Anda di halaman 1dari 24

Persepsi Konsumen terhadap Nilai Produk (Perceived Value):

(Peran Persepsi Risiko Kinerja dan Risiko Keuangan sebagai Variabel Mediator
studi kasus pada Produk Handphone)
Heriyadi (Fakultas Ekonomi UNTAN)
Inus RidhoMusamto (MM Fakultas Ekonomi UNTAN)
ABSTRAKSI
Tujuan utama Pemasar adalah untuk meningkatkan keinginan membeli
konsumen. Konsumen akan membeli suatu produk yang dianggap memberikan nilai yang
paling tinggi atau memberikan risiko yang paling rendah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh variabel harga, citra merek, persepsi kualitas, persepsi
pengorbanan, dan persepsi risiko terhadap persepsi nilai (perceived value) konsumen.
Penelitian ini menggunakan pendekatan desain eksperimen 2x2 (harga-citra merek)
dengan melibatkan 120 responden mahasiswa Magister Manajemen Untan.
Analisis data dilakukan dengan analisis jalur (path analysis), dimana hasilnya
mendukung hipotesis bahwa variabel persepsi kualitas dan persepsi pengorbanan
memediasi hubungan antara variabel harga dan citra merek dengan variabel persepsi
risiko kinerja dan risiko keuangan. Selain itu juga terbukti bahwa variabel persepsi risiko
kinerja dan risiko keuangan memediasi hubungan antara variabel persepsi kualitas dan
persepsi pengorbanan dengan variabel persepsi nilai. Hasil penelitian ini memberikan
implikasi jika perusahaan ingin meningkatkan persepsi nilai konsumen, maka perusahaan
harus meningkatkan persepsi kualitas yaitu dengan cara mengelola harga dan citra
mereknya.
Keywords: Persepsi Nilai, Persepsi Kualitas, Persepsi Pengorbanan, Persepsi Risiko

A. PENDAHULUAN
Dalam era globalisasi saat ini, persaingan industri dalam segala sektor usaha pun
semakin ketat. Konsumen semakin mudah mendapatkan informasi tentang suatu produk
yang memacu perusahaan untuk dapat memberikan informasi yang tepat atas produk
yang ditawarkan agar konsumen dapat memahami nilai produk tersebut. Persepsi nilai
suatu produk yang dimiliki oleh konsumen dipergunakan untuk mengambil keputusan
pembelian yang tepat atas suatu produk.

Telah banyak dilakukan penelitian tentang persepsi nilai suatu produk, misalnya
penelitian yang telah dilakukan oleh Dodds et al. (1991) membuktikan bahwa harga,
merek dan citra negara memiliki pengaruh terhadap persepsi nilai. Harga merupakan
suatu variabel yang dapat mempengaruhi pembentukan persepsi atas pengorbanan
konsumen (persepsi pengorbanan) juga pada pembentukan persepsi atas kualitas
(persepsi kualitas) suatu produk sedang merek hanya mempengaruhi pembentukan
persepsi atas kualitas (persepsi kualitas) suatu produk.
Untuk bisa bersaing dengan sukses dalam lingkungan persaingan bisnis yang
ketat, pemasar harus menekankan pada nilai (value) penawaran mereka. Nilai yang
melekat pada produk yang dipersepsikan konsumen disebut dengan persepsi nilai. Untuk
meningkatkan persepsi nilai, perusahaan dapat memilih pada salah satu dari beberapa
faktor yang meliputi harga, kualitas atau kesesuaian antara kualitas dan harga.
Harga merupakan suatu ukuran terhadap biaya pengorbanan pembeli (Dodds et
al., 1991). Meskipun demikian, bukti penelitian mengindikasikan bahwa peran harga
lebih kompleks dari pada sekedar menjadi indikator biaya pengorbanan pembeli.
Penilaian terhadap harga akan dibandingkan dengan persepsi konsumen terhadap kualitas
produk, alternatif produk pesaing dan nilai moneter yang dikorbankan. Lebih jauh
mereka menjelaskan mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi nilai
seorang konsumen dimana persepsi nilai ini akan mampu mempengaruhi keinginan
membeli seseorang. Monroe (2003) menjadikan harga sebagai indikator berapa besar
pengorbanan yang diperlukan untuk membeli suatu produk
indikator

tingkat kualitas

dapat dijadikan sebagai

suatu produk. Semakin tinggi harga orang akan

mempersepsikan kualitas semakin tinggi sehingga konsekuensinya akan meningkatkan

persepsi nilai seseorang. Pada saat yang sama, harga yang tinggi mencerminkan ukuran
pengorbanan moneter yang harus kita keluarkan untuk mendapatkan barang atau jasa
yang berarti akan mengurangi persepsi nilai seseorang terhadap suatu barang atau jasa.
Dalam

model "expanded price effect" terdapat variabel

Sikap Ekonomis (attitude

toward economising) yang turut serta mempengaruhi perilaku pembelian konsumen


(Maxwell 2001). Faktor tersebut meliputi bagaimana sikap konsumen terhadap nilai-nilai
untuk berhemat dalam membelanjakan uang, seberapa tinggi sikap berhemat mereka.
Faktor Sikap Ekonomis akan mempengaruhi sikap konsumen dalam membelanjakan
uang mereka. Sebagai contoh seorang yang memiliki sikap hemat akan lebih berhati-hati
dalam membelanjakan uang mereka dibandingkan dengan mereka yang memiliki sikap
hemat kurang. Sikap kehati-hatian inilah yang kemudian akan berdampak bagaimana
mereka mempersepsikan pengorbanan yang harus dilakukan untuk mendapatkan suatu
barang atau jasa.
Persepsi kualitas dan persepsi pengorbanan akan mempengaruhi bagaimana
persepsi nilai muncul dan kemudian akan mempengaruhi perilaku pembelian mereka.
Semakin tinggi persepsi kualitas maka akan meningkatkan persepsi nilai konsumen.
Sebaliknya semakin tinggi pengorbanan yang dipersepsikan maka akan menurunkan
persepsi nilai konsumen.
Dalam price-effect model ada beberapa hal yang mempengaruhi persepsi nilai
konsumen terhadap suatu produk (Dodds, Monroe dan Grewal 1991). Persepsi nilai
dipengaruhi oleh persepsi kualitas dan persepsi pengorbanan. Model tersebut kemudian
dikembangkan lagi dengan memasukkan variabel risiko persepsian sebagai variabel
pemediasi antara persepsi kualitas & pengorbanan yang dipersepsikan terhadap persepsi

nilai (Agarwal dan Teas 2001). Disisi yang lain, persepsi kualitas dan persepsi
pengorbanan dipengaruhi harga, citra merek, citra negara asal dan citra toko.
Risiko keuangan diterjemahkan sebagai persepsi konsumen terhadap pengorbanan
moneter yang harus dilakukan untuk mendapatkan suatu produk. Persepsi risiko
keuangan ini meningkat atau tidak tergantung pada bagaimana nilai-nilai ekonomis yang
dianut konsumen. Persepsi risiko merupakan variabel yang memediasi hubungan antara
kualitas dan persepsi pengorbanan terhadap persepsi nilai (Agarwal & Teas, 2001).
Variabel persepsi risiko tersebut meliputi risiko keuangan dan risiko kinerja.
Selain itu Agarwal dan Teas (2001) juga menemukan bahwa persepsi kualitas
dipengaruhi oleh harga, citra merek dan citra negara asal. Sedangkan citra toko tidak
berpengaruh terhadap persepsi kualitas konsumen.
Oleh karena itu penelitian ini lebih diarahkan untuk meneliti hubungan kausalitas
antara indikator ekternal (Harga dan Citra Merek), Persepsi kualitas, Persepsi
pengorbanan, Risiko Kinerja, Risiko Keuangan dan Persepsi nilai.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Harga dan Citra Merek
Beberapa penelitian mengenai dampak indikator ekternal yang mempengaruhi
persepsi kualitas

konsumen. Penelitian

yang paling sering dijadikan acuan adalah

penelitian mengenai harga dan citra merek sebagai indikator eksternal mempengaruhi
persepsi kualitas konsumen (Rao & Monroe, 1989). Harga sangat berpengaruh terhadap
persepsi kualitas. Untuk menghasilkan barang yang memiliki kualitas tinggi diperlukan

biaya yang lebih mahal dibandingkan dengan apabila menghasilkan barang dengan
kualitas yang rendah.
Kesan konsumen terhadap harga baik itu mahal atau murah akan berpengaruh
terhadap aktivitas pembelian dan kepuasan konsumen setelah pembelian. Kesan ini akan
menciptakan persepsi nilai konsumen terhadap suatu barang. Manakala konsumen
kecewa setelah membeli suatu barang ternyata terlalu mahal menurut dia, maka
kemungkinan selanjutnya dia enggan untuk membeli barang itu lagi dan bisa jadi beralih
ke barang lain.
Harga memiliki dua peranan penting terhadap konsumen. Pertama, harga berperan
sebagai sinyal kualitas produk dan yang kedua harga merupakan suatu bentuk
pengorbanan moneter yang harus dilakukan oleh konsumen untuk memperoleh barang
atau jasa tersebut. Studi mengenai peran harga sebagai indikator kualitas sekaligus
sebagai indikator pengorbanan menunjukkan temuan bahwa harga berpengaruh positif
terhadap persepsi kualitas dan harga berpengaruh positif terhadap persepsi pengorbanan.
Semakin tinggi harga mengindikasikan kualitas yang semakin tinggi tapi disisi yang lain
semakin tinggi harga menyebabkan semakin tinggi pengorbanan yang harus dilakukan
konsumen (Agarwal & Teas, 2001; Chapman & Wahlers, 1999; Dodds et al., 1991;
Grewal et al., 1998)
Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi hal-hal
tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa

seorang atau

sekelompok penjual dan untuk membedakannya produk pesaing (Kotler & Keller, 2003).
Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature,

manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan
kualitas.
Merek dalam persaingan yang kompetitif semakin strategis, tidak hanya sekedar
nama ataupun simbol, bahkan tidak sekedar pembeda produk. Merek dapat meningkatkan
preferensi konsumen terhadap sebuah merek, membentuk loyalitas pelanggan dan dapat
menjadi keunggulan bersaing bagi perusahaan. Merek sangat bermanfaat bagi konsumen
dalam banyak aspek. Dengan merek, konsumen dapat mengidentifikasi sebuah produk
yang pada masa lalu telah dapat memuaskan kebutuhannya. Melalui pengetahuan merek
yang cukup, konsumen dapat menghemat waktu dan biaya pencarian (searching cost)
serta menghindari risiko-risiko yang dapat muncul kemudian, seperti risiko fungsional,
finansial, fisik, sosial, dan psikologis. Bagi konsumen, kesan merek yang melekat pada
suatu produk disebut citra merek
Untuk menghasilkan persepsi nilai yang tepat bagi konsumen, perusahaan
hendaknya memperhatikan kriteria evaluasi bagi kualitas produk atau jasa yang
ditawarkan. Sebagai contoh, dalam membeli mobil, konsumen mungkin memperhatikan
faktor-faktor seperti keselamatan, keterandalan, harga, nama merek, negara asal, garansi,
dan pemakaian bensin perkilometer. Konsumen mungkin pula mempertimbangkan
kriteria penilaian kualitas yang lebih bersifat hedonik, seperti perasaan yang muncul
karena memilikinya.
Harga tentu saja sebagai salah satu kriteria penilaian kualitas yang cukup penting.
Karena, ketika konsumen akan memilih suatu produk, tentu sangat dipengaruhi oleh
pertimbangan harga. Meskipun begitu ada variasi yang luas dalam kepentingan harga
antarkonsumen maupun produk. Akibatnya, kepekaan harga konsumen sering digunakan

sebagai dasar dalam membidik pasar. Akan tetapi, peran harga sering dinilai terlalu
berlebihan. Konsumen tidak selalu mencari harga semurah mungkin atau bahkan rasio
harga dengan kualitas yang terbaik; faktor lain seperti kenyamanan atau nama merek
mungkin juga dianggap penting. Sehingga konsumen pun kadang menilai produk dengan
harga yang tinggi memiliki kualitas yang lebih baik dari pada produk dengan harga yang
rendah.

Persepsi kualitas
Persepsi kualitas adalah estimasi tentang keunggulan suatu produk. (Agarwal dan Teas
2001; Dodds, Monroe, dan Grewal 1991)

Persepsi pengorbanan
Persepsi pengorbanan adalah segala bentuk pengorbanan yang harus dilakukan oleh
konsumen untuk mendapatkan barang/jasa. (Agarwal dan Teas 2001; Dodds, Monroe,
dan Grewal 1991)

Peranan Risiko keuangan dan Risiko Kinerja sebagai variabel mediator


Nilai yang diterima pelanggan menurut Kotler (2003) adalah selisih antara total
customer value dan total customer cost. Total customer value adalah kumpulan manfaat
yang diharapkan diperoleh pelanggan terhadap produk atau jasa tertentu. Sedangkan total
customer cost adalah kumpulan pengorbanan yang diperkirakan pelanggan akan terjadi
dalam mengevaluasi, memperoleh dan menggunakan produk atau jasa.
Persepsi nilai secara konseptual merupakan trade off antara kualitas dan
pengorbanan yang dilakukan yang membawa dampak dimana kualitas memiliki
hubungan positif terhadap nilai yang dimediasikan oleh risiko kinerja dan pengorbanan

memiliki hubungan negatif terhadap nilai persepsian yang dimediasikan oleh rrisiko
keuangan (Agarwal dan Teas 2001).
Penilaian konsumen terhadap suatu barang tergantung pada harapan dan manfaat
produk. Kalau konsumen mendapatkan manfaat yang diterima oleh suatu produk lebih
besar dibandingkan harapannya, konsumen itu akan merasa puas setelah melakukan
pembelian. Akan tetapi sebaliknya, kalau manfaat yang diterima lebih rendah dari
harapannya akan suatu produk, konsumen tersebut akan menjadi tidak puas dan berakhir
dengan ketidakpuasan. Faktor risiko kinerja dan risiko keuangan akan mempengaruhi
persepsi nilai akan suatu produk. Semakin tinggi risiko yang melekat pada suatu produk
maka akan menurunkan nilai dari suatu produk tersebut (Agarwal dan Teas 2001).
Persepsi nilai
Persepsi nilai adalah nilai yang diterima konsumen terhadap suatu produk/jasa yang
merupakan trade off antara benefit yang diterima suatu produk yang diwujudkan dalam
persepsi kualitas dan pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh barang tersebut
(percived sacrifice). Persepsi nilai menunjukkan seberapa layak produk dalam konteks
apa yang dikorbankan dibandingkan dengan apa yang diperoleh. Konstruk ini diukur
dengan menggunakan lima butir pertanyaan (Agarwal dan Teas 2001; Dodds, Monroe,
dan Grewal 1991).

C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Kausal. Penelitian kausal merupakan
penelitian yang menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan cara yang
berdasarkan atas pengamatan terhadap akibat yang ada dan mencari kembali faktor yang
mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu. Penelitian ini menggunakan

pendekatan Experimental Research yaitu penelitian yang menyelidiki kemungkinan


saling hubungan sebab-akibat dalam hal ini pengaruh sauatu variabel ke variabel lain.
Dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimantal kondisi
perilakuan. Penelitian yang dilakukan secara sengaja oleh peneliti dengan cara
memberikan

treatment/perlakuan

tertentu

terhadap

subjek

penelitian

guna

membangkitkan sesuatu kejadian/keadaan yang akan diteliti bagaimana akibatnya.


Adapun tahap-tahap penelitian ini adalah sebagai berikut:
Disain Penelitian
Penelitian ini menggunakan 2 x 2 experimental design yaitu dengan 2 tingkatan harga
(Tinggi, Rendah) dan 2 tingkatan citra

merek (tinggi, rendah). Untuk menentukan

tingkatan harga, dan citra merek dilakukan pretest. Harga tinggi merupakan tingkat harga
produk yang dianggap mahal oleh konsumen dan harga rendah merupakan tingkat harga
produk yang dianggap murah oleh konsumen. Citra merek tinggi merupakan merek yang
dipandang konsumen memiliki kualitas yang bagus dan terpercaya, sedangkan citra
merek rendah merupakan merek yang dipandang konsumen memiliki kualitas yang jelek
dan meragukan.

Tabel 1
Desain Matrik Penelitian Eksperimen

RENDAH TINGGI

CITRA MERK

HARGA
TINGGI RENDAH
A

Prosedur Eksperimen
Pemilihan Produk Obyek Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa MM Untan tentang produk
apa yang penting bagi mereka untuk kegiatan sehari-hari dan perkuliahan. Produk yang
paling banyak disebutkan adalah Handphone. Oleh karena itu Handphone dijadikan
sebagai obyek penelitian dalam penelitian ini.

Pretest
Pretest dilakukan terhadap 20 responden digunakan untuk menentukan.
a.
b.

Tingkatan harga yang realistis.


Citra merek handphone.yang digunakan.

Responden diberi kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai harga, dan merek yang
mereka ketahui terkait dengan produk handphone. Selanjutnya hasil pretest tersebut yang
berupa peringkat harga, dan citra merek dipakai sebagai treatment untuk kuesioner
penelitian. Treatment yang diberikan merupakan kombinasi dari tingkatan harga, dan
tingkatan merek. Sehingga total ada 4 kombinasi treatment yaitu harga tinggi dengan
citra merek tinggi, harga tinggi dengan citra merek rendah, harga rendah dengan citra
merek tinggi, dan harga rendah dengan citra merek tinggi.
Penentuan Sampel dan Lokasi Penelitian (Eksperimen)
Sample ditentukan dengan metode purposive sampling. Responden yang diambil
merupakan mahasiswa MM Untan Pontianak yang memiliki handphone dengan harapan
mereka telah mengerti spesifikasi umum handphone yang mereka beli. Karena penelitian
ini menggunakan disain ekperimental 2x2 (4 sell) dimana untuk tiap sell diambil sampel

10

sebanyak 30 orang sehingga total sampel 120 mahasiswa (30 X 4 sell) Magister
Manajemen UNTAN (Sekaran 2000).
Instrumen Penelitian dan Skala Pengukurannya
Dalam suatu penelitian dibutuhkan instrumen penelitian yang valid dan reliabel.
Instrumen tersebut dapat dikembangkan sendiri oleh peneliti atau diadopsi

peneliti

sebelumnya. Penelitian ini mengadopsi instrumen penelitian yang telah dikembangkan


oleh peneliti sebelumnya yaitu dari Agarwal dan Teas (2001). Adapun instrumen
pengukuran terdiri 5 konstruk yang dioperasionalisasikan, yaitu persepsi kualitas,
persepsi pengorbanan, risiko keuangan, risiko kinerja dan persepsi nilai.

Model Penelitian
Model yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1
Model Penelitian

Merek

H2

Persepsi
Kualitas

H3

Risiko
Kinerja

H6
Persepsi
Nilai

H5
H7
Harga

H1

Persepsi
Pengorbanan

H4

Risiko
Keuangan

Sumber: Agarwal, Sanjeev dan Teas, R. Kenneth (2001), Perceives Value:


Mediating Role of Perceived Risk, Journal of Marketing Theory &
Practice, 9(4), 1-13.

11

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan model penelitian yang diajukan maka dapat disusun hipotesis
penelitian sebagai berikut:
H1a: Harga bepengaruh secara positif terhadap persepsi kualitas.
H1b: Harga bepengaruh secara positif terhadap persepsi pengorbanan.
H2: Citra Merek bepengaruh secara positif terhadap persepsi kualitas.
H3: Persepsi kualitas berpengaruh secara negatif terhadap risiko kinerja.
H4: Persepsi pengorbanan berpengaruh secara positif terhadap risiko keuangan.
H5: Risiko kinerja bepengaruh secara positif terhadap risiko keuangan.
H6: Risiko kinerja bepengaruh secara negatif terhadap persepsi nilai.
H7: Risiko keuangan bepengaruh secara negatif terhadap persepsi nilai.
Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan analisis jalur (path analysis) yang merupakan kombinasi dari
beberapa persamaan regresi linear.

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Perlakuan (Treatment) Eksperimen dan Manipulation Check
Berdasarkan hasil pretest didapatkan hasil sebagai berikut: Untuk citra merek, tingkatan
merek yang dianggap tinggi adalah merek Nokia dan merek yang dianggap rendah adalah
Nexian. Sedangkan untuk harga, didapatkah hasil, harga tinggi adalah Rp 2.000.000,00
dan harga rendah adalah Rp 500.000,00.

12

Tabel 2
Hasil Pretest Harga dan Merek

HARGA

MEREK

KODE

2.000.000 NOKIA

2.000.000 NEXIAN

500.000 NOKIA

500.000 NEXIAN

Manipulation check yang dilakukan untuk mengecek apakah treatment yang


dipakai benar-benar bekerja dengan baik, dilakukan dengan cara menyebar
kuesioner dengan treatment yang berbeda-beda pada responden dengan sampel
kecil. Dari 50 kuesioner manipulation check yang disebar ke responden, sebanyak
42 kuesioner kembali dan bisa dipakai. Hasil dari manipulation cheks dengan
menggunakan one way anova adalah sebagai berikut.
Pada treatment harga tinggi, didapatkan hasil rata rata pada 42 responden
adalah 1,71 dan untuk harga rendah didapatkan nilai rata-rata sebesar 3,14. karena
rata rata responden untuk harga tinggi lebih kecil dari 2,5 dan untuk harga rendah
lebih besar dari 2,5 maka dapat dikatakan treatment yang dipakai telah bekerja
dengan tepat. Selanjutnya diuji dengan menggunakan one way anova untuk
mengetahui apakah ada perbedaan antara harga tinggi dan harga rendah. Hasil one
way anova menunjukkan nilai F sebesar 41,096 pada tingkat signifikan 0.000
dengan tingkat R square sebesar 0,521. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara harga tinggi dan harga rendah.

13

Karena ada

perbedaan yang signifikan, berarti treatment

harga yang dipakai telah bekerja

dengan tepat.
Untuk treatment merek tinggi, didapatkan hasil rata rata pada 42 responden
adalah 1,35 dan untuk merek rendah didapatkan nilai rata-rata sebesar 3,59. karena
rata rata responden untuk merek tinggi lebih kecil dari 2,5 dan merek rendah lebih
besar dari 2,5 maka dapat dikatakan treatment yang dipakai telah bekerja dengan
tepat. Selanjutnya diuji dengan menggunakan one way anova untuk mengetahui
apakah ada perbedaan antara merek tinggi dan merek rendah. Hasil one way anova
menunjukkan nilai F sebesar 213,243 pada tingkat signifikan 0.000 dengan tingkat
R square sebesar 0,247. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara merek tinggi dan merek rendah. Karena ada perbedaan yang
signifikan, berarti treatment citra merek yang dipakai telah bekerja dengan tepat.

Berdasarkan perhitungan analisis jalur (path analysis) yang dilakukan diperoleh


hasil output sebagai berikut:
Tabel 2
Hasil Perhitungan Koefisien Beta, R2, dan F Hitung
No Var
1 Q
2 S
3 PR
4 FR
5 PR
6 FR
7 FR
8 V
9 V
10 V
11 V

B
0,224a
0,186a
-0,168
-0,055
-0,158
-0,149
-0,142
0,064
0,010
0,040
-0,011

P
0,247a
0,318a
0,000
0,165
-0,027
-0,003
-0,001
-0,125
-0,134
-0,125
-0,134

-0,323a
-0,390
-0,024
0,358a
0,247a
0,352a
0,244a

PR

0,334a
0,557a
0,541a
-0,463a
-0,348a
-0,372a
-0,264a

14

FR

0,046
-0,343a
a

-0,336

-0,164
-0,147a

R2
0,111
0,136
0,028
0,030
0,274
0,311
0,312
0,423
0,509
0,442
0,524

F-Hitung
8,065
10,116
1,877
2,008
12,008
14,316
11,446
23,313
26,088
19,952
22,897

F-Sig
0,001a
0,000a
0,157
0,138
0,000a
0,000a
0,000a
0,000a
0,000a
0,000a
0,000a

h1,h2
h1

h3
h4
h5
h6
h7
h6,h7

Pengujian Hipotesis
Dari data tersebut maka dapat dilakukan analisa sebagai berikut:
1.

Peran Harga, Citra Merek, sebagai Indikator Kualitas

H1a: Harga bepengaruh secara positif terhadap Persepsi Kualitas.


Berdasarkan hasil analisa tersebut yang menguji pengaruh antara Harga dengan
Persepsi Kualitas didapatkan hasil nilai sinifikan sebesar 0,004 dengan nilai koefisien beta
sebesar 0.247. Karena nilai signifikan < 0,05 maka menunjukkan bahwa hipotesis 1a
diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh Positif antara Tingkat
Harga dengan Persepsi Kualitas. Semakin tinggi tingkat Harga, maka semakin tinggi Persepsi
Kualitas. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Rao dan Monroe (1989), Agarwal dan
Teas (2001), Verma dan Gupta (2004)
Ketika konsumen mengevaluasi suatu produk baru, pada umumnya mereka
memiliki sedikit pengalaman atau pengetahuan terbatas tentang produk baru tersebut.
Penelitian Doods et al (1991), Rao dan Monroe (1988), dan Tellis dan Gaeth (1990)
dalam Taylor dan Bearden (2002), menemukan bahwa ketika konsumen mengevaluasi
produk baru dan mereka hanya memiliki sedikit pengalaman atau pengetahuan yang
terbatas tentang produk baru tersebut, maka konsumen tersebut akan menggunakan harga
sebagai petunjuk tentang kualitas. Pada Produk Handphone yang diteliti ini Responden
melihat bahwa kualitas produk tergantung pada tingkat harga produk tersebut. Semakin
tinggi harga, semakin persepsi mereka terhadap kualitas produk tersebut, sebaliknya semakin
rendah harga produk, maka responden mempersepsikan kualitas produk itu semakin rendah.

15

H2: Citra Merek bepengaruh secara positif terhadap Persepsi Kualitas.


Berdasarkan hasil analisa tersebut yang menguji hubungan pengaruh antara Citra
Merek dengan Persepsi Kualitas didapatkan hasil nilai signifikan sebesar 0.008 dengan nilai
koefisien beta sebesar 0.224. Karena nilai signifikan < 0,05 maka menunjukkan bahwa
hipotesis 2 diterima pada tingkat signifikansi = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh Positif antara Citra Merek dengan Persepsi Kualitas. Temuan ini
sejalan dengan hasil penelitian Rao dan Monroe (1989), Agarwal dan Teas (2001), yang
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara citra merek dengan Persepsi Kualitas.
Merek yang memiliki citra kuat dalam benak konsumen akan memiliki kualitas yang bagus
pula. Hal ini disebabkan karena citra merek yang kuat muncul dengan adanya pengalaman
konsumen setelah menggunakan produk merek tertentu. Adanya kepuasan konsumen yang
terakumulasi akan menyebabkan menguatnya citra merek. Citra merek yang kuat tidak bisa
dibangun hanya dengan melalui promosi saja akan tetapi juga dibangun melalui pengalaman
setelah pembelian. Kepuasan konsumen setelah menggunakan suatu produk akan
menguatkan citra merek produk tersebut.
2.

Peran Harga Sebagai Indikator Persepsi Pengorbanan

H1b: Harga bepengaruh secara positif terhadap persepsi pengorbanan.


Berdasarkan hasil analisa tersebut yang menguji hubungan pengaruh antara Harga
dengan Persepsi Pengorbanan didapatkan hasil nilai signifikan sebesar 0.000 dengan nilai
koefisien beta sebesar 0.318. Karena nilai signifikan maka menunjukkan bahwa hipotesis 1b
diterima pada tingkat signifikansi = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh Positif antara Harga dengan Persepsi Pengorbanan. Hubungan pengaruh yang
timbul merupakan hubungan yang kuat karena signifikan pada = 0,05. Temuan sejalan

16

dengan temuan Rao dan Monroe (1989), Agarwal dan Teas (2001). Harga disamping
sebagai indikator kualitas juga berperan sebagai indikator dari Persepsi Pengorbanan. Nilai thitung yang tinggi yaitu 3,885 mengindikasikan kuatnya pengaruh harga terhadap Persepsi
Pengorbanan. Pada saat harga meningkat maka Persepsi Pengorbanan akan meningkat.
3.

Persepsi Kualitas, Persepsi Pengorbanan dan Persepsi Risiko

H3: Persepsi Kualitas berpengaruh secara negatif terhadap risiko kinerja.


Berdasarkan hasil analisa tersebut yang menguji hubungan pengaruh antara Persepsi
Kualitas dengan Risiko Kinerja didapatkan hasil nilai signifikan sebesar 0,000 dengan nilai
koefisien beta sebesar -0.323. Hipotesis 3 diterima pada tingkat signifikansi = 0,05.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh Negatif antara Persepsi Kualitas
dengan Risiko Kinerja. Hubungan pengaruh negatif yang timbul merupakan hubungan yang
kuat karena signifikan pada = 0,05.
Temuan ini sejalan dengan temuan Sweeney, Soutar dan Johnson

(1999),

Agarwal dan Teas (2001) yang menemukan adanya hubungan negatif antara kualitas dan
risiko. Semakin tinggi kualitas yang dipersepsikan maka akan semakin rendah risiko yang
dipersepsikan terhadap produk/jasa. Lebih jauh temuan yang dihasilkan oleh sweeney et
al. (1999) menunjukkan hubungan negatif yang sangat kuat antara persepsi kualitas
terhadap risiko kinerja pada produk handphone ini. Konsumen mendasarkan diri pada
Persepsi Kualitas untuk membentuk Persepsi Risiko terhadap suatu produk.
H4: Persepsi pengorbanan berpengaruh secara positif terhadap risiko keuangan.
Berdasarkan hasil analisa tersebut yang menguji hubungan pengaruh antara Persepsi
Pengorbanan dengan Risiko Keuangan didapatkan hasil nilai signifikan sebesar 0,000 dengan
nilai koefisien beta sebesar 0.557. Dapat dikatakan bahwa hipotesis 4 diterima pada tingkat

17

signifikansi = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh Positif
antara Persepsi Pengorbanan dengan Risiko Keuangan. Hubungan pengaruh positif yang
timbul merupakan hubungan yang kuat karena signifikan pada = 0,05. Temuan ini sejalan
dengan temuan Agarwal dan Teas (2001) yang menemukan hubungan positif antara
Persepsi Pengorbanan. Semakin tinggi pengorbanan yang dipersepsikan terhadap produk
maka semakin tinggi risiko keuangan dari produk tersebut. Semakin sulit untuk
mendapatkan produk berarti semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk
mendapatkan produk tersebut. Pengaruh yang kuat dengan nilai t-hitung yang besar
menunjukkan adanya peranan Persepsi Pengorbanan sebagai prediktor dari risiko
keuangan. Segala bentuk pengorbanan yang harus dilakukan identik dengan biaya yang
harus dikeluarkan.
H5: Risiko kinerja bepengaruh secara positif terhadap risiko keuangan.
Berdasarkan hasil analisa tersebut yang menguji hubungan pengaruh antara Risiko
Kinerja

dengan Risiko Keuangan didapatkan hasil nilai signifikan 0,593 dengan nilai

koefisien beta sebesar 0.046. Karena nilai signifikan > 0,05 maka menunjukkan bahwa
hipotesis 5 ditolak pada tingkat signifikansi = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tidak ada pengaruh positif antara Risiko Kinerja dengan Risiko Keuangan. Ini berarti
Risiko kinerja merupakan bentuk ketidakpastian apakah produk akan bekerja dengan baik.
Baik atau tidaknya suatu produk itu bekerja, tidak akan mempengaruhi pada meningkatnya
biaya yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki produk tersebut. Biaya ini merupakan
bentuk dari risiko keuangan yang melekat pada produk. Semakin tinggi risiko kinerja tidak
berarti semakin tinggi pula risiko keuangan. Begitu pula sebaliknya.

18

4.

Persepsi Risiko sebagai mediator atas Persepsi Nilai

H6:

Risiko kinerja bepengaruh secara negatif terhadap Persepsi Nilai.


Berdasarkan hasil analisa tersebut yang menguji hubungan pengaruh antara Risiko

Kinerja dengan Persepsi Nilai didapatkan hasil nilai signifikan sebesar 0,000 dengan nilai
koefisien beta sebesar -0.336. Karena nilai signifikan < 0,05 maka menunjukkan bahwa
hipotesis 6 diterima pada tingkat signifikansi = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh negatif antara Risiko Kinerja dengan Persepsi Nilai.
H7:

Risiko keuangan bepengaruh secara negatif terhadap Persepsi Nilai.


Berdasarkan hasil analisa tersebut yang menguji hubungan pengaruh antara Risiko

Keuangan dengan Persepsi Nilai didapatkan hasil nilai signifikan sebesar 0,05 dengan nilai
koefisien beta sebesar -0.147. Karena nilai signifikan = 0,05 maka menunjukkan bahwa
hipotesis 7 diterima pada tingkat signifikansi = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh negatif antara Risiko Keuangan dengan Persepsi Nilai. Risiko kinerja
dan risiko keuangan merupakan dimensi dari Persepsi Risiko. Sweeney et al. (1999)
menemukan adanya pengaruh negatif antara Persepsi Kualitas dengan Persepsi Risiko
dan pengaruh negatif antara Persepsi Risiko dengan Persepsi Nilai. Temuan ini sejalan
dengan temuan Agarwal dan Teas (2001) yang menemukan adanya hubungan negatif
antara Persepsi Kualitas terhadap Persepsi Risiko dan hubungan negatif antara Persepsi
Risiko terhadap Persepsi Nilai. Semakin tinggi Persepsi Kualitas maka semakin rendah
Persepsi Risiko yang akan berdampak pada semakin tingginya Persepsi Nilai produk.
Persepsi Nilai merupakan trade-off antara manfaat dan pengorbanan yang dipersepsian
melekat pada produk. Manfaat bisa dilihat dari Persepsi Kualitas produk sedangkan
pengorbanan bisa dilihat dari risiko yang melekat pada produk.

19

E. PENUTUP
Kesimpulan
1. Ada hubungan Positif antara Harga dan Citra Merek, dengan Persepsi Kualitas.
Hubungan positif tersebut menunjukkan adanya peran harga dan citra merek sebagai
indikator kualitas. Adanya hubungan pengaruh yang kuat disebabkan karena
keterbatasan informasi yang dimiliki konsumen terhadap

informasi produk

handphone yang selalu berubah setiap saat. Karena keterbatasan informasi konsumen
tersebut dia menggunakan informasi yang terbatas tersebut untuk menilai kualitas
handphone. Disamping itu karena produk handphone termasuk produk dengan
tingkat perubahan teknologi yang cepat, menyebabkan lebih mudah bagi konsumen
menilai kualitas produk dari harga dan merek dari produk
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara harga dan peceived quality. Adapun
implementasi hasil ini, konsumen memiliki pengalaman dan pengetahuan yang
baik dalam menilai handphone. Mereka cenderung menilai harga yang tinggi
unruk mempersepsikan kualitas yang tinggi. Mereka merasa bahwa harga tinggi
akan menjamin kualitas yang baik. Kualitas lebih cenderung dipengaruhi oleh
spesifikasi yang ada pada handphone, dengan kesesuaian terhadap apa yang
menjadi kebutuhan mereka, oleh itu mereka cenderung mengutamakan dan
memperhatikan harga sebagai faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya
kualitas yang dipersepsikan oleh mereka.
3. Adanya hubungan positif yang signifikan antara harga dengan persepsi
pengorbanan. Implementasi hasil ini menunjukkan bahwa harga merupakan
suatu ukuran terhadap purchase cost (pengorbanan) bagi konsumen, dimana jika

20

haraga meninggkat maka pengorbanan yang dirasakan oleh konsumen juga akan
ikut meningkat.
4. Ada hubungan positif antara citra merek dengan persepsi kualitas. Hubungan positif
tersebut menunjukkan adanya peran citra merek sebagai indikator kualitas. Adanya
hubungan pengaruh yang kuat disebabkan karena keterbatasan informasi yang
dimiliki konsumen terhadap informasi produk handphone. Karena keterbatasan
informasi tersebut konsumen menggunakan informasi yang kurang lengkap untuk
menilai kualitas handphone. Disamping itu karena produk handphone termasuk
produk dengan tingkat perubahan teknologi yang cepat, menyebabkan lebih mudah
bagi konsumen menilai kualitas produk dari merek.
5. Persepsi kualitas berpengaruh negatif terhadap risiko kinerja. Semakin tinggi
Persepsi kualitas produk maka semakin rendah risiko produk..
6. Persepsi Pengorbanan berpengaruh positif terhadap Risiko Keuangan. Semakin
tinggi pengorbanan yang dipersepsikan untuk mendapatkan produk/jasa maka
semakin tinggi pula risiko keuangan produk. Biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan atau merawat produk itu akan semakin tinggi.
7. Risiko kinerja tidak berpengaruh terhadap risiko keuangan, Ini berarti Risiko
kinerja merupakan bentuk ketidakpastian apakah produk akan bekerja dengan baik.
Baik atau tidaknya suatu produk itu bekerja, tidak akan mempengaruhi pada
meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki produk tersebut.
Biaya ini merupakan bentuk dari risiko keuangan yang melekat pada produk.
Semakin tinggi risiko kinerja tidak berarti semakin tinggi pula risiko keuangan.
Begitu pula sebaliknya.

21

8. Risiko Kinerja berpengaruh negatif terhadap Persepsi Nilai. Semakin tinggi


risiko kinerja maka semakin rendah Persepsi Nilai produk. Sebaliknya semakin
rendah risiko kinerja maka semakin tinggi Persepsi Nilai produk. Risiko kinerja
ini juga berperan sebagai mediator dari persesi kualitas yang berpengaruh
negatif terhadap risiko kinerja kemudian ber pengaruh negatif terhadap persepsi
nilai. Hal ini berarti bahwa tingginya persepsi kualitas dari suatu produk akan
berdampak pada rendahnya persepsi risiko kinerja atas produk itu sehingga
menghasilkan tingginya persepsi nilai atas produk tersebut. Begitu pula jika
kualitas yang dianggap rendah berdampak pada tingginya persepsi risiko atas
kinerja suatu produk dan menyebabkan rendahnya nilai yang diperspsikan atas
produk tersebut.
9. Persepsi Nilai juga dipengaruhi oleh risiko keuangan. Pengaruh yang timbul
adalah pengaruh negatif, semakin tinggi risiko keuangan maka semakin rendah
Persepsi Nilai produk. Sebaliknya semakin rendah risiko keuangan maka
semakin tinggi Persepsi Nilai produk. Risiko kinerja dan risiko keuangan
merupakan dimensi dari Persepsi Risiko. Karena keduanya memiliki pengaruh
negatif yang kuat, maka dapat dikatakan Persepsi Risiko akan berpengaruh
terhadap Persepsi Nilai produk. Risiko keuangan ini juga berperan sebagai
mediator dari persesi pengorbanan yang berpengaruh positif terhadap risiko
keuangan kemudian berpengaruh negatif terhadap persepsi nilai. Hal ini berarti
bahwa tingginya persepsi pengorbanan dari suatu produk akan berdampak pada
tingginya persepsi risiko keuangan atas produk itu sehingga menghasilkan
rendahnya persepsi nilai atas produk tersebut. Begitu pula jika pengorbanan

22

yang dianggap rendah berdampak pada rendahnya persepsi risiko atas keuangan
suatu produk dan menyebabkan tingginya nilai yang diperspsikan atas produk
tersebut.
Rekomendasi dan Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini hanya menggunakan satu produk untuk menilai pengaruh antar variabel.
Untuk menilai peran indikator kualitas akan lebih tepat kalau menggunakan beberapa
produk dalam kategori yang sama sebagai pembanding sehingga didapatkan hasil
yang lebih tepat.
2. Penelitian ini hanya meneliti dua dimensi eksternal yaitu harga dan citra merek.
Dengan produk yang beragam, diharapkan dimensi garansi dan negara asal dapat
menyempurnakan penelitian lainnya
3. Responden yang diteliti masih terbatas. Perlu dikembangkan penelitian dengan
sampel yang lebih besar dan beragam.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, S., & Teas, R. K. (2001). Perceives value: Mediating role of perceived risk.
Journal of Marketing Theory & Practice, 9(4), 1-13.
Chapman, J., & Wahlers, R. (1999). A revision and empirical test of the extended priceperceived quality model. Journal of Marketing Theory & Practice, 7(3), 53-64.
Dodds, W., Monroe, K. B., & Grewal, D. (1991). Effects of price, brand, and store
information on buyers product evaluations. Journal of Marketing Research,
28(2), 307-319.
Grewal, D., Monroe, K. B., & Krishnan, R. (1998). The effects of price-comparison
advertising on buyers perceptions of acquisition value, transaction value, and
behavioral intentions. Journal of Marketing, 62(April), 46-59.
Kotler, P., & Keller. (2003). Marketing management: Analysis, planning,
implementation, and control (13th ed.). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc.
Monroe, K. B. (2003). Pricing: Making profitable decissions (3rd ed.). New York:
McGraw-Hill.
Rao, A. R., & Monroe, K. B. (1989). The effect of price, brand name, and store name on
buyers perceptions of product quality: An integrative review. Journal of
Marketing Research, 36, 351357.

23

24

Anda mungkin juga menyukai