Anda di halaman 1dari 16

MEMAHAMI KOMPLAIN KONSUMEN DAN RESPON PERUSAHAAN

DI SURAT KABAR NASIONAL


Fandy Tjiptono dan Padma Sari Dewi
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
fandy.tjiptono@gmail.com

Abstrak
Reaksi konsumen terhadap ketidakpuasan atas produk atau jasa yang dikonsumsinya
berbeda-beda antar individu. Alternatif tindakan yang dipilih meliputi diam saja, melakukan
private action (memboikot merek atau produk tertentu; melakukan gethok tular negatif),
melakukan direct action (menyampaikan komplain atau menuntut ganti rugi langsung ke
perusahaan bersangkutan), dan menempuh public action (menempuh jalur hukum, komplain
ke lembaga konsumen, dan menyuarakan keluhan di media massa). Telaah literatur
pemasaran mengungkap bahwa selama ini perilaku komplain konsumen di media massa
cenderung belum banyak diteliti. Oleh karenanya, riset ini berfokus pada upaya
mengidentifikasi komplain konsumen dan respon perusahaan di rubrik Redaksi Yth harian
Kompas sepanjang tahun 2012. Hasil content analysis secara sistematis menunjukkan bahwa
sekitar 72,85% dari total 1.282 surat pembaca berupa surat komplain. Berkenaan dengan
karakteristik unik jasa berupa intangibility, heterogeneity, inseparability, dan perishability,
tidaklah mengherankan bila mayoritas komplain berkenaan dengan jasa (806 surat). Aspek
spesifik yang banyak dikeluhkan konsumen Indonesia meliputi product (293 surat komplain),
price (131), promotion (53), people atau sumber daya manusia (175), process (111),
procedure (120), dan performance (104). Bila diperingkat, sepuluh industri berdasarkan kode
4 digit ISCI (International Standard Classification of Industry) yang paling banyak
dikomplain adalah instansi pemerintah (237 surat komplain), perbankan (139),
telekomunikasi (80), maskapai penerbangan (68), asuransi (48), pengembang perumahan
(37), penerbit surat kabar (36), pasar swalayan (36), toko ritel khusus (33), dan aktivitas radio
& televisi (32). Kendati demikian, hanya ada 312 surat respon perusahaan, yang bisa
dikelompokkan menjadi empat tipe: We are sorry and let us explain, problems solved,
it is not my fault attitude, dan unfinished business. Sepuluh industri yang paling
responsif terhadap komplain konsumen terdiri dari perbankan (74 surat), instansi pemerintah
(60), asuransi (28), telekomunikasi (25), maskapai penerbangan (16), pasar swalayan (12),
toko ritel khusus (10), pengembang perumahan (8), TV berlangganan (7), dan aktivitas kurir
(6). Pemahaman komprehensif atas komplain konsumen di media massa bermanfaat strategik
bagi merek, produk, dan perusahaan bersangkutan; bagi konsumen secara umum; bagi para
pembuat kebijakan publik; serta bagi para pesaing yang ingin memperbaiki kualitas produk
dan layanannya. Kemampuan merespon dan belajar dari komplain konsumen berkontribusi
pada kesiapan merek dan produk Indonesia untuk bersaing dalam era ASEAN Economic
Community 2015.
Kata Kunci: komplain konsumen, ketidakpuasan, public action, surat pembaca, Kompas.
Bidang Keilmuan: Manajemen Pemasaran.

PENDAHULUAN
Pengamatan sekilas terhadap sejumlah media massa nasional dan regional
memberikan gambaran umum bahwa semakin banyak konsumen yang menyampaikan
komplainnya secara terbuka di media massa. Terlepas dari motivasi konsumen (ingin segera
ditanggapi, putus asa karena sudah mencoba komplain langsung tetapi tidak mendapatkan
perhatian atau solusi memadai, balas dendam atau ingin membuat kapok perusahaan
bersangkutan, ingin memperingatkan pelanggan lain agar lebih berhati-hati, dan seterusnya),
sebetulnya komplain tersebut bisa menjadi kesempatan kedua (second chance) bagi
perusahaan bersangkutan untuk menyelesaikan masalah layanan dan memuaskan
konsumennya.
Setidaknya, lewat media yang sama, perusahaan berkesempatan menjelaskan duduk
persoalan sesungguhnya dari sudut pandang mereka, meminta maaf atas ketidaknyamanan
yang terjadi sekaligus berterima kasih atas kesediaan konsumen mengungkapkan persoalan
yang mereka hadapi, serta menunjukkan itikad baik dan komitmen perusahaan merespons
setiap pertanyaan, permasalahan, keluhan, dan kritik konsumen maupun masyarakat luas.
Yang tak kalah pentingnya adalah kesungguhan perusahaan untuk mencari solusi bersama.
Di samping itu, publik (pembaca media bersangkutan) bisa memahami persoalan yang
terjadi dan penyelesaiannya. Aspek lain yang tak kalah pentingnya adalah paradoks
pemulihan kegagalan layanan (recovery paradox), di mana riset menunjukkan bahwa sekitar
70-90% konsumen yang menyampaikan keluhannya akan melakukan bisnis lagi dengan
perusahaan yang sama apabila ia puas dengan cara penanganan keluhannya (TARP, dikutip
dalam Naumann dan Giel, 1995).
Namun sayangnya, sejauh ini tampaknya tidak semua perusahaan yang dikomplain
bersedia (atau mampu dan berani) menanggapi komplain konsumen di media massa. Di mata
konsumen maupun publik yang membaca media tersebut, ketiadaan respons seperti itu bisa

ditafsirkan sebagai indikasi bahwa komplain yang disampaikan benar adanya dan perusahaan
memang tidak profesional dalam melayani konsumen.
Bisa jadi pula, perusahaan tidak memiliki sistem penanganan komplain yang
memadai, sehingga tidak mampu memantau komplain yang disampaikan secara terbuka di
media massa. Perusahaan mungkin beranggapan bahwa mengakui kekurangan di depan
publik berpotensi mencoreng citra perusahaannya. Justru situasi sebaliknya yang berlaku:
perusahaan malah dianggap arogan, tidak respek terhadap pelanggannya, tidak berjiwa ksatria
mengakui kesalahan, serta tidak sungguh-sungguh berorientasi pada pelanggan. Padahal,
pakar pemasaran terkemuka, Gronroos (2000) telah mewanti-wanti bahwa even negative
information is better than no information. Di sinilah letak dibutuhkannya kebesaran hati
untuk mengakui kesalahan, meminta maaf, dan berjanji untuk memperbaiki layanan serta
menghindari terulangnya kesalahan serupa di masa datang.
Lebih lanjut, kesigapan merespons komplain konsumen (apalagi yang disampaikan di
media massa) bisa bermanfaat untuk meluruskan fakta, terutama apabila komplain
bersangkutan ternyata hasil rekayasa pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab. Alangkah
merugikannya jika perusahaan mendiamkan saja komplain yang ternyata isinya tidak benar,
namun dampaknya merugikan citra perusahaan karena terlanjur dipercayai kebenarannya
oleh masyarakat luas.
Telaah literatur pemasaran mengungkap bahwa selama ini perilaku komplain
konsumen di media massa cenderung belum banyak diteliti. Oleh karenanya, riset ini
berfokus pada dua isu utama: (1) aspek apa saja yang dikeluhkan oleh konsumen di media
massa? dan (2) bagaimana perusahaan yang dikomplain merespon keluhan konsumen di
media massa?

TINJAUAN TEORETIS RINGKAS


Kita semua mungkin pernah kecewa, jengkel, kesal, tidak puas, dan/atau marah
terhadap kualitas produk yang buruk, layanan yang sama sekali tidak profesional, atau
perlakuan kasar dari staf penyedia jasa. Kendati demikian, reaksi kita sebagai konsumen yang
kecewa berbeda-beda. Ada yang suka tidak suka, terpaksa tetap loyal karena tidak punya
pilihan lain. Bagi yang punya pilihan, mungkin segera beralih ke perusahaan lain. Namun,
ada pula yang tidak mau tinggal diam. Berbagai tindakan bisa ditempuh, misalnya
menceritakan pengalaman buruk kepada saudara, teman, maupun orang lain; menyampaikan
komplain langsung ke distributor, produsen maupun penyedia jasa; mengadu ke lembaga
konsumen; atau menulis surat komplain di media massa. Secara ringkas, Singh (1990)
mengelompokkan alternatif reaksi konsumen manakala terjadi ketidakpuasan ke dalam dua
kategori: (1) tidak mengambil tindakan; dan (2) mengambil tindakan, baik berupa private
action, direct action, maupun public action (lihat Gambar 1).
Sejumlah faktor ditengarai sebagai determinan perilaku komplain konsumen (Sheth,
dkk., 1999). Pertama, dissatisfaction salience, yang dipengaruhi oleh gap antara kinerja
aktual produk/layanan dan harapan konsumen atas kinerja tersebut, serta tingkat kepentingan
produk/jasa yang dikonsumsi. Tidak semua situasi ketidakpuasan sama kadarnya. Ada yang
sangat menyusahkan, mengganggu, bahkan menjengkelkan; namun ada pula yang dipandang
relatif sepele. Umumnya konsumen cenderung mengabaikan gap kecil antara kinerja dan
harapan. Mereka juga tidak akan melakukan komplain bila produk atau jasa yang dibeli tidak
terlalu penting.
Kedua, attribution to the marketer, yaitu aspek-aspek yang berkenaan dengan
kesalahan yang sesungguhnya bisa dikendalikan pihak pemasar, kemungkinan diulanginya
kesalahan yang sama oleh pemasar, dan kemungkinan adanya tindakan korektif oleh
pemasar. Konsumen akan menunjuk siapa yang patut disalahkan sehubungan dengan

jeleknya kinerja produk/jasa. Bila konsumen menyalahkan mereka sendiri atau keadaan,
maka komplain tidak bakal terjadi; namun, kalau mereka membebankan kesalahan pada
pemasar, maka ada kemungkinan mereka akan melakukan komplain. Lebih lanjut, bila
konsumen menganggap bahwa kesalahan yang terjadi tidak mungkin terulang lagi, mereka
cenderung tidak akan komplain. Selain itu, kalau konsumen berkeyakinan bahwa pemasar
tidak akan melakukan tindakan perbaikan, maka mereka akan menganggap komplain hanya
sebagai usaha yang sia-sia.

Gambar 1. Alternatif Reaksi Konsumen Bila Terjadi Ketidakpuasan


Tidak Mengambil
Tindakan

Berhenti Membeli
Produk/Merek/ Berbelanja
di Toko Bersangkutan
Melakukan Private
Action

Terjadi
Ketidakpuasan

Mengambil
Tindakan

Melakukan Direct
Action

Memperingatkan
Teman/Keluarga tentang
Produk/Merek
Bersangkutan

Komplain ke Produsen
atau Distributor
Menuntut Ganti Rugi dari
Produsen atau Distributor

Menempuh Jalur Hukum


Melakukan Public
Action

Komplain ke Lembaga
Konsumen
Komplain ke Media
Massa

Sumber: Dimodifikasi dari Singh (1990).

Ketiga, customers personality traits, yaitu berkaitan dengan tingkat kepercayaan diri
dan agresivitas konsumen. Penyampaian komplain membutuhkan kepercayaan diri, dan
agresivitas mendorong konsumen untuk menuntut haknya. Oleh sebab itu, kedua sifat ini

menyebabkan konsumen lebih memilih melakukan komplain ketimbang pasrah menerima


kinerja pemasar yang jelek.
Dengan demikian, konsumen yang tidak puas belum tentu bersedia menyampaikan
keluhannya kepada perusahaan bersangkutan. Salah besar bila produsen atau penyedia jasa
mengklaim bahwa mereka sukses memuaskan para pelanggannya, hanya semata-mata karena
tidak ada komplain. Komplain hanyalah puncak dari gunung es. Besar kemungkinan para
pelanggan yang tidak puas telah berganti pemasok dan tidak akan pernah membeli dari
mereka lagi. Studi yang dilakukan A.C. Nielsen (dikutip dalam McColl-Kennedy, 2003)
melaporkan bahwa hanya dua persen dari para pelanggan yang tidak puas yang secara aktual
menyampaikan komplain kepada perusahaan bersangkutan. Beberapa faktor berkontribusi
pada rendahnya tingkat komplain tersebut. Pertama, pelanggan tidak yakin apabila
perusahaan bakal melakukan tindakan korektif untuk menyelesaikan masalah. Kedua,
dibutuhkan waktu untuk menulis surat atau email, menelepon, atau datang ke toko untuk
menyampaikan komplain. Kebanyakan pelanggan malas atau enggan melakukannya. Ketiga,
sebagian konsumen tidak memahami bagaimana cara menyampaikan komplain, misalnya
siapa yang harus dikontak, ke mana surat komplain ditujukan, atau bagaimana mendapatkan
informasi lengkap tentang orang yang harus dihubungi. Hal ini diperparah dengan birokrasi
yang berbeda-beda antar perusahaan. Keempat, sebagian konsumen juga semakin enggan
melakukan komplain karena mengetahui pengalaman komplain pelanggan lainnya di masa
lalu yang gagal.
Sebaliknya, patut dicermati pula bahwa apabila konsumen benar-benar melakukan
komplain, apalagi menempuh public action (jalur hukum, lembaga konsumen, atau media
massa), maka besar kemungkinan itu menyangkut hal serius. Tipe komplain seperti ini dapat
berpengaruh negatif terhadap citra merek dan perusahaan di mata konsumen lain ataupun
masyarakat luas (Marknesis, 2009; Tjiptono, 2011; Tjiptono dan Chandra, 2012).

Dalam beberapa tahun terakhir makin banyak konsumen Indonesia

yang

menyampaikan komplainnya secara terbuka di media massa, baik lewat rubrik Surat Pembaca
maupun SMS (Short Message Service). Di Kompas, misalnya, setiap tahunnya ada ribuan
surat pembaca yang dimuat dan mayoritas di antaranya berupa surat komplain (Tjiptono,
2008, 2011). Beraneka ragam aspek spesifik dikeluhkan konsumen, seperti kualitas produk
yang buruk, prosedur dan kualitas layanan, administrasi dan biaya tagihan, perilaku dan sikap
staf, kompetensi staf, informasi dan promosi, dan seterusnya. Sayangnya, belum banyak
perusahaan yang merespon dengan cepat setiap komplain yang ditujukan pada mereka.

METODE PENELITIAN
Untuk mendapatkan gambaran komprehensif tentang perilaku komplain di media
massa, kolom Redaksi Yth di harian terbesar nasional, Kompas, sepanjang tahun 2012
ditelaah dengan content analysis. Harian Kompas dipilih berdasarkan dua alasan pokok.
Pertama, mayoritas isi rubrik surat pembaca di Kompas berisikan keluhan pelanggan dan
rutin dimuat setiap hari, termasuk hari Minggu. Di samping itu, setiap bulannya ada edisi
khusus surat pembaca Kompas untuk topik-topik tertentu, seperti telekomunikasi (Januari
2012), perbankan (Februari 2012), telekomunikasi (Maret 2012), properti (April 2012),
asuransi (Mei 2012), kereta api (Juni 2012), properti (Juli 2012), pemerintah (Agustus 2012),
maskapai penerbangan (September 2012), Sumpah Pemuda (Oktober 2012), maskapai
penerbangan (November 2012), dan pemerintah (Desember 2012).
Kedua, Kompas merupakan harian terbesar di Indonesia yang membidik segmen
menengah ke atas dan beroplah sekitar 500.000 eksemplar per hari biasa dan mencapai
600.000 eksemplar per hari Minggu, serta dibaca sekitar 1.850.000 orang setiap hari
(www.tempo.com, accessed on 31 Mei 2013). Dengan oplah yang besar dan tingkat penetrasi
distribusi yang mencapai semua kota di Indonesia, komplain yang dimuat di harian Kompas

menjangkau khalayak luas di seluruh Indonesia dan aspek yang dikeluhkan pun relatif
representatif untuk konsumen Indonesia secara luas.
Riset ini menggunakan metode observasi terhadap setiap surat pembaca yang dimuat
dalam kolom Redaksi Yth harian Kompas. Data yang dianalisis meliputi koran Kompas
tanggal 2 Januari-31 Desember 2012, kecuali hari libur nasional yang mencapai 14 hari di
tahun 2012. Jumlah total surat pembaca yang dimuat dalam periode tersebut adalah 1.282
surat. Untuk memudahkan proses analisis, peneliti mendokumentasi atau memfotokopi semua
surat pembaca yang ada. Arsip harian Kompas diperoleh dari sejumlah perpustakaan kampus,
perpustakaan daerah, dan kantor redaksi Kompas di Jl. Suroto No. 2, Kotabaru, Yogyakarta.
Metode analisis yang dilakukan adalah content analysis. Setiap surat komplain dan surat
tanggapan perusahaan dikategorikan berdasarkan tanggal, gender pengirim, kota, provinsi,
jenis produk, kode ISCI (International Standard Classification of Industry; versi yang diacu
adalah Revision-3), jenis industri, merek, jenis surat, rangkuman komplain/tanggapan, jangka
waktu antara komplain dan tanggapan, dan hal-hal unik/menarik. Setelah itu, data dirangkum
secara sistematis berdasarkan tema-tema yang menjadi fokus riset ini, yakni komplain
konsumen dan respon perusahaan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Total surat pembaca yang dimuat selama periode pengamatan mencapai 1.282 buah.
Sebaran per bulannya relatif merata, yakni berkisar antara 100 surat (September) hingga 115
surat (Juli). Sekitar 72,85% (934 surat) di antaranya berupa surat komplain pembaca.
Sementara itu, 312 surat (24,37% dari total surat pembaca) berupa respon perusahaan yang
dikomplain dan sisanya 36 surat (2,8%) berupa surat dengan topik di luar komplain
konsumen. Ditilik dari aspek gender, 849 surat komplain ditulis oleh kaum pria (66,22%) dan
431 surat oleh wanita (33,62%), sedangkan 2 surat (0,16%) tidak teridentifikasi gender

pengirimnya. Kendati demikian, menarik diamati bahwa apa yang ditulis di surat pembaca
tidak selalu berkenaan dengan apa yang dialami si penulis sendiri. Sebagai contoh, ...
[maskapai itu] telah merugikan orangtua saya karena isi bagasi itu dibutuhkan untuk satu
kegiatan dan terpaksa batal dimanfaatkan karena hilang (komplain tanggal 28 Agustus
2012).
Sebagai koran nasional yang berpusat di Jakarta, mudah dipahami bahwa mayoritas
surat pembaca di Kompas ditulis oleh mereka yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya
(termasuk Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok), yakni sebanyak 706 surat (55,07% dari
total surat pembaca).

Komplain Konsumen
Secara garis besar, komplain terhadap produk fisik (barang) berjumlah 128 surat
(13,85%) dan jasa sebanyak 806 surat (86,15%). Aspek spesifik yang dikeluhkan konsumen
dapat dikelompokkan menjadi 7 kategori (sesuai urutan terbanyak), yaitu product, people,
price, procedure, process, performance, dan promotion (lihat Tabel 1). Setiap surat komplain
bisa berisi lebih dari satu aspek spesifik. Komplain terbanyak adalah menyangkut kualitas,
produk cacat, dan garansi produk, di antaranya susu sudah basi sebelum tanggal kadaluarsa,
makanan tak layak konsumsi didiskon, minyak goreng yang keruh dan berbau tidak sedap,
lensa kontak berlubang dan membuat sakit, serta layar LCD laptop selalu rusak.
Keluhan terhadap sikap dan perilaku staf terungkap dalam sejumlah insiden, seperti
pengemudi seenaknya mengalihkan penumpang dan menelantarkan penumpang, isi bagasi
habis setelah sempat hilang, petugas bandara arogan dan sok berkuasa, makanan yang
dipesan tidak diantar dengan alasan lupa, petugas kasir terlalu banyak membulatkan harga ke
atas, keteledoran dan ketidakprofesionalan petugas dalam mencatat dan menangani

pengaduan, dipermalukan satpam karena dicurigai mengutil, serta pegawai salon tidak terlatih
dan tidak kooperatif.

Tabel 1. Aspek Spesifik yang Dikeluhkan Konsumen di Media Massa


Aspek
Komplain
Product

Deskripsi
Keluhan menyangkut kondisi barang
maupun jasa yang dibeli, termasuk di
dalamnya kualitas, produk
cacat/rusak, dan garansi.

Jumlah
Komplain
293

Contoh Komplain

Sungguh kecewa saya membeli mobil buatan XXYY* yang

People

Price

Procedure

Process

Performance

Keluhan terhadap sikap dan perilaku


karyawan dan manajemen, seperti
ketidakpedulian, ketidaksopanan,
pengetahuan minim, dan human error.

175

Keluhan berkenaan dengan harga dan


proses pembayaran, misalnya iuran,
cash back, voucher, harga, tagihan,
biaya tak terduga, dan denda.

131

Keluhan terhadap SOP (Standard


Operating Procedures) yang berlaku,
misalnya peraturan dan prosedur
spesifik.

120

Keluhan tentang proses penyampaian


layanan atau produk, seperti lama
waktu layanan, keterlambatan, dan
permasalahan yang belum selesai.
Keluhan tentang kinerja perusahaan.

111

104

Promotion

Keluhan tentang komunikasi


pemasaran, seperti iklan, sales promo
girls/boys, bonus, dan seterusnya.

53

reputasinya terpuji, ternyata bermasalah pada airbag.


Sangat tak habis pikir, produsen setua dan sebesar XXYY*
tak mampu memperbaiki airbag. Bukankah XXYY* sendiri
yang membuatnya?
Sedemikian burukkah kualitas TV LED XXYY*?
Saya minta Bapak/Ibu pejabat XXYY* kiranya mengirim
petugas pencatat meteran ke rumah kami orang yang tidak
buta huruf atau buta angka.
Ini bukan masalah barang yang hilang, tapi etika.
Mengintip barang milik orang lain yang tertutup adalah
tindakan asusila, mengambil barang dari dalamnya tanpa
izin pemiliknya adalah pencurian.
Bayangkan! Hanya membuat surat keterangan ahli waris
biayanya begitu mahal. Padahal, hanya mengetik plus
tanda tangan pejabat terkait: lurah dan camat!
Tak wajar jika tetap menambahkan denda satu bulan
meski uang telah diterima sebelum jatuh tempo.
Apakah hanya untuk menghindari kewajiban tersebut
XXYY* dengan sengaja memasukkan penumpang untuk
menunggu di dalam pesawat dengan kepanasan?
Jika XXYY* profesional, jauh-jauh hari sebelum prosedur
baru berlaku seharusnya nasabah pemegang kartu kredit
diberitahu sehingga tidak ada nasabah yang dirugikan.
Heran, untuk masalah seperti itu butuh waktu begitu lama.
Janji tinggal janji, pihak XXYY* tak mengembalikan, dan
sepertinya tidak punya itikad baik untuk menyelesaikan
masalah ini.
Bagaimana pertanggungjawaban XXYY*? Siapakah yang
bisa saya tuntut?
Penghematan XXYY* dengan memilih kantong plastik
super tipis sungguh merugikan pelanggan.
Sebenarnya promo ini ada atau tidak? Jangan memberikan
janji-janji kosong dan membuat konsumen bingung bolakbalik ke gerai-gerai XXYY*. Ini namanya pembohongan
publik!
Konsumen tidak memerlukan barang gratis. Yang penting,
konsumen jangan merasa dibohongi.

Catatan: * Nama merek atau perusahaan sengaja disamarkan.

Aspek harga yang banyak dikomplain menyangkut tagihan yang membingungkan;


kartu kredit telah ditutup tapi masih ditagih tunggakan; isi ulang pulsa otomatis tidak masuk,
namun muncul tagihan bulanan; harga di rak dan di kasir berbeda; polis asuransi cuma satu,
tetapi tagihan lebih dari satu; serta harga tinta printer kemahalan. Selain itu, prosedur layanan

10

cukup banyak dikeluhkan, di antaranya kebijakan antar kantor cabang berbeda-beda; tidak
ada informasi keterlambatan pemberangkatan bus; tidak ada pemberitahuan prosedur
tambahan pemesanan tiket online; jual tiket tak sesuai kursi dan tidak memberi kompensasi
keterlambatan; resep pengobatan medis diberikan oleh oknum non-dokter dilayani oleh
apotek; penerbitan kartu kredit tanpa persetujuan tertulis dan tidak bisa dihapuskan; serta sulit
menghubungi perusahaan untuk menyampaikan keluhan.
Dimensi proses yang banyak dikomplain adalah yang menyangkut penyelesaian
kesalahan tagihan yang berlarut-larut; ketidakpastian proses pencairan kredit; serta perbaikan
mobil berlarut-larut dan memakan waktu yang lama. Keluhan terhadap kinerja umum
perusahaan berupa pasien kritis merasa ditelantarkan rumah sakit; asuransi ingkar janji dan
melakukan kebohongan publik; bengkel resmi tidak dapat menemukan akar permasalahan
motor; dan kesalahan pada bank dibebankan pada nasabah. Contoh keluhan terhadap promosi
perusahaan antara lain perbedaan harga promosi dengan kasir; hadiah yang dijanjikan tidak
dipenuhi; dan produk katalog dengan harga murah namun kosong.
Komplain konsumen diungkapkan dengan bermacam-macam ekspresi, seperti
frustrasi; pasrah; kesal, sebal, dan dongkol; marah dan ungkapan sarkastik; menyindir; serta
mengingatkan konsumen lain (lihat Tabel 2). Sementara itu, instansi pemerintah menduduki
peringkat teratas sebagai sektor yang paling banyak dikomplain, diikuti perbankan,
telekomunikasi, dan maskapai penerbangan (lihat Tabel 3). Menariknya, kesepuluh industri
dalam 10 sektor yang paling banyak dikomplain adalah sektor jasa. Ini dikarenakan
karakteristik unik jasa (intangibility, inseparability, heterogeneity, dan perishability)
berkontribusi pada kecenderungan kualitas jasa lebih subyektif dan sukar dievaluasi
dibandingkan barang. Konsekuensinya, komplain lebih mudah terjadi pada jasa, terlebihlebih yang sifatnya high-contact, seperti perbankan, maskapai penerbangan, dan layanan
publik.

11

Tabel 2. Contoh Ekspresi Komplain Konsumen


No.
1.

Ekspresi
Frustrasi

Contoh Komplain
Berapa kerugian yang harus kami tanggung karena kelalaian XXYY*?
Penumpang harus bertarung dengan maut setiap kali transit.
Saya sudah letih berurusan dengan XXYY* yang tanpa hasil.
2.
Pasrah
Penyedia salon telah meminta maaf, tetapi momen penting ulang tahun tak tergantikan.
Sebagai penumpang, sudah menitipkan jiwa selama dalam perjalanan kepada sopir bus, dan sopir
bus seharusnya bertanggung jawab atas keselamatan para penumpang.
Harus ke mana mengadukan nasib uang kami yang dikumpulkan dengan susah payah secara
bertahap demi bekal di hari tua?
3.
Kesal, sebal, dan dongkol Apakah pantas hipermarket yang begitu besar dan terkenal menjual ayam yang tidak layak
konsumsi?
Saya sudah sering berganti-ganti handphone sebelumnya dan baru kali ini memiliki pengalaman
seperti ini.
Harus membayar berapa lagi supaya nomor saya dapat aktif kembali?
4.
Marah dan ungkapan
Ada orang waras bisa bicara lewat modem internet?
sarkastik
Rupanya kasir XXYY* kemaruk receh, sehingga ia dengan sesuka hati membulatkan ke atas
belanja konsumen.
Ternyata XXYY* pintar menjebak pelanggan dengan rayuan sales-nya.
Begitulah diskriminasi ala XXYY*.
Saya merasa tertipu. Beginikah cara XXYY* menilap uang konsumen?
5.
Menyindir
Bagaimana bisa kartu tidak sampai di alamat saya, sementara lembar tagihan kartu kredit selalu
sampai di alamat yang sama?
Saya sudah sering dan letih menghubungi telepon XXYY*: tidak ada perbaikan dan solusi. Pada
tidurkah?
Apakah ini cara baru mencari untung?
Saya hanya berbaik sangka: di XXYY* ternyata banyak tukang sulap.
Sungguh ironis, membeli ponsel cerdas, tetapi mendapat layanan yang sama sekali tidak cerdas.
6.
Mengingatkan konsumen Waspada jika berbelanja di XXYY*.
lain
Mudah-mudahan tidak ada lagi masyarakat yang terjebak dengan janji-janji muluk dari pihak
XXYY*.
Jangan terkecoh dengan harga murah karena bukan tidak mungkin pada akhirnya Anda
membayar jauh lebih mahal.
Cukup masalah ini saya yang mengalami.
Catatan: * Nama merek atau perusahaan sengaja disamarkan.

Tabel 3. Sepuluh Industri atau Sektor yang Paling Banyak Dikomplain


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Industri/Sektor
Instansi pemerintah
Perbankan
Telekomunikasi
Maskapai penerbangan
Asuransi
Pengembang perumahan
Penerbit surat kabar
Pasar swalayan
Toko ritel khusus
Aktivitas radio dan televisi

Jumlah Komplain
237 (25,37%)
139 (14,88%)
80 (8,56%)
68 (7,28%)
48 (5,14%)
37 (3,96%)
36 (3,85%)
36 (3,85%)
33 (3,53%)
32 (3,43%)

12

Respon Perusahaan
Respon perusahaan terhadap komplain yang disampaikan di rubrik Redaksi Yth
harian Kompas rata-rata sekitar 14 hari kerja. Dari 312 surat tanggapan perusahaan yang
dimuat di rubrik tersebut sepanjang tahun 2012, sebanyak 137 surat tanggapan dimuat dalam
periode waktu antara 11-20 hari; 80 surat dimuat dalam jangka waktu 2-10 hari dan 50 surat
dalam waktu 21-30 hari. Ini bisa dipahami karena ada time lag antara pemuatan surat
komplain dan respon perusahaan. Tabel 4 menampilkan 10 industri yang paling responsif
terhadap komplain di media massa. Lima besar industri yang paling responsif sejatinya
adalah lima industri yang paling banyak dikomplain. Menarik diamati bahwa tingkat respon
pada level industri belum tentu sama dengan level perusahaan. Dalam industri perbankan,
misalnya, ada bank yang menanggapi seluruh keluhan di Kompas, sementara ada pula bank
besar yang sama sekali tidak menggubris komplain konsumen di harian terbesar tersebut.
Entah karena tidak punya staf yang memadai untuk memantau dan menangani komplain
seperti itu, atau mungkin juga karena sudah terlalu sering mendapat komplain melalui saluran
lain, misalnya call center atau tatap muka langsung.

Tabel 4. Sepuluh Industri atau Sektor yang Paling Responsif Terhadap Komplain di Media
Massa
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Industri/Sektor
Perbankan
Instansi pemerintah
Asuransi
Telekomunikasi
Maskapai penerbangan
Pasar swalayan
Toko ritel khusus
Pengembang perumahan
TV berlangganan
Aktivitas kurir

Jumlah Respon
74 (23,72%)
60 (19,23%)
28 (8,97%)
25 (8,01%)
16 (5,13%)
12 (3,85%)
10 (3,21%)
8 (2,56%)
7 (2,24%)
6 (1,92%)

Bentuk respon perusahaan meliputi empat macam (lihat Tabel 5). Pertama, we are
sorry and let us explain, yakni perusahaan meminta maaf, menjelaskan kronologis

13

permasalahan dan penyebab kesalahan kepada publik, serta berterima kasih kepada
pengkomplain. Kedua, problems solved, yakni menginformasikan bahwa masalah telah
diselesaikan dengan baik, memenuhi permintaan pengkomplain, dan/atau memberikan
kompensasi.
Ketiga, it is not my fault attitude, yakni perusahaan berusaha menjelaskan bahwa
masalah yang terjadi bukan kesalahan mereka. Kadangkala secara tersirat maupun tersurat,
surat respon perusahaan justru mengatribusi kesalahan dan tanggung jawab pada
pengkomplain atau pihak ketiga. Keempat, unfinished business, artinya permasalahan
masih menggantung dan belum terselesaikan. Ini bisa dikarenakan pihak perusahaan belum
dapat menghubungi pengkomplain atau justru perusahaan yang menantikan pengkomplain
untuk mengkontak mereka.

Tabel 5. Tipe Surat Tanggapan Perusahaan Terhadap Komplain di Media Massa


Aspek Tanggapan

Deskripsi
Ucapan terima kasih

We are sorry and let us


explain

Jumlah
Tanggapan
3

Permohonan maaf

154

Klarifikasi

139

Sudah ditindaklanjuti

120

Sudah terselesaikan

128

Menyalahkan konsumen

45

Menyalahkan pihak ketiga

Belum bisa dihubungi

Problems solved

It is not my faults

Unfinished business
Silahkan hubungi contact
56
person
Catatan: * Nama orang, merek atau perusahaan sengaja disamarkan.

Contoh Tanggapan
dan juga terima kasih karena telah memilih YYZZ*
sebagai partner untuk menemani keseharian.
Kami mohon maaf kepada Bapak YYZZ* yang menulis
surat di Kompas..
Tidak ada niat kami untuk mempermainkan penumpang
sekaligus menerangkan bahwa YYZZ* sebagai agen
tunggal pemegang merek sepeda motor YYZZ* memberi
jaminan garansi pelanggan
Kami sudah bertemu dengan konsumen untuk
menyelesaikan persoalan
Saat ini Bapak YYZZ* telah dapat menyaksikan
tayangan ZZXX*
Hangusnya uang tanda jadi itu semata-mata adalah
risiko. Ibu YYZZ* tidak menepati kesepakatan jadwal
pembayaran dalam surat pemesanan yang telah
ditandatangani.
permasalahan timbul karena modem yang dipakai
oleh Ibu YYZZ* mengalami kerusakan teknis, bukan dari
fasilitas sinyal
Kami sudah berusaha menghubungi yang
bersangkutan, namun yang bersangkutan sedang tidak
ada di rumah
silahkan menginformasikannya kepada Humas YYZZ*
lewat telepon xxxxxxxx atau surat elektronik yyy@yyyy.

14

PENUTUP
Komplain konsumen di media massa, khususnya melalui rubrik surat pembaca di
Kompas, menyangkut beraneka ragam aspek, mulai dari produk, promosi, dan harga, hingga
sumber daya manusia, prosedur, proses, dan kinerja perusahaan. Sekalipun aspek spesifik
yang dikeluhkan bervariasi antar industri, tampak bahwa komplain terhadap jasa lebih
dominan dibandingkan barang. Hampir sepertiga surat komplain ditanggapi pihak perusahaan
(312 respon dan 934 komplain). Lima besar sektor yang paling responsif adalah juga lima
industri yang paling banyak dikomplain. Akan tetapi, masih terdapat sejumlah perusahaan
yang kelihatannya sama sekali tidak menggunakan hak jawab di media massa yang sama.
Ada kecenderungan konsumen semakin berani mengungkapkan komplainnya secara
terbuka lewat surat pembaca. Hal ini pun tampaknya diakomodasi oleh media massa yang
menyediakan ruang dan kesempatan mengekspresikan uneg-uneg semacam itu. Implikasinya,
setiap perusahaan perlu mengembangkan mekanisme pemantauan media yang memadai, agar
jangan sampai komplain terhadap perusahaan, merek maupun produknya tidak terpantau dan
tertangani dengan baik. Pemantauan semacam ini tidak terbatas pada media cetak dan media
elektronik tradisional, namun perlu pula mencakup media-media kontemporer (consumergenerated media, seperti blog, podcasting, wiki, bulletin boards, social networks, product
review sites dan consumer complaint sites).
Setiap perusahaan wajib memantau komplain di media massa. Di satu sisi, setiap
komplain yang ditujukan bagi mereka harus segera direspon agar persoalan cepat
terselesaikan dan tidak terjadi efek gethok tular negatif. Di sisi lain, perusahaan bukan hanya
bisa belajar dari kesalahan para pesaingnya lewat aspek spesifik yang banyak dikeluhkan,
namun juga bisa memanfaatkan informasi komplain untuk berinovasi memperbaiki layanan
pelanggan. Dengan cara seperti itu, merek dan produk Indonesia bisa semakin siap bersaing
dalam era ASEAN Economic Community 2015.

15

DAFTAR PUSTAKA
Gronroos, Christian (2000) Service Management and Marketing: A Customer Relationship
Management Approach, 2 nd ed. Chichester: John Wiley & Sons, Ltd.
Kompas, 2 Januari-31 Desember 2012.
Marknesis (2009) Customer Satisfaction and Beyond. Yogyakarta: Marknesis.
McColl-Kennedy, Janet R. (ed.) (2003) Services Marketing: A Managerial Approach. Milton,
Qld.: John Wiley & Sons.
Naumann, E. dan Giel, K. (1995) Customer Satisfaction Measurement and Management.
Cincinnati, Ohio: Thomson Executive Press.
Sheth, Jagdish N., Mittal, Banwari dan Newman, B.I. (1999) Customer Behavior: Consumer
Behavior and Beyond. Fort Worth: The Dryden Press.
Singh, J. (1990) A Typology of Consumer Dissatisfaction Response Style. Journal of
Retailing, Vol. 66 (Spring), pp. 57-97.
Tjiptono, Fandy (2008) Potret Komplain Konsumen Melalui Surat Kabar. Business News,
Ruang Strategi Usaha, No. 951, Tahun XXI, 9 September, pp. 1-2.
Tjiptono, Fandy (2011) Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia Publishing.
Tjiptono, Fandy dan Chandra, Gregorius (2012) Pemasaran Strategik. Yogyakarta: Penerbit
ANDI.

16

Anda mungkin juga menyukai