (maksimum), P =
datum outlier
Gambar 9. Bentuk Grafik Boxplot (Box and Whisker
Plot)
Berikut ini diberikan contoh penyajian data dalam bentuk
grafik boxplot. Contoh merupakan data penelitian dari dr.
John

Wantania

(Obsgin)

ketika

mengikuti

Program

Pendidikan Dokter Spesialis 1 pada Fakultas Kedokteran


Universitas Sam Ratulangi Manado. Gambar 10 merupakan
boxplot dua kelompok data yang disajikan secara bersamasama, yakni data umur kelompok normal dan lesi prakanker.
Data diolah dengan Program SPSS for Windows.

Pada

28

boxplot kelompok normal terlihat adanya lingkaran-lingkaran


kecil

di

bagian

atas.

Lingkaran-lingkaran

ini

menginformasikan bahwa pada kelompok tersebut terdapat


beberapa datum (data) umur yang terpencil (outliers). Suatu
datum X dikatakan datum pencilan bila X < (Q1 - 3d/2) atau
X > (Q3 + 3d/2) yang mana

UMUR

d = Q3 Q1

60

50

102
177
104
65
42
117

40

30

20

10
N=

185

Normal

15

Lesi Prakanker

HASIL PEMERIKSAAN PAP SMEAR

Gambar 10. Boxplot Umur Wanita PSK yang Normal


dan Lesi Prakanker

29

A.4.4 Grafik Bentuk Scatterplot


Grafik bentuk Scatterplot (Diagram Pencar) digunakan untuk
menggambarkan tebaran pasangan pengamatan dari dua
variabel (X dan Y) pada sistem bidang Kartesius dua
dimensi, yakni dalam pasangan titik (x,y). Grafik ini akan
meng-gambarkan pola hubungan antara dua variabel baik
dalam bentuk linear maupun nonlinear. Grafik scatterplot
sangat

membantu

peneliti

memahami

permasalahan

penelitian korelatif yang menggunakan data kuantitatif. Pada


gambar di bawah ini disajikan contoh pasangan pengamatan
(x,y) = (2,3).
Y
3 ------------> (x,y) = (2,3)
X
2
Gambar 11. Penyajian Datum Berpasangan (x,y)
A.4.4.1 Pola Hubungan Linear
Ada tiga pola hubungan linear, yakni (1) pola hubungan
negatif (jika nilai X bertambah besar maka nilai Y semakin
kecil) (lihat Gambar 16), (2) pola hubungan positif (jika nilai
X bertambah besar maka nilai Y semakin besar pula) (lihat
Gambar 17), dan (3) pola tidak ada hubungan (jika nilai X

30

semakin besar maka nilai Y tidak berubah atau bergerak


sepanjang garis horisontal) (lihat Gambar 18).
(1) Pola Hubungan Linear Negatif
Berikut diberikan contoh scatterplot pola hubungan linear
negatif. Contoh data ini merupakan data penelitian dr. Ita
Kartika (Rehabilitasi Medik) ketika mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis 1 pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado. Scatterplot dibuat
dengan

menggunakan

Program

SPSS

for

Windows.

Scatterplot tidak perlu menampilkan gambar grafik seperti


pada sistem koordinat kartesius, yang memiliki perpotongan
kedua sumbu pada titik pangkal (0,0).

Gambar 16

menunjukkan

kemampuan

bahwa

makin

meningkat

menggambar jam (X) seorang pasien, makin rendah nilai


indeks Barthelnya (Y).
Tabel 16. Data Uji Menggambar (X) dan Indeks
Barthel (Y)
Pasien

Uji Menggambar Jam (X)

Indeks Barthel (Y)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

2
0
4
2
7
7
0
0
4
6
1
1
1
0

90
95
70
80
50
45
95
95
65
55
80
90
95
95

31

15

90

90

80

70

60

50

Uji Menggambar Jam (X)

Gambar 16. Scatterplot antara X (Uji Menggambar


Jam) dan Y (Indeks
Barthel) Berdasarkan Data pada Tabel
16.

(2) Pola Hubungan Linear Positif


Berikut diberikan contoh scatterplot pola hubungan linear
positif. Contoh data ini merupakan sebagian data penelitian
dr.

Devy

Lasut

(interna)

ketika

mengikuti

Program

Pendidikan Dokter Spesialis 1 pada Fakultas Kedokteran


Universitas Sam Ratulangi Manado. Scatterplot dibuat
dengan

menggunakan

Program

SPSS

for

Windows.

32

Gambar 17 menunjukkan bahwa makin lanjut usia (X)


seseorang, makin tinggi kadar sistatin C-nya (Y).
Tabel 17. Data Usia (X) dan Kadar Sistatin C (Y)

Pasien
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Umur
50
52
55
59
63
66
70
79
85
92

Sistatin C
.90
.97
1.05
1.10
1.13
1.25
1.36
1.55
1.46
1.51

Kadar Sistatin C (Y)

1.40

1.20

1.00

50

60

70

80

90

Umur (X)

33

Gambar 17. Scatterplot antara X (Umur) dan Y (Kadar


Sistatin C)
Berdasarkan Data pada Tabel 17

(3) Pola Tidak Ada Hubungan


Berikut diberikan contoh scatterplot pola hubungan linear
yang menyatakan tidak ada hubungan kedua variabel (tidak
ada hubungan antara X dan Y). Scatterplot dibuat dengan
menggunakan Program SPSS for Windows. Pada Gambar
18 nampak bahwa peningkatan nilai X tidak diikuti oleh
perubahan

nilai

secara

konstan

(meningkat

atau

menurun); nilai Y berfluktuasi (naik dan turun).

Tabel 18. Data (X) dan (Y)


Pasien
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

X
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Y
12
11
13
9
10
11
10
13
12
9
10

34

12

17

13.00

12.00

11

11.00

10.00

9.00
5.00

7.50

10.00

12.50

15.00

Variabel X

Gambar 18. Scatterplot antara X dan Y Berdasarkan


Data pada Tabel 18

A.4.4.2 Pola Hubungan Nonlinear


Di bawah ini diberikan contoh salah satu pola hubungan
nonlinear. Contoh merupakan hubungan antara Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) sebagai variabel X dan Kreatinin Serum
sebagai variabel Y dari 13 pasien.

35

Tabel 21.
Pasien

LFG (ml/min/1,73 m2)


X
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
110.00
120.00
140.00

Pasien
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

8.00

6.00

4.00

Data LFG dan Kreatinin Serum dari 13

Kreatinin Serum (mg/dl)


Y
8.00
6.00
4.00
3.00
2.40
2.00
1.50
1.20
1.00
.85
.80
.75
.72

2.00

25.00

50.00

75.00

100.00

125.00

Laju Filtrasi Glomerulus (ml/min/1.73 m2)

36

Gambar 13. Scatterplot antara LFG dan Kreatinin Serum


dalam Pola
Hubungan Nonlinear

A.5 Tiga Bentuk Histogram


Gambar histogram di samping memiliki fungsi menyajikan
data dalam bentuk deskriptif (distribusi data berdasarkan
beberapa kategori dalam bentuk interval nilai), juga memiliki
fungsi lain yakni menyajikan data dalam bentuk (1)
perbandingan

luas

daerah

tertentu

dengan

luas

keseluruhannya, dan (2) pola penyebaran data. Fungsi (1)


luas daerah akan digunakan sebagai peluang kejadian
daerah tersebut, dan fungsi (2) akan digunakan sebagai
syarat dalam pengujian hipotesis tertentu. Ada tiga bentuk
histogram yang sering dijumpai dalam penelitian.
A.5.1 Bentuk Histogram Simetris
Bentuk histogram yang simetris dapat dilihat pada Gambar
14. Bila interval nilai pada masing-masing diperkecil sekecil
mungkin maka akan diperoleh bentuk histogram yang
menyerupai bentuk lonceng (bell-shaped) yang dalam
Gambar 14 terlihat kurva yang melengkung.

Jika suatu

kelompok data memiliki bentuk histogram yang menyerupai


lonceng maka dikatakan data tersebut berdistribusi normal
(menyebar normal).

37

0
0.00

.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

Variabel X

Gambar 14. Histogram berbentuk lonceng (Bell-shaped)


atau Simetris
A.5.1 Bentuk Histogram Miring Positif (Positively
Skewed)

38

60

50

40

30

20

10
0
0.0

5.0
2.5

10.0
7.5

15.0
12.5

20.0
17.5

25.0
22.5

30.0
27.5

Lama Menjadi PSK

Gambar 14. Histogram miring positif (positively skewed or


skewed to the right)
A.5.1 Bentuk Histogram Miring Negatif (Negatively
Skewed)

39

30
25
20
15
10
5
0

Kategori

Gambar 15. Histogram miring negatif (negatively skewed or


skewed to the left)

B. Ukuran Pemusatan dan Keragaman


Penelitian yang dalam pengumpulan data menggunakan
skala

pengukuran

interval

atau

rasio

(data

numeric/kuantitatif), hasil penyajian datanya tidak praktis bila


hanya disajikan dalam bentuk data mentah. Data yang
cukup banyak perlu diringkaskan agar menjadi informatif.
Peringkasan data dapat disajikan dengan satu atau
beberapa nilai tertentu.

Beberapa cara peringkasan data

akan disajikan berikut ini.

40

B.1 Ukuran Pemusatan


Ukuran pemusatan adalah suatu cara peringkasan data
penelitian ke dalam suatu nilai tertentu. Disebut ukuran
pemusatan

sebab

pada

umumnya

data

cenderung

berkumpul pada nilai tertentu tersebut sebagai pusat data.


Ukuran pemusatan sering disebut juga dengan ukuran
lokasi. Ada tiga jenis ukuran pemusatan atau ukuran
kecenderungan memusat yang sering digunakan, yakni (1)
nilai rata-rata, (2) nilai median, dan (3) nilai modus.

Di

bawah ini diberikan contoh perhitungan dari ketiga jenis


ukuran pemusatan tersebut.

Data pada Tabel 22 telah

ditambahkan kolom X2, yang akan digu-nakan untuk


perhitungan lainnya.

Data ini merupakan data yang

diperoleh dari sampel (10 pasien).


Tabel 22. Data Penelitian Pengukuran Denyut Nadi
Nomor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

DENYUT NADI (X)


(DETAK/MENIT)
59
72
58
65
77
83
72
77
62
62

X2
3481
5184
3364
4225
5929
6889
5184
5929
3844
3844

41

B.1.1 Nilai Rata-rata Aritmetik/Rataan/Rerata


Di dalam literatur statistika yang dimaksud dengan nilai ratarata adalah nilai rata aritmetik/hitung. Namun, pada
umumnya dalam penelitian hanya disebutkan saja nilai ratarata. Istilah lain dari rata-rata adalah rataan atau rerata.
Hitungannya menggunakan rumus sebagai berikut:

Nilai rata-rata yang diperoleh di atas disebut rata-rata


sampel sebab diperoleh dari data sampel (

dibaca X bar

dan n = ukuran sampel). Jika rata-rata diperoleh dari data


populasi disebut rata-rata populasi dan dilambangkan
sebagai

dan dibaca myu.

Nilai rata-rata aritmetik sangat dipengaruhi oleh datum


ekstrim minimum atau maksimum. Artinya, jika ada datum
(nilai pengamatan) menyimpang jauh di atas data lainnya,
maka nilai rata-rata akan menjadi tinggi (Gambar 14),
sebaliknya jika ada datum menyimpang jauh di bawah data
lainnya, maka nilai rata-rata akan menjadi rendah (Gambar
15).
Di samping ukuran pemusatan rata-rata aritmetik (rata-rata)
yang disebutkan di atas, ada juga jenis lain nilai rata-rata.
Jenis rata-rata lainnya adalah sebagai berikut.

42

B.1.2 Rata-rata Geometrik


Rata-rata geometrik adalah suatu cara perhitungan nilai
rata-rata yang berkaitan dengan data kuantitatif dalam
bentuk pengamatan pertumbuhan. Misalnya pertumbuhan
berat badan seorang bayi yang diukur setiap bulan. Menurut
Dawson dan Trapp (2001), rata-rata geometrik secara umum
digunakan untuk data yang diukur dengan skala logaritma,
misalnya titers of antineutrophil immunoglobulin G. Data
bentuk pertumbuhan biasanya membentuk urutan bilangan
menyerupai

deret

geometri/ukur.

Jika

terdapat

pengamatan (x1, x2, , xn) maka nilai rata-rata geometric (


) diperoleh dari rumus sebagai berikut.

Rumus di atas ini sering diubah ke dalam bentuk data


logaritma (semua data dilogaritmakan dulu), sehingga
bentuk perhitungannya adalah:

43

Rumus

terakhirnya

perhitungannya

tentu

akan

menggunakan Tabel Logaritma atau menggunakan alat


hitung kalkulator.
Contoh
Seorang perawat mencatat pertambahan berat badan
seorang bayi selama 3 minggu, dan hasilnya adalah sebagai
berikut:
pertambahan berat badan pada minggu pertama (x 1) = 2
gram;
pertambahan berat badan pada minggu kedua (x 2) = 4 gram;
dan
pertambahan berat badan pada minggu ketiga (x3) = 8 gram.
Rata-rata pertambahan berat badan selama 3 bulan dihitung
berdasarkan rata-rata geometric sebagai berikut:

Dengan menggunakan table logaritma diperoleh

Jika data pertambahan berat badan di atas dihitung rataratanya dengan rata-rata aritmetik diperoleh

44

Rata-rata Harmonik =

Jika ada data sebagai berikut


Nilai (X)
X1=2
X2=4
X3=1

Bobot (B)
B1=3
B2=2
B3=4
=9

XB
X1B1=6
X2B2=8
X3B3=4
=18

Maka rata-rata terbobot =

B.1.3 Nilai Median


Nilai median (Me) adalah nilai yang berada di tengah setelah
lebih dahulu data mentah disusun menurut urutan dari
datum terkecil ke datum terbesar atau sebaliknya. Nilai
median selalu terletak di tengah dari kelompok data, dengan
kata lain median membagi data atas dua bagian yang sama
dimana, 50% data akan

Me dan 50% data lainnya akan

Me. Penentuan nilai median (Me) diberikan di bawah ini.


B.1.3.1 Untuk banyaknya data ganjil

45

Misalkan seorang peneliti mendapatkan data umur (tahun)


pasien sebagai berikut : 34, 23, 50, 25, 30, 61, dan 45
( n = 7), maka pada tahap pertama peneliti harus menyusun
dulu data dari datum terkecil ke datum terbesar, yakni
23, 25, 30, 34, 45, 50, 61 (data setelah diurutkan).
Setelah itu tentukan datum yang berada di tengah data
tersusun di atas untuk menentukan nilai median (Me).
Karena banyaknya data ganjil (n = 7) maka nilai Me terletak
pada datum ke-4, yakni Me = 34 tahun.
B.1.3.2 Untuk banyaknya data genap
Misalkan seorang peneliti mendapatkan data umur (tahun)
pasien sebagai berikut: 34, 23, 50, 25, 30, 61, 55, 50,
23, dan 45 ( n = 10)
Data setelah diurutkan : 23, 23, 25, 30, 34, 45, 50, 50, 55, 61
Karena banyaknya data genap (n = 10) maka nilai median
berada di antara datum ke-5 (34) dan ke-6 (45), sehingga
nilai median ditentukan dengan cara:

Me

= 39,5 tahun (39 tahun 6 bulan).

Nilai median tidak dipengaruhi oleh datum ekstrim minimum


atau

maksimum.

Nilai

median

digunakan

untuk

memperbandingkan data dua kelompok yang tidak

46

menyebar normal (dalam pengujian hipotesis perbedaan


dua kelompok).
B.1.4 Nilai Modus
Nilai modus dari sekelompok pengamatan adalah nilai yang
paling banyak ter-jadi (frekuensi tersering/terbanyak). Jika
tidak ada datum yang sama, maka data tersebut tidak
memiliki nilai modus.

Jika ada dua datum yang berbeda

memiliki frekuensi yang sama, maka data tersebut memiliki


dua modus (bimodus). Jika ada tiga atau lebih datum yang
berbeda memiliki frekuensi yang sama, maka data tersebut
tidak memiliki modus. Di bawah ini diberikan contoh nilai
modus.
Data umur (tahun) : 34, 23, 50, 25, 23, 23, 30, 61, dan
45.

Data ini memiliki modus, yakni 23 tahun (23 terjadi

sebanyak 3 kali, sedangkan lainnya hanya 1 kali terjadi).


Data umur (tahun) : 23, 23, 25, 30, 34, 45, 50, 50, 55, dan
61. Data ini memiliki modus = 23 tahun dan modus = 50
tahun sebab kedua datum tersebut terjadi 2 kali.
Data umur (tahun) : 34, 23, 23, 23, 50, 50, 50, 25, 25, 25,
30, 61, dan 45. Data ini tidak memiliki modus sebab datum
23, 25, dan 50 memiliki frekuensi yang sama yakni 3.
B.1.5 Kuartil (Quartil)

47

Di

samping

ukuran-ukuran

pemusatan

yang

sudah

disebutkan di atas, terdapat juga peringkasan data lain yang


disebut ukuran/nilai kuartil. Nilai kuartil akan memilahmilah data atas empat bagian yang relatif sama banyak. Ada
tiga ukuran kuartil, yakni nilai kuartil pertama (Q 1), nilai
kuartil kedua (Q2), dan nilai kuartil ketiga (Q3) yang akan
memilah data. Nilai-nilai kuartil ini dapat ditentukan setelah
semua pengamatan diurutkan dari nilai terkecil ke nilai
terbesar. Nilai kuartil kedua sama dengan nilai median (Q 2 =
Me). Nilai Q1 adalah nilai median dari semua pengamatan di
bawah Me, dan nilai Q3 adalah nilai median dari semua
pengamatan di atas Me. Nilai Q 1, Q2, dan Q3 disebut juga
nilai persentil ke-25, 50, dan 75. Jika data menyebar normal
(simetris) maka nilai-nilai kuartil ini akan membagi kelompok
data ke dalam empat bagian yang sama, yakni 25% data
berada di bawah Q1, 25% data berada di antara Q 1 dan Q2,
25% data berada di antara Q 2 dan Q3, dan 25% data berada
di atas Q3.
Berikut ini diberikan contoh penentuan nilai-nilai kuartil.
Hasil pengukuran berat badan (kg) anak yang dilakukan oleh
seorang peneliti adalah sebagai berikut:
33,6

28,8

17,5

9,8

11,0

18,7

8,2

14,1

21,4

16,3

11,5

26,5

7,9

10,4

13,0

16,6

19,3

20,3
Data pengamatan di atas diurutkan sebagai berikut:

48

7,9

8,2

9,8

10,4

11,0

11,5

13,0

14,1

16,3

16,6

17,5

18,7

19,3

20,3

21,4

26,5

28,8

33,6
Setelah data (pengamatan) diurutkan, tentukan nilai Me (Q 2).
Karena n = 18 maka nilai Me terletak di antara datum ke-9
(16,3) dan datum ke-10 (16,6), sehingga
Me = Q2 =

kg.

Nilai Q1 diperoleh dari data di bawah nilai Me.

Karena

banyaknya pengamatan (data) di bawah nilai Me adalah


sembilan, maka nilai Q1 terletak pada pengamatan urutan
ke-5, yakni Q1 = 11,0 kg.
Nilai Q3 diperoleh dari data di atas nilai Me.

Karena

banyaknya pengamatan (data) di bawah nilai Me adalah


sembilan, maka nilai Q3 terletak pada pengamatan urutan
ke-14, yakni Q3 = 20,3 kg.
Bila kita tampilkan letak ketiga nilai kuartil di atas pada posisi
urutan data, maka letaknya dapat dilihat di bawah ini.
7,9

------ nilai minimum

8,2
9,8

25%

10,4
11,0 <------- Q1
11,5
13,0

25%

14,1

49

16,3
16,45 ----- Me = Q2
16,6
17,5

25%

18,7
19,3
20,3

----- Q3

21,4
26,5

25%

28,8
33,6

------ nilai maksimum

Cara penentuan nilai-nilai kuartil di atas tidak selalu


memberikan hasil yang tepat untuk sejumlah pengamatan
(data) tertentu.

Pada paket Program Minitab (salah satu

program pengolah data statistika), penentuan nilai kuartil


untuk n pengamatan setelah data diurutkan adalah sebagai
berikut.
Nilai Q1 terletak pada pengamatan urutan ke-(1/4)(n +
1),
Nilai Me (Q2) terletak pada pengamatan urutan ke(2/4)(n + 1), dan
Nilai Q3 terletak pada pengamatan urutan ke-(3/4)(n +
1).
Bila hasil penentuan posisi kuartil terletak pada urutan
bentuk bilangan pecahan, misalkan Q 1 terletak pada datum
urutan ke-4,75, maka penentuan nilai kuartil harus dilakukan
dengan cara pendekatan interpolasi. Pada contoh data

50

berat badan anak di bagian terdahulu (n = 18) diperoleh


hasil sebagai berikut.
Nilai Q1 terletak pada pengamatan urutan ke-(1/4)(n + 1) =
ke-(1/4)(18 +1) = ke-4,75 (urutan pengamatan ke-4
lebih 0,75), sehingga
Q1 = datum ke-4 + 0,75(datum ke-5 datum ke-4)
Q1 = 10,4 + 0,75(11,0 10,4) = 10,85 kg.
Nilai Me (Q2) terletak pada pengamatan urutan ke-(2/4)(n +
1) =
ke-(2/4)(18 +1) = ke-9,5 (urutan pengamatan ke-9
lebih 0,5), sehingga
Me = Q2 = datum ke-9 + 0,5(datum ke-10 datum ke9)
Q1 = 16,3 + 0,5(16,6 16,3) = 16,45 kg.
Nilai Q3 terletak pada pengamatan urutan ke-(3/4)(n + 1) =
ke-(3/4)(18 +1) = ke-14,25 (urutan pengamatan ke-14
lebih 0,25), sehingga Q3 = datum ke-14 + 0,25(datum ke-15
datum ke-14)
Q3 = 20,3 + 0,25(21,4 20,3) = 20,575 kg.
Beberapa hasil penelitian dilaporkan kuartil di atas dalam
bentuk nilai rentangan antarkuartil (interquartil range),
yakni Q3 Q1. Pada contoh di atas Q1 = 11,0 kg dan Q3 =
20,3 kg, sehingga nilai antarkuartil = (20,3 11,0) kg = 9,3
kg.

51

B.1.6 Desil dan Persentil


Di samping ukuran-ukuran pemusatan dan kuartil yang
sudah disebutkan di atas, terdapat juga peringkasan data
lain yang disebut ukuran/nilai desil dan persentil. Nilai
desil akan memilah-milah data atas 10 bagian yang relatif
sama banyak, sehingga akan ada sembilan nilai desil, yang
dilambangkan dengan D1, D2, , D9. Nilai persentil akan
memilah-milah data atas 100 bagian yang relatif sama
banyak, sehingga aka nada 99 nilai persentil (P 1, P2, , P99).
Nilai D5 dan P50 sama dengan nilai Me (Q2). Ukuran desil
dan persentil sangat jarang digunakan dalam pelaporan
hasil penelitian, oleh sebab itu tidak dibahas lebih lanjut
dalam buku ini.
B.2 Ukuran Keragaman
Ukuran keragaman, variabilitas, atau dispersi adalah ukuran
yang digunakan untuk menggambarkan penyebaran data di
sekitar pusat data, yakni nilai rata-rata atau median. Melalui
nilai keragaman dapat diketahui apakah data sebagian
besar berkumpul di sekitar nilai rata-rata (median) atau tidak.
Dalam suatu karya tulis, tesis, disertasi, atau karya
penelitian lainnya, pada Bab Hasil Penelitian setidaktidaknya selalu dilaporkan secara bersama-sama dua hal,
yakni

hasil

perhitungan

nilai

rata-rata

dan

nilai

keragaman/variabilitas data.

52

Dua kelompok data dapat saja memiliki nilai rata-rata yang


sama, namun sangat berbeda dalam penyebaran kedua
kelompok data tersebut.

Perhatikan contoh di bawah ini.

Kedua kelompok data memiliki nilai rata-rata sama yakni 10,


tetapi dari gambar terlihat sangat berbeda penyebaran data
pada kedua kelompok tersebut.

Data pada kelompok 2

(Data 2) lebih menyebar datanya dari pusat data (

= 10)

dibandingkan dengan data pada kelompok 1 (Data 1).


Data 1 : 8, 9, 10, 11, dan 12. Rata-ratanya =

= 10

Data 2 : 1, 2, 5, 10, 15, 18, dan 19. Rata-ratanya =


+

+ +
10

Data 1
+
Data 2

+ + + + +
8 9 10 11 12
+

+ +

+ +
15

= 10
+

+ +

+ + +
18 19

Gambar 19. Posisi rata-rata dan penyebaran Data 1


dan 2

Ada

beberapa

ukuran

jangkauan/rentang

keragaman

(range),

(2)

di

antaranya:

rentangan

(1)

antarkuartil

(interquartil range), (3) simpangan kuartil, (4) simpangan


rata-rata, (5) Simpangan baku (standard deviation), (6)
ragam/variansi

(variance),

dan

(7)

koefisien

keragaman/variasi (coefficient of variation).

Dari tujuh

ukuran keragaman ini, hanya tiga yang banyak digunakan


dalam penelitian. Ketiga jenis keragaman tersebut adalah

53

ragam/variansi, simpangan baku (standar deviasi), dan


koefisien keragaman.
banyak

digunakan

Ragam dan simpangan baku

dalam

pengujian

hipotesis

dalam

penelitian komparatif dan korelatif).

B.2.1 Ukuran Variansi


Ukuran variansi dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut.
Jika data merupa-kan data sampel maka variansi sampel
yang dilambangkan dengan Var (X) atau s 2 atau

(indeks x

menyatakan nama variabel adalah X).

Pada data yang disajikan di Tabel 22, nilai variansinya


adalah

Jika data merupakan data populasi maka nilai variansi


populasinya

yang

dilambangkan

dengan

Var(X)

atau

dihitung ber-dasarkan rumus sebagai berikut.

54

, N = ukuran populasi
B.2.2 Ukuran Simpangan Baku (Standar Deviasi)
Ukuran penyebaran lain adalah simpangan baku (SB) atau
Standar Deviasi (SD) atau hanya ditulis dengan huruf s
atau sx. Besarnya nilai SB dari data sampel dihitung dari
rumus sebagai berikut.

Pada data yang disajikan di Tabel 22, nilai SB sampel


adalah

sedangkan SB populasi dihitung dari rumus:

B.2.3 Ukuran Koefisien Keragaman

55

Keragaman lain adalah ukuran koefisien keragaman (KK)


atau coefficient of variation (CV). Ukuran ini berguna bila
ingin

memperbandingkan

keragaman

dari

beberapa

kelompok data, baik yang menggunakan satuan sama atau


yang

ber-beda.

Misalnya

untuk

memperbandingkan

keragaman data berat badan dengan tinggi badan bayi


berumur < 2 tahun), atau membandingkan keragaman data
berat badan bayi (1 2 tahun) dengan berat badan anak (10
12 tahun).
Rumus KK adalah sebagai berikut.

Pada data di Tabel 15, telah diperoleh SB = s = 8,67


detak/menit dan
= 68,7 detak/menit, sehingga

= 12,62%

Perhatikan gambar berikut ini.

Rata-rata data kelompok

kedua lebih besar dari rata-rata data kelompok pertama (


) dan nampak kurva data kelompok kedua lebih
melebar daripada kurva data kelompok pertama. Jadi, data
kedua kelompok sangat berbeda, baik rata-ratanya maupun
penyebaran pengamatan-nya di sekitar rata-rata.

56

Gambar 20. Posisi rata-rata populasi dan


penyebaran data kedua
Kelompok (

Interval Kepercayaan
Pada beberapa hasil penelitian sering yang dilaporkan tidak
hanya nilai rata-rata dan simpangan bakunya, atau nilai
proporsi/persentasenya, tetapi turut dilaporkan nilai Interval
Kepercayaan/IK (Confidence Interval/CI) dari nilai-nilai
tersebut. Berikut diberikan contoh laporan hasil penelitian
disertasi dari Dokter Sri Rezeki S. Hadinegoro (1996).
Tabel Gambaran Laboratorium pada Demam Berdarah
Dengue dengan
Endotoksemia
Kadar
Trombosit (ul)
Hemokonsentrasi (%)
C3 (mg/dl)
C4 (mg/dl)
Fibrinogen (mg/dl)

Endotoksemia (+)
Rerata (IK 95%)
89500 (15000 - 348000)
24,6 (5,7 67,2)
20,6 (0 42,2)
17,1 (2,8 31,4)
95,5 (5,2 185,8)

Endotoksemia (-)
Rerata (IK 95%)
96500 (12000 3230
15,7 (2,5 50,0)
34,7 (13,1 56,3)
23,0 (9,3 36,7)
139 (52,7 225,3)

Setiap hasil perhitungan seperti: rata-rata, simpangan baku,


median, proporsi/ persentase, resiko relatif, dan odds ratio
yang diperoleh dari data sampel, selalu digunakan untuk

57

mengestimasi nilai-nilai tersebut bagi populasi. Misalkan


pada tabel di atas, rata-rata fibrinogen pasien DBD dengan
endotoksemia positif adalah 95,5 mg/dl (nilai diperoleh dari
sampel). Nilai ini digunakan untuk mengungkapkan bahwa
diduga semua pasien DBD dengan endotoksemia (populasi)
memiliki nilai rata-rata fibrinogen = 95,5 mg/dl. Nilai 95,5
mg/dl merupakan nilai estimasi rata-rata fibrinogen populasi.
Cara estimasi dalam bentuk nilai tunggal di atas disebut
estimasi titik (point estimate). Cara lain untuk mengestimasi
misalkan rata-rata populasi ( ) adalah dengan cara bentuk
interval nilai (interval estimate). Cara ini mengungkapkan
nilai rata-rata populasi dalam bentuk a < < b. Sering ada
pernyataan: Rata-rata kadar fibrinogen pasien DBD di
antara 90 150 mg/dl. Pernyataan ini mengungkapkan
estimasi/dugaan rata-rata kadar fibrinogen dalam bentuk
interval nilai.
Dalam penelitian, estimasi titik tentang rata-rata populasi (
) melalui rata-rata sampel ( ) selalu memiliki resiko
kesalahan yang tinggi.
Oleh sebab itu, orang lebih
menyukai melakukan estmasi dalam bentuk interval.
Estimasi harus dipahami melalui pengetahuan probabilitas
atau peluang. Berapa besar peluang yang dipercayai bahwa
dugaan rata-rata (dalam bentuk interval) yang dibuat
memuat rata-rata populasi (a < < b). Besarnya peluang ini
dinyatakan dalam tingkat kepercayaan dan biasanya di
dalam statistika (dalam bentuk sandar) mengambil nilai
tingkat kepercayaan 95% atau 99%. Hasil cara estimasi ini
disebut estimasi interval kepercayaan (confidence interval
estimation) dan dilaporan hasil penelitian dinyatakan:
Interval Kepercayaan 95% atau 99% dan disingkat IK 95%
atau IK 99% (CI 95% or CI 99%).
Nilai estimasi rata-rata dalam bentuk interval kepercayaan
bila digunakan IK 95% adalah:

58

Bila digunakan IK 99%:

Berikut ini diberikan contoh perhitungan estimasi dalam


bentuk interval kepercayaan. Misalkan diketahui rata-rata
fibrinogen pasien DBD = 123 mg/dl dan SB = 89,8 mg/dl dari
sampel berukuran (n) = 94 pasien. Bila digunakan IK 95%
untuk mengestimasi rata-rata populasi, maka diperoleh:

atau

ditulis

(104,85

141,15) mg/dl
Nilai 104,85 mg/dl dan 141,15 mg/dl disebut nilai batas
bawah dan atas dari nilai rata-rata populasi

Nilai-nilai di atas secara grafik ditunjukkan pada gambar di


bawah ini. Dengan demikian, kita percaya bahwa 95%
dugaan terhadap rata-rata kadar fibrinogen pasien DBD ( )
berada di antara 104,85 mg/dl dan 141,15 mg/dl.
------------X------------------------------------------X------------104,85

141,15

Rumus perhitungan di atas digunakan untuk mengestimasi


rata-rata populasi.
Untuk estimasi parameter lainnya
(median, proporsi/persentase, resiko relatif, odds rasio,
selisih dua rata-rata, dan lain-lain) akan disajikan pada
uraian yang lain.

59

Tabel Lampiran 1. Sebagian Variabel yang Merupakan Data Hasil


Penelitian dr. John Watania (2004)
PSK

Umur

TP

23

SMP

Parita
s
1

Merokok

Keluhan

KADANG

Fl Gatal/Bau

Hasil Pap
Smear
Nonprakanker

34

SMP

SELALU

Fl Gatal/Bau

Lesi Prakanker

32

SMA

TIDAK

Fluor Biasa

Nonprakanker

38

SMA

TIDAK

Tidak Ada

Nonprakanker

5
6

25

SMP

SELALU

Fluor Biasa/Nyeri

Nonprakanker

33

SMA

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

32

SD

KADANG

Tidak Ada

Nonprakanker

22

SMP

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

19

SMA

SERING

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

10

26

SMA

SERING

Fluor Biasa

Nonprakanker

11

29

SMA

TIDAK

Fluor Biasa

Nonprakanker

12

24

SMA

KADANG

Fluor Biasa

Nonprakanker

13

23

SMA

TIDAK

Fluor Biasa

Nonprakanker

14

18

SMP

KADANG

Fluor Biasa

Nonprakanker

15

23

SMA

KADANG

Dispareunia

Nonprakanker

16

23

SMP

SELALU

Fluor Biasa/Disp

Nonprakanker

17

30

SMP

SERING

Fluor Biasa

Nonprakanker

18

29

SMA

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

19

28

SMP

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

20

20

SMP

SELALU

Dispareunia

Nonprakanker

21

23

SMP

SERING

Fluor Biasa/Nyeri

Nonprakanker

22

32

SD

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

23

23

SMA

KADANG

Tidak Ada

Nonprakanker

24

21

SMP

TIDAK

Tidak Ada

Nonprakanker

25

19

SMA

TIDAK

Tidak Ada

Lesi Prakanker

26

30

SMP

SERING

Tidak Ada

Lesi Prakanker

27

32

SMP

TIDAK

Fluor Biasa

Nonprakanker

28

25

SMA

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

29

37

SMP

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

30

21

SMP

KADANG

Fluor Biasa

Nonprakanker

31

25

SMA

SELALU

Metroragia

Nonprakanker

32

18

SMP

KADANG

Fluor Biasa

Nonprakanker

33

21

SMA

KADANG

Fluor Biasa/Nyeri

Nonprakanker

34

19

SMA

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

60

35

18

SMP

KADANG

Fluor Biasa

Nonprakanker

36

38

SMP

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

37

29

SMP

SERING

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

38

23

SMA

TIDAK

Fluor Biasa/Nyeri

Nonprakanker

39

28

SMP

KADANG

Nyeri Perut

Nonprakanker

40

38

SMA

SERING

Fluor Biasa

Nonprakanker

41

29

SD

KADANG

Nyeri Perut

Nonprakanker

42

44

SMA

KADANG

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

43

22

SMA

KADANG

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

44

26

SMP

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

45

37

SMA

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

46

38

SD

KADANG

Fluor Biasa

Nonprakanker

47

35

SMA

KADANG

Fluor Biasa

Lesi Prakanker

48

26

SMA

SERING

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

49

23

SMA

KADANG

Fluor Biasa

Nonprakanker

50

20

SMP

KADANG

Fluor Biasa

Nonprakanker

51

23

SMP

SERING

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

52

23

SD

KADANG

Fluor Biasa

Nonprakanker

53

21

SMA

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

54

22

SMP

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

55

33

SMA

TIDAK

Fluor Biasa

Nonprakanker

56

28

SMP

KADANG

Tidak Ada

Nonprakanker

57

23

SMA

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

58

18

SMP

KADANG

Nyeri Perut

Nonprakanker

59

21

SMA

KADANG

Fluor Biasa

Nonprakanker

60

37

SMA

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

61

21

SMA

KADANG

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

62

35

SMA

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

63

28

SMA

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Lesi Prakanker

64

46

SMA

SERING

Fl Gatal/Bau

Lesi Prakanker

65

45

SMP

KADANG

Fluor Biasa

Nonprakanker

66

34

S1

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

67

19

SMA

KADANG

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

68

26

SMA

SERING

Fluor Biasa/Disp

Nonprakanker

69

23

SMA

KADANG

Tidak Ada

Nonprakanker

70

25

SMA

SELALU

Fluor BiasaNyeri

Nonprakanker

71

25

SMA

KADANG

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

72

26

S1

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

61

73

28

SMA

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

74

38

SMA

SELALU

Tidak Ada

Lesi Prakanker

75

31

SMA

TIDAK

Dispareunia

Nonprakanker

76

20

SMA

SERING

Fl Gatal/Bau/Nyeri

Nonprakanker

77

25

SMA

SELALU

Perdarahan

Nonprakanker

78

23

SMP

SERING

Fluor Biasa

Nonprakanker

79

28

SMA

SERING

Fluor Biasa/Nyeri

Nonprakanker

80

35

SMP

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

81

35

SMA

SELALU

Fluor Gatal

Nonprakanker

82

19

SMP

SERING

Fluor Biasa/Nyeri

Nonprakanker

83

26

SMA

TIDAK

Fl Gatal/Bau/Nyeri

Nonprakanker

84

23

SMA

SERING

Nyeri Perut

Nonprakanker

85

21

SMA

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

86

35

SMP

KADANG

Fluor Biasa

Nonprakanker

87

24

SMA

SERING

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

88

19

SMA

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

89

22

SMA

SERING

Tidak Ada

Nonprakanker

90

25

SMA

KADANG

Tidak Ada

Nonprakanker

91

30

SMA

SELALU

Nyeri Perut

Nonprakanker

92

28

SMP

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

93

20

SMA

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

94

24

MHS

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

95

30

SMA

TIDAK

Tidak Ada

Nonprakanker

96

22

SMA

SELALU

Nyeri Perut

Nonprakanker

97

20

SMA

SELALU

Fl Gatal/Bau

Lesi Prakanker

98

19

SMA

SELALU

Fluor Biasa/Nyeri

Nonprakanker

99

24

SMA

SERING

Tidak Ada

Nonprakanker

100

20

SMA

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

101

29

SD

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

102

48

SD

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

103

26

SMA

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

104

46

SD

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

105

21

SMA

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

106

19

SMA

SERING

Fl Gatal/Bau

Lesi Prakanker

107

29

SMP

SELALU

Tidak Ada

Lesi Prakanker

108

43

SD

SELALU

Tidak Ada

Lesi Prakanker

109

28

SMP

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

110

18

SMP

SERING

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

62

111

40

SD

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

112

19

SMA

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

113

24

SMA

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

114

28

SMP

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

115

24

SMA

TIDAK

Tidak Ada

Nonprakanker

116

41

SMP

KADANG

Tidak Ada

Nonprakanker

117

43

SD

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

118

36

SMP

SERING

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

119

29

SMA

SERING

Fluor Biasa

Lesi Prakanker

120

24

SMA

KADANG

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

121

22

SMA

SERING

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

122

21

SMA

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

123

30

SMA

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

124

22

SMA

TIDAK

Dispareunia

Nonprakanker

125

20

SD

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

126

18

SD

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

127

30

SMA

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

128

19

SD

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

129

28

SMA

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

130

17

SMP

SERING

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

131

24

SMA

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

132

22

SMP

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

133

24

SMP

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

134

31

SD

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

135

24

SD

SELALU

Fl Gatal/Bau

Lesi Prakanker

136

29

SD

KADANG

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

137

23

SMP

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

138

20

SMP

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

139

21

SMA

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

140

25

SMA

TIDAK

Tidak Ada

Nonprakanker

141

17

SD

SERING

Tidak Ada

Nonprakanker

142

17

SD

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

143

22

SMA

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

144

26

SMA

SERING

Tidak Ada

Nonprakanker

145

33

SMA

KADANG

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

146

38

SMA

TIDAK

Fluor Biasa

Nonprakanker

147

39

SMA

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

148

24

SMP

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

63

149

25

150

35

151

25

152

SMP

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

SD

SERING

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

38

SMA

SERING

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

153

26

SMP

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

154

20

SMP

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

155

35

SMP

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

156

24

SMP

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

157

29

SMA

TIDAK

Tidak Ada

Nonprakanker

158

35

SMP

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

159

19

SMP

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

160

21

SMA

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

161

20

SMA

TIDAK

Fluor Gatal

Nonprakanker

162

35

SD

TIDAK

Fluor Gatal

Nonprakanker

163

29

SMA

TIDAK

Fl Gatal/Bau/Nyeri

Nonprakanker

164

35

SD

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

165

32

SD

KADANG

Fluor Biasa

Nonprakanker

166

17

SMP

TIDAK

Fluor Biasa/Nyeri

Nonprakanker

167

23

SMA

SELALU

Nyeri Perut

Nonprakanker

168

24

SMP

SELALU

Fluor Gatal

Nonprakanker

169

36

SD

SELALU

Fluor Gatal

Nonprakanker

170

18

SD

SELALU

Fl Gatal/Bau/Nyeri

Nonprakanker

171

24

SD

SERING

Fluor Biasa

Nonprakanker

172

22

SMP

SELALU

Fl Gatal/Bau/Nyeri

Nonprakanker

173

40

SMP

SELALU

Fluor Biasa

Lesi Prakanker

174

27

SMP

SELALU

Fluor Gatal

Nonprakanker

175

23

SMP

SELALU

Fluor Gatal

Nonprakanker

176

27

SMA

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

177

47

SD

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

178

29

SMP

TIDAK

Tidak Ada

Nonprakanker

179

24

SMP

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

180

28

SMA

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

181

33

SMA

TIDAK

Tidak Ada

Nonprakanker

182

24

SMA

TIDAK

Tidak Ada

Nonprakanker

183

19

SMA

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

184

28

SMP

TIDAK

Fluor Biasa

Nonprakanker

185

23

SMP

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

186

18

SMP

TIDAK

Fluor Gatal

Nonprakanker

64

187

22

SD

TIDAK

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

188

36

SMA

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

189

31

SMA

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

190

38

SMA

SELALU

Tidak Ada

Lesi Prakanker

191

27

SMA

SELALU

Tidak Ada

Nonprakanker

192

18

SMA

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

193

28

SMP

KADANG

Tidak Ada

Nonprakanker

194

22

SMA

TIDAK

Fluor Bau

Nonprakanker

195

35

SMA

TIDAK

Fluor Biasa

Nonprakanker

196

18

SMP

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

197

23

SD

SELALU

Fl Gatal/Bau

Nonprakanker

198

27

SMA

TIDAK

Fluor Biasa

Nonprakanker

199

26

SD

SELALU

Fluor Biasa

Nonprakanker

200

18

SMP

SELALU

Perdarahan

Nonprakanker

65

Anda mungkin juga menyukai