Anda di halaman 1dari 17

REFLEKSI KASUS

BRONKOPNEUMONIA

Nama

: Aulia Salmah Tandayu

No. Stambuk

: N 111 14 024

Pembimbing

: dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA


PALU
JANUARI 2015

PENDAHULUAN
Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut,
biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi
sebagian dari salah satu atau kedua paru. Sedangkan bronkopneumonia
merupakan peradangan pada paru dimana proses perdangannya ini menyebar
membentuk bercak-bercak infiltrate yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula
melibatkan bronkiolus terminal. Bronkopneumonia sebagai penyakit yang
menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk
pneumonia yang terletak pada alveoli paru. Bronkopneumonia lebih sering
menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka
masih belum berkembang dengan baik. 2
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia
berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini
dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya
penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika
yang tidak sempurna.7
Pneumonia merupakan inflamasi yang mengenai parenkim paru, sebagian
besar disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (virus dan bakteri). Meskipun
demikian, hal-hal lain seperti aspirasi serta radiasi dapat memicu terjadinya
pneumonia (Said IDAI, 2008). Pneumonia disebabkan oleh adanya proliferasi
mikroba patogen pada tingkat alveolar yang disertai dengan respon tubuh terhadap
patogen tersebut. Pola infeksi bakterial biasanya berubah sesuai dengan distribusi
umur pasien. Akan tetapi, secara umum bakteri yang sering menyebabkan
pneumonia

adalah

Streptococcus

pneumonia,

Hemophilus

influenzae,

Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik Chlamydia dan


Mycoplasma.
Pneumonia dapat terjadi pada kelompok usia manapun, meskipun sebagian
besar penyakit ini menyerang anak-anak. Pneumonia serta infeksi saluran napas
bawah lainnya merupakan penyebab utama kematian pada anak di seluruh dunia.
Dari seluruh kasus pneumonia di dunia, 95% di antaranya ditemukan pada negaranegara berkembang. Pada tahun 2010 terdapat sekitar 500 ribu balita di Indonesia

yang menderita pneumonia dengan 176 ribu di antaranya berada pada usia di
bawah 1 tahun. Sulawesi Tengah sendiri menyumbang sekitar 8 ribu kasus
pneumonia dengan 2.400 kasus di antaranya terjadi pada balita usia di bawah 1
tahun (Profil Kesehatan Indonesia, 2011).
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana padaa walnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif.
Pengobatan pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik
lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis
amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB 2 kali sehari, sedangkan
kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP 20 mg/kgBB sulfametoksazol.
Walaupun pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, umumnya pasien
yang mengalami pneumonia et causa infeksi virus diberikan antibiotik untuk
menyingkirkan infeksi sekunder (Said, 2008).
Komplikasi bronkopneumonia jika tidak ditangani secara tepat yaitu dapat
terjadi Otitis media akut (OMA), atelektasis, emfisema, meningitis, abses paru.
Bronkopneumonia memiliki prognosis yang baik bila didiagnosis dini dan
ditangani secara adekuat. Mortalitas lebih tinggi didapatkan pada anak-anak
dengan keadaan malnutrisi energi- protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.8
Berikut akan dibahas sebuah refleksi kasus mengenai bronkopneumonia
pada pasien anak yang dirawat di ruangan bangsal perawatan anak RSUD Undata
Palu.

LAPORAN KASUS
Masuk rumah sakit tanggal 29 Januari 2015
IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Alamat

: An MF
: 3 tahun 5 bulan
: Laki-laki
: Islam
: jln. Tondo

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Panas
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan
panas sejak 3 hari yang lalu, panas timbul mendadak, panas naik turun, turun
dengan pemberian obat penurun panas lalu naik lagi, menggigil (-), kejang (-).
Pasien juga batuk (+) berlendir sejak 2 minggu yang lalu, flu (-), sakit menelan
(-), Pasien sesak (+) tadi malam sebelum masuk rumah sakit, sakit dada (+)
terutama kalau lagi batuk, mual (-), muntah (-), sakit perut (-), nafsu makan dan
minum baik, BAK (buang air kecil) lancar, BAB (buang air besar) lancar seperti
biasa.
Riwayat penyakit dahulu: Tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada di keluarga yang mengalami hal serupa.
Riwayat sosial-ekonomi : Menengah
Riwayat kebiasaan dan lingkungan : Kebiasaan pasien hanya menonton dan
bermain dirumah.
Riwayat Kehamilan dan persalinan Anak ke 4 dari 4 bersaudara. Perawatan
antenatal care (ANC) ibu rutin. Penyakit selama kehamilan tidak ada. Lahir
normal, cukup bulan. Berat badan lahir (BBL) 3100 gram, panjang badan lahir
(PBL) 48 cm.
Kemampuan dan Kepandaian Bayi : bisa berjalan usia 11 bulan. Bicara usia 1
tahun lebih.
Anamnesis makanan :
-

ASI : usia 0 2 minggu.

Susu formula : usia 1 bulan 1 tahun lebih

Bubur : usia 4 bulan

Nasi : usia 1 tahun

Riwayat Imunisasi: tidak lengkap, hanya mendapat vaksin polio 1x.


PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Berat badan

: 15 kg

Tinggi badan

: 99 cm

Status Gizi (Z-score) : (-1) (0) (Gizi baik)


Tanda vital

: Tekanan darah = 100/60 mmHg


Nadi

= 118 x/menit, reguler, kuat angkat.

Respirasi

= 50 x/menit

Suhu badan

= 37,9 0C

Kulit

: Ruam (-), petekie (-), sianosis (-), RLT (-)

Kepala

: Bentuk normocephal (+), rambut hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya


normal, tidak cekung

Hidung

: Rhinorrhea (-), pernapasan cuping hidung (+/+)

Telinga

: Otorrhea (-)

Mulut

: Biasa, bibir kering (-), sianosis (-), Tonsil T1T1 nonhiperemis

Leher

: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada


perbesaran kelenjar tiroid

Paru
Inspeksi

: Pergerakan dinding dada simetris bilateral, retraksi substernal

Palpasi

(+)
: Vocal fremitus kanan sama dengan kiri, meningkat, tidak
teraba massa, tidak teraba krepitasi, tidak ada nyeri tekan

Perkusi paru
Auskultasi

: Redup pada lapang paru kanan dan kiri


: Suara napas bronkovesikuler, ronchi basah halus (+/+), wheezing
(-/-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Teraba pulsasi ictus cordis pada SIC V linea midclavicular


sinistra

Perkusi

: Batas jantung normal

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II murni regular

Abdomen
Inspeksi

: Datar, tidak ada sikatrik

Auskultasi

: Peristaltik usus (+) kesan normal

Perkusi

: Timpani

Palpasi

: Nyeri tekan (-), organomegali (-)

Anggota gerak

: - Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-)


- Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-)

Genital

: Normal

Punggung

: Tidak ada kelainan, lordosis (-), kifosis (-), scoliosis (-).

Otot-otot

: Eutrofi

Hasil Laboratorium
RBC : 4,81 x 106/mm3 (N)
Hb : 12,1 g/dL ()
Hct : 36,8 % ()
Plt
: 539 x 103/mm3 ()
WBC : 32,8 x 103/mm3 ()
Lym : 2,12

Nilai Normal :
RBC : 4,56,5 x 106/mm3
Hb : 1317 g/dL
Hct : 40-54 %
Plt
: 150-500 x 103/mm3
WBC : 4-10 x 103/mm3
Lym : 1,00 4,00

Scoring Tb :
- Riwayat kontak
- Status gizi
- Demam tidak diketahui sebabnya
- Batuk kronik
- Pembesaran kelenjar getah bening
- Pembengkakan tulang/sendi panggul/lutut/falang
- Foto

:0
:0
:0
:1
:0
:0

Total : 1

RESUME :

Pasien anak laki-laki usia 3 tahun 5 bulan datang ke rumah sakit dengah
keluhan panas sejak 3 hari yang lalu, panas timbul mendadak, panas naik turun,
turun dengan pemberian obat penurun panas lalu naik lagi. Pasien juga batuk (+)
berlendir sejak 2 minggu yang lalu. Pasien sesak (+) tadi malam sebelum masuk
rumah sakit, sakit dada (+) terutama kalau lagi batuk. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan : TD=100/60 mmHg, N=118x/menit S=37,9C, R=50x/menit.
Pernapasan cuping hidung (+/+), tampak retraksi substernal (+), vocal fremitus
ka=ki meningkat, perkusi redup pada kedua lapang paru, ronchi (+/+). Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC: 32,8 x 103/mm3 ().
DIAGNOSIS : Bronkopneumonia

TERAPI : -

IVFD RL 16 tetes/menit

O2 2 L/menit
Paracetamol syr 4 x 1 Cth
Inj. Ampicillin 3 x 375 mg iv
Inj. Kloramfenikol 3 x 375 mg iv
GG 1/3 tab
Salbutamol 1 mg
3 x 1 pulv
Metylprednisolon 2,5 mg

ANJURAN : foto thorax, darah rutin.

FOLLOW UP

30 Januari 2015
-

S : Demam (-), batuk berlendir (+), sesak (-), nyeri dada (-), nafsu makan

minum baik.
O:
KU : sakit sedang, composmentis.
TTV : TD

: 100/70 mmHg

Nadi

: 104 x/menit

Suhu

: 36,5 C

Respirasi

: 28 x/menit

Pernapasan cuping hidung (-), retraksi substernal (-), vokal fremitus ka=ki
meningkat, redup pada kedua lapang paru (+), ronchi (+/+).
Pemeriksaan darah rutin :
PARAMETER
WBC
RBC
Hgb
Hct
Plt
Lym
-

HASIL
26,63 ()
5,58 (N)
13,8 (N)
41,2 (N)
570 ()
31,2 (N)

NILAI NORMAL
3,8 - 10,6
4,4 - 5,9
13,2 - 17,3
40 - 52
150 440
25 - 40

A : Bronkopneumonia
P : - IVFD RL 16 tetes/menit
- Inj. Ampicillin 3 x 375 mg iv
- Inj. Kloramfenikol 3 x 375 mg iv
- GG 1/3
Salbutamol

3 x 1 pulv

Metylprednisolon 25

31 Januari 2015
-

S : Demam (-), batuk berlendir (+) berkurang dari sebelumnya, sesak (-),

nyeri dada (-), nafsu makan minum baik.


O:
KU : sakit sedang, composmentis.
TTV : TD

: 100/60 mmHg

Nadi

: 110 x/menit

Suhu

: 37 C

Respirasi

: 30 x/menit

Pernapasan cuping hidung (-), retraksi substernal (-), vokal fremitus ka=ki,
-

sonor pada kedua lapang paru (+), ronchi (-/-).


A : Bronkopneumonia
P : - IVFD RL 16 tetes/menit
- Inj. Ampicillin 3 x 375 mg iv
- Inj. Kloramfenikol 3 x 375 mg iv
- GG 1/3
Salbutamol

3 x 1 pulv

Metylprednisolon 25
1 Februari 2015
-

S : Demam (-), batuk berlendir (-), sesak (-), nyeri dada (-), nafsu makan

minum baik.
O:
KU : membaik, composmentis.
TTV : TD

: 90/60 mmHg

Nadi

: 98 x/menit

Suhu

: 36,5 C

Respirasi

: 28 x/menit

Pernapasan cuping hidung (-), retraksi substernal (-), vokal fremitus ka=ki,
-

sonor pada kedua lapang paru (+), ronchi (-/-).


A : Bronkopneumonia
P : - aff infus

Pasien boleh pulang dengan alasan bebas demam 2 hari, tetapi harus kontrol ke
poli jika ada keluhan lagi.
DISKUSI
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan
bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.3
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :1,4,5
1. Faktor Infeksi
a.

Pada neonatus: Streptokokus group B, RSV.

b.

Pada bayi :
- Virus: Virus parainfluensa, virus influenza,Adenovirus,
RSV, Cytomegalovirus.
- Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
- Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus
influenza, Mycobacterium tuberculosa, Bordetellapertusis.

c.

Pada anak-anak :
-

Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV


Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

2. Faktor Non Infeksi.


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a.

Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung atau karena aspirasi zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak
tanah dan bensin.

b.

Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak
ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung
pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.

Pada kasus ini bronkopneumoni terjadi disebabkan oleh infeksi bakteri


dilihat dari pemeriksaan laboratorium dimana terjadi leukositosis sebesar 32,8 x
103/mm3.
Klasifikasi gejala ISPA untuk golongan umur 2 bulan - <5 tahun :
a) Bronkopneumonia sangat berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai
nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indawing),
adanya sianosis sentral, dan anak tidak sanggup minum.
b) Bronkopneumonia berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai adanya
nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat (fast breathing) pada anak umur 2
bulan - <1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak umur 1 <5 tahun adalah 40 kali per menit, adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih
sanggup minum.

10

c) Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding


dada.
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan,
dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli
telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti
secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. Berdasarkan lokasi lesi di
paru, pneumonia dibagi menjadi Pneumonia lobaris, pneumonia interstitialis dan
bronkopneumonia.2
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim
paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan
anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme
pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier
aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon
inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila
satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme
bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi
atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen.1,2
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif
jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial.
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu :
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediatormediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
11

perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi


pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4.

Stadium IV (7-11 hari berikutnya)


Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.5
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi

saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak
dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,
dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal
penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya

12

berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Diagnosis ditegakkan bila


ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :2,3,4
1.

Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada

2.

Panas badan

3.

Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)

4.

Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus

5.

Leukositosis
Pada kasus didapatkan adanya keluhan demam sejak 3 hari sebelum masuk

rumah sakit, batuk berlendir 2 minggu, sesak napas disertai dengan pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan tampak retraksi substernal
(+), vocal fremitus ka=ki meningkat, perkusi redup pada kedua lapang paru, dan
pada auskultasi terdengar bunyi ronki basah halus (+/+) pada kedua lapangan paru
dan suara napas bronchovesikuler. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
WBC: 32,8 x 103/mm3 (). Pada pasien juga dilakukan scoring TB karena pasien
mengalami batuk 2 minggu, didapatkan total scor 1 sehingga diagnosis TB dapat
disingkirkan.
Pemeriksaan darah rutin pada pasien menunjukkan adanya leukositosis
sebesar 32,8 x 103/mm3. Pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin pada
bronkopneumonia menunjukkan leukositosis. Leukositosis menunjukkana adanya
infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremia,dan resiko terjadinya
komplikasi lebih tinggi. Nilai hemoglobin (Hb) biasanya tetap normal atau sedikit
menurun. Pemeriksaan radiologi ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru,disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Pemeriksaan foto
thorax pada pasien tidak dilakukan. 2,5
Bila bronkopneumonia tidak ditangani secara tepat, maka komplikasinya
adalah sebagai berikut
-

Otitis media akut (OMA) : Terjadi bila tidak diobati, maka sputum
yang berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi

13

masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara,


-

kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.


Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps

paru.
Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga

pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.


Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
Endokarditis bakterial yaitu peradangan pada katup endokardial
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak

terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus 5


1.

Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang
b.

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.


2.

Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik dan ekspektoran
b.

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung

c.

Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan


manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis
(di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat
dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Pneumonia berat diberi
ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam),
yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak
memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari.

Diagnosis etiologik pneumonia sangat sulit untuk dilakukan, sehingga


pemberian antibiotik dilakukan secara empirik sesuai dengan pola kuman
tersering yaitu Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.
Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur. Untuk bayi di bawah 3
bulan diberikan golongan penisilin dan aminoglikosida. Untuk usia >3 bulan,
ampisilin dipadu dengan kloramfenikol merupakan obat pilihan pertama.

14

Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus


dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman
yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok
usia.
Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) :
a.

beta laktam amoksisillin

b.

amoksisillin - asam klavulanat

c.

golongan sefalosporin

d. kotrimoksazol
e.

makrolid (eritromisin)
Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,

dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab
pneumonia adalah S aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi
terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama
pengobatan untuk stafilokok adalah 3-4 minggu.
Pada kasus ini diberikan antibiotik golongan penicilin yaitu ampicillin
dengan kloramfenikol dimana merupakan lini pertama untuk pengobatan
pneumonia untuk anak usia >3 bulan.
Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik bila
didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi- protein dan datang terlambat
untuk pengobatan.4,6

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak,
Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. Sumarmo, S., Soedarmo, P., Hadinegoro, S. R. 2010. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Sectish, Theodore C, and Charles G, Prober. Tuberculosis Paru. Dalam:
Behrman R.E., et.al (editor). 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelsons vol. 2
edisi. 15. Jakarta: EGC.
4. FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
5. IDAI, 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI.
6. McPhee,S., Papadakis,MA. 2008. Curreny Medical Diagnosis and
Treatment, California : McGraw hill.
7. Widagdo, 2011, Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi pada Anak,
Sagung Seto, Jakarta.
8. Mansjoer A, 2000 Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta.
Media Aesculapius FK UI.

16

Anda mungkin juga menyukai