Anda di halaman 1dari 28

Bodoh dan Pinter

Ada sesuatu yang menarik, ketika berdiskusi dengan mereka-mereka pelaku bisnis di Marketing
Leadership Club, tentang orang bodoh dan orang pinter. Kira-kira anda termasuk kategori yang
mana ya? Coba kita telaah beberapa statemen ringan ini:

Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya dibisnis. Agar bisnisnya berhasil, tentu dia harus rekrut
orang Pintar. Walhasil Bosnya orang pintar adalah orang bodoh.

Orang bodoh sering melakukan kesalahan, maka dia rekrut orang pintar yang tidak pernah salah
untuk memperbaiki yang salah. Walhasil orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk
keperluan orang bodoh.

Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnya mendapatkan kerja. Orang
bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk membayari proposal yang diajukan orang
pintar.

Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato, maka disuruh orang pintar untuk membuatnya.

Orang Bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum (SH) oleh karena itu orang bodoh
memerintahkan orang pintar untuk membuat undang-undangnya orang bodoh.

Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan, sementara itu orang pintar percaya. Tapi
selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh. Tapi toh saat itu
orang bodoh sudah ada diatas.

Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu di dipikirkan panjang-panjang oleh
orang pintar, walhasil orang orang pintar menjadi staffnya orang bodoh.

Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan, dia PHK orang-orang pintar yang berkerja. Tapi
orang-orang pintar DEMO, Walhasil orang-orang pintar meratap-ratap" kepada orang bodoh agar
tetap diberikan pekerjaan.

Tapi saat bisnis orang bodoh maju, orang pinter akan menghabiskan waktu untuk bekerja keras
dengan hati senang, sementara orang bodoh menghabiskan waktu untuk bersenang-senang
dengan keluarganya.

Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa di jadikan duit. Mata orang pintar selalu mencari
kolom lowongan perkerjaan.

Bill gate (Microsoft), Dell, Hendri (Ford), Thomas Alfa Edison, Tommy Suharto, Liem Siu
Liong (BCA group). Adalah orang-orang Bodoh (tidak pernah dapat S1) yang kaya. Ribuan
orang-orang pintar bekerja untuk mereka. Dan puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar
bergantung pada orang bodoh.
Hubungan Pelanggan dan Merek
Hubungan pelanggan tidak saja dengan perusahaan namun dengan merek yang dipilihnya.
Pelanggan yang loyal terhadap merek tertentu pasti mempunyai keterikatan emosional yang
mendalam. Hubungan inilah yang terus dipelihara agar perusahaan pemilik merek berupaya
membina hubungan tersebut dan pelanggan akan merasa tetap nayamn memilih merek
favoritnya. Apa sajakah yang menyebabkan keterikatan hubungan antara pelanggan dengan
merek tersebut ?

Martesen Grønholdt memaparkan hubungan pelanggan-merek (brand-customer relationships)


tersebut. Hubungan pelanggan-merek (brand-customer relationships), dilihat tidak hanya melalui
loyalitas pelanggan melalui pembelian ulang, tetapi juga meliputi perspektif yang luas dari
intensitas dan loyalitas yang aktif, persepsi ketertarikan pelanggan, keterlibatan dan ikatan
terhadap merek; yang dibangun dari enam pilar nilai merek provider itu diantaranya: kualitas
produk (product quality), kualitas pelayanan (service quality), harga (price), janji (promise),
keunikan (differentiation), serta kepercayaan dan kredibilitas (trust & credibility).

Pertama, dalam mengembangkan apotek yang menghadirkan layanan kefarmasian guna


membangun sebuah hubungan bernilai antara konsumen dengan apotek, diperlukan kualitas
produk. Isi kualitas produk ini adalah, produk yang terjamin keasliaanya, jangka waktu
kadaluarsa, dan kelengkapan produk; sehingga.provider sebagai penyelia (provider) jasa
pengecer obat-obatan, memberikan layanan jasa yang berkinerja (good performance); berkualitas
tinggi dibanding jasa provider lain; dan memberikan alternatif layanan yang menyenangkan
konsumen (feature product).

Kedua, memberikan kualitas layanan (service quality) yang optimal, seperti kemampuan untuk
memberikan perhatian kepada pelanggan (empathy), kemampuan untuk membantu pelanggan
dalam memberikan layanan yang tanggap (responsiveness).

Ketiga, harga (price) yang ditawarkan provider, untuk jenis produk yang dijual, merupakan
faktor yang dipertimbangkan pelanggan untuk memilih provider mana dalam membeli obat.
harga adalah merupakan elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan; kebijakan
harga pada merek akan menciptakan asosiasi pada benak konsumen, apakah mahal atau tidak.
Dan ketika provider telah memberikan layanan yang optimal, maka indikasi kuat terhadap
loyalitas adalah kesediaan untuk membayar dengan harga premium.

PERILAKU KELUHAN KONSUMEN


Bila konsumen merasa tidak puas dengan suatu produk atau jasa, apa yang mereka lakukan?
Perilaku keluhan konsumen (consumer complaint behavior) adalah istilah yang mencakup semua
tindakan konsumen yang berbeda bila mereka merasa tidak puas dengan suatu pembelian. Para
peneliti mengidentifikasi lima perilaku keluhan umum, yaitu:

1.Menghadapi pengecer dengan cara tertentu.


2.Menghindari pengecer yang sama dan membujuk teman-teman serta keluarganya, untuk
melakukan menghindari pengecer yang sama.
3.Mengambil tindakan terbuka yang melibatkan pihak ketiga (misalnya, melancarkan tindakan
resmi untuk memperoleh ganti rugi).
4.Memboikot perusahaan atau organisasi.
5.Menciptakan organisasi alternatif untuk menyediakan barang atau jasa.

Tiga perilaku pertama – berhubungan dengen pengecer, bukan merendahkan merek atau toko dan
meminta teman-teman untuk menghindarinya juga, serta mengeluh melalui pihak ketiga –
merupakan respon terbuka terhadap masalah produk atau jasa dimana konsumen menuntut ganti
rugi, baik secara pribadi menghukum pengecer melalui penarikan bisnis maupun dengan
menuntut beberapa jenis penggantian. Penggantian ini bisa dalam bentuk uang atau produk
pengganti. Dua perilaku terakhir lebih jauh jangkauannya. Bukannya hanya menarik bisnis
mereka sendiri (berharap bukan dari teman-teman dan keluarga) konsumen yang meluncurkan
pemboikotan umum berusaha untuk mengubah praktik pemasaran dan / atau mempromosikan
perubahan sosial. Mungkin perilaku yang paling drastik adalah yang terakhir: menciptakan
organisasi yang baru sama sekali untuk menyediakan barang atau jasa.

Model perilaku keluhan konsumen mengidentifikasi dua tujuan utama untuk mengeluh. Pertama,
konsumen mengeluh untuk menutupi kerugian ekonomi. Mereka mungkin berusaha untuk
menukar produk bermasalah dengan produk lainnya, atau berusaha memperoleh uang mereka
kembali, baik secara langsung dari perusahaan / toko maupun tidak langsung melalui tindakan
hukum.

Alasan kedua mengapa konsumen terlibat dalam perilaku tindakan hukum. Alasan kedua
mengapa konsumen terlibat dalam perilaku keluhan adalah untuk membangun kembali citra diri
mereka. Seringkali pembelian suatu produk terikat pada citra diri pembeli, sehingga bila produk
kurang berhasil, maka citra diri orang itu menurun. Untuk memperbaiki citra-diri, konsumen
dapat menggunakan komunikasi dari mulut ke mulut yang negatif, berhenti membeli karena
melihat merek, mengeluh kepada perusahaan atau mengambil tindakan hukum.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Konsumen


Sejumlah faktor yang mempengaruhi apakah konsumen mengeluh atau tidak telah diidentifikasi.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian pertama, salah satu di antaranya adalah jenis produk
atau jasa yang terlibat. Faktor-faktor lainnya adalah biaya dan arti sosial produk. Beberapa
penulis menyatakan bahwa kemungkinan perilaku keluhan meningkat bila:

1.Tingkat ketidakpuasan meningkat.


2.Sikap konsumen untuk mengeluh meningkat.
3.Jumlah manfaat yang diperoleh dari sikap mengeluh meningkat.
4.Perusahaan disalahkan atas suatu masalah.
5.Produk tersebut penting bagi konsumen.
6.Sumber-sumber yang tersedia bagi konsumen untuk mengeluh meningkat.

Atribusi yang dilakukan konsumen berhubungan dengan perilaku keluhan. Para peneliti telah
menemukan bahwa apabila masalah atribut produk ditimpakan pada perusahaan dan bukan
kepada diri mereka sendiri, maka keluhan meningkat. Selanjutnya bila masalahnya dipandang
berada di bawah kendali perusahaan, maka keluhan konsumen akan meningkat. Misalnya, bila
konsumen mengatribusikan suatu masalah dengan dinas penerbangan kepada keputusan yang
sengaja dibuat perusahaan, mereka lebih mungkin mengeluh daripada bila mereka percaya
bahwa masalahnya berada di luar kendali perusahaan.
Hanya sebagian peneliti yang berhasil dalam menghubungkan faktor-faktor demografis dengan
perilaku mengeluh. Sesungguhnya, pengalaman dengan perilaku mengeluh merupakan prediktor
yang jauh lebih baik tentang perilaku mengeluh daripada faktor-faktor demografis. Namun,
korelasi yang sedang telah ditemukan antara umur dan pendapatan serta perilaku mengeluh.
Konsumen yang terlibat dalam perilaku mengeluh cenderung lebih muda dan mempunyai
pendapatan yang lebih tinggi dan berpendidikan lebih tinggi.

Penyelidikan tentang hubungan antara mengeluh dan variabel personalitas telah menemukan
bahwa orang yang lebih berpikir tertutup (dogmatik) dan percaya diri lebih mungkin untuk
mengeluh. Konsumen yang menghargai individualitas mereka dan rasa bebas juga cenderung
untuk lebih sering mengeluh daripada yang lainnya. Mungkin dengan mengeluh orang ini merasa
lebih penting dan berbeda dari orang lainnya.

Reaksi Perusahaan Terhadap Keluhan Konsumen


Sesuatu yang agak mengherankan adalah ditemukan bahwa beberapa perusahaan tidak
melakukan usaha sistematis untuk menyelidiki luasnya kepuasan / ketidakpuasan dengan produk
atau jasa yang dikonsumsi konsumen.

Bayangkan seberapa puaskah konsumen dengan produk yang mereka gunakan. Terdapat
beberapa perusahaan yang berorientasi pada konsumen melakukan usaha-usaha khusus dalam
menelusuri kepuasan / ketidakpuasannya. Pemakaian nomor saluran langsung konsumen untuk
tujuan ini menjadi semakin popular. Procter & Gamble, Whirpool, dan 3M merupakan
perusahaan-perusahaan yang menggunakan nomor bebas pulsa secara efektif.

Para manajer harus mempunyai mekanisme untuk menangani keluhan konsumen. Nomor bebas
pulsa merupakan salah satu cara yang sangat efektif dalam menangani keluhan. Selain itu,
perusahaan harus menetapkan semacam ganti rugi untuk keluhan konsumen yang sah.
Bila hal ini tidak dilakukan dengan keliru, perusahaan harus bekerja keras untuk memutuskan
hubungan antara perusahaan dan peristiwa negatif.

Beberapa pendekaan sangat mungkin diterapkan dalam situasi ini.


Pertama, perusahaan dapat menolak keterlibatan (yaitu, kami tidak melakukannya). Kedua,
perusahaan dapat menghindari kesalahan dengan menimpakannya kepada orang lain.
Ketiga, perusahaan dapat memberikan penjelasan atas peristiwa dan mengidentifikasi keadaan
yang terjadi. Perhatikan bahwa pada kasus ketiga perusahaan tidak menolak semua tanggung
jawab, tetapi, ia mendorong konsumen untuk membuat atribusi eksternal yang lebih kuat atas
peristiwa yang terjadi dan bukan menyalahgunakan seluruh masalah kepada perusahaan.

Salah satu studi riset yang menarik menganalisis reaksi perusahaan terhadap keluhan perusahaan
dan, selain itu, membiarkan konsumen mengevaluasi jenis-jenis permintaan maaf yang
ditawarkan perusahaan. Sebagian besar perusahaan mencoba untuk menghindari tanggung
jawab, dan jenis pendekatan ini dipandang secara negatif oleh konsumen. Konsumen
memberikan peringkat tertinggi kepada perusahaan yang berusaha mengurangi rasa tidak senang
atas hasil keluhan konsumen dan memberikan alasan untuk tindakan tersebut.
Para penulis riset ini menyarankan agar perusahaan menggunakan permintaan maaf secara
strategis sehingga mereka dengan akurat dapat menjelaskan penyebab dan hasil dari peristiwa
negatif yang menyebabkan keluhan. Permintaan maaf yang diajukan perusahaan merupakan
sumber informasi yang penting bagi para konsumen ketika mereka memutuskan tindakan mana
yang akan diambil untuk mengoreksi kesalahan yang sudah terjadi. Tentu saja, para konsumen
tidak selalu benar dan perusahaan tidak selalu salah, sehingga kadang-kadang penjelasan yang
sopan dapat menjernihkan kesalahpahaman.

Keluhan dan Perilaku Keluar

Perilaku keluar (exit behavior) mengacu pada pilihan konsumen untuk meninggalkan hubungan
atau menurunkan tingkat konsumsi barang atau jasa. Para peneliti yang menyelidiki perilaku
mengeluh dalam industri telepon genggam mendapatkan bahwa konsumen yang mengeluh (1)
lebih mungkin untuk meninggalkan hubungan dan (2) lebih mungkin mengurangi tingkat
konsumsi barang atau jasa. Selain itu, ditemukan juga bahwa tingkat ketidakpuasan meningkat
dan kemungkinan mengeluh meningkat.

Para peneliti menyarankan sikap “perbaikilah pada saat pertama” di pihak perusahaan karena
dalam banyak kasus seringkali tidak mungkin untuk menenangkan pelanggan yang mengeluh.
Rekomendasi itu sangat penting dalam bisnis dimana biaya memperoleh pelanggan baru adalah
tinggi. Dalam industri telepon genggam, biaya untuk memperoleh pelanggan baru $600, tetapi
hanya $20 untuk mempertahankan yang telah ada.

Neraka Manajemen: 12 Kisah Membongkar Pola-pola


Negatif Manajemen

Buku setebal 296 halaman ini terkesan ringan dan bisa diselesaikan dalam waktu
kurang dari 2 jam. Akan tetapi, yg menakjubkan adalah, sesaat kita mulai membaca
bagian pertama dari 12 cerita, saat itu pula kita akan tenggelam dalam jalinan
cerita yg menarik, yg menggunakan setting cerita peradaban babylonia, romawi,
aztec, mesopotamia dan yunani kuno. Dan tanpa sengaja kita akan berhenti sejenak
setelah membaca 1 bagian, untuk kemudian merenungkan isi cerita dan
menghubungkannya dgn situasi yg kita alami. Dgn demikian, belakangan akan kita
rasakan, ternyata waktu 2 jam tidak akan cukup untuk kita membaca dan mencerna
semua cerita yg tersedia.

Dalam bukunya, Gilbreath mengajak kita untuk merenung sejenak dan berkaca
lewat 12 cerita yg ia siapkan, untuk kemudian mengajak kita lebih mengkritisi diri
sendiri dan menilai apakah cara kita berbisnis sekarang ini termasuk ke dalam
kategori neraka manajemen.

Indikasi terjadinya neraka manajemen bisa dikenali dgn adanya tanda-tanda


seperti: banyaknya karyawan yg resign dgn tiba-tiba, supplier menghentikan
pengiriman barang yg sangat dibutuhkan utk proses produksi, kualitas barang hasil
produksi terus menurun sementara standar customer terus meningkat,
pengambilan keputusan di top manajemen sering 'menggantung', dan kadang tidak
berdasarkan pd kondisi di lapangan, karyawan dibingungkan oleh permintaan top
manajemen yg berubah-ubah, dsb.

Gilbreath menuangkan neraka manajemen dalam 12 ceritanya yg menjelaskan


situasi sbb:

1. Penyusunan sistem dan kontrol prosedur yg dibuat dgn tujuan utk


menyeragamkan hasil bisnis berdasarkan satu standar yg diakui oleh perusahaan
2. Pengambilan keputusan berdasarkan data dgn tujuan utk mempermudah top
manajemen dalam mengambil keputusan utk mengantisipasi perubahan di masa yg
akan datang
3. Usaha-usaha utk meningkatkan hasil dan penjualan dgn cara memaksimalkan
penggunaan aset dan menghilangkan resiko
4. Usaha-usaha utk mengontrol pembelian dan menangani suplier dgn tujuan utk
meningkatkan keuntungan yg sebesar-besarnya
5. Usaha-usaha utk membangun tim melalui dinamika kelompok dan konsensus utk
menghindari konflik internal
6. Penyusunan prosedur birokrasi yg kompleks utk menunjang sistem dan struktur
organisasi yg terus berkembang
7. Usaha-usaha utk mengurangi pengeluaran dgn ukuran keberhasilan nilai uang yg
dihemat
8. Menjalankan bisnis tanpa memiliki visi dan hanya berpedoman pd orientasi
jangka pendek
9. Menjalankan rencana perubahan melalui kejutan dan tindakan-tindakan yg
mendadak, yg tidak bisa dikembalikan ke asal dan tidak bisa diulang, utk
memastikan bahwa perubahan akan berjalan sesuai dgn harapan
10. Mempertahankan kemajuan dgn cara menghindari mempertanyakan hal-hal yg
pasti dan sudah berjalan lancar selama ini
11. Menjalankan perubahan berdasarkan ide dan gagasan manajemen terbaru
12. Menghindari kegagalan yg berasal dari kesalahan karyawan, berusaha keras
agar karyawan menjadi seperti kita, terlalu melindungi karyawan dari kondisi yg
menantang dan menyeragamkan minat dan motivasi karyawan

Ke 12 hal ini bukanlah hal baru bagi kita, dan dalam beberapa hal kita malah akan
bertanya apa masalahnya jika kita melakukan hal-hal tersebut? Mengapa sistem
dan kontrol prosedur yg baik dianggap sebagai bagian dari Neraka Manajemen? Apa
salahnya mempertahankan kemajuan dgn cara menghindari mempertanyakan hal-
hal yg pasti dan sudah berjalan lancar selama ini? Dan pertanyaan-pertanyaan
serupa lainnya.

Gilbreath menjelaskan bagaimana 12 hal yg menurut kita masuk akal dan tidak
bertentangan secara logika bisa menjadi neraka manajemen. Dan dari cerita tsb
kita akan mendapatkan kearifan utk memperbaiki pola manajemen kita selama ini.

Tiga hal penting di dalam Supply Chain


”Apa 3 hal penting di dalam area supply chain yg harus Anda tangani dengan baik?”

Jawaban Anda tentulah akan mengacu pd:


1. Inventory level
2. Distribution cost
3. Service level

Inventory menjadi penting karena menjadi faktor yg juga menentukan service level kepada
customer. Bayangkan jika inventory Anda dalam kondisi bermasalah, maka customer tidak akan
terlayani dgn baik. Customer minta produk A sejumlah p, sedangkan yg Anda miliki adalah
produk Z sejumlah q. Tentu saja customer akan kecewa, dan pada akhirnya mereka akan beralih
ke produk yg lain yg sejenis yg disediakan oleh perusahaan kompetitor Anda.

Dengan kata lain, inventory level akan mempengaruhi ketersediaan barang yg siap dijual utk
melayani customer. Inventory dibutuhkan utk mengantisipasi ketidakpastian. Ada banyak sumber
ketidakpastian, yg pertama tentunya demand dari customer, yg kedua adalah supply reliability.
Inventory tidak akan dibutuhkan jika kebutuhan dari customer sudah pasti dan supply reliability
100%

Penyediaan inventory membutuhkan biaya yg tidak sedikit. Biaya terbesar bukanlah dari ongkos
penyimpanan, tapi justru cost of capital. Cost of capital jika diterjemahkan secara sederhana
adalah biaya yg harus dikeluarkan utk menyediakan inventory sebanyak yg kita perlukan. Cost of
capital ini biasanya diperhitungkan dgn cara mengalikan tingkat bunga simpanan di bank dgn
nilai total inventori. Mengapa demikian? Karena jika uang senilai inventory itu disimpan di bank
selama 1 periode, maka perusahaan akan menerima pemasukan dari bunga bank sebesar nilai
inventori dikalikan bunga 1 periode. Contoh sederhana utk cost of capital adalah sbb:

Bayangkan perusahaan Anda memiliki penjualan sebesar 1 milyar per bulan, dgn inventory
senilai 20 milyar. Jika bunga per bulan adalah 1%, maka cost of capital adalah sebesar 1% x 20
milyar atau sejumlah 200 juta per bulan. Jika perusahaan berhasil menurunkan inventory menjadi
10 milyar, maka selisih cost of capital menjadi 100 juta. Nilai 100 juta ini jika digunakan utk
cash flow perusahaan maka bisa menurunkan jumlah modal yg harus dipinjam ke bank utk
keperluan pembiayaan perusahaan, yg pada akhirnya akan menurunkan biaya bunga bank yg
menjadi beban perusahaan.

Nilai 100 juta itu sendiri sebanding dgn 1% dari nilai penjualan per bulan.

Distribution cost adalah biaya terbesar berikutnya yg harus dikeluarkan oleh perusahaan utk
memastikan agar produknya tiba di tempat pemesan. Umumnya distribution cost berada di
kisaran 2% sd 10% dari nilai penjualan. Tergantung dari jenis industri dan sebaran geografis.
Semakin luas daerah yg harus dijangkau, semakin mahal biayanya. Dan semakin tinggi
persyaratan distribusi, maka semakin mahal biayanya.
Sebagai contoh, biaya distribusi sabun batangan utk pabrik yg ada di Tangerang dan hanya kirim
ke Jabodetabek akan berkisar di 0.5 sd 0.7% thd total nilai barang yg dikirim, tetapi jika dikirim
ke Jawa Tengah akan menjadi antara 0.9-1.1%.

Pengiriman utk makanan beku yg membutuhkan refrigerated truck akan lebih mahal
dibandingkan sabun batangan, akan tetapi biaya distribusi utk Jakarta jika dibandingkan dgn nilai
produknya akan ada di kisaran 0.8-1%., tidak terlalu jauh dari persentase biaya kirim sabun
batangan . Hal ini terjadi karena nilai produk yg dikirimkan juga lebih mahal dibandingkan
sabun batangan, walaupun jumlah unit yg dikirim lebih sedikit dan biaya per trip lebih mahal.

Biaya kirim utk spare part yg dibutuhkan di industri telekomunikasi dan migas akan jauh lebih
mahal dibandingkan produk FMCG, karena jumlah yg dikirim juga tidaklah banyak dgn
persyaratan yg sangat tinggi. Adakalanya pengiriman spare part diminta utk same day service,
dgn demikan moda kirimnya pun menjadi airfreight dgn rate kiriman yg tinggi per unitnya.

Service level menjadi fokus dari area supply chain karena menjadi tolok ukur seberapa baik
perusahaan melayani customernya. Service level diukur dgn cara membandingkan order yg
diminta oleh customer dgn apa yg dipenuhi oleh perusahaan. 100% service level akan terjadi jika
100% permintaan customer dipenuhi oleh perusahaan.

Penghitungan service level menjadi lebih kompleks karena kemudian customer tidak hanya
menginginkan kesesuaian jumlah yg diorder tapi juga ketepatan waktu kirim. Customer merasa
bahwa tidak ada gunanya si perusahaan mengirimkan sejumlah yg diorder tetapi datangnya
terlambat.

Pertanyaan:

Apa yg akan Anda lakukan jika masuk ke dalam sebuah perusahaan yg kondisinya parah:
• Inventory level sangat tinggi, hampir 10 kali lipat dari penjualan per bulan
• Biaya distribusi sangat mahal, lebih dari kisaran yg seharusnya
• Dan service levelnya sangat rendah, jauh dibawah 60%

Area mana yg akan Anda perbaiki pertama kali, apakah customer service, distribution
atau inventory? Mengapa demikian?

First Thing First


Jika Anda dihadapkan pd kondisi:
• Inventory level sangat tinggi, hampir 10 kali lipat dari penjualan per bulan
• Biaya distribusi sangat mahal, lebih dari kisaran yg seharusnya
• Dan service levelnya sangat rendah, jauh dibawah 60%
maka langkah yg sebaiknya pertama kali Anda lakukan adalah perbaiki service levelnya.

Mengapa demikian?

Loss of sales
Nilai service level dibawah 60% menunjukkan kondisi dari 100 buah produk yg diorder oleh
pelanggan, hanya 60 buah yg bisa dipenuhi. Pelanggan yg mengorder 40 buah produk yg lain yg
tidak terlayani akan kecewa. 40 buah produk yg tidak bisa dipenuhi ini pun merupakan loss of
sales. Sekiranya harga produk per buah adalah 100 rupiah, maka besarnya loss of sales adalah
4.000 rupiah, dari kemungkinan penjualan sebesar 10.000 rupiah.

Semakin rendah service level, maka semakin tinggi tingkat kerugian yg ditimbulkan. Tidak
hanya berasal dari loss of sales, tapi juga dari biaya lain yg ditimbulkan misalnya penalti atau
bahkan hilangnya atau pindahnya pelanggan ke kompetitor. Pada akhirnya, rendahnya service
level yg tidak segera ditangani akan menyebabkan hilangnya kepercayaan pelanggan. Dan dalam
jangka waktu yg tidak lama, perusahaan harus siap gulung tikar karena bisnis tidak akan berjalan
tanpa adanya kepercayaan dari para pelanggan.

Cost of recovery

Biaya lain yg ditimbulkan oleh rendahnya service level adalah cost of recovery, yaitu biaya yg
dikeluarkan utk mempertahankan pelanggan agar tetap berbisnis dgn kita. Bentuk nyata cost of
recovery misalnya adalah perusahaan terpaksa harus mengirimkan produk ke pelanggan dgn
menggunakan airfreight, pdhal biasanya cukup dgn menggunakan truk biasa. Cost of recovery yg
lain adalah pemberian diskon utk pelanggan di transaksi berikutnya agar mereka kembali
membeli produk kita.

Bagaimana caranya meningkatkan service level?

Langkah pertama adalah pahami di bagian mana terjadinya service level Anda yg paling rendah.
Apakah produk tertentu yg menyebabkan service level Anda rendah, atau pelanggan tertentu?

Apakah produk yg dimaksud adalah produk seasonal atau produk non seasonal? Apakah produk
regular ataukah produk baru? Apakah produk yg dipromosikan atau malah produk yg tidak
sedang dipromosikan?

Jika tidak ada produk yg secara khusus, maka kemungkinan ada di pelanggan. Apakah ada pola
tertentu, misalnya pelanggan tertentu? Apakah pelanggan yg baru? Apakah pelanggan terbesar
Anda? Apakah pelanggan dadakan?

Tidak ada solusi baku yg bisa dipergunakan utk meningkatkan service level ini. Yg baku adalah
menganalisa apa yg menjadi penyebab terjadinya service level rendah.

Jika yg menjadi penyebab rendahnya service level adalah produk baru dan pelanggan dadakan,
maka Anda harus memperbaiki kemampuan Anda dalam meramalkan penjualan produk baru.

Jika yg menjadi penyebab rendahnya service level adalah produk yg sedang dipromosikan dan
pelanggan terbesar Anda, maka Anda harus memperbaiki kemampuan Anda dalam
memperkirakan pengaruh promosi thd penjualan rata-rata.

Jika yg menjadi penyebab adalah produk yg tidak dipromosikan dan tidak ada pelanggan tertentu
yg unik, maka Anda harus mereview kembali proses perencanaan sales dan operasional
perusahaan (Sales and Operation Planning). Apakah sales forecast sudah sejalan dgn sales target
dan disampaikan dgn baik ke seluruh jajaran tim sales?

Hal lain yg mungkin adalah terjadinya promosi yg tiba-tiba, atau ada pelanggan baru yg membeli
dalam jumlah besar. Utk 2 hal ini tidak ada solusi yg bisa diberikan selain langkah utk mencatat
kejadian tsb lengkap dgn kondisi yg menyebabkan terjadinya promosi yg tiba-tiba atau
pembelian mendadak dalam jumlah besar, utk kemudian diantisipasi di masa yg akan datang.

Procurement Management
Tujuan Procurement Management adalah utk memastikan agar proses pengadaan berjalan dgn lancar shg produk dan
jasa yg dibutuhkan bisa didapat di saat yg tepat, dalam jumlah yg tepat, dgn kualitas yg tepat dan dgn harga yg tepat.

Dalam pelaksanaannya, fungsi procurement dituntut utk sejalan dgn company strategy dan business plan
perusahaan, utk memastikan agar setiap aktivitasnya mendukung arah yg ingin dicapai oleh perusahaan. Oleh karena
itu pemahaman thd konsep strategi harus dimiliki oleh Procurement Department.

Utk bisa menyediakan produk atau jasa yg dibutuhkan secara tepat, Procurement Department juga dituntut utk
mampu mencari supplier, menilai kemampuan supplier, memilih supplier berdasarkan kriteria tertentu dan
mengontrol kinerja supplier. Keseluruhan aktivitas mencari, menilai & memilih supplier biasa dikenal dgn proses
kualifikasi supplier, yaitu sebuah proses yg harus dilakukan utk mendapatkan supplier yg memenuhi standar.

Dalam kesehariannya, Procurement Department harus menilai kinerja supplier secara teratur dan konsisten. Kinerja
supplier yg tidak memenuhi standar akan mempengaruhi kinerja perusahaan, yg efek langsungnya mempengaruhi
tingkat efisiensi, kualitas produk, kelancaran produksi, menurunkan service level dan mengurangi keuntungan.

Utk bisa mengembangkan supplier, procurement department tidak cukup utk hanya bisa mengenali dan menilai
supplier di awal proses kualifikasi, tetap juga harus terus mengawasi performance supplier, memberikan masukan
utk perbaikan dan menindaklanjuti semua usulan perbaikan yg telah diberikan. Sistem scoring/grading, sertifikasi,
insentif dan penalti adalah beberapa alat yg biasa digunakan dalam kegiatan mengembangkan supplier.

Proses selanjutnya adalah membuat supplier menjadi bagian yg tak terpisahkan dari proses pertumbuhan bisnis
perusahaan. Hal ini harus dilakukan, karena pertumbuhan bisnis perusahaan sukar utk dicapai tanpa diimbangi oleh
peningkatan kemampuan supplier. Secara ekstrim bisa dikatakan bahwa peningkatan pertumbuhan perusahaan
dibatasi oleh kemampuan supplier yg mendukungnya.

Kerja sama antara Procurement Department dan supplier mutlak harus dijalankan, bahkan kemudian muncul istilah
collaboration & partnership yg mengindikasikan jenis kerja sama yg bisa dilakukan antara perusahaan dgn supplier-
suppliernya, yg lebih dari sekedar berkordinasi dalam kegiatan pembelian & pengiriman dari supplier ke
perusahaan. Keberhasilan Procurement Department bisa dinilai dari berapa banyak supplier yg loyal dan
memberikan yg terbaik kepada perusahaan.

Berikut ini adalah poin-poin penting dalam fungsi Procurement:

1. Procurement Strategy
• Business Strategy
• Analytical Tools
2. Supplier Qualification Process
• Supplier Selection
• Supplier Appraisal
• Supplier Rating & Measuring
• Supplier Certification
3. Supplier Development & Maintenance
• Supplier Total Quality Performance
• Relationship Management
4. Negotiation & Contract Development

Strategic Asset Management


Strategic Asset Management (SAM) adalah suatu model baru untuk mengekstraksi nilai dari
aset-aset produksi. Konsep dasar SAM adalah penggunaan sumber daya secara total untuk
keunggulan berkompetisi. SAM mencakup prediksi penjualan sampai pada perencanaan
produksi, dan berakhir pada serahan produk ke pelanggan. SAM juga meliputi pengelolaan
investasi kapital terhadap program peningkatan ROA (Return On Assets) jangka panjang.
Konsep dasar manajemen aset berbasis pada 3 hal, yaitu:
1. Tujuan bisnis yang merupakan arah keputusan beradasarkan pada kegunaan dan kepedulian
terhadap aset peralatan.
2. Strategi aset yang ditentukan berdasarkan pada pertimbangan operasional.
3. Perawatan dan reliabilitas berdasarkan pada tujuan yang telah ditetapkan.
Intensi dilakukan untuk mengoptimalkan penerapan semua sumber daya, tidak hanya merawat.
Manajemen aset didefinisikan sebagai suatu manajemen proses secara global untuk membuat dan
mengeksekusi nilai keputusan tertinggi tentang penggunaan dan perawatan aset secara konsisten.
SAM merupakan fungsi atas-bawah yang lengkap dalam pengelolaan peralatan dan sumber daya
manusia untuk mencapai profitabilitas maksimum. Pengelolaan ini terdiri dari penetapan suatu
spesifikasi kinerja untuk tiap unit utama operasional, pengidentifikasian komponen-komponen
kritis kinerja, dan pengembangan variabel-variabel kunci operasi yang dapat dikendalikan secara
sistematis.
Pengelolaan aset secara strategis mencakup setiap fungsi organisasi yang bekerja sama untuk
mencapai satu tujuan. Operation dan Maintenance dinilai berdasarkan pada kemampuan produksi
dan penggunaan kapasitas tiap unit. Purchasing memiliki tujuan utama untuk menunjang
reliabilitas operasional, dengan tetap mempertimbangkan biaya sebagai suatu hal yang penting,
namun sebagai tujuan kedua. Engineering berdasarkan pada total nilai siklus hidup yang terjadi,
termasuk karakteristik-karakteristik produk, maintainability, operability, dan total biaya per
keluaran tiap unit.
Siklus pengembangan SAM berbasis pada Operational Reliability Maturity Continuum. Model
empiris ini terbagi dalam 5 tahap utama yang merupakan dasar dari kinerja yang dikembangkan,
dengan potensi pertumbuhan secara berkelanjutan lebih dari 10 tahun dari suatu horison
strategis. Model ini telah didiskripsikan secara detil di tahun 1997, pada majalah Maintenance
Technology, dengan judul Developing an Asset Management Strategy.
Stage 1, Planned Maintenance, memiliki tujuan utama untuk meningkatkan pengendalian kerja
dan meminimalkan biaya perawatan. Biasanya direferensikan sebagai perencanaan dan
penjadwalan untuk memaksimalkan efektifitas penggunaan waktu pekerja/teknisi. Stabilisasi dan
penggunaan suatu sistem terintegrasi di semua unit sangat membutuhkan otoritas pusat.
Stage 2, Proactive Maintenance, bertujuan untuk menghilangkan mode kegagalan yang umum
atau biasa terjadi dan pengaruh-pengaruh antar fasilitas, sehingga biaya perbaikan dan biaya
waktu tunggu akibat terjadinya kegagalan dapat dikurangi. Akusisi biaya dari pemonitoran
kondisi peralatan harus dievaluasi dengan seksama untuk mendapatkan penerapan dan nilai yang
terbaik. Keputusan-keputusan ini dibuat antar fungsi, dan dieksekusi secara terpusat.
Stage 3, Organizational Excellence, menangani aktivitas operasional pada Asset Health Care
yang tersisa. Dimana pada tahap 1, operator menyiapkan peralatan untuk dirawat; dan pada tahap
2, operator dibantu untuk mengidentifikasi dan mendiagnosa permasalahan-permasalahan kronik.
Pada tahap 3, operator mulai untuk diberi tanggung jawab terhadap kondisi peralatan. Bagian
dari tanggung jawab ini adalah untuk melakukan aktivitas Basic Care, termasuk lubrikasi,
penyesuaian, observasi, dan mencatat parameter operasional. Karena perawatan peralatan telah
dapat dikendalikan, dimana manajemen proses telah jelas diidentifikasikan, direncanakan,
dijadwalkan, dipastikan bekerja dengan semestinya, dan kebanyakan kegagalan umum telah
dieliminasi dengan perawatan proaktif, sehingga pada tahap ini lebih difokuskan pada pelatihan,
dan pembelajaran pekerja terhadap peralatan. Teknisi masih tetap melakukan perawatan dalam
jumlah kecil, namun tugas lebih diarahkan sebagai fasilitator dan pelatih, dengan spesialisasi
terhadap peralatan yang menjadi tanggung jawab mereka. Organisasi telah berubah dari
manajemen terpusat menjadi terdistribusi.
Stage 4, Engineered Reliability, berbasis unit, menghilangkan defect pada sistem secara khusus,
lebih dari pada mode kegagalan umum. Bila peralatan memiliki unit cukup banyak, maka tahap
ini akan membutuhkan kolaborasi berbasis unit lebih lanjut. Saat pada tahap sebelumnya sumber
daya telah dikelola secara terdistribusi, selanjutnya dibutuhkan seorang manajer pusat yang dapat
melihat keseluruhan sistem. Dan pada tahap ini merupakan saat yang tepat me-review untuk
melakukan outsourcing pada fungsi-fungsi tertentu.
Stage 5, Operational Excellence, menambahkan suatu dimensi yang diarahkan berdasarkan
tujuan bisnis dan menentukan semua usaha-usaha perawatan dan reliabilitas. Saat ini akan
dilakukan optimalisasi yang sebenarnya, dan tugas tim berbasis shift akan meningkat, karena
memiliki tanggung jawab memonitor dan merawat kesehatan aset, selain juga mengoptimalkan
produksi dan lapangan. Tanggung jawab sumber daya pada tahap ini merupakan suatu hal yang
bersifat minor untuk ditekankan, karena telah stabil. Banyak pekerjaan yang akan dilanjutkan
berbasis unit, namun kesempatan berbagi antar unit masih bisa dilakukan. Karakteristik
organisasi pada tahap ini adalah desentralisasi yang aktual atau matrixed, namun tingkat
manajemen diri (self-management), disiplin dan perencanaan menjadi sangat tinggi, dan peta
organisasi digantikan oleh suatu proses manajemen kerja yang ditetapkan untuk semua sumber
daya yang berada dalam fasilitas.
Implementasi manajemen aset merupakan suatu proses yang terdiri dari beberapa elemen, dan
model keputusan untuk menentukan kapan menggunakan elemen-elemen tersebut. Elemen-
elemen manajemen aset dapat didaftar sebagai berikut:
* Empowered Workforce
* Reliability Centered/Control Maintenance
* Work Management Processes
* Predictive and Preventive Maintenance (PdM & PM)
* Self-managed Work Teams
* Measures of Leading and Lagging KPI's
* Reliability Leadership and Planning
* Safety, Health and Environment
* Continuous Improvement
* Reliability Modeling and Equipment Risk Assessment
* Cost of Unrealiability Tracking
* Root Cause Failure Analysis
* Capacity/Business Objectives Modeling
* Lifecycle Costing/Engineering
* Activity-based Management
Elemen-elemen Manajemen Aset berdasarkan tujuan reliabilitas yang ingin dicapai, adalah
sebagai berikut:
1. Reliabilitas SDM
* Kepemimpinan
* Pelatihan & Pengembangan
* Komunikasi
* Manajemen Kinerja
2. Reliabilitas Proses
* Proses Bisnis
* Proses Manajemen Kerja
* Proses Produksi
3. Reliabilitas Peralatan
* Alat Bantu Reliability Centered/Control Maintenance - RCM, Predictive Maintenance - PdM,
Preventive Maintenance - PM
* Reliabilitas Tim
4. Reliabilitas Produksi
* Kendali Proses

Maaf terdapat 2 gambar tidak dapat diposting, yaitu:


1. Model Empiris Operational Reliability Maturity Continuum.
2. Elemen-elemen Manajemen Aset
Computerized Maintenance Management Systems
Definisi CMMS
Computerized Maintenance Management Systems (CMMS) adalah suatu software paket yang
didisain untuk mendukung manajemen perawatan. Computerized Maintenance Management
Systems (CMMS) sebagai salah satu bagian kecil di tahap 1 pada model Operational Reliability
Maturity Continuum (gambar 1), telah banyak digunakan untuk mengelola dan mengendalikan
perawatan peralatan di industri manufaktur dan jasa yang moderen.
Beberapa tahun lalu, CMMS dasar telah diterapkan untuk merawat peralatan rumah sakit,
terutama untuk peralatan rumah sakit yang penting dan berkaitan dengan keselamatan pasien.
Sekarang CMMS telah menjadi konsumsi tiap organisasi, baik penghasil produk maupun jasa.
Nilai lain yang menjadi daya tarik dari CMMS bagi perusahaan, adalah karena CMMS, secara
umum, didisain untuk mendukung kebutuhan pengendalian dokumen di ISO 9000:2000 dan
merupakan suatu bagian kunci dari filosofi Total Productive Maintenance (TPM).

Filosofi Perawatan
Secara filosofi perawatan dapat dilihat pada gambar 1, dimana Corrective Maintenance dapat
terdiri dari Unplanned Maintenance untuk kondisi insidensial terhadap mode kegagalan yang
belum/tidak diprediksikan, dan Planned Maintenance, untuk yang telah diketahui atau
diprediksikan. Sedangkan Planned Maintenance pada umumnya berisi perencanaan perawatan
berdasarkan pada Predictive Maintenance dan Preventive Maintenance.
Gambar 1 Filosofi perawatan (Maaf, tidak dapat diposting)

Keuntungan-Keuntungan Penerapan CMMS


Keuntungan-keuntungan yang ditawarkan dengan penerapan CMMS, adalah
sebagai berikut:
* Meningkatkan ketersediaan plant, dengan adanya pengurangan waktu tunggu akibat mode
kegagalan peralatan produksi.
* Memperkecil biaya operasional, dengan mengurangi waktu lembur, persediaan cadangan.
* Memperpanjang umur asset, dengan merawatnya lebih efektif.
* Mengurangi kebutuhan persediaan spare part, dengan mengidentifikasi bagian-bagian yang
berkaitan dengan peralatan.
* Meningkatkan kendali melalui jadwal dan dokumentasi perawatan preventif.
* Mempermudah akses data dan membuat statistik perawatan dengan menggunakan penghasil
laporan (report generator).
* Dan salah satu keuntungan utama dari penerapan CMMS adalah untuk membantu dan
mendukung pengguna untuk fokus pada praktik perawatan yang baik, dimana prosedur-prosedur
akan diformalkan dan diorganisasikan untuk mencukupi kebutuhan sistem baru.

Perbedaan Perawatan Terorganisasi dan Tidak Terorganisasi


Beberapa perbedaan umum departemen perawatan yang terorganisasi (praktik manajemen
perawatan yang baik) dan perawatan yang tidak terorganisasi (praktik manajemen perawatan
yang buruk).
Faktor-faktor Manajemen Perawatan yang dikelola dengan buruk
* Perawatan sangat bergantung pada orang yang berkemampuan dan berspesialisasi
* Tidak ada data yang disimpan dan banyak histori peralatan ada di dalam kepala perawat
* Tidak mungkin untuk melakukan estimasi biaya perawatan
* Tingkat perawatan yang tinggi berkaitan dengan waktu lembur tidak dapat dihindari
* Perawatan dipandang sebagai suatu hal yang menakutkan bagi manajemen
* Jam kerja perawatan untuk kerja yang tak terencana terjadi dalam jumlah yang cukup banyak
Faktor-faktor Manajemen Perawatan Perawatan yang dikelola dengan baik
* Perawatan dikenal oleh manajemen sebagai suatu bagian penting dan terintegrasi dengan
produksi
* Perawatan berfokus pada pengadaan peralatan melalui peningkatan reliabilitas
* Terdapat penekanan analisa dari alasan terjadinya mode kegagalan
* Terdapat komitmen terhadap rencana kerja
* Terdapat penekanan pada pelatihan
* Terdapat program pengembangan kontinu
* Operator bertanggung jawab pada perawatan peralatan mereka

Tahap Perkembangan Status Perawatan


Pengembangan status perawatan terdiri dari 3 tahap, yaitu (1) Reactive Maintenance, (3) Planned
Maintenance, dan (3) Proactive Maintenance. Berikut ini adalah ciri-ciri perkembangan dari
status perawatan, yang dimulai dari Reactive Maintenance sampai dengan Proactive
Maintenance:
1. Reactive Maintenance
* Perawatan yang tidak terkendali dalam jumlah yang banyak.
* Inventori disimpan dalam jumlah banyak.
* Operasi perawatan yang bersifat reaktif, menunggu terjadi masalah baru diperbaiki.
* Penurunan moral tenaga kerja.
* Rendahnya MTTR (Mean Time To Repair).
* Rendahnya MTBF (Mean Time Between Failure).
* Biaya perawatan mahal dan tidak dapat diprediksikan dan diukur.
2. Planned Maintenance
* Penjadwalan kapasitas sumber daya, utilisasi sumber daya yang lebih baik, dan kebutuhan
sumber daya yang lebih sedikit.
* Pengurangan penyimpanan inventori.
* Pengurangan jumlah perawatan yang tidak terkendali.
* Moral tim yang lebih baik.
* Rasio perencanaan dan penjadwalan kerja yang lebih baik.
* Proses-proses bisnis telah didefinisikan dan terukur.
* Pemahaman biaya langsung dan tidak langsung yang terjadi pada perawatan.
* Peningkatan tingkat kepercayaan dari departemen operasional dan departemen perawatan.
* Sadar akan pentingnya pengembangan proyek dan usaha secara berkelanjutan.
3. Proactive Maintenance
* Optimalisasi sumber daya.
* Optimalisasi penyimpanan inventori.
* Mayoritas tugas perawatan berbasis pada kinerja atau kondisi, sedikit/tidak ada yang berbasis
waktu.
* Penekanan yang kuat pada reliabilitas rekayasa dan proses-proses pengembangan
berkelanjutan yang lain.
* Program software digunakan untuk membantu dalam pengaturan dan pengelolaan usaha
perawatan.
* Keterlibatan operasi secara penuh dalam proses perawatan (Total Productive Maintenance -
TPM).
* Rendahnya ketergantungan pada personel, kuatnya ketergantungan pada posisi, kuatnya
dokumentasi dan aturan-aturan pelatihan terhadap keahlian yang dibutuhkan.

Proses Manajemen Perawatan Secara Umum


Secara umum, proses manajemen perawatan terbagi dalam 6 tahap (gambar 2), yang hampir
sama dengan pengendalian tertutup. Saat rencana telah dibuat, aksi telah dilaksanakan, maka
hasilnya akan dikomparasikan dengan rencana awal dan akan dihasilkan keputusan aksi apa yang
tepat untuknya.
Gambar 2 Tahapan proses manajemen perawatan (Maaf, tidak dapat diposting)

Modul-Modul CMMS Sederhana


Gambar 3, memperlihatkan diagram alir dari modul-modul CMMS yang sederhana.
Gambar 3 Diagram Alir CMMS Sederhana (Maaf, tidak dapat diposting)
Berdasarkan pada diagram alir CMMS sederhana (gambar 3), maka modul-modul dari CMMS,
adalah sebagai berikut:
* Assets / Equipment Module
• Asset / equipment data registration: tag number, name, location, asset code and group,
manufacturer, serial number, type / model, criticality priority
• Asset / equipment safety information
• Asset / equipment spare part catalog
• Electronic documents attachment such as drawings, pictures, manual books etc.
• Shows asset / equipment in tree structure
* Preventive Maintenance Library Module (time based)
• Create calendar based Preventive Maintenance library
• Create Preventive Maintenance library with detail information of work to be done, safety
precautions, man-power required, spare part or consumable required, required documents.
• Assign Preventive Maintenance to asset's code
• Transfer Preventive Maintenance into work order ready for execution
* Job Library Module
• Create standard job instruction with detail information of work to be done, safety precaution,
required documents etc.
• Assign Job library into Preventive Maintenance library
• Assign Job Library into Work Order
• Convert Job Library into Work Order
* Corrective Maintenance (repair work)
• Repair, engineering, improvement or corrective action initiated
from maintenance department.
* Job Request Module (request for repair)
• Create Job Request to repair the defective asset
• Assign the Job Request to corresponding responsible person
• Tracking the Job Request's status
* Calibration (for medical / lab's instrument)
• Setup calibration / certification for the analytical equipments, medical equipments, laboratory
equipments etc. with interval based time.
• Attach certificates or quality documents to the asset's calibration history
• Transfer calibration into the work order
* Work Order Management Module
• Create work order with detail information of work to be done, safety precaution, man-power
required, spare part or consumable required, documents attachment
• Generate work orders from Preventive Maintenance library, Calibration module and Job
Request
• View all due work orders, scheduled work orders, registered work orders in certain time
period
• View backlog and unscheduled work orders (from Job Request)
• View work orders for certain maintenance crew
• Grouping work orders
• Maintenance crews work load management
• Work Order feedback by maintenance personnel
• Work History record retrieval
* Spare Part Catalog
• Create spare part data registration: identification number, name, manufacturer, technical note,
spare part code and group, type/model, vendor
• Assign spare part to asset / equipment record
• Spare part documents attachment.
* Inventory Control Module
• Stock delivery registration
• Stock coding and grouping
• Multi stock for spare part
• Stock reservation by work order
• Stock inventory
• Create stock control minimum and maximum level for every stock items
• Generate Purchase Request for stock below minimum
* Purchasing
• Handling of Stock below minimum purchase request
• Handling of User's Purchase Request
• Handling of Supplier's Quotation
• Handling of Purchase Ordering
• Handling of Invoicing
* Documents & Drawings
• Create documents / drawings record: document key, document name, revision no., prepared
by, checked by, approved by, last modification date, path location etc.
• View and print the document / drawing
• Attach the document / drawing to other module
* Supplier and Sub-Contractor Data
• Create supplier and sub-contractor data registration: name, address, contact person, telephone,
fax, email, skill, hour rate etc.
• Attach any contract / agreement documents to the supplier's or sub-contractor's record.
* Internal Employee
• Create employee data registration: employee number, name, address, department, skill, hour
rate etc.
• View his/her schedule work orders
• View his/her work history on the equipment
• View his/her work load
* Reporting & Analysis Tools Module
• Standard reports
o Equipment maintenance and repair histories report
o Equipment maintenance cost
o Top ten equipment maintenance cost
o Preventive Maintenance Library Report
o Job Library Report
o Daily, Weekly, Monthly Work Order Report
o Work Order Summary Report
o Work Order Detail Report
o Backlog Work Order Report
o Work Order Statistic Report
o Job Request Status Report
o Stock Transaction Report
o Stock Below Minimum Report
o Key Performance Indicator
• Customizable report based on your requirement (Report Generator)
• On-Line Analytical Processing (OLAP)
* User Access Right Module
• Defining user access right by user id or user group
Lean Supply Chain Management
Oleh: Vincent Gaspersz
Lean supply chain bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan pemborosan (waste) atau
aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah sepanjang total supply chain flow dan terhadap produk
yang bergerak sepanjang rantai nilai dari supply chain itu.
Prinsip-prinsip lean yang diterapkan dalam supply chain management adalah mencakup lima
aspek berikut: (1) Menetapkan keterkaitan dan aliran dalam jaringan pemasok (supplier
network), (2) menghilangkan atau mereduksi ongkos-ongkos transaksi, (3) menggunakan
komunikasi visual, (4) menerapkan metode-metode kerja standar, dan (5) menurunkan atau
mengurangi procurement lead time dan waktu tunggu inventori.
Manfaat dari penerapan lean supply chain management yang dilaporkan oleh berbagai
perusahaan, adalah:
*) Reduksi biaya total sekitar 20% - 50%
*) Reduksi waktu tunggu sekitar 50% - 90%
*) Reduksi cost of poor quality (COPQ) sekitar 60% atau lebih
*) Reduksi inventori sekitar 50% atau lebih
*) Reduksi penggunaan lantai pabrik dan gudang sekitar 30% - 70%
*) Reduksi overall cycle time sekitar 60% atau lebih.
Sumber: "Lean Supply Chain Management: An Executives Guide to Performance Improvement"
by R. Michael Donovan, 2005.
Untuk mengembangkan lean supply chain, management harus memperhatikan berbagai hal
berikut:
*) Memahami prinsip-prinsip lean sebagai suatu perjalanan (journey) bukan tujuan
(destination), sehingga peningkatan terus-menerus dapat berlangsung dengan baik.
*) Memperoleh komitmen dari manajemen puncak, karena peningkatan terus-menerus
membutuhkan dukungan terus-menerus.
*) Membangun multi-discipline team untuk menangani satu proyek terintegrasi agar memahami
lean supply chain management. Termasuk memahami dampak pada organisasi dan kultur ketika
mendesain dan menerapkan prinsip-prinsip lean dalam total supply chain process. Analisis risiko
juga perlu dilakukan sebelum mendesain dan menerapkan lean supply chain.
*) Melakukan analisis terhadap total supply chain process secara keseluruhan, tidak hanya pada
bagian-bagian tertentu saja atau secara parsial.
*) Memetakan proses-proses sepanjang total supply chain process, dan mengidentifikasi key
waste sepanjang total supply chain itu.
*) Menghindari kanibalisasi proses, seperti hanya memfokuskan pada bagian-bagian tertentu
saja, misalnya: hanya berfokus pada warehousing atau transportasi atau aspek lain secara
parsial. Fokus perhatian dari lean supply chain seharusnya pada total supply chain process secara
keseluruhan.
*) Mempelajari dan memahami dampak dari hubungan sebab-akibat dalam total supply chain
process itu. Sebagai misal, ongkos transportasi yang tinggi, dapat menjadi masalah atau hanya
gejala saja. Demikian pula inventori yang tinggi apakah merupakan masalah utama atau hanya
gejala dari masalah dalam total supply chain process itu? Pendekatan problem solving yang
mampu mengidentifikasi sampai pada akar penyebab dari masalah akan sangat membantu untuk
menyelesaikan masalah dalam total supply chain process itu. Dengan kata lain kita harus
menemukan akar penyebab, bukan sekedar gejala yang muncul ke permukaan sepanjang total
supply chain process itu.
*) Selalu menanyakan kepada pelanggan atau proses berikut tentang bagaimana baiknya supply
chain itu beroperasi, karena dalam lean supply chain memang diciptakan untuk atau berfokus
pada pelanggan, karena sistem tarik (pull system) yang diterapkan tergantung atau dikendalikan
oleh proses berikut.
*) Bekerjasama dengan pemasok (suppliers) tidak hanya dalam proses transaksi tetapi dalam
membangun sistem yang apabila memungkinkan maka akan menerapkan prinsip-prinsip VMI
(Vendor-managed inventory). Dalam konteks ini analisis atau evaluasi kinerja yang berkaitan
dengan supplier performance akan menjadi titik kritis (critcal point) dalam implementasi lean
supply chain. Ukuran-ukuran kinerja kunci yang perlu diperhatikan adalah berkaitan dengan
total cycle time, costs and inventory (dalam nilai uang dan unit), dan inventory turn-over.
*) Mengintegrasikan supply chain yang telah bebas waste. Hal ini dapat dilakukan melalui
pemetaaan total supply chain prosess, mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai
tambah, dampak dan hubungan sebab-akibat yang ada dalam proses, merasionalisasi proses,
memperbaiki proses yang ada melalui streamline the process untuk menghindari kompleksitas
yang tidak perlu, termasuk menghilangkan unnecessary suppliers and service providers.
*) Menggunakan teknologi sebagai bagian dari total supply chain process improvement.
Memahami di mana ERP standar dan software lainnya dapat berperan untuk mendukung lean
supply chain management itu.
*) Membuat agar lean supply chain menjadi visible, dan harus mengakui bahwa blind spots
dapat menjadi areas of waste.
*) Melibatkan change management dalam lean supply chain management itu.
KESIMPULAN. Lean supply chain management adalah bukan sekedar memperbaiki apa yang
salah yang selama ini memang dikerjakan secara tidak benar, tetapi berkaitan dengan desain dan
implementasi prinsip-prinsip lean ke dalam total supply chain process, dengan tujuan utama
adalah mnghilangkan pemborosan (wate) dan aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah.
Peningkatan kinerja dari lean supply chain management harus mengacu kepada reduksi total
cycle time, inventori, dan ongkos-ongkos sepanjang total supply chain process. Hal ini
membutuhkan usaha peningkatan terus-menerus yang didukung oleh manajemen dan karyawan
melalui penciptaan learning organization dan perubahan kultur yang mendukung pencapaian dari
lean supply chain itu.
Menjadi Seorang Problem Solver yang Profesional
Oleh: Vincent Gaspersz
Dalam setiap bidang kehidupan, kita harus menjadi seorang problem solver yang
profesional. Namun dalam kenyataan tidak banyak orang yang berhasil, malahan
mereka menjadi frustrasi dan kemudian menyalahkan lingkungan atau faktor-faktor di
luar pengendalian (uncontrollable causes), yang pada akhirnya berakibat pada Stress
(lulus S1), lalu meningkat menjadi Stroke (lulus S2) dan pada akhirnya
mengakibatkan Stop—kematian (lulus S3), dari Universitas Kehidupan!
Penulis selalu menggunakan pendekatan yang terdiri dari tiga langkah untuk
menyelesaikan masalah, dan dalam praktek terbukti ampuh! Dengan demikian konsep
problem solving ini bukan teori belaka, tetapi telah terbukti keberhasilannya. Jika
konsep ini diterapkan dan tidak berhasil, maka kesalahan bukan pada konsep ini tetapi
karena ketidakprofesionalan semata dari orang yang menerapkan konsep ini.
Ketiga langkah tersebut adalah: (1) mengidentifikasi masalah secara tepat, (2)
menemukan sumber dan akar penyebab dari masalah itu, dan (3) mengajukan solusi
masalah secara efektif dan efisien.
Langkah Pertama: Mengidentifikasi Masalah Secara Tepat
Secara konseptual suatu masalah (M) didefinisikan sebagai kesenjangan atau gap
antara kinerja aktual (A) dan target kinerja (T) yang diharapkan, sehingga secara
simbolik dapat dituliskan persamaan:
M = T – A. Berdasarkan konsep ini, maka seorang problem solver yang profesional
harus terlebih dahulu mampu mengetahui berapa atau pada tingkat mana kinerja
aktual (A) pada saat ini, dan berapa atau pada tingkat mana target kinerja (T) itu akan
dicapai dan kapan harus mencapai target kinerja (T) itu? Pada tahap awal ini, kita
harus mampu mendefinisikan secara tegas apa masalah utama (M Besar) kita,
kemudian menetapkan pada tingkat mana kinerja aktual (A) kita pada saat sekarang,
dan juga menetapkan target kinerja (T) dan kapan waktu pencapaian target kinerja (T)
itu?
Langkah Kedua: Menemukan Sumber dan Akar Penyebab dari Masalah
Suatu solusi masalah yang efektif adalah apabila kita berhasil menemukan sumber-
sumber dan akar-akar penyebab dari masalah itu, kemudian mengambil tindakan
untuk menghilangkan akar-akar penyebab itu.
Untuk dapat menemukan akar penyebab dari suatu masalah, maka kita perlu
memahami dua prinsip yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat, yaitu:
1. Suatu akibat terjadi atau ada hanya jika penyebabnya itu ada pada titik yang
sama dalam ruang dan waktu.
2. Setiap akibat mempunyai paling sedikit dua penyebab dalam bentuk: (a)
penyebab yang dapat dikendalikan (controllable causes) dan (b) penyebab yang tidak
dapat dikendalikan (uncontrollable causes). Penyebab yang dapat dikendalikan berarti
penyebab itu berada dalam lingkup tanggung jawab dan wewenang kita sehingga
dapat diambil tindakan (actionable) untuk menghilangkan penyebab itu. Sebaliknya
penyebab yang tidak dapat dikendalikan berada di luar pengendalian kita. Penyebab
yang tidak dapat dikendalikan (berada di luar kontrol kita) terdiri dari paling sedikit
dua penyebab, yaitu: (b1) penyebab yang dapat diperkirakan (predictable causes)
sehingga memungkinkan kita untuk mengantisipasi dan mencegahnya, dan (b2)
penyebab yang tidak dapat diperkirakan karena belum ada referensi atau pengetahuan
tentang kejadian itu sebelumnya.
Hal yang paling penting agar mampu mencapai solusi masalah yang efektif dan
efisien adalah memahami prinsip ke-2 dari hukum sebab-akibat di atas, yaitu bahwa
setiap akibat memiliki paling sedikit dua penyebab dalam bentuk (a) penyebab yang
dapat dikendalikan (controllable causes) dan (b) penyebab yang tidak dapat
dikendalikan (uncontrollable causes). Untuk setiap penyebab yang tidak dapat
dikendalikan (uncontrollable causes) akan terdapat lagi dua kategori penyebab, yaitu:
(b1) penyebab yang dapat diprediksi (predictable causes) dan (b2) penyebab yang
tidak dapat diprediksi sebelum kejadian (unpredictable causes).
Prinsip ke-2 dalam hukum sebab-akibat di atas, mengajarkan kepada kita bahwa
setiap kali kita bertanya "Mengapa (Why)?", kita seharusnya menemukan paling
sedikit dua jenis penyebab di atas, yaitu: (a) penyebab yang dapat dikendalikan, dan
(b) penyebab yang tidak dapat dikendalikan, selanjutnya untuk setiap penyebab yang
tidak dapat dikendalikan kita seharusnya mampu mengidentifikasi apakah penyebab
yang tidak dapat dikendalikan itu adalah (b1) dapat diperkirakan atau diprediksi
sebelum kejadian, dan (b2) tidak dapat diprediksi atau diperkirakan sebelum kejadian.
Selanjutnya apabila kita mengumpulkan jawaban dari penyebab yang dapat
dikendalikan dan jawaban dari penyebab yang tidak dapat dikendalikan namun dapat
diperkirakan, maka dua tindakan solusi masalah berikut dapat diambil, yaitu: (1)
menghilangkan akar penyebab yang dapat dikendalikan, dan (2) mengantisipasi
melalui tindakan pencegahan terhadap penyebab yang tidak dapat dikendalikan
namun dapat diperkirakan itu.
Selanjutnya akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan melalui bertanya
"Mengapa" beberapa kali itu dimasukkan ke dalam diagram sebab-akibat yang telah
mengkategorikan sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu:
1. Manpower (tenaga kerja): berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan
(tidak terlatih, tidak berpengalaman), kekurangan dalam keterampilan dasar yang
berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dll.
2. Machines (mesin-mesin) dan peralatan: berkaitan dengan tidak ada sistem
perawatan preventif terhadap mesin-mesin produksi, termasuk fasilitas dan peralatan
lain, tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated,
terlalu panas, dll
3. Methods (metode kerja): berkaitan dengan tidak ada prosedur dan metode kerja
yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandardisasi, tidak cocok, dll.
4. Materials (bahan baku dan bahan penolong): berkaitan dengan ketiadaan
spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong yang digunakan,
ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas bahan baku dan bahan penolong yang
ditetapkan, ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan
penolong itu, dll.
5. Media: berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memperhatikan
aspek-aspek kebersihan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan lingkungan kerja yang
kondusif, kekurangan dalam lampu penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan yang
berlebihan, dll.
6. Motivation (motivasi): berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja yang benar dan
profesional (tidak kreatif, bersikap reaktif, tidak mampu bekerjasama dalam tim, dll),
yang dalam hal ini disebabkan oleh sistem balas jasa dan penghargaan yang tidak adil
kepada tenaga kerja.
7. Money (keuangan): berkaitan dengan ketiadaan dukungan finasial (keuangan)
yang mantap guna memperlancar peningkatan proses menuju target kinerja yang telah
ditetapkan itu.
Langkah Ketiga: Solusi Masalah Secara Efektif dan Efisien
Berdasarkan uraian di atas, maka kita dapat menyusun langkah-langkah solusi
masalah yang efektif dan efisien, yaitu:
1. Mendefinisikan masalah secara tertulis, yang berkaitan dengan pertanyaan-
pertanyaan berikut:
Apa (What): Apa yang menjadi Akibat Utama (Primary Effect) dari masalah itu?
Bilamana (When): Kapan terjadi masalah itu, sewaktu-waktu atau sepanjang waktu?
Di mana (Where): Di mana masalah itu terjadi, lokasi dalam sistem, fasilitas, atau
komponen?
Mengapa (Why): Mengapa Anda serius memperhatikan masalah ini, berkaitan
dengan signifikansi dampak dari masalah itu?
2. Membangun diagram sebab-akibat yang dimodifikasi untuk mengidentifikasi:
(a) akar penyebab dari masalah itu, dan (b) penyebab-penyebab yang tidak dapat
dikendalikan, namun dapat diperkirakan.
3. Setiap akar penyebab dari masalah dimasukkan ke dalam diagram sebab-akibat
yang mengkategorikan berdasarkan prinsip 7M (Manpower—tenaga kerja, Machines
—mesin-mesin, Methods—metode kerja, Materials—bahan baku dan bahan
penolong, Motivation—motivasi, Media—lingkungan dan waktu kerja, dan Money—
dukungan finansial yang diberikan), sedangkan penyebab-penyebab yang tidak dapat
dikendalikan namun dapat diperkirakan, didaftarkan pada diagram sebab-akibat itu
secara tersendiri.
4. Mengidentifikasi tindakan atau solusi yang efektif melalui memperhatikan dan
mempertimbangkan: (a) pencegahan terulang atau muncul kembali penyebab-
penyebab itu, (b) tindakan yang diambil harus berada di bawah pengendalian kita, dan
(c) memenuhi tujuan dan target kinerja yang ditetapkan.
5. Menerapkan atau melakukan implementasi terhadap solusi atau tindakan-
tindakan yang diajukan itu. Setiap tindakan perbaikan atau peningkatan kinerja
seyogianya didaftarkan ke dalam rencana tindakan (action plans) yang memuat secara
jelas setiap tindakan perbaikan atau peningkatan mengikuti prinsip 5W-2H (What—
apa tindakan peningkatan yang diajukan?, When—bilamana tindakan peningkatan itu
akan mulai diterapkan?, Where—di mana tindakan peningkatan itu akan diterapkan?,
Who—siapa yang akan bertanggungjawab terhadap implementasi dari tindakan
peningkatan itu?, Why—mengapa tindakan peningkatan itu yang diprioritaskan untuk
diterapkan?, How—bagaimana langkah-langkah dalam penerapan tindakan
peningkatan itu?, How Much— berapa besar manfaat yang akan diterima dari
implementasi tindakan peningkatan itu dan berapa pula biaya yang harus dikeluarkan
untuk membiayai implementasi dari tindakan peningkatan itu).
Silakan mencoba konsep ini dalam praktek kerja Anda, jika masih GAGAL agar
menghubungi saya untuk berdiskusi, di mana letak kegagalan itu?

Prof. Dr. Vincent Gaspersz, CFPIM, SSMBB adalah Guru Besar (Professor) dalam bidang Operations and Total
Quality Management pada Program Pascasarjana MM Universitas Trisakti, Jakarta (SK Mendiknas RI No.
38044/A2.III.1/KP/2002). Memperoleh pendidikan dalam bidang Magister Sains (S2) Statistika Terapan, IPB, 1985
dan Doktor Teknik Sistem dan Manajemen Industri, ITB, 1991 (IPK = 4.0). Memperoleh sertifikat CPIM (1996) dan
CFPIM (1998) dari APICS dan telah mempertahankan gelar CFPIM sampai April 2008. Ia adalah Senior Member
of the ASQ (American Society for Quality) sejak 1994, ASQ Six Sigma Black Belt (2004), dan IQF (International
Quality Federation) Six Sigma Master Black Belt by Exam (2005). Pernah bekerja pada Salim Group of Companies
(Indonesia), Gajah Tunggal Group of Companies (Indonesia), dan Garibaldi Industries (Canada). Saat ini sedang
menangani beberapa proyek implementasi Six Sigma dalam skala Corporate pada beberapa industri besar di
Indonesia.

Analisa PAreto
Analisa pareto adalah teknik statistik yg digunakan saat memutuskan pilihan apa yg harus
diambil utk mencapai hasil yg maksimal.

Diberi nama Pareto karena memang metoda ini digunakan pertama kali oleh Vilfredo Pareto di
Itali sana (tahunnya saya nggak tahu). Saat itu, Pareto sbg seorang ahli ekonomi melihat sebaran
kekayaan penduduk Milan dan meneumkan bahwa 20% dari total penduduk Milan mendapatkan
80% kekayaan yg tersebar di kota Milan. (versi ini didapat dari POMS, The encyclopedia of
Operation Management Terms, edisi 20 Juli 2003)

Versi yg lain dari sejarah Pareto adalah petugas pajak yg sedang bingung mencari jalan utk
meningkatkan pendapatan dari pajak. Akhirnya ia coba mengurutkan para wajib pajak
berdasarkan nilai pajak dan mendapatkan temuan bahwa cukup 20% dari total wajib pajak yg ia
tagih utk mendapatkan 80% dari nilai pajak yg bisa didapat. (saya lupa sumber ceritanya)

Berikut ini adalah beberapa definisi dari Pareto Analysis

Pareto analysis is a statistical technique in decision making used for selection of a limited of number of
tasks that produce significant overall effect. It uses the Pareto principle - the idea that by doing 20% of
work you can generate 80% of the advantage of doing the entire job
en.wikipedia.org/wiki/Pareto_analysis
Synonym for ABC analysis. Classifies items into different categories depending on their annual usage.
www.4eto.co.uk/ERP-Dictionary-Inventory-Control-Stock.asp

80/20 rule - focus on the important stuff....


thequalityportal.com/glossary/p.htm

Secara umum prinsip ini bisa berlaku di mana saja dan dalam hal apa saja. Misalnya:
1. 80% dari jumlah gol yg dihasilkan di liga Inggris berasal dari 20% kesebelasan yg
berkecimpung di liga utama
2. 80% kerugian yg berasal dari masalah kualitas berasal dari 20% masalah kualitas yg
terjadi
3. 80% pendapatan perusahaan berasal dari 20% customer
4. dst

Apa untungnya jika kita belajar Pareto?


Seperti kita ketahui bersama, saat kita bekerja, masalah yg timbul banyak sekali dan silih
berganti. Sementara waktu yg tersedia sangat terbatas, hanya 24 jam per hari (tidak kurang dan
tidak lebih). Dgn demikian kita harus memilih beberapa masalah yg harus diselesaikan dari
sekian banyak masalah yg ada.

Ingat Pareto versi petugas pajak? Cukuplah ia fokus pd 20% wajib pajak (selama 3 bulan
bekerja, misalnya) maka ia bisa mendapatkan 80% dari total nilai pajak yg bisa dikumpulkan.
Cara cepat utk mendapatkan 80% dari total nilai wajib pajak.
Perhatikan bahwa angka 20%-80% ini tidaklah mutlak demikian. Dalam definisi yg lebih general
pareto analisis didefinisikan sbg sebuah konsep yg menjelaskan bahwa sebagian kecil dari suatu
kelompok memiliki kontribusi terbesar thd kelompok tsb.

Dgn demikian bisa saja terjadi 10%-90% atau 15%-85% atau 25%-75%.

Contoh yg lain, jika Anda periksa gudang Anda, maka Anda bisa kenali 20% barang yg nilainya
80% dari total nilai barang setahun. Barang-barang tsb adalah barang-barang fast moving (dan
mungkin juga high value) yg harus ditangani dgn baik.

Bagaimana menerapkan prinsip ini di rumah?


1. Coba kenali pola pengeluaran rumah tangga Anda.
2. Urutkan dari yg terbesar hingga yg terkecil.
3. Jika Anda punya 50 kategori belanja (misalnya bayar PLN, bayar telepon, bayar rumah,
beli buku, dsb), maka 10 yg teratas berkontribusi thd 80% pengeluaran Anda.
4. Dari informasi ini, jika Anda berniat utk berhemat di rumah, mulailah dari 10 yg teratas
ini. Penghematan 5% dari 1 kategori belanja di area ini akan lebih besar dibanding
penghematan 50% dari kategori di luar area ini.

Analisa SWOT
SWOT adalah singkatan yg diambil dari huruf depan kata Strength, Weakness, Opportunity dan
Threat, yg dalam bahasa Indonesia mudahnya diartikan sbg Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan
Ancaman.
Metoda analisa SWOT bisa dianggap sbg metoda analisa yg paling dasar, yg berguna utk melihat
suatu topik atau permasalahan dari 4 sisi yg berbeda. Hasil analisa biasanya adalah
arahan/rekomendasi utk mempertahankan kekuatan dan menambah keuntungan dari peluang yg
ada, sambil mengurangi kekurangan dan menghindari ancaman.
Jika digunakan dgn benar, analisa SWOT akan membantu kita utk melihat sisi-sisi yg terlupakan
atau tidak terlihat selama ini.
Berikut ini adalah contoh sederhana analisa SWOT yg dibuat oleh seorang cowok SMA saat
ingin mulai aktivitas 'pacaran'.
Kekuatan
- Tampang saya cukup lumayan, otak juga gak bodo-bodo banget (3 besar di kelas)
- Selama ini punya cukup uang utk jajan, nonton, beli alat musik dan beli komik
Kelemahan
- Tidak percaya diri, masih ada minder terutama jika bertemu cewek yg agresif
- Tidak punya kendaraan pribadi
Peluang
- Punya banyak teman yg punya adik cewek cantik
- Di kelas, masih banyak murid cewek yg belum punya pacar
Ancaman
- Cowok dari kelas lain banyak yg ngeceng ke kelas gue
- dst

(Contoh di atas hanyalah fiktif belaka, jika ada kesamaan mohon dimaafkan)
Utk membantu membedakan apakah suatu hal digolongkan ke dalam kekuatan ataukah peluang
bisa dilakukan dgn cara melihat asal dari suatu hal tsb.
Kembali ke contoh di atas, jika si cowok tsb ingat bahwa dia punya klub band, akan digolongkan
kemanakah? Kekuatan atau peluang?
Ketika dia melihat bahwa klub band adalah sesuatu yg berasal dari luar dirinya, maka ia segera
menggolongkan keberadaan klub band sbg peluang (yg harus ia manfaatkan tentunya).
Dgn kondisi SWOT seperti di atas, kira-kira apa hasil dari analisa-nya. Apa arahan langkah yg
harus diambil oleh si cowok SMA tadi saat memulai kegiatan pacaran?
1. Tabung uang yg ia miliki utk beli motor buat modal pacaran
2. Hindari cari pacar di kelasnya, mending cari adik cewek temannya (masih lebih gampang
diboongin, he he he)
3. Lebih rajin latihan Band dan cari kesempatan utk manggung sehingga lebih terkenal dan jadi
rebutan cewek
4. Rajin gaul supaya berkurang mindernya
(sekali lagi, rekomendasi ini juga fiktif belaka...)
Hal penting yg harus diingat selama menggunakan analisa SWOT adalah semua yg dituliskan
haruslah jujur dan berdasarkan fakta. Bayangkan jika si cowok di atas hanya berandai-andai
bahwa ia punya cukup uang jajan, maka arahan utk menabung uang jajan buat beli motor pun
jadi tidak berguna.
Berikut ini dijelaskan tambahan hal-hal yg biasanya menjadi:
• Kekuatan:
1. Knowledge atau kepakaran yg dimiliki
2. Produk baru atau pelayanan yg unik
3. Lokasi tempat perusahaan berada
4. Kualitas produk atau proses
• Kelemahan:
1. Kurangnya pengetahuan marketing
2. Produk yg tidak dapat dibedakan dgn produk kompetitor
3. Lokasi perusahaan yg terpencil
4. Kualitas produk yg jelek
5. Reputasi yg buruk
• Peluang:
1. Pasar yg berkembang
2. Penggabungan 2-3 perusahaan atau aliansi
3. Segmen pasar yg baru
4. Pasar internasional
5. Pasar yg luang karena kompetitor yg tidak sanggup memenuhi permintaan customer
• Ancaman:
1. Kompetitor baru di area yg sama
2. Persaingan harga dgn kompetitor
3. Kompetitor mengeluarkan produk baru yg inovatif
4. Kompetitor memegang pangsa pasar terbesar
5. Diperkenalkannya pajak penjualan

Perhatian:
1. SWOT analysis bisa sangat-sangat subjective. Bisa saja terjadi 2 orang menganalisa 1
perusahaan yg sama menghasilkan SWOT yg berbeda. Dgn demikian, hasil analisa
SWOT hanya boleh digunakan sbg arahan dan bukan pemecahan masalah.
2. Pembuat analisa harus sangat-sangat realistis dalam menjabarkan kekuatan dan
kelemahan internal. Kelemahan yg disembunyikan atau kekuatan yg tidak terjabarkan
akan membuat arahan strategi menjadi tidak bisa digunakan
3. Analisa harus didasarkan atas kondisi yg sedang terjadi dan bukan situasi yg seharusnya
terjadi
4. Hindari ”grey areas”. Utk memudahkan membedakan antara kekuatan dan kelemahan,
selalu hubungkan situasi yg dihadapi dgn persaingan yg sedang berjalan. Apakah
perusahaan Anda lebih baik dari kompetitor atau tidak?
5. Hindari kerumitan yg tidak perlu dan analisa yg berlebihan. Buatlah analisa SWOT
sesingkat dan sesederhana mungkin

Parameter Proses
Dalam setiap proses, sebagai contoh proses produksi, diketahui adanya
beberapa faktor penting yg harus dikontrol supaya PROSES produksi
berjalan dgn baik dan OUTPUT proses produksi memenuhi standar
Hal-hal penting dalam proses produksi yg mempengaruhi proses dan
output dikenal dgn nama PARAMETER PROSES
Contoh PARAMETER PROSES (utk proses produksi):

Kecepatan produksi (pcs/detik atau kg/detik)


Setting temperatur mesin (hopper, barrel, dsb)
Tekanan (air, water dan atau oil pressure)
Suhu cooler, suhu ruang, kelembaban udara

Kontrol Proses
Sebuah proses dikatakan ‘terkontrol dgn baik’ jika memenuhi syarat-syarat sbg
berikut:
1. Terbentuknya kondisi kerja yg peduli pada masalah kualitas dan keselamatan
2. Disusunnya prosedur kerja yg dilandasi kebijakan kualitas dan manual kualitas
3. Digunakannya SOP dan WI utk semua metoda disain, produksi, pengiriman,
instalasi dan service yg berpengaruh langsung pd kualitas
4. Digunakannya material yg memenuhi standar bahan baku
5. Digunakannya peralatan yg cukup, sesuai dan aman
6. Berjalannya rencana pemeliharaan yg teratur utk semua mesin dan peralatan yg
digunakan dalam proses
7.
Dikenali dan tersedianya semua informasi yg menjelaskan parameter proses dan
spesifikasi produk akhir
8. Digunakannya sistem pengukuran dan pemantauan kualitas produk dan
parameter proses
9. Digunakannya standar baku yg digunakan utk release produk akhir
10. Dipekerjakannya karyawan yg cukup dan memenuhi syarat kompetensi
11. Disediakannya training yg bertujuan utk memenuhi standar kompetensi
karyawan
12. Berlakunya standar nilai karyawan dan sistem pengukuran prestasi yg jelas utk
setiap supervisor dan karyawan
13.
How to Improve Service Level?
1. Bagaimana meningkatkan service level?
2. Pertanyaan yg klise, bukan? Jawabannya adalah sediakan produk yg bisa memenuhi
permintaan order dari customer tepat pada waktunya :-)
3. Bagaimana menyediakan produk yg bisa memenuhi permintaan order dari customer tepat
pada waktunya adalah masalah klasik dari setiap perusahaan manufacturing. Dan salah
satu jawaban yg juga klasik adalah 'perbaiki proses Sales & Operation Planning-nya'.
4. Proses Sales & Operation Planning (S&OP) adalah satu proses berkesinambungan yg
mengkordinasikan fungsi-fungsi penting dalam perusahaan (sales, marketing, supply
chain & finance) dalam satu urutan aktivitas dari mulai estimasi penjualan, perencanaan
stok, produksi, hingga penyimpanan dan pengiriman.
5. Output dari proses S&OP adalah angka yg disetujui bersama oleh sales, marketing,
supply chain & finance utk dijadikan estimasi penjualan. Angka ini kemudian digunakan
oleh supply chain utk merencanakan material, produksi dan pengiriman. Angka yg sama
juga digunakan oleh Finance utk kontrol cash flow dan profit & loss perusahaan dan
digunakan oleh Sales sbg perhitungan sales target dan insentif.
6. Seperti apakah proses S&OP berjalan?
7. Proses S&OP biasanya dimulai dari adanya pertemuan antara Sales & Marketing
membicarakan aktual demand/running rate dgn horizon antara 6-12 bulan terakhir. Angka
tersebut bisa juga dibandingkan dgn running rate 3 bulan terakhir utk mengecek trend.
8. Idealnya angka yg dibicarakan adalah angka baseline, yaitu angka penjualan per periode
setelah dikeluarkan dampak dari promosi penjualan (sales activity) atau kegiatan
pemasaran (marketing activity). Kemudian dibicarakan estimasi penjualan utk 3 bulan ke
depan dgn mempertimbangkan sales & marketing activity di 3 bulan tsb.
9. Penjualan di bulan berjalan seharusnya tidak perlu dibahas karena semua aktivitas sudah
bisa dipastikan berjalan, kecuali jika ada perubahan besar dalam aktivitas sales &
marketing yg sudah direncanakan.
10. Angka estimasi penjualan 3 bulan ke depan kemudian diserahkan kepada supply chain.
Tim supply chain berkewajiban utk memenuhi angka yg diminta dan melakukan
perencanaan order material dan produksi berdasarkan angka yg sama. Angka 3 bulan ke
depan sangat diperlukan sbg dasar penghitungan kebutuhan raw material yg lead time
ordernya lebih dari 2 bulan.
11. Dalam kondisi tertentu, supply chain akan memberikan informasi jika ada masalah di
supply atau di line produksi yg akan menyebabkan produk yg dibutuhkan tidak tersedia
dan berpengaruh pd estimasi penjualan.
12. Isu seperti ini, baik utk bulan berjalan atau di 3 bulan ke depan, akan dibawa ke top
manajemen utk dipertimbangkan alternatif penyelesaiannya. GM bersama top manajemen
akan berkordinasi lebih lanjut dan keputusan akan dibuat utk dijalankan oleh semua
fungsi.

Anda mungkin juga menyukai