Anda di halaman 1dari 15

BRAIN DRAIN, MASALAH BESAR BAGI NEGARA

BERKEMBANG
Abstraksi
Brain drain adalah peristiwa para ahli-ahli dari suatu negara berkembang menuju ke
negara yang lebih maju. Brain drain telah banyak dituduh sebagai bentuk kemunduran
suatu bangsa karena banyak ahli-ahli yg meninggalkan negaranya dan karena jg negara
yang tidak mampu membuat para ahli-ahli itu tetap meniti karir di negaranya sendiri.
Biasanya mereka-mereka yang hijrah ke luar negeri itu adalah ilmuwan, insinyur, dokter,
pakar IT, dan ahli-ahli lainnya. Tentu saja ini sebuah kerugian besar karena jika kita
telaah lebih lanjut, negara harus menggunakan SDM dari luar negeri sementara di dalam
negeri para ahli-ahliny sudah pindah ke luar. Tentu saja, SDM yang diimpor dari luar
diiming-imingi bayaran yang lebih tinggi. Hal ini juga yang membuat para ahli-ahli
dalam negeri enggan berkarir di negerinya sendiri, banyak perusahaan-perusahaan
swasta, bahkan perusahaan milik negara yang bersedia membayar lebih tinggi untuk
tenaga impor yang kemampuannya sama dengan tenaga lokal yang dibayar lebih rendah.
Migrasi internasional kini semakin menjadi permasalahan yang menyita perhatian banyak
pihak. Transisi pada ilmu pengetahuan berbasis ekonomi menciptakan lebih banyak
pangsa pasar yang terintegrasi bagi mereka yang mempunyai bakat dan keahlian yang
tinggi. Bakat dan keahlian tersebut menjadi aset yang sangat berharga dalam percaturan
ekonomi dunia. Akibatnya, gelombang brain drain dari negara-negara berkembang
semakin menguat. Munculnya diaspora yang sangat luas adalah sebuah konsekuensi dari
perburuan terhadap kesempatan terbaik bagi negara berkembang.
Paper ini berusaha mengidentifikasi fenomena brain drain yang umumnya terjadi pada
negara-negara berkembang. Secara khusus, paper ini akan menguraikan problematika dan
tantangan negara berkembang dalam pengembangan SDM dan sarana/fasilitas terkait
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disebabkan oleh brain drain. Pada akhir
tulisan, penulis menyuguhkan pola pengembangan SDM dan pengadaan sarana/fasilitas
guna mencegah dan mengatasi timbulnya efek negatif dari brain drain dengan
melakukan studi analisa terhadap keberhasilan India dalam mewujudkan reversed brain
drain. Sehingga diharapkan dengan terjadinya reversed brain drain, maka pembangunan
ekonomi
negara
berkembang
dapat
berjalan
lancar.
Kata Kunci: Brain drain, Sumber Daya Manusia, Pengembangan Fasilitas,
Keberhasilan India.

Pendahuluan
Sejarah melukiskan bahwa pasca meletusnya Perang Dunia II telah meyebabkan para
tenaga ahli dan terdidik dari berbagai belahan dunia, terutama Eropa, bermigrasi dari satu
negara ke negara lainnya. Kemenangan yang diperoleh oleh negara-negara Sekutu
membawa para imigran ahli untuk menjadikan negara tersebut sebagai pelabuhan ilmu.
Berkisar pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, bermigrasinya para tenaga ahli dari
negara berkembang seperti ke negara maju semakin meningkat. Hal ini terjadi terutama
1

ke negara-negara yang memberikan banyak keunggulan dan kesempatan (land of


opportunity).
Dan akhir-akhir ini semakin banyak profesional (orang-orang berpendidikan tinggi,
berbakat dan terlatih) terbaik negara-negara berkembang hijrah atau meninggalkan
negaranya yang miskin ke negara-negara maju (negara-negara industri) seperti Amerika
Serikat, Inggris, Kanada, dan Australia. Mereka itu adalah para ilmuwan, informatisi (ahli
ICT), arsitek, insinyur, akademi, dokter, dan para ahli lainnya. Peristiwa ini lebih dikenal
dengan istilah brain drain. Dimana peristiwa Brain drain ini merupakan kerugian besar
bagi negara yang ditinggalkan.
Brain drain ini hampir sama dengan peristiwa aglomerasi. Aglomerasi adalah keadaan
dimana penduduk di suatu negara terpusat di daerah perkotaan, terutama pendudukpenduduk yang berkualitas. Tujuan mereka pindah ke kota adalah karena prospek
ekonomi yang menjanjikan. Sama seperti brain drain ini, dimana orang-orang yang
pandai akan pindah ke negara maju, dengan tujuan yang salah satunya sama dengan
aglomerasi tadi. Sehingga banyak orang-orang pandai terpusat di negara-negara maju.
Perbedaanya hanya kalau aglomerasi terjadi hanya di suatu negara, yaitu antar daerah
saja. Sedangkan brain drain terjadi di seluruh dunia yang meliputi banyak negara, yaitu
baik negara maju maupun negara berkembang.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh UNCTAD, dapat diketahui bahwa dokter,
informatisi (ahli ICT), insinyur serta ahli-ahli liannya dari negara-negara miskin setiap
tahun terus mengalir ke negara-negara makmur dan maju. Riset ini dilakukan setiap tahun
yaitu di 50 negara kurang maju, antara lain 8 negara Asia, 33 negara Afrika, 8 kepulauan
dan Haiti. Terlihat bahwa brain drain alias human capital flight dari negara-negara di
kawasan itu terus meningkat. Pada 1990 jumlahnya mencapai 16,5%. Dan sekarang
jumlah itu meningkat menjadi 21,4%. Jumlah brain drain tertinggi berasal dari Haiti.
Negeri itu kehilangan 80% sumber daya manusia berpendidikan tinggi dan terampil.
Di Indonesia, walaupun hingga saat ini belum terdapat data empiris, namun diperkirakan
telah mencapai 5%. Jumlah ini dapat kita katakan cukup signifikan di tengah terpuruknya
SDM Indonesia yang disertai dengan kecilnya alokasi anggaran pendidikan yang hanya
menyisihkan 11,8% dari APBN. Kondisi ini diperparah dengan alokasi anggaran riset dan
teknologi yang tidak pernah mencapai angka minimal 1% dari produk domestik bruto.
Padahal, menurut analisa UNDP, angka minimum tersebut merupakan anggaran
minimum untuk terciptanya kemakmuran suatu bangsa.
Sedangkan menurut Aaron Chaze (2007), yang melakukan penelitian di 61 negara
berkembang, dimana sebagian besar para braindrainer memilih bermigrasi ke negaranegara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), terutama
Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Perancis, dan Jerman. Saat ini terdapat sebanyak
50.000 (5%) dokter India yang bekerja di negeri Paman Sam serta ratusan ribu manajer,
teknisi, dan ahli komputer bekerja di Microsoft, McKinsey & Company, Citigroup, dan
berbagai firma teknologi informasi di kota-kota metropolitan Amerika.

UNDP memperkirakan, India kehilangan sekitar dua miliar dollar AS per tahun akibat
migrasi teknisi dan ahli komputer, yang diproyeksikan mencapai 2,2 juta orang sampai
akhir tahun 2008 nanti. Beruntung, Indonesia termasuk yang paling rendah, yakni kurang
dari 5% dari golongan terdidik yang bermigrasi ke negara-negara maju.
Dari kawasan Afrika, aliran migrasi paling banyak dari Ghana, Kenya, Afrika Selatan,
Zimbabwe, Somalia, Nigeria, dan Etiopia, yang sekitar 60% juga berpendidikan tinggi.
Bahkan sejak 20 tahun terakhir, Etiopia kehilangan sekitar 75 persen tenaga-tenaga ahli,
seperti dosen, insinyur, dan dokter akibat brain drain.
Sungguh ironis, lebih mudah menjumpai dokter asal Etiopia di Chicago ketimbang di
Addis Ababa, bahkan sekitar 21.000 dokter asal Nigeria berpraktik di seluruh penjuru
Amerika. Lebih menyedihkan lagi, Afrika harus mengeluarkan dana lebih dari empat
miliar dollar AS per tahun untuk membayar sekitar 150.000 expatriate profesional yang
bekerja di benua miskin itu.
Adapun imigran dari Afrika Utara dan Timur Tengah yang paling banyak berasal dari
Maroko (satu juta), Aljazair dan Iran (masing-masing 500.000), serta Mesir, Sudan,
Tunisia, Irak, Suriah, Lebanon, Jordania (masing-masing 250.000). Sekali lagi, amat
memilukan mengingat mayoritas para imigran itu adalah anak-anak muda terpelajar
lulusan universitas.

Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Brain Drain


Faktor penyebab terjadinya brain drain ini seringkali dilihat dari model bipolar yaitu
faktor penarik dan faktor pendorong. Faktor penarik yaitu faktor yang datang dari negeri
tujuan, yaitu:
a. untuk memperoleh prospek ekonomi dan kehidupan yang lebih baik, yaitu gaji
yang lebih tinggi, kondisi kerja dan hidup yang lebih baik, dan perspektif karir
yang terjamin.
b. fasilitas yang ditawarkan juga sangat kompetitif, seperti fasilitas pendidikan,
penelitian, dan teknologi yang lebih memadai, kesempatan memperoleh
pengalaman bekerja yang luas.
c. tradisi keilmuan dan budaya yang tinggi.
d. agen di luar negeri yang sering memberikan informasi yang sangat bagus, dan lain
sebagainya.
Sedangkan faktor pendorong yaitu faktor yang datang dari negeri asal, yaitu:
a. biasanya orang-orang pintar ini tidak mau tinggal di negaranya yang masih
terbelakang, karena takut tidak bisa mengembangkan ilmu dan keahliannya.
b. dikarenakan rendahnya pendapatan dan fasilitas penelitian.
c. keinginan untuk memperoleh kualifikasi dan pengakuan yang lebih tinggi.
d. ekspektasi karir yang lebih baik, kondisi politik yang tidak menentu.
e. adanya diskriminasi dalam hal penentuan jabatan dan promosi.

f. khusus para dokter yang berasal dari Afrika umumnya ada motivasi lain, yakni
menghindari risiko tinggi kemungkinan tertular HIV.
g. ilmu atau pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dan dikuasai ternyata tidak
berguna di negara asal, sehingga tidak ada pilihan yang lebih baik selain
meninggalkan negaranya.
h. dipengaruhi faktor non ekonomi, misalnya seperti agama dan ras.
i. tidak adanya kenyamanan dalam bekerja dan memperoleh kebebasan, mereka
mengalami tekanan politik, menghindari rezim represif yang mengekang
kebebasan, serta merasa tak aman akibat perang dan pergolakan politik domestik
yang tak kunjung berakhir.
j. tidak adanya penghargaan dari pemerintah, dan lain sebagainya.
Faktor penyebab penarik-pendorong ini terkadang juga dapat dibedakan menjadi faktor
penyebab obyektif-subyektif. Penyebab secara obyektif adalah faktor-faktor yang
berhubungan dengan kebijakan yang diberikan oleh negara asal maupun tujuan dan
terkait erat dengan karakteristik negara tersebut, seperti misalnya lemahnya kebijakan
terhadap tradisi keilmuan. Sedangkan penyebab secara subyektif biasanya terbatas pada
motif-motif personal dari yang bersangkutan.

Dampak Peristiwa Brain Drain Bagi Negara Berkembang


Kalau kita mendengar kata brain drain, pasti yang terpikir oleh kita adalah sebuah
peristiwa yang hanya akan mendatangkan kerugian bagi negara-negara bekembang.
Dimana banyak orang-orang pintar dan ahli meninggalkan negaranya itu, yang
disebabkan oleh kelemahan-kelemahan yang ada di negara tersebut. Memang telah kita
ketahui bersama bahwa peristiwa brain drain ini membawa efek negatif yang sangat
besar, terutama bagi negara asal. Namun, ternyata ada juga efek positif yang dihasilkan
oleh peristiwa brain drain ini walaupun tidak sebesar efek negatif yang dihasilkan.

Dampak negatif yang timbul :


1. brain drain akan memperlemah struktur ketenagakerjaan, dimana hal ini
merupakan faktor utama penghambat industri untuk maju. Sehingga
pembangunan ekonomi negeri asal pun tidak berkembang.
2. masalah dari brain drain ini seperti lingkaran setan yang mempertahankan
keterbelakangan. Dimana banyak sekali negara yang kekurangan tenaga
ahli, namun setelah ada tenaga yang terdidik, mereka malah pergi ke
negara lain dengan berbagai alasan.
3. semakin lebarnya jurang antara si miskin dan si kaya.
4. brain drain memboroskan bahkan menguras uang negara asal. Banyak
sekali orang-orang pintar yang dibiayai oleh negara untuk belajar ke luar
negeri agar menjadi lebih ahli. Namun setelah selesai masa
pendidikannya, mereka malah tidak mau kembali. Mereka diberi fasilitas
oleh negara tetapi tidak mau balas budi, mereka lebih mementingkan
kepentingan dirinya sendiri dan malah memberikan sumbangan
keahliannya dalam mempertinggi pertumbuhan ekonomi negara-negara
yang sudah maju. Contohnya, di Indonesia dalam 13 tahun belakangan, di
4

UGM ada 50 orang dosen dan peneliti mengundurkan diri. Universitas


jelas rugi, karena mencetak satu doktor saja butuh sekurang-kurangnya
satu miliar rupiah. Padahal ada seratusan cendekiawan yang hijrah ke
manca dan terbanyak di Malaysia.
5. brain drain berarti kerugian besar pada modal sumber daya manusia.
Apalagi umumnya yang diterima di luar negeri merupakan sumberdaya
berkualitas. Sementara keuntungan dari brain drain berpendidikan tinggi
bagi negara yang ditinggalkan sangat terbatas. Walaupun menikmati gaji
tinggi, mereka umumnya minim sekali mengirim uang ke negeri asalnya
dibandingkan emigran berpendidikan rendah. Ikatan mereka dengan negeri
asalnya juga mengendur, karena secara umum mereka tinggal menetap
(settled) di negeri baru mereka.
6. orang-orang terbaik yang hijrah ke luar negeri pasti akan digantikan oleh
para ekspatriat (dengan kemampuan yang sama) yang umumnya minta
bayaran berkali lipat lebih mahal. Yang terjadi selanjutnya adalah proses
inefisiensi perekonomian dalam negeri.
7. terjadinya brain drain bagi negara asal tentunya membawa implikasi
negatif yang tidak sedikit, seperti kondisi di mana kurangnya tenaga
terlatih dan terdidik dari suatu negara, serta terjadinya ketidakseimbangan
pertumbuhan ekonomi yang sulit untuk diprediksi. Selain itu, brain drain
dapat juga membawa pengaruh rendahnya kesejahteraan terhadap
lingkungan, di mana para tenaga terdidik tersebut berasal.

Dampak positif yang timbul:


Beberapa negara berkembang kini telah mampu memanfaatkan kondisi brain drain
menjadi reversed brain drain untuk kemajuan negaranya, misalnya Cina dan India, dua
macan Asia yang mempunyai konsentrasi brain drain sangat tinggi. Brain drain juga
memiliki beberapa dampak positif yang dapat meningkat pertumbuhan ekonomi negara:
a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Alternative sumber investasi


Penurunan tingkat unemployment
Optimalisasi kapasitas produksi Negara
Peningkatan kualitas SDM
Uptodate perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
International networking. Misalnya: beberapa hasil komoditas pertanian
unggulan lokal seringkali kalah bersaing dengan negara-negara lain.
Produk seni dengan nilai tinggi seperti kerajinan dan seni ukir pun belum
bisa berjaya di pangsa pasar negara lain. Padahal, tingkat kemakmuran
ekonomi wilayah sangat bergantung kepada pendapatan dari luar melalui
sektor basis (Tarigan, 2006), termasuk ekspor. Terhambatnya aliran
informasi dari negara terkait dengan pangsa pasar di luar negara adalah
salah satu penyebabnya. Sehingga salah satu upaya dalam memperbaiki
kondisi ini adalah dengan diperkuatnya jaringan networking pengusaha
Indonesia yang berada di luar negeri. Melalui jaringan ini, informasi aktif

kepada wilayah terkait mengenai a) pangsa pasar, b) unsur sosialkebudayaan dan c) aspek legal dalam pengembangan usaha di negera
tersebut, dapat membantu potensi sektor basis wilayah terkait untuk dapat
memasarkan produk-produknya secara optimal.
Kondisi reversed brain drain yang terjadi sejak awal 1990-an tersebut, selain memacu
produktivitas perekonomian negara asal, diyakini juga telah meninggalkan buah manis
berupa jaringan keilmuan dan pemasaran yang kuat dan tersebar hampir di seluruh
negara-negara maju yang pernah mereka huni sebelumnya. Dengan kehadiran para
braindrainer, peningkatan produktivitas terbukti meledak-ledak, peluang bisnis baru terus
menyeruak, kepuasan kerja meningkat, demikian pula ilmu pengetahuan melaju lebih
cepat. Artinya, semakin banyak perusahaan atau negara bersaing mendapatkan orangorang bertalenta, semakin bagus peluang para jenius itu mengaktualisasikan potensi
mereka demi membangun dunia yang lebih berkualitas.

Belajar Dari India


Wabah brain drain telah menyerang India selama lebih dari 30 tahun yang lalu. India
secara rutin merupakan negara pengekspor tenaga muda yang terampil ke negara-negara
maju. Dimulai pada awal tahun 1960-an, lulusan terbaik dari beberapa Indian Institute of
Technology (IITs) meninggalkan India dalam jumlah yang cukup besar untuk kemudian
bekerja pada Silicon Valley, Amerika Serikat. Tidak jauh berbeda, penduduk India juga
bermigrasi secara tradisional ke Inggris dan Kanada. Awal tahun 1970-an, jumlah warga
India yang bermigrasi ke Amerika memiliki besaran yang sama dengan mereka yang
bermigrasi ke Inggris dan Kanada. Namun pada awal tahun 1990, jumlah penduduk India
yang bermigrasi ke Amerika telah meningkat hampir dua kali lipat dari mereka yang
pergi ke kedua negara tersebut di atas. Saat ini, komunitas India di Amerika, baik imigran
maupun mereka yang terlahir di sana, merupakan komunitas dengan proposi cukup besar
sehingga dianggap mewakili populasi asal Asia. Kini para profesional asal India tersebut
telah menguasai sedikitnya 8.000 perusahaan di bidang komunikasi, informasi dan
teknologi di kawasan Silicon Valley dengan pemasukan sebesar US$ 4 miliar ditambah
dengan penyediaan lapangan kerja sebanyak 17.000 kursi.
Namun kini, fenomena brain drain di India telah berangsur sirna dan berubah menjadi
reversed brain drain. Sejak akhir tahun 1990-an, para ilmuwan dan profesional India yang
telah menetap di luar negeri mulai kembali ke tanah airnya. Kesempatan itu dilakukan
pada masa cuti panjang ataupun di tengah masa penelitiannya dengan cara mengajar di
India dan berinteraksi secara langsung dengan sesama peneliti di negara asal. Hal ini
terjadi hampir di berbagai bidang pegetahuan, khususnya IT, kedokteran, dan ekonomi.
Saat ini, sedikitnya terdapat sekitar seratus ribu warga negara India yang sebelumnya
bekerja di luar negeri telah kembali ke negaranya secara permanen, di mana 32.000 di
antaranya merupakan non-resident Indian (NRI) yang berasal dari Inggris. Hasilnya,
brain drain yang dirasakan merugikan India mulai menjelma menjadi brain circulation
yang membawa keuntungan secara mutual bagi India dan negara tujuan. Dalam konteks
ini, Bindo Khadria menyebutnya sebagai second-generation effects of brain drain.

Terhadap kondisi tersebut di atas, Pan Mohamad Faiz menganalisa adanya beberapa
faktor yang menjadi penyebab utama terciptanya pola reversed brain drain di India, yaitu:
Pertama, terjadinya tansisi kebijakan pemerintah India secara gradual dari pola kontrol
ekonomi sosialis melalui sebuah proses liberalisasi yang dimulai pada awal tahun 1990an telah menciptakan tidak hanya tersedianya berbagai lapangan kerja baru di bidang
manufaktur dan teknologi, tetapi juga meningkatnya reputasi berbagai lembaga tinggi
pendidikan di bidang IT dan manajemen. Di samping itu, pengelolaan institusi-institusi
swasta tidak lagi dipersulit oleh campur tangan pemerintah yang selama ini dirasa cukup
dominan.
Kedua, terjadinya reversed brain drain di India disebabkan pula akibat melemahnya
kondisi perekonomian di Amerika Serikat sendiri. Kondisi tersebut menyebabkan
banyaknya perusahaan yang menutup aktivitasnya, termasuk memutuskan hubungan
kerja dengan para tenaga ahlinya. Guna mengatasi masalah ini, Amerika mulai
mengeluarkan kebijakan outsourcing dengan mencari tenaga-tenaga ahli yang lebih
murah namun mempunyai kemampuan yang tinggi, salah satunya dengan memanfaatkan
pengeluaran visa H-1B. Kesempatan inilah yang dimanfaatkan oleh para profesional dan
pebisnis asal India. Mereka berduyun-duyun kembali ke negaranya sebagai fasilitator
antara tenaga ahli yang berada di India dengan jaringan pasar internasional. Booming
besar berikutnya terjadi ketika India menciptakan kota-kota IT yang diberi nama Indian
Silicon Valley yang berpusat di Bangalore, di mana perusahan-perusahaan sekelas
Hawlett-Packard, IBM, dan Microsoft mulai membuka laboratorium riset secara khusus
di wilayah tersebut. Hasilnya yaitu penciptaan kekuataan baru para pekerja transnasional
di berbagai sektor ekonomi, penguatan infrastruktur fisik dan sosial di Bangalore dan
sekitarnya, serta penempaan dan penguatan hubungan transnasional antara India dan
Amerika Serikat.
Ketiga, kesuksesan India menarik kembali para ilmuwannya tidak terlepas dari jaringan
diaspora yang selama ini dapat terus mereka pertahankan, baik diaspora yang bersifat
keilmuan maupun diaspora yang bersifat komunitas kemasyarakatan. Beberapa diaspora
keilmuan utama yang mereka miliki misalnya, Silicon Valley Indian Professional
Association (SIPA), Worldwide Indian Network, The International Association of
Scientists and Engineers and Technologist of Bharatiya Origin, dan Interface for Non
Resident Indian Scientists and Technologist Programme (INRIST). Dari sinilah mereka
memperoleh sumber potensi yang sangat besar dalam menjalankan kerjasama secara
efektif dan menguntungkan kedua belah pihak antara negara India sebagai negara
berkembang dengan berbagai negara industri maju lainnya.
Keuntungan dari terjadinya reversed brain drain tersebut, terhitung dalam lima belas
tahun terakhir ini, industri teknologi India mulai berkembang menjadi teknologi kualitas
tinggi dengan pertumbuhan dari US$ 150 juta menjadi US$ 3,9 miliar dalam hal
penjualan. India saat ini juga telah mengekspor produksi piranti lunak ke hampir 100
negara di dunia, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara di benua Eropa.
Meningkatnya ikatan rasa emosional dan budaya terhadap tanah kelahiran India menjadi
modal tambahan meluasnya kesempatan bagi para profesional India. Begitu pula dengan
kesempatan bekerja di dalam negeri yang tidak kalah bersaing dengan perusahan-

perusahaan terkenal lainnya di luar negeri. Sebagai contoh, salah satu tamatan terbaik
Indian Institute of Management (IIM) di Bangalore memperoleh tawaran kerja dari
Barclays Capital dengan gaji sekitar US$ 193.000 per tahun, atau lulusan Indian School
of Business (SIB) di Hyderabad biasanya memperoleh tawaran kerja dari perusahaan
India dengan gaji rata-rata sekitar US$ 200.000 per tahun. Belum lagi tawaran-tawaran
dari perusahan besar seperti Goldman Sachs, BNP Paribas, Merrill Lynch, Lehman
Brothers, Deutsche Bank, J.P. Morgan, McKinsey, Bain & Co. Boston Consulting Group,
A.T. Kearney and Diamond Cluster, serta sederet perusahaan berkelas lainnya.
Beberapa tahun terakhir ini, India bukan saja mengalami reversed brain drain, akan tetapi
kini mereka diuntungkan dengan terciptanya brain gain dari negara-negara lainnya.
Meledaknya perekonomian India memicu sedikitnya puluhan tenaga ahli dari negaranegara Eropa, seperti Swedia, Norwegia, Perancis, Jerman, Swiss dan Inggris untuk
berkerja pada industri teknologi di kawasan industri Okhla, New Delhi, India. Lebih dari
itu, survey yang dilakukan di Inggris pada tahun 2005 menyimpulkan bahwa para lulusan
Inggris tengah mempersiapkan dirinya untuk mengisi 16.000 lowongan pekerjaan pada
Indian call-center di tahun 2009 mendatang. Bahkan dalam laporan tersebut disampaikan
bahwa seorang lulusan sarjana dari Skotlandia rela untuk melepaskan pekerjaannya dari
Sky Television dengan gaji 21.000 per tahun untuk kemudian bekerja pada Indian callcenter.
Terjadinya reversed brain drain di India tidak dapat dipisahkan dari peran dan keuntungan
yang diperoleh dari adanya diaspora India. Diaspora ini tersebar ke berbagai belahan
dunia sebagai silent networking. Sekitar 20 juta orang yang tergabung dalam komunitas
elektik ini tumbuh dan berkembang sebesar 10% setiap tahunnya, sehingga menempatkan
komunitas ini sebagai diaspora terbesar di dunia setelah Cina dan Inggris. Setidaknya
terdapat lebih puluhan ribu warga negara India yang menempati 48 negara di seluruh
dunia. Meskipun mendiami negara dan bahasa yang berbeda-beda, diaspora India
mempunyai identitas yang sama dengan negara asalnya, yaitu suatu kesadaran akan
warisan kebudayaan dan ikatan emosional yang sangat kuat terhadap garis keluarga dan
negara asalnya. Dalam dua dekade terakhir, diaspora India telah mengalami perubahan,
yaitu dari para imigran biasa menjadi pemegang peranan kunci pada posisi penting di
bidang politik, lembaga universitas, dan sektor industri. Mereka menempati pos-pos
penting sebagai pemimpin terpilih, politisi, profesor, dan status profesional lainnya.
Beberapa contoh terbaiknya yaitu Bharrat Jagdeo, Presiden Guayana yang beraliran
sosialis; anggota Kongres di Amerika Serikat; anggota parlemen di Kanada; serta
penerima Nobel Ekonomi, Amartya Sen.
Terhadap gambaran di atas, dalam lingkup diaspora India, migrasi warga India kini tidak
lagi menyebabkan terjadinya brain drain melainkan justru menjadi elemen awal
terciptanya brain gain. Selain itu, anggota dari diaspora India yang tergabung dalam NRI
dan PIO juga telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan di India. Diaspora India juga merupakan komunitas yang berharga dalam
memberikan kontribusi terhadap meningkatnya hubungan India-Amerika, sehingga hal
tersebut menghasilkan keuntungan ganda bagi negaranya. Dengan terbuktinya
keunggulan dari jaringan diaspora terhadap pertumbuhan dan perkembangan negara

India, fenomena mengenai brain drain dan migrasinya tenaga ahli telah berubah menjadi
mantra brain gain. Oleh karenanya, diaspora semacam ini patut menjadi perhatian khusus
bagi kita semua, terutama mengenai kuatnya keterikatan mereka dengan keluarga dan
negara asalnya. (Pan Mohamad Faiz: KIPI 2007)

Kesimpulan
Tingginya laju arus tenaga ahli dari negara berkembang ke negara-negara yang lebih
maju (brain drain) menjadi salah satu alasan yang menunjukkan lemah dan kurang
tepatnya strategi kebijakan dan pandangan dalam menumbuhkan khasanah ilmu
pengetahuan dan teknologi secara adil dan memadai serta kebijakan-kebijakan yang
kurang mendukung para tenaga ahli.
Dengan adanya dampak-dampak negatif serta adanya faktor-faktor pendorong dan
penarik dari peristiwa brain drain di atas, maka perlu adanya usaha-usaha yang dilakukan
negara-negara berkembang untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sehingga arus brain
drain diharapkan dapat ditekan seminimum mungkin. Banyak sekali cara-cara yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah brain drain, di atas kita telah melihat sebuah negara
yaitu India yang telah mampu mengubah brain drain menjadi brain gain. Selain hal-hal di
atas yang diterapkan oleh India, masih banyak lagi hal-hal yang bisa dilakukan oleh
negara-negara berkembang agar arus brain drain dapat diatasi. Sehingga negara asal tidak
akan dirugikan terus.
Untuk itu, guna memperoleh pergerakan asimetris arus dan distribusi tenaga ahli secara
global, negara-negara berkembang harus berani dan kreatif dalam mengimplentasikan
strategi yang didukung secara penuh oleh kebijakan dalam negeri. Cara-cara ataupun
usaha-usaha yang bisa dilakukan antara lain:
a. upah/gaji disamakan, tidak ada diskriminasi. Yaitu dengan membangun sistem
remunerasi yang fair. Contoh paling sederhana dan konkret, untuk posisi tertentu
dengan tugas dan tanggung jawab yang tertentu pula, tak perlu lagi dibedabedakan antara gaji (profesional lokal) dengan gaji ekspatriat yang biasanya
dibayar jauh lebih mahal. Karena dengan sistem remunerasi yang baik, menurut
berbagai penelitian, juga terbukti mampu mendorong semangat kerja, memacu
produktivitas, serta melecut kreativitas karyawan di semua level organisasi.
b. Sistem pendidikan ditingkatkan. Yaitu dengan menyediakan kesempatan
pendidikan berkelas dunia (dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi harus
mampu bersaing dengan pendidikan negara-negara luar yang sudah maju),
membangun penelitian ilmu pengetahuan dan pengembangan industri. Selian itu,
juga mengimplentasikan rancang-bangun pendidikan yang dapat mendukung dan
memelihara pengembangan inti ilmu pengetahuan melalui program dalam negeri
dan pelatihan luar negeri yang lebih terarah dan terencana. Pemenuhan target
program pendidikan dasar bagi seluruh warga negara, investasi pada infrastruktur
untuk penelitian, pengembangan dan penciptaan kondisi yang dapat menunjang
tumbuhnya sektor publik maupun swasta dalam lingkup hasil penelitian, serta
pengembangan teknologi dan inovasi merupakan beberapa strategi yang dapat

c.

d.

e.

f.
g.

dilakukan dalam kondisi sekarang ini. Oleh sebab itu, guna mewujudkan langkahlangkah strategis di atas, kerjasama antara pemerintah dengan sektor swasta harus
pula dijalankan secara optimal. Beberapa negara besar telah berhasil
menunjukkan bahwa diaspora ilmu pengetahuan (scientific diaspora) dapat
bekerja sangat efektif, terutama untuk memanfaatkan efek negatif dari terciptanya
arus brain drain. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, India dapat menjadi
gambaran bagi negara berkembang bahwa upaya dalam melakukan penelitian
dalam negeri sangat ditopang dan dibantu dengan adanya aktivitas jaringan
sejagat (global network) dari para peneliti yang tinggal di luar negeri. Oleh karena
itu, diaspora negara berkembang yang telah ada harus pula didukung agar mampu
melakukan transfer pengetahuan dan teknologi (knowledge and technology
transfer) secara bertahap.
Kesiapan pemerintah menampung mereka di segala bidang. Yaitu dengan
menyiapkan sarana dan prasarana serta fasilitas yang sangat dibutuhkan oleh para
tenaga ahli. Pemerintah harus menyediakan kesempatan kerja di segala bidang,
sehingga ilmu dan keterampilan yang mereka dapatkan bisa diimplementasikan di
negaranya sendiri dan tidak sia-sia. Sehingga mereka tidak akan berpikir untuk
lari ke luar negeri.
Pemerintah harus mengadakan perjanjian dengan para braindrainer. Misalnya di
Singapura, para braindrainer diwajibkan bekerja minimal 2 - 3 tahun di negara
tujuan, setelah itu mereka harus kembali ke negara asal untuk menerapkan ilmu
dan keterampilan yang telah diperoleh di negara tujuan. Di Kuba, adanya subsidi
belajar ke luar negeri bagi mereka yang pandai dan berminat, namun setelah
selesai/lulus mereka harus kembalidan mempraktekan ilmunya di dalam negeri.
Dan di indonesia, adanya denda pengembalian uang beasiswa jika dalam waktu
yang ditentukan mereka tidak kembali ke Indonesia.
dalam bidang investasi, untuk menciptakan ekonomi yang mandiri dengan
memperkenalkan konsep Investor Amfibi yang banyak meminjam dasar-dasar
ilmu Teknologi Informasi, dimana kegiatan investasi di negara berkembang dapat
dijalankan oleh para alumninya hasil pendidikan luar negeri secara remote (jarak
jauh), mobile (berpindah-pindah tempat), dan adaptable (mudah beradaptasi),
sekaligus menghimbau kepada mereka yang sudah memilih berkiprah di luar
untuk tidak ragu-ragu dengan pilihannya sembari terus mengabdi bagi negeri.
Serta dibahas pula mengenai peluang, resiko dan tantangan bagi calon investor
jarak jauh yang ingin menanamkan modalnya di negara asal, dan pemikiran
tentang bagaimana investasi hasil pendanaan luar negeri tersebut dapat
memberikan manfaat domino effect bagi sumber-sumber daya lainnya di negara
asal dan memacu percepatan perputaran roda ekonomi mandiri secara
keseluruhan, yang kesemuanya dilakukan secara kompak dan berkesinambungan
oleh insan-insan bangsa baik yang di dalam maupun yang di luar negeri. (Dipto
Harendra Pratyaksa: KIPI 2007)
Pemerintah negara asal harus memberikan penghargaan yang sesuai dengan
kualitas yang dimiliki oleh para braindrainer.
Memperbolehkan sebagian orang-orang berkualitasnya untuk hijrah ke negara
lain, namun ada perjanjian dengan mereka. Yaitu mereka di sana diberi tugas
mencari iformasi-informasi tentang perkembangan perkonomian, dunia usaha,

10

dan sosial budaya yang berkembang disana. Sehingga negara asal dapat mengikuti
perkembangan yang ada, dan akhirnya diharapkan mampu bersaing dengan
negara-negara luar yang sudah maju.
Dengan upaya-upaya maupun usaha-usaha di atas, apabila berhasil dan sukses
diterapkan/dilaksanakan, maka diharapkan dapat menciptakan sebuah reversed brain
drain. Dimana dengan terciptanya reversed brain drain ini akan dapat memacu
produktifitas perekonomian negara asal, serata juga dapat memperluas jaringan
perekonomian dengan para braindrainer sebagai penghubung antara negara maju dan
negara berkembang (negara asal). Dengan ini maka dampak positif akan tercipta, seperti
yang telah dijelaskan di atas. Sehingga pembangunan nasional negara asal dapat tercapai
sesuai yang diharapkan.

11

Daftar Pustaka
Jurnal :
Badrawani, Wishnu. 2007. Brain Drain Hari Ini, Mungkin Cikal Bakal Brain Gain di
Hari Esok. Makalah Disampaikan Pada Konferensi International Pelajar Indonesia
(Kipi) 2007 Sydney, Australia - 9 September 2007.
Faiz, Pan Mohamad. 2007. Brain Drain Dan Sumber Daya Manusia Indonesia: Studi
Analisa Terhadap Reversed Brain Drain Di India. Makalah Disampaikan Pada
Konferensi International Pelajar Indonesia (Kipi) 2007 Sydney, Australia - 9 September
2007.
Ivannanto, Ananda Setiyo & Pratama , Anindita Aji. 2007. Penguatan network
Pengusaha Indonesia antar negara guna memasarkan komoditas unggulan daerah ke
negara lain. Makalah Disampaikan Pada Konferensi International Pelajar Indonesia
(Kipi) 2007 Sydney, Australia - 9 September 2007.
Molasy, Honest Dody. 2007. Pragmatisme vs Nasionalisme. Makalah Disampaikan Pada
Konferensi International Pelajar Indonesia (Kipi) 2007 Sydney, Australia - 9 September
2007.
Pratyaksa, Dipto Harendra. 2007. Investor Amfibi: Bekerja Keras di Luar Negeri untuk
Membangun Investasi Mandiri di Indonesia. Makalah Disampaikan Pada Konferensi
International Pelajar Indonesia (Kipi) 2007 Sydney, Australia - 9 September 2007.
Saputra, Dedy. 2007. Peran Lulusan Pendidikan Luar Negeri dalam Pembangunan Iptek
Nasional. Makalah Disampaikan Pada Konferensi International Pelajar Indonesia (Kipi)
2007 Sydney, Australia - 9 September 2007.
Sarosa, Wijayono. 2007. Braindrain di Sektor Pertambangan dan Energi. Makalah
Disampaikan Pada Konferensi International Pelajar Indonesia (Kipi) 2007 Sydney,
Australia - 9 September 2007.

Buku :
Krugman, Paul R and Obstfeld, Maurice. 1991. Ekonomi Internasional: Teori Dan
Kebijakan. Rajawali Pers: Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad. 2001. Analisis Spasial Dan Regional: Studi Aglomerasi Dan Kluster
Industri Indonesia. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Nopirin, Ph.D. 1995. Ekonomi Internasional. Yogyakarta: BPFE.

12

Tjiptoherijanto, Prijono. dkk. 1982. Sumber Daya Manusia, Kesempatan Kerja Dan
Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Todaro, Michael P. 1994. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Artikel :
Alhumami, Amich. 2007. Membendung Brain Drain. KOMPAS: Kamis, 04 Oktober
2007.
Djatmiko, Harmanto Edy. Awas, Arus Brain Drain Makin Deras! Swamajalah. 15
Februari 2007.
Dr. Is Helianti, MSc. Monday, 01 August 2005. Brain Drain. Peneliti pada Pusat
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bioindustri, BPPT.
Effendi, Suchjar, dkk. Desember 2006. Braingain Untuk Memperkuat Otonomi Daerah.
Bogor. WUS Komite Indonesia.
Santosa, Eddi. Laporan Dari Den Haag: Brain Drain Ke Negara Maju Terus Meningkat.
Detikcom. 20 Juli 2007.

13

Daftar Isi
Abstraksi............................................................................................................1
Pendahuluan......................................................................................................1
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Brain Drain.........................3
Dampak Peristiwa Brain Drain Bagi Negara Berkembang...........................4
Dampak negatif yang timbul :.....................................................................................4
Dampak positif yang timbul:......................................................................................5

Belajar Dari India..............................................................................................6


Kesimpulan........................................................................................................9
Daftar Pustaka.................................................................................................12
Jurnal :.......................................................................................................................12
Buku :.........................................................................................................................12
Artikel :......................................................................................................................13

14

Tugas Ekonomi Pembangunan

BRAIN DRAIN, MASALAH BESAR BAGI NEGARA


BERKEMBANG

Izak Huru Boenga


NIM : 0920401079

15

Anda mungkin juga menyukai