hemodinamik) dan disfungsi pulmonal(acute lung injury atau ALI atau ARDS(Acute Respiratory
Distress Syndrome) kemudian disusul oleh disfungsi hepar,gastrointestinal,renal dan otak. Sepsis
dengan hipotensi menetap walau telah cukup diresusitasi cairan disebut Syok septik akibat
vasodiltasi,hipovolemia dan disfungsi myokardial.
Disebut syok distributif karena penurunan tahanan perifer yang menyebabkan distribusi darah di
perifer/sistem vena yang diduga oleh pengaruh endotoksin atau mediator lain.
Etiologi :
Penyebab yang paling sering adalah kuman gram negatif (Escheria Coli,Enterobcter,Kelbsiela,
Pseudomonas) tetapi kuman gram positip terutama streptococcus,staphylococcus,dan jamur
terutama candida serta virus juga bisa menyebabkan syok septik.
Diagnosa sepsis :
A.Faktor predispoisi :
Adanya faktor predisposisi cenderung lebih tinggi resiko berkembangnya sepsis:
1. Pasien immuno kompromised dimana daya immunitasnya menurun :
Diabetes mellitus,cirrhosis hepatis,malnutrisi,kemoterapi,radioterapi,terlalu tua, multiple
trauma,transplant resipient,AIDS,alkoholism dan pemakai steroid dan malignancy.
2.Prosedur invasif:
Pembedahan,kateter vaskular atau urine
B.Manifestasi klinis:
Pengamatan signs dan simptoms baik sistemik maupun lokal berkaitan dengan infeksi haruslah
lebih dini untuk mempersiapkan pengelolaan yang cepat dan tepat sebelum berkembangnya
sepsis.
1. Sign dan simptom sistemik :
- Demam : paling sering tetapi bisa normo atau hipotermi terutama pada orang tua, penderita
uremia dan cirrhosis hepatis.
- Menggigil,batuk,takipnoe ,dispnoe,mual dan muntah.
Takikardi hampir selalu ada tetapi bisa absen pada gangguan konduki jantung
disfungsi autonomik,pemakai beta adrenergik atau calcium channel blocker.
telentang dan tegak untuk menentukan adanya udara bebas(free air), kalau sulit posisi tegak
maka lateral dekubitus sebagai alternatif.
Patofisiologi syok septik :
Bagaimana mekanisme terjadinya syok yang menyertai sepsis masih tanda tanya. Beberapa para
ahli berpendapat masuknya kuman menyerbu darah atau kuman tetap ditempat tetapi melepaskan
endotoksin, tubuh merespons dengan membentuk pro inflamatory cytokines berupa tumor
nekrosis faktor@ dan zat vasodilator seperti Nitric Oxid(NO),prostacycline dan pada saat yang
sama tubuh juga membentuk anti inflamatory cytokines(Interleukin 10.11,13 etc).
Bila pro inflamatory dominan maka akan terjadi SIRS(Sepsis).Tetapi bila anti inflamatory yang
lebih dominan maka akan terjadi penekanan terhadap immunitas sehingga peka terhadap infeksi.
Respons inflamasi sistemik berupa pelepasan mediator akan menimbulkan disfungsi organ
kardiovascular(mendepressi otot jantung,vasodilatasi arteri dan vena,peningkatan permeabilitas
kapiler,meningkatnya agregasi sel darah (mikro emboli) dan disfungsi paru berupa ARDS atau
akut lung injury dan akhirnya terjadi MODS (Multiple Organ Dysfunction Syndrome)(50%).
Bersama penurunan resistensi vaskular yang luar biasa (40%) dan depressi myokard yang berat
(10%) terjadi hipotensi yang tidak responsif dengan terapi akhirnya berujung dengan kematian.
Gambaran klinis :
1. Hiperdinamik/warm septic shock
Merupakan
stadium
permulaan,ektrimitas
hangat,merah
kering.
Hiperventilasi,hipotensi,takikardi,cardiak output meningkat,SVR rendah,CVP normal. A-VDO2
menyempit karena bertambahnya AV shunt,defect cellular yang tak mampu mengambil O2.
2. Hipodinamik/Cold septic Shock
Stadium lanjut karena tidak respons terhadap terapi atau stadium awal pada pasien sepsis dengan
kelainan jantung atau hipovolemik sebelumnya.Ektrimitas dingin,pucat,basah dan
cyanosis,oliguri hipotensi, takikardi,vasokonstriksi,SVR meningkat,CVP rendah. Kebocoran
kapiler menyebabkan hipovolemia.
PEMANTAUAN :
Hemodinamik dan Oksigenasi jaringan:
Tekanan darah tidak bisa digunakan untuk menilai derajat syok terutama syok septik apalagi
tekanan darah tidak memberi gambaran perfusi jaringan dimana pelepasan katekol amin pada
syok sehingga tekanan darah dipertahan kan normal walaupun hipovolemia, namun turunnya
tekannan darah adalah tanda yang jelek apalagi disertai dengan takikardi >120x/menit biasanya
karena hipovolemik.
Pemantauan tekanan darah pada syok septik sebaiknya pengukuran langsung lewat kateter intra
arterial dimana lebih akurat dibandingkan dengan cara tak langung dimana terjadi vasokonstriksi
selama syok mempengaruhi hasil teraan dan sekalian untuk sample darah arteri guna
pemeriksaan analisa gas darah.Namun nilai tekanan darah arteri yang cukup tidak
menggambarkan curah jantung yang cukup karena bisa saja karena vasokonstriksi yang hebat.
Pemantauan hemodinamik sentral langkah yang paling tepat apakah CVP atau PAWP. CVP
berguna tapi terbatas, hanya menggambarkan tekanan rata-rata atrium kanan, yang merefleksikan
tekanan akhir diastolik ventrikel kanan atau preload venrikel kanan, bila tidak ada hipertensi
pulmonal maka preload ventrikel kiri dan kanan sama walaupun nilai absolut berbeda. Namun
adanya hipertensi pulmonal,tension pneumothorak kardiak tamponade,kelainan klep
jantung,intracardiac shunt, maka CVP tidak digunakan untuk menilai volume
intravaskular(preload ventrikel kiri).
Dengan demikian kalau CVP rendah berarti volume intravaskular rendah namun kalau CVP
normal atau tinggi interpretasi volume intravaskular sulit. Infus yang cepat lewat kateter CVP
dapat mendistorsi tekanan diujung kateter sehingga nilai CVP jadi tinggi.
Untuk syok sepsis lebih akurat menggunakan kateter arteri pulmonalsi, sekaligus dapat menilai
tekanan atrium dan ventrikel kanan ketika melewati kamar ini dan menilai tekanan arteri
pulonal(PAP) serta tekanan arteri pulmonal waktu ditutup (PAOP)(Pulmonal artery occlusion
pressure) yang menggambarkan tekanan atrium kiri dan sekalian tekanan pengisian ventrikel kiri
akhir diastolik) yang merupakan preload ventrikel kiri.Kateter PA bisa digunakan untuk menilai
kardiak output dengan tehnik thermodilusi dan penilaian mixed venous oxyhaemoglobine
saturation (SVO2).
Penurunan delivery oksigen (DO2) apakah oleh karena menurunnya kardiak output atau saturasi
O2 menyebabkan penurunan SVO2.DO2 ditentukan oleh oksigen content dalam darah arteri
(CaO2) dan CO. CaO2 ditentukan oleh saturasi oksigen dalam darah arteri(SaO2) dan Hb.
CaO2 =( Hb x 1,34 x SaO2) +(PaO2 x 0,0031)
DO2 = CaO2 x CO x 10(dikali 10 karena CO dalam L sedangkan CaO2 per 100 cc).
Biarpun Hb turun 1/3 kalau volume plasma normal dan kontraksi jantung baik maka
dikompensasi dengan naiknya CO 3x lipat sehingga DO2 tetap.
VO2 adalah oksigen konsumsi dipakai sebagai petunjuk cukupnya oksigenasi jaringan.
VO2 = CO x (CaO2-CvO2)x10 normal = 180-280 ml/menit.
CvO2= (Hb x 1,34x SvO2)+ (0,0031xPvO2)-> SvO2 normal=65-75%
O2 extracton ratio(O2ER)= VO2/DO2x100 -> O2ER normal = 25-30%
Kriteria hipoksia jaringan pasien kritis :
1. Konsentrasi laktat darah meningkat,dengan asidosis
metabolik
2. SvO2 rendah < 60-65%
3. O2ER tinggi > 35-40%
RAP(CVP)
2-8 mmHg
RVP
Sistolik 20-30mmHg, diastolik<RAP
PAP
Sistolik 20-30mmHg diastolik 5-15
PAOP
2-12 mmHg harus < diastolik PAP
CO
4-6 l/menit, dewasa
SvO2
65-75 %
Bila MAP dibawah 60 mmHg diperlukan vasopressor terapi, indikasinya kalau CO dan tekanan
darah sangat turun serta SVR rendah. Bisa diberikan nor epinefrin 0,01-0,10 mikrog/kg/menit
mulai 0,05 mikrog/menit. Nor epinefrin menaikkan tekanan darah dengan menstimulasi reseptor
alfa 1 menaikkan SVR dan reseptor beta 1 meningkatkan CO dan efek pada pembuluh renal
tergantung pada tekanan darah sistemik. Pada pasien sepsis bisa menaikkan GFR dan diuresis.
Untuk kombinasi inotropik dan vasopressor, dopamin biasanya dimulai 5 mikro/kg/mnt dan jika
perlu ditingkatkan sampai 15-20 mikro/kg/mnt namun jika pasien tetap hipotensi nor epinefrin
bisa ditambahkan dan dopamin diturunkan sampai dosis rendah(2-3 mikro/kg/menit) untuk
mempertahankan perfusi renal dan splancnik.Bila tekanan darah cukup tetapi tanda kurang
perfusi masih ada(oliguri, perubahan status mental atau laktat asidosis) tambahan resusitasi
cairan biasanya diperlukan.
Apabila preload tidak cukup dan dukungan inotropik (dobutamin) diberikan hanya kalau preload
cukup.Pada keadaan hipodinamik (cold shock) terjadi vasokonstriksi yang hebat, bila tak respons
dengan pemberian volume dianjurkan pemakaian vasodilator (nitrogliserin) atau nitropruside
maupun hidralazine.
Pertanyaannya apakah koloid atau kristaloid yang dipilih dalam kondisi sepsis ?
Dalam kondisi kebocoran kapiler dimana cairan intravaskular bergeser ke ruang interstitial maka
yang pro koloid mengatakan koloid dapat mempertahankan tekanan osmotik koloid plasma
sehingga penumpukan cairan dalam ruangan interstitial bisa dikurangi. Sedangkan cairan
kristaloid malah sebaliknya sehingga resiko edema paru besar. Yang pro kristaloid beralasan
bahwa dalam kondisi kapiler yang sudah bocor biarpun albumin atau koloid tetap keluar
terperangkap dalam ruangan interstitial sehingga resiko edema paru tak bisa dicegah disamping
harganya mahal dan reaksi anapilaktoid. Hauser cs menemukan kelompok pasien kritis yang
mendapat koloid tidak terjadi odem paru atau terperangkapnya albumin dan perbaikan
hemodinamik yang lebih baik dibandingkan yang mendapat cairan kristaloid ditemukan fungsi
paru yang memburuk dan perbaikan hemodinamik yang cukupan. Apel dan Shoemaker juga
menemukan adanya perbaikan yang lebih baik hemodinamik dan DO2(delivery oksigen) pada
kelompok koloid dibandingkan kelompok kristaloid.
Apakah albumin atau koloid sintetik yang lebih baik pada pasien kritis?
Yang pro albumin memilih albumin karena kemampuannya mengekspansi volume intra vaskular
dan mempertahankan tekanan onkotik karena albumin dalam keadaan normal adalah protein
utama penentu tekanan onkotik plasma.Kelompok lain meneliti tidak berbeda dengan koloid
sintetik dalam mempertahankan hemodinamik, mengekspansi intravaskular dan meningkatkan
tekanan onkotik plasma. Tetapi pada hipoalbuminemia, biarpun lebih mahal tetap lebih terpilih
apalagi obat-obat yang terikat albumin akan meningkat kadarnya dalam bentuk bebas sehingga
resiko toksis yang lebih besar.
Bila koloid yang dipilih koloid yang mana?
Sediaan kanji hidroksietil molekul sedang dan besar memberikan efek plasma volume dan DO2
lebih besar dan bertahan lama daripada koloid lain,disamping mempunyai efek menyumpal
(sealing effect) pada kebocoran kapiler sehingga bermanfaat pada pasien sepsis dengan gagal
organ atau masih mengancam untuk mencegah kebocoran kapiler dan odema jaringan.
Hidroksietil starch (HES 200/0,5) 6% (molekul sedang) menetap dalam sirkulasi 4-8 jam dan
(HES 450/0,7)6% (molekul besar) bertahan dalam sirkulasi (8-12) jam, dapat memperbaiki DO2,
VO2(konsumsi O2) dan CI(Cardiac Index) pada pasien kritis sepsis, trauma maupun ARDS.
Kecukupan oksigenasi jaringan sulit dinilai tanpa menghubungkan DO2 dan VO2 terutama pada
syok septik dapat terjadi hipoksia jaringan walaupun aliran darah, tekanan dan oksigenasi
sistemik normal. Dilaporkan bahwa peluang untuk hidup pasien syok septik lebih besar kalau
curah jantung dan VO2 diatas normal. Dalam kondisi hipoksemia penghantaran oksigen
hendaknya dimaksimalkan dengan mempertahankan kadar Hb normal(12-14)g% dengan
transfusi dan tekanan pengisian ventrikel kiri yang cukup agar kardiak output normal atau
tinggi.Perlu diingat rembesan cairan kedalam interstium paru dan alveolus yang mengganggu
difusi dengan akibat hipoksemia haruslah dikurangi cairannya dengan memindahkan cairan
interstitial kedalam intravaskular dengan hukum Starling yaitu menurunkan tekanan hirostatika
atau menaikkan tekanan osmotik koloid plasma. Prinsipnya ruangan intravaskular terisi adekuat
dan pasien tidak dehidrasi. Dengan pemberian diuretika sambil mengevaluasi gas darah arteri
sebelum dan sesudah pemberian, bila ada perbaikan oksigenasi arteri maka pemberian diuretika
bisa diulangi sampai tidak ada respons.
Menurut Schumer steroid dosis tinggi (metilprednisolon 30mg/kg atau dexametason (6 mg/kg)
dapat meningkat survival rate pasien syok septik. Sprung Cs meneliti, steroid dosis tinggi dapat
memperbaiki syok septik dini. Diduga stroid mempunyai efek inotropik terhadap jantung dan
mild alpha adrenergic blocker dengan demikian memperbaiki perfusi jaringan, stabilisasi
membran mitokonria dan mengurangi pelepasan enzim lisozom. Peneliti lain menganjurkan
pemberian steroid kalau ada insufisiensi adrenal itupun dengan dosis rendah. Ini semua masih
kontroversil termasuk pemberian prostaglandin, indometasin, nalokson dan fibronectin.
Yang tidak kurang pentingnya adalah penanganan penyulit seperti koagulopati, perdarahan
gastrointestinal dan gagal organ serta pembedahan membuang sumber infeksi dan lakukan
continous renal replacement therapy(CRRT) sedini mungkin. Yang terakhir namun paling
penting adalah pemilihan antibiotika yang tepat dan diberikan sedini mungkin. Pemilihan
antibiotika yang tepat tergantung tempat infeksi yang diduga dan adanya penyakit yang
bersamaan seperti diabetes, gagal ginjal, kehamilan dan alergi obat-obatan. Tempat infeksi yang
paling sering menyebabkan sepsis urutannya adalah traktus urinaria,digestivus dan respiratorius
diikuti kulit dan jaringan lunak.
Bila sumber infeksi pada pemeriksaan permulaan tidak jelas, maka kemungkinan paru atau
abdomen sedangkan kuman yang paling sering menyebabkan sepsis urutannya esscheria coli,
klebsiela, enterobacter dan pseudomonas aeruginosa. Hasil kultur dan sensitivity test dianjurkan
untuk pemilhan antibiotika namun kultur tidak tersedia maka bisa berdasarkan suspek tempat
infeksi dimana bisa diduga kuman yang paling sering sebagai kausanya umpama infeksi traktus
urinaria adalah escheria coli yang paling sering dan 20-30% escheria coli resisten terhadap
ampicillin
maka
option
antibiotika
adalah
cephalosporin
generasi
ke3,quinolone,trimethoprim(sulfamethoxazole) atau aztreonam.
Infeksi intra abdominal biasanya polymicrobial melibatkan aerob maupun anaerob kombinasi
antibiotika lebih dianjurkan seperti clyndamicin atau metronidazol + aztreonam atau
amphicillin+ metronidazole + aztreonam atau cephalosporin generasi kedua(cefoxitin,cefotetan)
+ aminoglikoside tetapi tak direkomendasikan pada koagulopati yang berat. Infeksi traktus
respiratorius yang paling sering pneumonia oleh streptococcus pneumonia dan haemophilus
influenzae, eritromicin adalah antibiotic of choice.
Bila curiga gabungan keduanya berikan eritromisin dan cephalosporin generasi 2 at 3. Infeksi
kulit (cellulitis ) paling sering oleh sebab staphylococcus aereus atau streptococcus beta
hemolitikus. Pada luka terinfeksi biasanya clostridium perfringens, pada cellulitis facial atau
orbital adalah hemofilus influenza, maka antibiotika terpilih adalah cefazolin, nafcilin,
vancomisin atau penicillin G (untuk clostridium perfringens atau beta hemolitycus
streptococcus).
Infeksi CNS seperti meningitis biasanya disebabkan streptococcus pneumonia atau Nisseria
meningitidis tampaknya cefotaxime atau ceftriaxone bisa digunakan. Encefalitis biasanya
kebanyakan disebabkan virus berikan acyclovir atau valcyclovir. Abscess otak bisa disebabkan
oleh polimikrobial areobic dan anaerobic streptococcus, stapilokokus dan bakteri gram negatif,
terpilih penicillin, metronidazole dan cephalosporin generasi ke-3.
Infeksi jamur selalu dicurigai adanya faktor predisosisi luka bakar berat, malignancy, terapi
antibiotika, transplantasi, neutropenia, endopthalmitis, CVP, biasanya disebabkan candida
albicans obat terpilih adalah metronidazole atau vancomycin.
Bila syok telah terkendali ,hemodinamik baik dan stabil pertimbangkan pemberian nutrisi
dimana kebutuhan kalori 30-35 kcal/hari setiap kenaikan suhu 1 derajat ditambah 12% untuk
mengimbangi proses katabolisme tinggi pada sepsis. Kebutuhan nitrogen minimal 0,095
g/kg/hari, untuk mencapai balans nigrogen positif maka kalori harus tinggi dan rasio nitrogen
kalori
minimal
1:200.
Sumber karbohidrat (KH) karena penderita sepsis resisten insulin untuk mencegah hiperglikemia
sebaiknya pemberian glukose maksimal 200 g/hari. Mungkin fruktose lebih baik karena insulin
independen, lebih cepat dimetabolisir dihati mempunyai nitrogen sparing effek lebih baik dari
pada glukosa. Namun tidak sepenuhnya insulin independen karena untuk merubah fruktosa jadi
glukosa masih butuh insulin, kalau diberikan secara cepat dan konsentrasi >5% bisa
menimbulkan asidosis laktat.
Pilihan lain adalah gula alkohol (sorbitol, xylitol) dengan pemberian yang tidak terlalu cepat dan
tak>5% bisa dicegah terjadinya asidosis laktat juga insulin independen. Perlu pemberian insulin
untuk mengontrol kadar gula dengan ketat (80-110)mg%. Lemak sebagai sumber kalori terbesar
untuk keutuhan dinding sel, tanpa sparing efek dengan protein memerlukan kombinasi dengan
KH yang optimal, 30-40% dari total kalori. Diberikan 1,5-2g/kg/hari diberikan cukup 2x
seminggu, kalau terlalu banyak menimbulkan emulsi dalam plasma.
Sumber nitrogen, yang baik asam amino bentuk L, asam amino bercabang diberikan dalam
komposisi yang lebih banyak, diberikan bersamaan KH minimal ratio 1:200. Pada sepsis perlu
balans nitrogen positip untuk sintese protein jaringan dan enzim. Tetapi kondisi katabolisme
yang tinggi protein dibatasi 40 gram/hari. Pada pasien gagal ginjal diberikan protein rendah dan
kalori tinggi. Pemberian vitamin perlu untuk katalisator dalam metabolisme. Pada sepsis yang
berat berikan recombinant activated protein C. Turunkan demam dengan selimut hipotermi
sebesar 5-10 derajat C dikombinasi dengan chloorpromazin atau salisilat dengan central anti
piretik, juga menghambat pelepasan plasma kinin dan menimbulkan keringat.
RINGKASAN:
Syok septik, prognosenya jelek pencegahannya lebih diutamakan. Sumber infeksi yang paling
sering menimbulkan sepsis adalah traktus urinaria, digestivus, respiratorius, diikuti kulit dan soft
tissue. Kuman yang paling sering menimbulkan sepsis adalah escheria coli, klebsiella, dan
pseudomonas aeruginosa.
Demam paling sering merupakan gejala sistemik yang ditimbulkan oleh infeksi, walaupun
kadang kala normal bahkan hipotermi terutama pada orang tua, uremia, alkoholisme dan gagal
hepar. Gangguan kogulasi yang paling sering pada sepsis adalah thrombositopenia.
Oksigenasi jaringan yang adekuat adalah tujuan utama terapi syok dengan meningkatkan DO2
dan VO2 dengan meningkatkan CO dan CaO2. Peningkatan CO dengan meningkatkan
kontraktilitas jantung dengan obat inotropik bila MAP diatas 60 mmHg dan preload ventrikel kiri
dengan volume cairan yang cukup. Peningkatan CaO2 dengan meningkatkan Hb dan SaO2 serta
PaO2. Penilaian preload ventrikel kiri dipantau dengan kateter PA dimana bisa dinilai juga CO
dan SvO2 (mixed venous oxygen saturation) untuk menilai oksigenasi jaringan.
Cairan HES tampaknya cukup baik pada kebocoran kapiler karena punya seal effect. Antibiotika
sebaiknya diberikan setelah diketahui hasil kultur dan sensitivity test. Dalam kondisi tidak ada
fasilitas bisa diberikan antibiotika berdasarkan lokalisasi infeksi dengan kuman paling sering
penyebabnya.
Terapi membuang sumber infeksi seperti pembedahan, drainage, mengganti kateter vena, arteri,
sonde lambung dan lain-lain sangat menunjang keberhasilan terapi. Yang paling utama adalah
life saving dengan mengendalikan hemodinamik dan respirasi.
Rujukan:Faked
1. Zimmermann L.J,Taylor R Cs: Life threatening infections;in Fundamental Critical Syllabus,
USA, 1996
2. Basic Hemodynamic monitoring. Fundamental Care Critical Syllabus,USA 1996.
3. Diagnosis and Management of Shock, FCCS, USA 1996.
4. Brown, BE, Cs; Shock A physiologic Basis Treatment, Year Book Medical Publishers Inc,
Chicago.1972.
5. Sunatrio S; Resusitasi Cairan, Media Aesculapius, Faked UI, 2000.
6. Sumartomo T; Syokseptik Permasalahan dan Penanganannya, Simposium Shock Surabaya
1990.
7. Leksana E; SIRS, SEPSIS, Keseimbangan asam basa ;Faked Undip, 2006.
Salah satu bentuk allergi atau hipersensitivitas yang bereaksi cepat. Hipersensitivitas adalah
keadaan yang disebabkan reaksi immunologik spesifik yang ditimbulkan oleh allergen atau
antigen sehingga terjadi reaksi patologik. Jadi reaksi anapilaktis itu adalah interaksi antigen
dengan sel jaringan yang telah disensitasi oleh reagenik antibodi yang menyebabkan
pembentukan zat-zat aktif amine yang dapat merusak jaringan lebih lanjut. Reaksi anapilaktis itu
bisa berupa gejala lokal (urtikaria, rhinitis, angioneurotik odem) atau sistemik (syok anapilaktis).
Apa saja penyebab reaksi anapilaktis?
a. Medikasi : antibiotika, medium kontrast, obat anestesi lokal(prokain), substansi
koloid(dextran,hidroksiethylstarch),transfusi darah,protamin,immunoglobulin A. Antibiotika
sering
penicillin,sulfonamid,bete
laktam,sefalosforin,vancomisin
dan
lain-lain.
b. Protein eksogen, polisacharida (serum, vaksin, gigitan serangga dan lain lain).
Bagaimana terjadinya syok anapilaktis ?
Reaksi antigen dan antibodi spesifik yang diperankan oleh immunoglobulin E(IgE) membentuk
sensitized complex akan melekat pada basopil atau mast cell. Yang menyebabkan degranulasi sel
akan melepaskan zat perantara(mediator) yang punya unsur farmakologik aktif seperti serotonin,
asetilkolin, kateolamin, bradikinin, prostaglandin Slow Reactin Substance A (SRS-A), histamin
dan lain lain. Mediator inilah bila dilepaskan ke sirkulasi akan bertemu dengan reseptor
dijaringan dan menimbulkan reaksi terutama pada arteriole, venule dan otot-otot polos lainnya.
Perubahan yang khas terjadi antara lain:
Vasodilatasi arteriole dan venule menyebabkan pengumpulan darah didaerah splanchnicus oleh
pengaruh histamin. Sedangkan serotonin menyebabkan vasokonstriksi spinkter arteriole.
Bradikinin menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat sehingga cairan plasma keluar
menyebabkan hipovolemi. Baik oleh karena pengumpulan darah di splancnikus maupun
rembesan keluar kapiler bersama-sama menimbulkan semua gejala syok.
Bagaimana tahunya ada syok ?
Keadaan ini haruslah dideteksi secara dini agar tidak masuk kestadium irreversible, dimana
semua tindakan akan sia sia. Kita ketahui stadium syok mulai stadium kompensasi masuk
stadium dekompensasi akhirnya terjerumus masuk stadium irreversible. Dalam stadium
kompensasi dimana tubuh masih mampu mengatasi sendiri tanpa bantuan dari luar dengan
meningkatkan refleks simpatis berupa :
Resistensi sistemik meningkat untuk redistribusi darah dari organ kelas dua ke organ kelas
satu(otak, jantung, paru) dan resitensi arteriole meningkat sehingga tekanan diastolik meningkat
sehingga perfusi koroner adekuat, Denyut jantung meningkat sehingga volume semenit
meningkat. Sekresi vasopressin, renin angiotensin aldosteron meningkat sehingga ginjal
menahan air natrium untuk mempertahankan volume sirkulasi.
Ini semua menyebabkan gejala klinis takikardi, kulit pucat, akral dingin, pengisian kapiler
(Capillary Refill Test) < 2 detik dengan cara menekan kuku sampai pucat kemudian dilepas
sampai timbul merah lagi.
Dalam stadium dekompensasi :
Perfusi jaringan sudah memburuk dimana terjadi hipoksia sehingga timbul metabolisme an aerob
dimana laktat meningkat terjadi laktat asidosis ini menyebabkan kontraktilitas myokard
terhambat terjadi bradikardi. Gangguan metabolisme energi ditingkat selular fungsi lisozom dan
mitokonria jelek menyebabkan kerusakan sel. Pelepasan mediator membentuk oksigen radikal
dan platelet agregating factor menyebabkan thrombus disertai tendensi perdarahan.
Terjadi vasodilatasi arteriol dan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga venous return,
menurun dan volume semenit menurun. Gejala klinis terlihat tekanan darah sangat turun, oliguri,
kesadaran menurun. Bila masuk ke stadium irreversible dimana cadangan fosfat berenergi
tinggi(ATP) terkuras habis terutama dijantung dan hepar tubuh kehabisan energi akhirnya terjadi
MOF (Multiple Organ Failure). Perlu diketahui hipotensi tidak identik dengan syok, pasien yang
semula hipertensi mungkin saja dengan tensi normal tetapi sudah dalam keadaan syok sementara
pasien menderita hipotensi yang sudah lama dengan tensi rendah malah tidak syok. Sehingga
dalam pengelolaan pasien syok bukan masaalah tensinya tetapi ada gangguan perfusi atau belum.
Dengan demikian kita bukan memperbaiki tensimeter walaupun penderita syok tensinya
cenderung menurun. Kalau saja kita tahu tensi sebelumnya bisa saja kita menduga terjadi pre
syok bila tensi systolik turun >20%. Tetapi yang paling penting adalah gejala gangguan perfusi.
Yang dapat dikenal secara kasar dengan gejala perifer seperti akral dingin, kulit pucat,
berkeringat dingin, nadi cepat lemah ,mengantuk dan gelisah.
Kesan suatu manifestasi klinik syok anapilaktis adalah :
a. Timbul(onset) : dalam beberapa detik atau menit.
b. Penyebab suntikan : antibiotika(penicillin), serum, obat lokal anestesi(prokain) oral : Asam
salisilat, Yodium, Gigitan serangga.
c. Manifestasi :
Kulit : urtikaria, eritema, angioneurotik, odem.
Pencernaan: mual, muntah, kolik.
Pernafasan : Rhinitis, Batuk, Odema Laring, Bronkospasmo(asma).
Sirkulasi : Hipotensi, Takikardi henti jantung
CNS : pusing, gelisah, tremor, kesadaran menurun.
Bagaimana pengelolaannya?
Dasar pengelolaan syok napilaktis adalah :
Antihistamin dan kortikosteroid hanya bersifat supportif saja tidak bisa diberikan tunggal saja
Ringkasan :
Mencegah atau mengantisipasi terjadi reaksi anapilaktis sebab dengan pemberian obat-obat
tertentu penting untuk persiapan yang lebih baik; Mengenal gejala syok lebih awal sangat
penting agar tidak terjerumus ke stadium lanjut. Pengelolaan diprioritaskan pada perbaikan
keadaan umum pasien. Sementara ini adrenalin sebagai obat terpilih pada kasus syok anpilaktis
dan nor adrenalin tak bisa menggantikannya. Antihistamin dan kortikosteroid hanya sebagai obat
supportif saja.
Kepustakaan :
1. Grunert A ; New Concept of Shock Oneday Course On Critcal Medicine Update, Agustus,
Jakarta.
2.Haymagi : Shock and intensive course of perenteral nutrition. RS.Sarjito Yogya 1986.
3. Syok anapilaktis dan transfusi darah, RS Hasan Sadikin, Bandung,1979.
4. Farmakologi dan Terapi, ed.2 Bhg Farmakologi, UI Jakarta 1980.
5. Obat-obat emergensi, Materi pelatihan GELS, RS dr.Sutomo Surabaya, 2005.