Referat Sindroma Nefrotik - Raf
Referat Sindroma Nefrotik - Raf
DISUSUN OLEH
Nama : R. Hakbar Rafsanjani
NIM : 11.2012.144
PEMBIMBING
Dr. Opy Dyah, Sp.A
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang
paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di
Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per
tahun,1dengan prevalensi berkisar 12 16 kasus per 100.000 anak. Di
negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per
100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.3 Perbandingan
anak laki-laki dan perempuan 2:1.
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES),
purpura Henoch Schonlein, dan lain lain. Pada konsensus ini hanya akan
dibicarakan SN idiopatik.
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih
berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang
disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila
disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis
atau hipovolemia. Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney
Diseases in Children), pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)
ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi,
dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat
sementara.
ternyata
respons
terhadap
pengobatan
steroid
lebih
sering
BAB II
SINDROMA NEFROTIK
II.1 Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai
pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari
proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia dan sembab. Yang
dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar
50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya
menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas,
kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang
azotemia.
II.2 Epidemiologi
Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindroma
nefrotik primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus anak. Apabila ini
timbul sebagai bagian daripada penyakit sistemik atau berhubungan dengan
obat atau toksin maka disebut sindroma nefrotik sekunder. Insidens penyakit
sindrom nefrotik primer ini 2 kasus per-tahun tiap 100.000 anak berumur
kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap 100.000
4
di
Jakarta
diantara
364
pasien
SN
yang
dibiopsi
44,2%
II.3 Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Sindrom nefrotik primer
Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh
karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering
5
histopatologik
glomerulus
pada
sindrom
nefrotik
primer
dengan
pemeriksaan
mikroskop
elektron
dan
imunofluoresensi.
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa
sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anakanak.1
b. Sindrom nefrotik sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari
berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab
yang sering dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria,
schistosomiasis,
lepra,
sifilis,
streptokokus, AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schnlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
II.4 Patofisiologi
nefrotik,
sedangkan
gejala
klinis
lainnya
dianggap
sebagai
Keadaan
ini
menyebabkan
terjadi
ekstravasasi
cairan
mempercepat
ekspansi
volume
plasma
dan
cairan
ekstraseluler.
volume
plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah
sebagai akibat hipervolemia.2
Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang
dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung
Kelainan Glomerolus
Kelainan Glomerolus
bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena
patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi
albuminuria
Hipoalbuminemia
Volume Plasma >>>
Tek.Onkotik koloid plasma <<<
Teori Underfilled
Volume Plasma >>>
Teori Overfilled
Edema
Namun
dengan
pengobatan,
kortikosteroid
telah
mengubah
perjalanan klinik SN secara drastis dan dapat dikatakan bahwa baik oleh
anak, orang tua atau dokter SN bukan lagi merupakan masalah edema, tapi
masalah salah satu efek samping obat terutama bagi anak-anak yang tidak
responsive terhadap pengobatan steroid. Dilaporkan kira-kira 80% anak
dengan SN menderita SNKM dan lebih dari 90% anak-anak ini bebas edema
dan proteinuria dalam 4 minggu sesudah pengobatan awal dengan
kortikosteroid.
Manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar
95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat
sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal
9
sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerahdaerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah
periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan
masif (anasarka).
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab
muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak
pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak,
meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan
sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab
biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien
GSFS
atau
GNMP.
Hal
tersebut
disebabkan
karena
proteinuria
dan
sembab
mukosa
usus.
Hepatomegali
disebabkan
sintesis
albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien,
nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik
yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan
hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya
protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom
nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis
dan prolaps ani.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak,
maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat.
Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit
berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak
yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa
bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien,
10
namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan
yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak
menjadi terganggu. Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah
sembab, didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah biasanya
dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM).
Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai
resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia.
Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai,
dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami
restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab
kulit, anak tampak lebih pucat.
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian
International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30%
pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th
persentil umur.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per
hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari
pasien-pasien dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin
serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom
nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum.
Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL
menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna
dari proteinuria.3
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik,
namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe
sindrom nefrotik.
11
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal
penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin
serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan
SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik.
Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura
dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan
secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat
gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang
dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang
normal.
II.6 Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi
ini akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri.
Peningkatan kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh :
-
normal.
Sedangkan
kadar
IgM
meningkat.
Hal
ini
12
pada
kelainan
minimal
jarang
menimbulkan
komplikasi
tromboembolism. Pada sindrom nefrotik terdapat peningkatan faktorfaktor I, II, VII, VII, dan X yang disebabkan oleh meningkatnya sintesis
oleh hati dan dikuti dengan peningkatan sintesis albumin serta
lipoprotein. Terjadi kehilangan anti trombin II, menurunya kadar
plasminogen, fibrinogen plasma meningkat dan konsentrasi anti
koagulan protein C dan protein S meningkat dalam plasma. Secara
ringkas kelainan hemostatik pada Sindrom nefrotik dapat timbul dari
dua mekanisme yang berbeda:
-
urin
seperti
anti
trombin
III,
protein
bebas,
13
glomerulus
yang
selanjutnya
mengakibatkan
anak
dengan
sindrom
nefrotik
dapat
terjadi
gangguan
peningkatan
katabolisme
protein,
atau
akibat
melampaui
5mg/m2/hari.
Walau
selama
pengobatan
14
5. Anemia
Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien sindrom
nefrotik. Anemianya hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang
tipikal, namun resisten terhadap prefarat besi.
volume vaskular yang
II.7 Terapi
Batasan
a. Remisi : Proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2
LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
b. Relaps : proteinuria 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
c. Relaps jarang : relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan
d. Relaps sering (frequent relaps) : relaps 2 x dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal atau 4 x dalam periode 1 tahun
e. Dependen steroid : relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid
diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan
dihentikan
15
TATALAKSANA UMUM
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah
sakit
dengan
tujuan
untuk
mempercepat
pemeriksaan
dan
evaluasi
Diitetik
16
protein
akan
terjadi
malnutrisi
energi
protein
(MEP)
dan
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan
hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan
pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi
karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( 1 g/dL), dapat diberikan
infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik
cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid
intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat
diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk
mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan,
suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan
pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian
berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites
berulang. Skema pemberian diuretik untuk mengatasi edema tampak pada
Gambar 1.
17
Imunisasi
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/kgbb/
hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien
imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu
setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV
18
A. TERAPI INISIAL
Terapi
inisial
pada
anak
dengan
sindrom
nefrotik
idiopatik
tanpa
19
B. PENGOBATAN SN RELAPS
Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu diberikan
prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan
dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi yang
mengalami proteinuria kembali ++ tetapi tanpa edema, sebelum
pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi
saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila
kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps.
Bila sejak awal ditemukan proteinuria ++ disertai edema, maka diagnosis
relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.
20
Keterangan :
Pengobatan SN relaps : Prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi
(maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison intermittent
atau alternating (AD) 40 mg/m2 LPB/hari selama 4 minggu.
atau
mikofenolat
mofetil
(opsi
terakhir)
Selain itu, perlu dicari focus infeksi seperti tuberculosis, infeksi di gigi,
radang telinga tengah, atau kecacingan.
Pada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau dependen steroid,
setelah remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid
dosis 1,5 mg/kgbb secara alternating. Dosis ini kemudian diturunkan
perlahan/bertahap 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu. Penurunan dosis tersebut
dilakukan sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara
0,1 0,5 mg/kgbb alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat
dipertahankan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya
anak usia sekolah dapat bertoleransi dengan prednison 0,5 mg/kgbb,
sedangkan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgbb secara alternating.
Bila relaps terjadi pada dosis prednison antara 0,1 0,5 mg/kgbb alternating,
maka relaps tersebut diterapi dengan prednison 1 mg/kgbb dalam dosis
terbagi, diberikan setiap hari sampai terjadi remisi. Setelah remisi maka
prednison diturunkan menjadi 0,8 mg/kgbb diberikan secara alternating,
kemudian diturunkan 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu, sampai satu tahap (0,2
mg/kgbb) di atas dosis prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya
atau relaps yang terakhir.
Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb alternating,
tetapi < 1,0 mg/kgbb alternating tanpa efek samping yang berat, dapat
dicoba dikombinasikan dengan levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama
4-12 bulan, atau langsung diberikan siklofosfamid (CPA).
Bila terjadi kejadian di bawah ini :
Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb alternating atau
Dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai :
a. Efek samping steroid yang berat
b. Pernah relaps dengan gejala berat antara lain
hipovolemia,
22
2. Levamisol
Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent. Levamisol diberikan
dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan.
Efek samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic rash,
dan neutropenia yang reversibel.
3. Sitostatika
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak
adalah siklofosfamid (CPA) atau klorambusil.
Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam
dosis tunggal (Gambar 4), maupun secara intravena atau puls (Gambar 5).
CPA puls diberikan dengan dosis 500 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan
dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan
sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls
adalah 6 bulan). Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum
tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang
dapat
menyebabkan
keganasan.
Oleh
karena
itu
perlu
pemantauan
Keterangan :
Relaps sering : prednisone dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi
(maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednisone intermittent
atau alternating (AD) 40 mg/m 2 LPB/hari dan siklofosfamid 2-3 mg/kgbb/hari,
per oral, dosis tunggal selama 8 minggu.
24
Keterangan:
Prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu),
kemudian dilanjutkan dengan siklofosfamid puls dengan dosis 500-750
mg/m2 LPB diberikan melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan dan
prednison intermittent atau alternating (AD) 40 mg/m2 LPB/hari selama 12
minggu. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgbb/hari
selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama 1 bulan (lama
tapering off 2 bulan).
atau
Prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu),
kemudian dilanjutkan dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgbb/hari dosis
tunggal selama 12 minggu dan prednison alternating (AD) 40 mg/m2
LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis
1 mg/kgbb/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama
1 bulan (lama tapering off 2 bulan).
4. Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau
sitostatik
dianjurkan
untuk
pemberian
siklosporin
dengan
dosis
4-5
atau
dependen
steroid,
CyA
dapat
menimbulkan
dan
25
atau 25-30 mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 24 bulan. Efek samping MMF adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.
Ringkasan tata laksana anak dengan SN relaps sering atau dependen steroid
dapat dilihat pada Gambar 6.
Keterangan :
1. Pengobatan steroid jangka panjang
2. Langsung diberi CPA
3. Sesudah prednisone jangka panjang
26
27
Keterangan:
Prednison
alternating
dosis
40
mg/m2LPB/hari
selama
pemberian
2. Siklosporin (CyA)
Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total
sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.
Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi
gingiva,
dan
juga
bersifat
nefrotoksik
yaitu
menimbulkan
lesi
dkk.
(1990)
melaporkan
pengobatan
SNRS
dengan
metil
29
Obat imunosupresif lain yang dilaporkan telah digunakan pada SNRS adalah
vinkristin, takrolimus, dan mikofenolat mofetil. Karena laporan dalam
literatur yang masih sporadik dan tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka
obat ini belum direkomendasi di Indonesia.
Skema tata laksana sindrom nefrotik selengkapnya seperti terlihat pada
Gambar 8.
30
PEMBERIAN
OBAT
NON-IMUNOSUPRESIF
UNTUK
MENGURANGI
PROTEINURIA
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor
blocker (ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara
kerja kedua obat ini dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui
31
keduanya
merupakan
sitokin
penting
yang
berperan
dalam
diberikan
suntikan
dosis
tunggal
imunoglobulin
intravena
trombosis
telah
ditegakkan
dengan
pemeriksaan
fisis
dan
meningkatkan
morbiditas
kardiovaskular
dan
progresivitas
glomerulosklerosis.
Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat
sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup
dengan pengurangan diit lemak. Pada SN resisten steroid, dianjurkan untuk
mempertahankan berat badan normal untuk tinggi badannya, dan diit
rendah lemak jenuh. Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid
seperti inhibitor HMgCoA reduktase (statin).
33
4. HIPOKALSEMIA
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena :
Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis
Kebocoran metabolit vitamin D
Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama
(lebih dari 3 bulan) dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-500
mg/hari dan vitamin D (125-250 IU).32 Bila telah terjadi tetani, diobati
dengan kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb intravena.
5. HIPOVOLEMIA
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin,
dan sering disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus NaCl
fisiologis dengan cepat sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan
disusul dengan albumin 1 g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat
10 tetes per menit). Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria,
diberikan furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.
6. HIPERTENSI
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan
penyakit SN akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi diawali dengan
inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme), ARB (angiotensin receptor
blocker) calcium channel blockers, atau antagonis adrenergik, sampai
tekanan darah di bawah persentil 90.
7. EFEK SAMPING STEROID
Pemberian steroid jangka lama akan menimbulkan efek samping yang
signifikan, karenanya hal tersebut harus dijelaskan kepada pasien dan
34
35
of
steroid
sensitive
nephrotic
syndrome:
revised
nephrotic
36