Anda di halaman 1dari 49

STATUS PENDERITA NEUROLOGI

IDENTIFIKASI
Nama

: Tn. Rustam Effendi

Umur

: 62 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jl. Kemas, RT/RW 25/06, No. 1332

Masuk RS Tanggal : 27 Desember 2014


ANAMNESIS
Penderita dirawat di Bagian Saraf RSUD Palembang BARI karena tidak
bisa berjalan yang disebabkan kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan
yang terjadi secara tiba-tiba.
4 hari SMRS, saat sedang beristirahat, bangun dari tidur pagi hari pada
pukul 05.00, tiba-tiba penderita mengalami kelemahan lengan kanan dan tungkai
kanan tanpa disertai kehilangan kesadaran. Saat serangan penderita tidak merasa
sakit kepala, mual (-), muntah (-), dan kejang (-) serta tanpa disertai gangguan
rasa pada sisi yang lemah, penderita juga tidak merasa demam. Kelemahan pada
lengan kanan dan tungkai kanan dirasakan tidak sama berat. Tungkai kanan
dirasakan lebih berat dari lengan kanan. Sehari-hari penderita bekerja
menggunakan tangan kanan. Penderita masih dapat mengungkapkan isi
pikirannya secara lisan, dan isyarat tetapi penderita tidak bisa mengungkapkannya
melalui tulisan dikarenakan penderita menulis menggunakan tangan kanan.
Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara
lisan, tulisan dan isyarat. Saat tersenyum mulut penderita tidak mengot ke kanan
atau ke kiri, tetapi penderita tidak bisa bicara dengan lancer sesudah serangan,
pelo.
Saat serangan penderita tidak mengalami serangan jantung, berdebar-debar
(-), sesak napas (-). Penderita tidak pernah mengeluh sakit kepala baik pada saat
serangan maupun pada saat sehari-hari. Penderita tidak pernah mengalami koreng
di kemaluan, penderita tidak pernah mengalami bercak merah di kulit.

Penderita mengaku memiliki riwayat darah tinggi, yang didapatkan sejak


1 tahun yang lalu, namun penderita tidak berobat secara teratur. Riwayat DM (-),
riwayat dirawat karena penyakit jantung disangkal.
Penyakit ini , diderita untuk pertama kalinya.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada 31 Desember 2014
a. Status Praesens
Kesadaran

: E4M6V5

Gizi

: Cukup

Suhu Badan

: 36,7 0C

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Tekanan Darah

: 180/100 mmHg

Berat Badan

: 65 Kg

Tinggi Badan

: 165 Cm

Status Internus
Jantung

: BJ1-BJ2 Reguler, normal, murmur (-), Gallop (-)

Paru

: Vesikuler (+/+) normal, Ronki (-)/(-), Wheezing (-)/(-)

Hepar

: Tidak teraba

Lien

: Tidak teraba

Anggota Gerak : Lihat status neurologikus


Genetalia

: Lidak dilakukan pemeriksaan

b. Status Psikis
Sikap

: Kooperatif

Perhatian

: Ada

Ekspresi Muka

: Wajar

Kontak Psikis

: Ada

c. Status Neurologis
1. Kepala
Bentuk : brachiocephali
Ukuran : normocephali
Simetris : simetris
2. Leher
Sikap

: lurus

Torticollis

: tidak ada

Kaku kuduk

: tidak ada

Deformitas

: tidak ada

Tumor

: tidak ada

Pembuluh darah

: tidak ada pelebaran

3. Syaraf-Syaraf Otak
A. N. Olfaktorius
Penciuman
Anosmia
Hyposmia
Parosmia

Kanan
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Kiri
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Kanan
6/6

Kiri
6/6

Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada

Kanan
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa

Kiri
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa

B. N. Optikus
Visus
Campus visi

Anopsia
Hemianopsia

Fundus Oculi
Papil edema
Papil atrofi
Perdarahan retina

C. N. Oculomotorius, Trochlearis, dan Abducen


Kanan
Tidak ada
Simetris
Tidak ada

Kiri
Tidak ada
Simetris
Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

- Exophtalmus

Tidak ada

Tidak ada

- Enophtalmus

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada
Baik ke segala arah

Tidak ada
Baik ke segala arah

Pupil

Bulat

Bulat

- Bentuk

3 mm

3 mm

Diplopia
Celah mata
Ptosis
Sikap Bola mata
- Strabismus

- Deviation Conjuge
Gerakan bola mata

- Diameter
- Iso/Anisokor
- Midriasis/Miosis

Isokor
Tidak ada

Tidak ada

Langsung

Ada

Ada

Konsensuil

Ada

Ada

Akomodasi

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Kanan

Kiri

Kuat

Kuat

Tidak ada

Tidak ada

- Refleks kornea
Sensorik

Baik

Baik

- Dahi

Baik

Baik

- Pipi

Baik

Baik

- Refleks cahaya

- Argyl Robertson

D. N. Trigeminus
Motorik
- Menggigit
- Trismus

- Dagu
E. N. Facialis

Baik

Baik

Kanan

Kiri

Motorik
- Mengerut dahi
- Menutup mata

Simetris
Lagophtalmus tidak ada
Lagophtalmus tidak ada

- Menunjukkan gigi

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

- Lipat nasolabialis
- Bentuk muka
Istirahat
Bicara/bersiul
Sensorik

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan


Simetris
Simetris

- 2/3 depan lidah


Otonom

Tidak ada kelainan

- Salivasi

Normal

- Lakrimasi
Chovsteks Sign

Normal
Tidak ada kelainan

F. N. Cochlearis
Kanan
Terdengar

Kiri
Terdengar

- Detik arloji
- Test Weber

Terdengar
Tidak ada kelainan

Terdengar
Tidak ada kelainan

- Test Rinner

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

- Suara bisikan

G. N. Vagus dan Glossopharingeous


Kanan

Kiri

- Arcus pharynx

Simetris

- Uvula

Di tengah

- Gangguan menelan

Tidak ada

- Suara bicara

Tidak ada

- Denyut jantung

Normal

- Refleks
Muntah
Batuk

Tidak dilakukan pemeriksaan

Oculocardic

Tidak dilakukan pemeriksaan


Tidak ada kelainan

Sinus caroticus

Tidak ada kelainan


- Sensorik
1/3 belakang lidah

Tidak ada kelainan

H. N. Acessorius
Kanan
Kiri
Kuat
Kuat
Tidak ada kelainan

- Mengangkat bahu
- Memutar kepala
I. N. Hypoglosus

Kanan

Kiri

- Menjulur lidah
- Fasikulasi

Simetris
Tidak ada

- Atrofi papil

Tidak ada

- Disatria

Ada

4. Columna Vertebralis
- Kyphosis

: tidak ada

- Scoliosis

: tidak ada

- Lordosis

: tidak ada

- Gibbus

: tidak ada

- Deformitas

: tidak ada

- Tumor

: tidak ada

- Meningocele : tidak ada


- Hematoma

: tidak ada

- Nyeri ketok

: tidak ada

5. Badan dan Anggota Gerak


A. Motorik
Lengan
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Refleks Fisiologis

Kanan
Cukup
2
Normal

Kiri
Cukup
5
Normal

- Biceps

Normal

Normal

- Triceps

Normal

Normal

- Periost radius

Normal

Normal

- Periost ulna
Refleks Patologis

Normal

Normal

- Hoffman Tromner
Tungkai
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus

Negatif
Kanan
Cukup
2
Normal

Kiri
Cukup
5
Normal

- Paha

Tidak ada

Tidak ada

- Kaki

Tidak ada

Tidak ada

- KPR

Normal

Normal

- APR

Normal

Normal

- Babinsky

Tidak ada

Tidak ada

- Chaddock

Tidak ada

Tidak ada

- Oppenheim

Ada

Tidak ada

- Gordon

Ada

Tidak ada

- Schaffer

Tidak ada

Tidak ada

- Rossolimo

Tidak ada

Tidak ada

- Mendel Bechtreyev
Refleks Kulit Perut

Tidak ada

Tidak ada

Refleks Fisiologis

Refleks Patologis

- Atas

Tidak ada kelainan

- Tengah

Tidak ada kelainan

- Bawah

Tidak ada kelainan

- Tropik

Tidak ada kelainan

B. Sensorik
Tidak terdapat gangguan sensorik
GAMBAR

6. Gejala Rangsang Meningeal


Kanan

Kiri

- Kaku kuduk
- Kernig

Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada

- Lassergue

Tidak ada

Tidak ada

- Brudzinsky
Neck

Tidak ada

Cheek

Tidak ada

Symphysis
Leg I
Leg II

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

7. Gait dan Keseimbangan


Gait
- Ataxia

: tidak ada

- Hemiplegic

: tidak ada

- Scissor

: tidak ada

- Propulsion

: tidak ada

- Histeric

: tidak ada

- Limping

: tidak ada

- Steppage

: tidak ada

- Astasia-abasia : tidak ada


Keseimbangan
- Romberg

: (+) Positif

- Dysmetri

Jari-jari

: tidak ada kelainan

Jari-hidung

: tidak ada kelainan

Tumit-tumit

: tidak ada kelainan

Dysdiadochokinesis : tidak ada kelainan


Trunk ataxia

: tidak ada kelainan

Limb ataxia

: tidak ada kelainan

8. Gerakan Abnormal
- Tremor

: tidak ada

- Chorea

: tidak ada
9

Tidak ada
Tidak ada

- Athetosis : tidak ada


- Ballismus : tidak ada
- Dystoni

: tidak ada

- Myoclonic : tidak ada


9. Fungsi Vegetatif
- Miksi

: tidak ada kelainan

- Defekasi

: tidak ada kelainan

- Ereksi

: tidak dilakukan pemeriksaan

10. Fungsi Luhur


- Afasia motorik

: tidak ada kelainan

- Afasia sensorik : tidak ada kelainan


- Afasia nominal : tidak ada kelainan
- Apraksia

: tidak ada kelainan

- Agrafia

: tidak ada kelainan

- Alexia

: tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1. Darah
PEMERIKSAAN
Hb
Leukosit
Trombosit

HASIL
13,4
9.600
244.000

SATUAN
g/dl
/ul
/ul
10

NILAI NORMAL
12 - 14
5000 - 10000
150.000 - 400.000

Hematokrit
Hitung jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Glukosa Sewaktu
Ureum
Creatinin
Uric acid
Trigliserid
Kolesterol Total
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL

43

40 - 48

0
1
1
88
6
4
122
27
0,76
7,06
75
232
38
180

%
%
%
%
%
%

0-1
1-3
2-6
50 - 70
20 - 40
2-8

mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl

< 180
20 - 40
0,9 - 1,3
3,4 - 7
< 200
< 200
>50
<130

2. Urine
Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Faeces
Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Liquor Cerebro Spinal
Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Pemeriksaan Khusus
- Rontgen foto cranium

: Belum dilakukan pemeriksaan

- Rontgen foto thoraks

: tidak dilakukan pemeriksaan

- Rontgen foto columna vertebralis

: tidak dilakukan pemeriksaan

- Electroencephalography

: tidak dilakukan pemeriksaan

- Arteriography

: tidak dilakukan pemeriksaan

- Electrocardiography

: tidak ada kelainan

- Pneumography

: tidak dilakukan pemeriksaan

- Lain-lain

:11

RINGKASAN
a. Anamnesis
Penderita dirawat di Bagian Saraf RSUD Palembang BARI karena tidak bisa
berjalan yang disebabkan kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan yang
terjadi secara tiba-tiba.
4 hari SMRS, saat sedang beristirahat, bangun dari tidur pagi hari pada pukul
05.00, tiba-tiba penderita mengalami kelemahan lengan kanan dan tungkai kanan
tanpa disertai kehilangan kesadaran. Saat serangan penderita tidak merasa sakit
kepala, mual (-), muntah (-), dan kejang (-) serta tanpa disertai gangguan rasa pada
sisi yang lemah, penderita juga tidak merasa demam. Kelemahan pada lengan kanan
dan tungkai kanan dirasakan tidak sama berat. Tungkai kanan dirasakan lebih berat
dari lengan kanan. Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kanan.
Penderita masih dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, dan isyarat tetapi
penderita tidak bisa mengungkapkannya melalui tulisan dikarenakan penderita
menulis menggunakan tangan kanan. Penderita masih dapat mengerti isi pikiran
orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan dan isyarat. Saat bicara mulut
penderita tidak mengot ke kanan atau ke kiri, tetapi penderita tidak bisa bicara dengan
lancer sesudah serangan, pelo.
Saat serangan penderita tidak mengalami serangan jantung, berdebar-debar (-),
sesak napas (-). Penderita tidak pernah mengeluh sakit kepala baik pada saat serangan
maupun pada saat sehari-hari. Penderita tidak pernah mengalami koreng di kemaluan,
penderita tidak pernah mengalami bercak merah di kulit.
Penderita mengaku memiliki riwayat darah tinggi, yang didapatkan sejak 1
tahun yang lalu, namun penderita tidak berobat secara teratur. Riwayat DM (-),
riwayat dirawat karena penyakit jantung disangkal.
Penyakit ini , diderita untuk pertama kalinya.
b. Pemeriksaan :
Status Generalis
12

Kesadaran

: E4M6V5

Gizi

: Cukup

Suhu Badan

: 36,7 0C

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Tekanan Darah

: 180/100 mmHg

Status Neurologicus
Nn. Cranialis : tidak ada kelainan
Fungsi Motorik
Lengan
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Refleks Fisiologis

Kanan
Cukup
2
Normal

Kiri
Cukup
5
Normal

- Biceps

Normal

Normal

- Triceps

Normal

Normal

- Periost radius

Normal

Normal

- Periost ulna
Refleks Patologis

Normal

Normal

- Hoffman Tromner

Tungkai
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
- Paha

Negatif

Kanan
Cukup
2
Normal

Kiri
Cukup
5
Normal

Tidak ada

Tidak ada

13

- Kaki

Tidak ada

Tidak ada

- KPR

Normal

Normal

- APR

Normal

Normal

- Babinsky

Tidak ada

Tidak ada

- Chaddock

Tidak ada

Tidak ada

- Oppenheim

Ada

Tidak ada

- Gordon

Ada

Tidak ada

- Schaffer

Tidak ada

Tidak ada

- Rossolimo

Tidak ada

Tidak ada

- Mendel Bechtreyev
Refleks Kulit Perut

Tidak ada

Tidak ada

Refleks Fisiologis

Refleks Patologis

- Atas

Tidak ada kelainan

- Tengah

Tidak ada kelainan

- Bawah

Tidak ada kelainan

- Tropik

Tidak ada kelainan

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan


Gejala Rangsang Meningeal : tidak ada
Fungsi Gait dan Keseimbangan : Romberg Sign (+), dysemetri (-)
Gerakan Abnormal : tidak ada
Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan
Fungsi Luhur : tidak ada kelainan
DIAGNOSA KLINIK : Hemiparese dextra spastic + parese Nervus XII dextra
sentral ec stroke non hemoragik
DIAGNOSA TOPIK : Lesi di Korteks Serebri
DIAGNOSA ETIOLOGI : Trombosis Serebri
PENGOBATAN

14

- Perawatan
Diet nasi biasa
Bed rest
- Medikamentosa
IVFD RL gtt XX/mnt
Inj. Tranza

1 x 1 vial (iv)

Brainact

2 x 500 mg (iv)

Aspilet

1 x 80 mg tab

Amlodipine

1 x 10 mg tab

Neurosanbe

1 x 1 amp drip/kolf

- Rehabilitasi
Psioterapi
PROGNOSA
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

DISKUSI
A.Diagnosis Banding Klinis
Hemiparese Dextra tipe spastik + parese N.XII dextra tipe sentral
B. Diagnosis Banding Topik

1) Lesi di Cortex hemisferium

Pada penderita ditemukan gejala:

Cerebri Sinistra
-Defisit Motorik

-Hemiparesis dextra tipe spastik

-Gejala iritatif

- Tidak ada kejang pada sisi yang

15

lemah
- Kelemahan lengan dan tungkai
-Gejala Fokal (kelumpuhan tidak sama berat)

dextra dirasakan tidak sama berat

-Gejala defisit sensorik pd sisi yang lemah

- Tidak ada kelainan

* Jadi, kemungkinan lesi di cortex Hemisferium cerebri

Sinistra

dapat

disingkirkan
2) Lesi di subcortex Hemisferium Cerebri

Pada penderita ditemukan gejala:

Sinistra, gejalanya:
*Ada gejala defisit motorik

- Hemiparesis dextra tipe spastik

*Ada afasi motorik subkortikal

- Tidak afasia motorik subkortikal

* Jadi, kemungkinan lesi di sub korteks hemisferium cerebri Sinistra dapat


disingkirkan
3) lesi di kapsula Interna hemisferium cerebri

Pada penderita ditemukan gejala:

sinistra, gejalanya:
-

Ada hemiparese/hemiplegia typical

Parase N.VII tipe sentral

Parase N.XII tipe sentral

- Hemiparase dextra tipe spastik


- Parase N. XII sinistra sentral
- Kelemahan lengan dan tungkai

- Kelemahan di lengan dan tungkai sama berat


tidak sama berat
Jadi, kemungkinan lesi di kapsula interna hemisferium cerebri sinistra belum
dapat disingkirkan

Kesimpulan Diagnosis topik :


Lesi di kapsula interna hemisferium cerebri Sinistra

C. Diagnosis Banding Etiologi

16

1) Hemorrhagia Cerebri

Pada penderita ditemukan gejala

*Kehilangan kesadaran > 30 menit

Tidak ada kehilangan kesadaran > 30 menit

*Terjadi saat aktifitas

Terjadi saat aktivitas

*Didahului

sakit

kepala,

mual, Didahului sakit kepala (-), mual(-), muntah

muntah

(-)

*Riwayat Hipertensi

Riwayat Hipertensi (+)

Jadi kemungkinan etiologi Hemorrhagia cerebri sudah dapat disingkirkan


2) Emboli Serebri

Pada penderita ditemukan gejala


-

Tidak ada kehilangan kesadaran

*Kehilangan kesadaran< 30 menit

menit

*Ada atrial Fibrilasi

*Tidak ada arterial Fibrilasi

Jadi, Kemungkinan etiologi emboli cerebri sudah dapat disingkirkan


3) Trombosis Cerebri

Pada penderita ditemukan gejala

*Tidak ada kehilangan kesadaran

- Tidak ada kehilangan kesadaran

*Terjadi saat istirahat

- Terjadi saat aktivitas

Jadi, kemungkinan etiologi trombosis serebri belumdapat disingkirkan

Kesimpulan Diagnosis Etiologi :


Trombosis Cerebri

17

< 30

LEMBAR FOLLOW UP
Tanggal : 31 Desember 2014
Keluhan : Belum BAB
Status Generalis :
-

GCS
TD
P
RR
T

: E4M6V5
: 150/100 mmHg
: 70 x/menit
: 20 x/menit
: 36,4 oC

Status Neurologis :
Nn. Cranialis : tidak ada kelainan
Fungsi Motorik

:LKa

LKi

TKa

TKi

Gerakan

:cukup

cukup

cukup

cukup

Kekuatan

:2

Tonus

:normal

normal

normal

normal

Klonus

:
Paha

tidak ada

tidak ada

Kaki

tidak ada

tidak ada

Refleks Fisisologis

Biseps

:Normal

normal

18

Triseps

:Normal

normal

Periost radius :normal

normal

Periost ulna

:normal

normal

KPR

normal

normal

APR

normal

normal

Refleks Patologi:
-

Babinsky

(-)

(-)

Chaddock

(-)

(-)

Openheim

(+)

(-)

Gordon

(+)

(-)

Shcaffer

(-)

(-)

Fungsi Sensorik

: tak ada kelainan

Fungsi Luhur

: tak ada kelainan

Fungsi Vegetatif

: tidak ada kelainan

Fungsi Gait dan keseimbangan: romberg test (+)


Gerakan Abnormal

: tidak ada

GRM

: tidak ada kelainan

DK

: Hemiparese dextra spastic + parese Nervus XII ec stroke


hemoragik

DT

: Lesi di korteks serebri

DE

: Trombosis Cerebri

Rencana Terapi :
- IVFD RL gtt XX/menit
- Candesartan 1 x 16 mg tab
- Neurodex 1 x 1 tab
- Amlodipin 1 x 10 mg tab
- Aspilet 2 x 80 mg tab
19

- Inj. Ranitidine 1 x 1 amp (iv)

20

Tanggal : 2 Januari 2015


Keluhan : Tidak ada keluhan
Status Generalis :
-

GCS
TD
P
RR
T

: E4M6V5
: 140/90 mmHg
: 68 x/menit
: 20 x/menit
: 36 oC

Status Neurologis :
Nn. Cranialis : tidak ada kelainan
Fungsi Motorik

:LKa

LKi

TKa

TKi

Gerakan

:cukup

cukup

cukup

cukup

Kekuatan

:2

Tonus

:normal

normal

normal

normal

Klonus

:
Paha

tidak ada

tidak ada

Kaki

tidak ada

tidak ada

Refleks Fisisologis

Biseps

:Normal

normal

Triseps

:Normal

normal

Periost radius :normal

normal

Periost ulna

:normal

normal

KPR

normal

normal

APR

normal

normal

Refleks Patologi:
-

Babinsky

(-)

(-)

Chaddock

(-)

(-)

Openheim

(+)

(-)

Gordon

(+)

(-)

21

Shcaffer

(-)

Fungsi Sensorik

: tak ada kelainan

Fungsi Luhur

: tak ada kelainan

Fungsi Vegetatif

: tidak ada kelainan

(-)

Fungsi Gait dan keseimbangan: romberg test (+)


Gerakan Abnormal

: tidak ada

GRM

: tidak ada kelainan

DK

: Hemiparese dextra tipe spastic dan parese Nervus XII ec


stroke hemoragik

DT

: Lesi di korteks serebri

DE

: Trombosis Cerebri

Rencana Terapi :
- IVFD RL gtt XX/menit
- Inj. Ranitidine 1 x 1 amp (iv)
- Candesartan 1 x 16 mg tab
- Neurodex 1 x 1 tab
- Amlodipin 1 x 10 mg tab
- Simvastatin 1 x 10 mg tab

Tanggal : 3 Januari 2015


Keluhan : Sakit kepala berputar berkurang
Status Generalis :
-

GCS
TD
P
RR
T

: E4M6V5
: 140/80 mmHg
: 82 x/menit
: 20 x/menit
: 36,2 oC

22

Status Neurologis :
Nn. Cranialis : tidak ada kelainan
Fungsi Motorik

:LKa

LKi

TKa

TKi

Gerakan

:cukup

cukup

cukup

cukup

Kekuatan

:2

Tonus

:normal

normal

normal

normal

Klonus

:
Paha

tidak ada

tidak ada

Kaki

tidak ada

tidak ada

Refleks Fisisologis

Biseps

:Normal

normal

Triseps

:Normal

normal

Periost radius :normal

normal

Periost ulna

:normal

normal

KPR

normal

normal

APR

normal

normal

Refleks Patologi:
-

Babinsky

(-)

(-)

Chaddock

(-)

(-)

Openheim

(+)

(-)

Gordon

(+)

(-)

Shcaffer

(-)

(-)

Fungsi Sensorik

: tak ada kelainan

Fungsi Luhur

: tak ada kelainan

Fungsi Vegetatif

: tidak ada kelainan

Fungsi Gait dan keseimbangan: romberg test (+)


Gerakan Abnormal

: tidak ada

GRM

: tidak ada kelainan


23

DK

: Hemiparese dextra spastic dan parese Nervus XII ec stroke


non hemoragik

DT

: Lesi di korteks serebri

DE

: Trombosis Cerebri

Rencana Terapi :
- IVFD RL gtt XX/menit
- Inj. Ranitidine 1 x 1 amp (iv)
- Candesartan 1 x 16 mg tab
- Neurodex 1 x 1 tab
- Amlodipin 1 x 10 mg tab
- Simvastatin 1 x 10 mg tab

24

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke
rongga

tengkorak melalui

kanalis

karotikus,

berjalan

dalam sinus

kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan


retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media.
Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan
beberapa bagian lobus temporalis1.
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri
serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu
arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada
tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri
serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian
medial lobus temporalis1.
Tiga pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan
otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya.Cabang-cabang yang lebih kecil
menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan
cabang-cabang arteri serebri lainya. Untuk menjamin pemberian darah ke
otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan
sitem vertebral, yaitu:
Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh
arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang
menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri
media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan

25

arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini
terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di
daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke
arteri maksilaris eksterna.
Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh
darah ekstrakranial).
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi.
Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau
motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara
motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area
visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta
batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target
organ.

2.2. Definisi
Definisi Stroke
Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi
klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung
dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa
ditemukannya penyakit selain daripada gangguan vaskular 1. Secara umum, stroke
digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti
Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit
akibat gangguan peredaran darah otak. Stroke atau gangguan aliran darah di otak
disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat
(disabilitas, invaliditas).

26

2.3. Klasifikasi
Klasifikasi stroke
A. Berdasarkan kelainan patologik pada otak :
1. Stroke Hemoragik
:

Perdarahan intraserebral

Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)


2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Yang dibagi atas subtipe :
Trombosis serebri
Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik
Stroke non hemoragik dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan
proses patologik (kausal).
a.

Berdasarkan Manifestasi Klinik1


Serangan Iskemik Sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologi yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
Defisit Neurologik Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic Neurological
Deficit)
Gejala neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama

b.

dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari satu minggu.


Stroke Progresif (Progressive Stroke)
Gejala neurologi makin lama makin berat
Stroke Komplet (Completed Stroke/permanent Stroke)
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
Berdasarkan Kausal
Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak.Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan
pembuluh darah yang kecil.Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi
akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang
cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar
kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada
pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh
27

darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan

indikator penyakit aterosklerosis


Stroke Emboli
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas.Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

B. Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya


1. Transient Iskemik Attack (TIA) atau serangan stroke sementara, gejala
defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (RIND), kelainannya atau gejala
neurologis menghilang lebih dari 24 jam sampai 3 minggu.
3. Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE) yaitu stroke yang gejala
klinisnya secara bertahap berkembang dari yang ringan sampai semakin
berat.
4. Stoke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan defisit neurologis
yang menetap dan sudah tidak berkembang lagi.
2.4.

Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja didalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis interna dan
sistem verterbrobasilar atas semua cabang-cabangnya.

Gambar 3. Sirkulis Willisi

28

Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15


sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat
bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah
otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa
mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut.
Proses patologik mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang
terjadi di pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat
berupa :
1.

2.

3.

4.

Keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri seperti pada arterosklerosis


dan trombosis, robeknya dinding pembuluh darah atau peradangan.
Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok
atau hiperviskositas darah.
Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal
dari jantung atau pembuluh ekstrakranium
Ruptur vaskular didalam jaringan otak atau ruang subarachnoid.13

Patofisiologi stroke berdasarkan etiologinya :


1. Stroke Hemoragik atau Stroke Perdarahan

Gambar 4. Stroke perdarahan intraserebral dan subarachnoid

Stroke hemoragik disebabkan karena pecahnya pembuluh darah


sehingga menghambat aliran darah yang normal, akibatnya darah
merembes ke dalam suatu daerah diotak dan merusaknya. Hampir 70 %
29

kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Hipertensi


menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah
sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan rentan pecah.
Stroke hemoragik dibagi lagi menjadi :
a. Perdarahan Intraserebral
Pada kasus ini terjadi perdarahan pada parenkim hingga ventrikel
otak yang terjadi pada arteri kecil maupun arteriol yang bisa
menyebabkan terbentuknya hematoma dan menimbulkan edema serebri
yang jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan terjadinya
herniasi batang otak dan menyebabkan penurunan kesadaran secara
cepat dan bahkan menjadi koma dan tak jarang berakhir dengan
kematian. Perdarahan intraserebral terutama mengenai lobus serebral,
ganglia basalis, thalamus, batang otak dan serebelum sedangkan
mesensefalon dan medulla spinalis jarang sekali terkena.Faktor risiko
utama terjadinya perdarahan intraserebral adalah hipertensi (70-90%)
dimana terjadi perubahan degeneratif pada dinding pembuluh darah
yang menyebabkan robeknya pembuluh darah (mikroneurisma charcotbouchard). Stroke jenis ini dapat juga disebabkan oleh trauma,
malformasi vaskuler, penggunaan obat-obatan seperti amfetamin dan
kokain. Biasanya mengenai usia antara 50-80 tahun. Serangan
seringkali terjadi mendadak dan pada siang hari saat beraktivitas dan
ketika dalam keadaan emosi atau marah. Tingkat mortalitas mencapai
44% setelah 30 hari terjadinya serangan bahkan dapat meningkat
menjadi 100%

jika pasien dalam keadaan koma. Perdarahan

intraserebral merupakan penyebab kematian tertinggi pada penderita


stroke.
b. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid biasanya menyerang usia 20-70 tahun
yang disebabkan karena vena maupun kapiler dan tersering dikarenakan
pecahnya aneurisma pada sirkulus Willisi ruptur satu atau lebih
pembuluh darah, baik di arteri, vena, maupun kapiler dan tersering
akibat peningkatan tekanan darah atau tekanan intrakranial sehingga
menimbulkan gangguan aliran darah serebral yang bisa menyebabkan
30

hilangnya kesadaran. Oleh karena itu, sangat penting menentukan


lokalisasi terjadinya aneurisma pada arteri oftalmika dan kompresi pada
nervus optikus maka dapat menyebabkan defisit visual monocular.10
Namun, jika aneurisma terjadi pada arteri karotis interna, arteri basilaris
dan arteri oftalmika maka dapat menyebabkan gangguan pada otot-otot
ekstraokuler.14 Perdarahan subarachnoid lebih sering mengenai wanita
dan meningkat risikonya setelah wanita tersebut post menopause,
terkadang dihubungkan dengan adanya riwayat migrain ataupun kejang.
Manifestasi awal dapat berupa ptekie ataupun purpura pada kulit.Pada
keadaan yang lebih berat, dapat menimbulkan edema papil dan iritasi
batang

otak

serta

defisit

neurologi

permanen

pada

20-50%

kasus.Bahkan bila tidak segera ditangani dapat menimbulkan infark


dikarenakan
menimbulkan

vasospasme
keadaan

arteri
koma

di
yang

sekitar

aneurisma

lama.Penyebab

sehingga
perdarahan

subarachnoid lainnya yaitu pecahnya malformasi arteri vena (AVM).


2. Stroke Non Hemoragik atau Stroke Iskemik
Pada stroke terjadi penurunan suplai darah dan oksigenasi ke otak
yang mengakibatkan terjadinya hipoksia dan nekrosis jaringan otak pada
darah tersebut. Proses yang mendasarinya dapat disebabkan oleh
trombosis (akibat obstruksi pembuluh darah karena adanya bekuan
darah), emboli, tekanan perfusi sistemik yang menurun misalnya keadaan
syok, dan terjadinya trombosis pembuluh darah vena, terutama mengenai
arteri karotis kranial meliputi cabang terminal dan arteri karotis interna,
arteri basilaris dan arteri serebri media, dan arteri serebri posterior. Selain
itu, iskemia serebral juga akan diikuti oleh respon inflamasi yang hebat
yang melibatkan infiltrasi granulosit, limfosit T dan makrofag pada area
iskemik dan sekitarnya. Pada kasus stroke jenis ini terdapat hubungan
yang bermakna antara peningkatan neutrofil dengan luas infark, sehingga
dapat disimpulkan neutrofil sebagai indikator yang memperburuk
keadaan. Stroke non hemoragik dibagi lagi menjadi :
a. Stroke Trombosis

31

Gambar 5. Stroke trombosis


Terjadinya stroke trombosis disebabkan karena adanya trombus yang
terdiri dari trombosit, fibrin, eritrosit, dan sel leukosit sehingga
menyebabkan penyempitan lumen dimana gejalanya muncul perlahan
akibat proses arterosklerosis dan biasanya mengenai usia 50-70 tahun.
Dapat mengenai pembuluh darah besar maupun pembuluh darah kecil
dan terjadi pada arteri serebral yang sudah ada trombus.Trombosis
adalah terbentuknya masa dari unsur darah didalam pembuluh darah
vena atau arteri pada makluk hidup. Trombosis merupakan istilah yang
umum dipakai untuk sumbatan pembuluh darah, baik arteri maupun
vena.15
Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada
tahun 1856 dengan diajukannya uraian patofisiologi yang terkenal
sebagai Triad of Virchow, yaitu terdiri dari abnormalitas dinding
pembuluh darah, perubahan komposisi darah, dan gangguan aliran
darah. Ketiganya merupakan faktor-faktor yang memegang peranan
penting dalam patofisiologi trombosis. Dikenal dua macam trombosis,
yaitu :
1. Trombosis arteri
2. Trombosis vena
Etiologi

trombosis

adalah

kompleks

dan

bersifat

multifaktorial.Meskipun ada perbedaan antara trombosis vena dan


trombosis arteri, pada beberapa hal terdapat keadaan yang saling

32

tumpang tindih.Trombosis dapat mengakibatkan efek lokal dan efek


jauh. Efek lokal tergantung dari lokasi dan derajat sumbatan yang
terjadi pada pembuluh darah, sedangkan efek jauh berupa gejala-gejala
akibat fenomena tromboemboli. Trombosis pada vena besar akan
memberikan gejala edema pada ekstremitas yang bersangkutan.
Terlepasnya trombus akan menjadi emboli dan mengakibatkan
obstruksi dalam sistem arteri, seperti yang terjadi pada emboli paru,
otak

dan

lain-lain.

Ada

hal

yang

berpengaruh

dalam

pembentukan/timbulnya trombus ini (trias Virchow): 15


1. Kondisi dinding pembuluh darah (endotel).
2. Aliran darah yang melambat/ statis.
3. Komponen yang terdapat dalam darah sendiri berupa peningkatan
koagulabilitas.
b. Stroke Emboli

Gambar 6. Stroke emboli


Stroke emboli adalah suatu gangguan neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah, dimana terjadi secara mendadak
atau cepat timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di
otak yang dapat menjadi lebih berat akibat suatu emboli dan sering
mengenai usia muda dengan tingkat mortalitas 7-10 %. Stroke emboli
diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat (misalnya stroke arteria
vertebralis) atau asal embolus. Asal stroke emboli dapat suatu arteri distal
33

atau jantung (stroke kardioembolik.13 Pada stroke jenis ini, embolus dapat
berasal dari tempat lain didalam tubuh, dimana 90% emboli berasal dari
jantung. Hal tersebut dikarenakan aliran darah ke otak berasal dari arkus
aorta sehingga emboli yang lepas dari ventrikel kiri akan disebarkan
melalui aliran darah ke arteri karotis komunis kiri dan arteri
brakhiosefalika. Selain itu,

jaringan otak sangat sensitif

terhadap

obstruksi aliran darah, sehingga emboli yang berukuran 1 mm sudah


dapat menimbulkan gangguan neurologis yang berat. Stroke emboli juga
bisa disebabkan trombus yang terlepas dari arteri yang arterosklerosis
dan beluserasi, gumpalan trombosit karena fibrilasi atrium, timbunan
lemak, sel kanker ataupun infeksi bakteri. Dengan adanya aterosklerosis
yang merupakan kombinasi dari perubahan tunika intima dengan
penumpukan lemak, komposisi darah maupun deposit kalsium maka
perubahan-perubahan hemodinamik sistemik (aritmia jantung, hipotensi,
hipertensi) dan kimia darah

(polisitemia, hiperviskositas) dapat

menimbulkan iskemik dan infark serebri regional. 16 Pada saat aliran


darah lambat (saat tidur), maka dapat terjadi penyumbatan. Untuk
pembuluh darah kecil dan arteriol, terjadi penumpukan lipohialinosis
yang mengakibatkan mikroinfark.
2.5. Gejala Stroke Non Hemoragik
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah 3

Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna


Buta mendadak (amaurosis fugaks).
Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia)

bila gangguan terletak pada sisi dominan.


Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral)

dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.


Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
Gangguan mental.
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
34

Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.


Bisa terjadi kejang-kejang.
Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media
Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.

Bila tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol


Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasiliar
Kelumpuhan di satu sampai keempat ektremitas
Meningkatnya refleks tendon
Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
Gejala-gejala sereblum seperti tremor dan kepala berputar (vertigo)
Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga

pasien sulit bicara (disatria)


Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya

ingat terhadap lingkungan (disorientasi).


Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah
bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata
(ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapangan pandang

pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).


Gangguan pendengaran
Rasa kaku di wajah, mulut dan lidah.
Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
Koma
Hemiparesis kontralateral
Ketidakmampuan membaca (aleksia)
Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
Gejala akibat ganggua fungsi luhur
Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua
yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara,
mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia
sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain,
namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau
sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya

kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.
Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu
35

Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat


membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf,
tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya
-

disebut Global alexia.


Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan

otak.
Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka

setelah terjadinya kerusakan otak.


Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah
tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan
gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan
tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat
dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita

tidak boleh melihat jarinya).


Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan

melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.


Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat
kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang

menyebabkan terjadinya gangguan bicara.


Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma
capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa

di otak.
Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah
kemampuan.

2.6.

Diagnosis Stroke Non Hemoragik

Diagnosis didasarkan atas hasil4


A. Penemuan Klinis
a. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak.Tanpa
trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
b. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi,
kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.
36

B. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
a. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu
diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase
akut.Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila
scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat
membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan
intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).
b. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah
rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu
gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler,
Elektrokardiografi (EKG).

Sistem skor
Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat penting
dalam rangka pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf ketepatan
pembuktian klinis terhadap stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik yang
dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter yang bekerja di daerah
terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang sangat terbatas dan belum
tersedianya pemeriksaan penunjang yang memadai (misalnya CT-Scan). Untuk
itu beberapa peneliti mencoba membuat perbedaan antara kedua jenis stroke
dengan menggunakan tabel dengan sistem skor.

Skor Siriraj
1

Kesadaran ( x 2,5 )

Bersiaga
37

Pingsan

Semi koma, koma

No

Yes

Nyeri kepala dalam

No

2 jam ( x 2 )

Yes

Muntah ( x 2 )

Tekanan Diastolik
(DBP )

Atheroma
markers(x3)

None

diabetes, angina,

1/>

DBP x 0,1

claudicatio
intermitten

Konstanta

- 12

Total skor =
Interpretasi skor
Skor

-1

Infark

Hemoragik

Gambaran CT scan :

2.7. Penatalaksanaan
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan
pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya
38

pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit


setelah pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup
perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko
atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik.2
1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak
adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan
untuk mencegah efek samping dari intubasi.
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik kristaloid atau koloid
1500-2000 ml dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan hindari cairan
mengandung glukosa dan isotonic.Pemberian nutria per oral jika fungsi
menelanya baik.jika fungsi menelannya terganggu sebaiknya dianjrkan
melalui selang nasogastrik.
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis

yang

kurang

baik

dan

menghambat

reperfusi

pada

trombolisis.Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan


intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat
menyebabkan

hiperglikemia

dan

memicu

iskemik

serebral

eksaserbasi.Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan


pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl.
Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang
untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.
Kadar glukosa darah >150 mg/dl harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 15 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia diatasi dengan dextrose 40% iv sampaoi kembali
normal dan di cari penyebabnya. 13
d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi.Sayangnya, berbaring telentang
39

dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut


tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan
telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.13
e. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP)
dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh
karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat berakibat
turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin memperberat iskemik.
Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika
pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg
dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau pasien direncanakan untuk
mendapatkan terapi trombolitik.
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke
non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk
mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220
mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya
gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa
adanya intervensi) dan gejala stroke serta komplikasinya harus ditangani.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara
120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV
selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau
diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai
alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi
hingga mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam
setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir
dapat diberikan nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump.
Target pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15
persen.
40

Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih


185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan
antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan
setelah

pemberian

trombolitik

agar

tidak

terjadi

komplikasi

perdarahan.Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (1020 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang
dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga
dosis maksimal 15 mg/jam.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus
diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam
berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah
tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol
tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat diberikan 13
1.

TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka


dapat diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat
diulang selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika

2.

diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.


TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg
dapat diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine

3.

infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam.


Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari

karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.


f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami
demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat
menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen
menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai
neuroprotektor.13
g. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non
hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke.
41

Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi


tekanan intrakranial dengan cepat13
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama
setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan
terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap
direkomendasikan13

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders
and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih
dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg)
dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati
pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.Efek samping dari rt-PA
ini

adalah

perdarahan

intraserebral,

yang

diperkirakan

sekitar

6%.Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA


pada tahun 1996.
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute
Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg
(maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam
setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi
42

secara

keseluruhan

hasil

dari

penelitian

ini

dinyatakan

kurang

menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien
menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam
sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat
dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar
8,8%.Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa.
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw
dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam
skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang
jelas.Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan
secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
penelitian

dari The

Multicenter

Acute

Stroke

Trial-Europe

Study

Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam


waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan
mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut
tidak dianjurkan18.
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli.Pada keadaan yang terakhir
ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian
heparin tersebut 18.
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal.Terkait dengan protein
plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat
urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10

43

mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan
gastrointestinal18.
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir.Normal
terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat
dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi
ringan.Heparin melepas lipoprotein lipase.Dimetabolisir di hati, ekskresi
lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau
infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50
mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis
disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit,
dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang
merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi:
sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala
sesuatunya

dapat kembali

normal.Akan tetapi

kemungkinan perlu

diberi protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir.


Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg
heparin (100 unit)18.

c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu
peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas
trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit,
keadaan

ini

menimbulkan

gangguan

pada

aliran

darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi


yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara:
meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan
mengurangi

viskositas

darah.Pentoxyfilline diberikan

44

dalam

dosis

16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah


onset17.

d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)


1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2.Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke.
Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari
samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari
dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius18.
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi,
konsentrasi di otak rendah.Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi
tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid
dan glycine).Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85 persen dari obat
yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye18.
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara
lain adalah kemungkinan terjadi resistensi aspirin pada dosis rendah. Hal
ini memungkinkan platelet untuk menghasilkan12-hydroxy-eicosatetraenoic
acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid
oksigenase).Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah
aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis
rendah aspirin18.

45

Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg


(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak
pembentukan agregasi platelet.Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa
aspirin tidak efektif untuk wanita18.
2.8.

Komplikasi

Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi
edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun
agak jarang (10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan
terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan dalam
situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke
iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi
hemoragik pada infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke
iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik
tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis dan berkisar dari peteki
kecil sampai perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi.
3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Poststroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang
mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders.
Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama
seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.
2.9.

Prognosis

Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting


adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan.Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan
hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan,
mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat

46

dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi
independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.13

DAFTAR PUSTAKA
1. Adam H.P., Zoppo G.J.D. & Kummer R.V. 2002. Management of stroke :
A practical guide for the prevention, evaluation, and treatment of acute
stroke, Professional Communications, NC, A Medical Publishing
Company.
2. Chusid, JG 1993; Neuroanatomi Korelatif Dan Neurologi Fungsional,
cetakan ke empat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
3. Feigin, V, 2006; Stroke , Bhuana Ilmu Populer Jakarta.

47

4. Snell, RS. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6 :


alih bahasa Lilianan Sugiharto. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Indonesia.
5. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan
keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007.
Hal: 81-115
6. Kolegium Neurologi Indonesia.2009.Buku Acuan Modul Neurovaskular.
PERDOSSI. Hal 4-18.
7. Halter, Jeffrey, Joseph Ouslander, dkk. 2009. Hazzard's Geriatric Medicine
and Gerontology, Sixth EditionPrinciples of Geriatric Medicine &
Gerontology. McGraw-Hill Companies. USA.
8. Nurhidayat, S dan Rosjidi C.H. 2008. Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala
dan Stroke.Ardana Media. Jakarta, Indonesia. Hal.177-182.
9. Goetz, Christoper G dan Eric J.Pepert.1999.Textbook Of Clinical
Neurology 1st edtion. WB Saunders Company. USA
10. Harsono. 2008.Buku Ajar Neurologi Klinis Dasar:Gangguan Peredaran
Darah Otak. GMUP. Yogyakarta, Indonesia. Hal 59-60.
11. Shinton R, Beevers G.1989. Meta-analysis of relation between cigarette
smoking and stroke. BMJ. March 25; 298(6696): Hal 789-794
12. Guyton, A.C dan Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (edisi ke-11).
EGC.Jakarta, Indonesia.Hal 975-978
13. Price, Sylvia A, dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Penyakit
Serebrovaskular (edisi ke-6) Volume 2. Terjemahan oleh: Pendit, Brahm
U. dkk. EGC. Jakarta, Indonesia. Hal 1105-1129.
14. Wiebers, DavidO,dkk. 2006. Handbook of Stroke Second Edition .Hal 305308
15. Dahlan M. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I : Trombosis
Arterial Tungkai Akut. Dalam. (edisi ke-4). IPD FK UI. Jakarta,
Indonesia.
16. Sidharta, Priguna.2008.Neurologi Klinis Dasar : Mekanisme Gangguan
Vaskular Susunan Saraf. Dian Rakyat. Jakarta, Indonesia. Hal 269-292

48

17. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
18. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer
dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit
Salemba Medika. Hal: 53-73

49

Anda mungkin juga menyukai