Anda di halaman 1dari 30

PRESUS RADIOLOGI TBC

Disusun Oleh :
Arum Ayu Kartika
20090310152

Dokter Pembimbing
dr. Ita Rahmawati, Sp.Rad

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
melimpahkan rahmat, anugrah, dan karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan
referat ini dengang baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami
mengucapkan terima kasih kepada dr.Ita Rima, Sp.R selaku pembimbing di SMF
Ilmu Radiologi RSUD Salatiga.
Kami menyadari bahwa penulisan presus saya masih kurang sempurna.
Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca agar kedepannya kami dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan
ini.
Saya berharap presus ini berguna bagi semua orang dan dapat digunakan
sebaik-baiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya kami ucapkan
terimakasih
Batam,

Desember 2015
Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................
...................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................
ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................
2
2.1.Definisi..............................................................................................................
2
2.2.Epidemiologi.....................................................................................................
2
2.3.Etiologi..............................................................................................................
3
2.4.Patofisiologi......................................................................................................
3
2.5.Diagnosa...........................................................................................................
8
2.5.1.Gejala Klinis...............................................................................................
8
2.5.2.Pemeriksaan Fisik.......................................................................................
8
2.5.3.Pemeriksaan Radiologis Tuberkulosis Paru...............................................
9
2.5.4.Skoring TB pada Anak...............................................................................
10
2.6.Gambaran Radiologis TB.................................................................................
12
2.6.1.Tuberkulosis Primer...................................................................................
12

iii

2.6.2.Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi....................................


14
2.7.Pemeriksaan laboratorium................................................................................
17
2.8.Diagnosis banding TB paru secara radiologist.................................................
17
2.8.1.TB paru primer...........................................................................................
17
2.8.2.TB post primer............................................................................................
18
2.9.Komplikasi........................................................................................................
18
2.10.Pengobatan Tuberkulosis................................................................................
18
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................
20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
21

iv

I. KASUS
Nama Pasien / Umur
: Tn.A
Umur
: 92 Th
Alamat
: Jl. Dangko No.42
Perawatan Bagian
: Infection Centre Lt.2 Kamar 2
Tanggal Kunjungan
: 12 Desember 2014
1.1 Anamnesis :
Keluhan Utama
: Batuk lama
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang laki-laki usia 92 tahun, 1 bulan sebelum masuk rumah sakit
mengeluh batuk lama, berdahak, berwarna merah muda 5 cc tidak
menyemprot dan dada kanan bawah terasa nyeri. Pasien juga mengeluh
pusing, lemah, kadang-kadang timbul demam namun tidak terlalu
tinggi, nafsu makan berkurang, sehingga perut terasa mual, dan
muntah. Pasien mengalami penurunan berat badan yang sangat drastis,
dan berkeringat bila tidur malam. Pasien sudah pernah mondok
dirumah sakit setahun yang lalu dengan keluhan utama yang sama
dengan penyakit sekarang.
Riwayat Pengobatan : Pasien tidak teratur mengkonsumsi obat OAT
selama 2 bulan ini.
Riwayat alergi obat tidak ada
Riwayat Pribadi dan Sosial : Pasien sudah tidak bekerja, istri sudah
meninggal karena jatuh dan tidak mempunyai anak, pasien dirawat
oleh keponakannya.
Suka minum jamu, kopi dan merokok
Riwayat Penyakit Dahulu : Dulu pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Sudah Pengobatan TB ke 3 bulan ini dari poli puskesmas
o Riwayat penyakit DM
: disangkal
o Riwayat tekanan darah tinggi
: disangkal
o Riwayat penyakit jantung
: disangkal
o Riwayat penyakit asma
: disangkal
o Riwayat penyakit ginjal
: disangkal
o Riwayat keganasan
: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
o Tidak ada yang memiliki keluhan serupa
o Tidak ada yang memiliki keluhan batuk lama
o Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-),
keganasan (-), TBC ( - )

1.2 Pemeriksaan fisik


Keadaan umum
: sakit sedang
Kesadaran/GCS
: compos mentis/E4V5M6
Tekanan Darah
: 150 / 100 mmHg
Nadi
: 80 x/m (reguler, kuat angkat cukup)

Pernafasan
Suhu

: 25 x/m (pakai 02 Nasal)


: 36oC (Axilla)

Status Generalis :

KEPALA
Bentuk normosephal, rambut berwarna hitam beruban, terdistribusi
merata dan tidak rontok
MATA
Simetris, edema palpebra (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor dan bulat
TELINGA
Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan.
Lubang telinga : normal, secret (-/-).
Nyeri tekan (-/-).
Peradangan pada telinga (-)
Pendengaran : normal
MULUT
Simetris.
Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing
(-).
Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-).
Gigi : caries (-)
Mukosa : normal
LEHER
Simetris (-), Kaku kuduk (-), Limfadenopati (-),
Trakea terletak di tengah, JVP : tidak meningkat, pembesaran
thyroid (-), Retraksi M. Sternocleidomastoideus (+)
THORAX (PULMO)
Inspeksi
bentuk simetris, ukuran dinding dada normal,
pergerakan dinding dada simetris, retraksi intracosta (+)
Palpasi
Pergerakan dinding dada simetris, Fremitus raba :
Lobus superior : D/S sama, Lobus medius dan lingua: D/S sama,
Lobus inferior : D/S sama, Nyeri tekan (-), edema (-), krepitasi (-).
Perkusi
Sonor pada kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi

Suara napas vesikuler (+/+), Suara tambahan rhonki


basah (+/+) pada Apex Paru, Suara tambahan wheezing (-/-), Suara
gesek pleura
THORAX (COR)
S1 dan S2 bising (-), irama jantung reguler
ABDOMEN
Inspeksi : bentuk normal, distensi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak teraba,
turgor cukup, massa (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
EKSTREMITAS
SUPERIOR : Akral hangat : +/+, Deformitas : -/-, Edema: -/-,
Sianosis : -/-Ptekie: -/INFERIOR : Akral hangat : +/+, Deformitas : -/-, Edema: -/-,
Sianosis : -/-Ptekie: -/-

Diagnosis : - Tumor mediastinum susp. Lymphoma


- Sindrom cava superior
- Efusi pleura dextra minimal
- TB Paru on treatment
Penatalaksanaan :
O2 2-4 RPM Nasal Kanul
Ambroxol tab 30 gr 3x1
OAT 2FDC 1x4, selasa, kamis, sabtu

1.3 Laboratorium
Jenis Pemerikaan

Hasil

Nilai Rujukan

WBC

15,59 x103/uL

4 - 10 x 103/uL

DARAH

RBC

4,13 x106/uL

3.505.50 x 106/uL

RUTIN

HGB

8.2 g/dL

11.5 - 16 g/dL

HCT
PLT

24,4 %
638x 103/uL

37 47%
150-500x 103/uL

I.4 Radiologi
Foto Thorax PA
Kesan : - KP Dextra
- Limfadenopati Dextra
- Bronchitis
Foto CT Thoraks (Tanpa Kontras)

- Tampak massa isodens, batas relative tegas, bergelombol, pada paratrachea


sampai ke paraaorta thoracalis, dan menyempitkan trachea.
- Tampak bercak- bercak infiltrate dan cavitaspada segmen anterior lobus
superior paru kanan
- Cord an pembuluh darah besar dalam batas normal.
- Hepar, lien, pancreas dan ginjal kiri yang terscandalam batas normal
- Kedua lobus thyroid dalam batas normal
- Tampak densitas cairan bebas pada cavum pleura kanan
- Tulang-tulang tampak osteofits pada aspek anterior (spondylosis thoracalis).
Kesan :
- Massa mediastinum kanan sugestif Lymphoma
- TB paru lama aktif kanan
1.6 Diagnosis
TB Paru lama aktif kanan

BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis

adalah

suatu

penyakit

infeksi

menular

yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB)1. Jalan masuk untuk


organisme MTB adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka
pada kulit. Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya
nukleus droplet yang berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang
terinfeksi2. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru akan
berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh
yang rendah) dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah
bening. Oleh sebab itulah infeksi TB dapat menginfeksi hampir seluruh organ
tubuh seperti: paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening,
dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu
paru 1.
Diagnosis TB ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan

penunjang

yaitu

pemeriksaan

radiologis

dan

pemeriksaan

bakteriologis. Hanya 5% penderita TB fase awal yang memberikan gejala klinis,


sehingga sulit mendapatkan sputum untuk pemeriksaan bakteriologis. Untuk dapat
melakukan pemeriksaan sputum BTA dibawah mikroskop, dibutuhkan kuman
baru yang jumlahnya paling sedikit 5000 kuman dalam satu mililiter dahak.
Sebuah penelitian di San Fransisco menyatakan bahwa 17% penderita TB

memiliki hasil sputum BTA (-). Oleh karena itu, apabila diagnosis TB paru
ditegakkan semata-mata berdasarkan pemeriksaan BTA (+), akan banyak
penderita TB paru yang tidak terdiagnosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh,
dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer

1,4,5

2.2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia,
4

dan sebagian besar negara-negara di dunia . Laporan TB dunia oleh WHO yang
terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar
nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar
539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga
terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan,
3

dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi . Baik di
Indonesia maupun di dunia, TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia
yang

utama.

Walaupun

sudah

lebih

dari

seabad

sejak

penyebabnya

ditemukan oleh ilmuwan Jerman, Robert Koch, pada tahun 1882, TB belum dapat

diberantas bahkan terus berkembang

. Peningkatan jumlah kasus TB di

berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu (1)
diagnosis yang tidak tepat, (2) pengobatan yang tidak adekuat, (3) program
penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, (4) infeksi endemik human
immuno-deficiency virus (HIV), (5) migrasi penduduk, (6) mengobati sendiri (self
treatment), (7) meningkatnya kemiskinan, dan (8) pelayanan kesehatan yang
4,6

kurang memadai .

2.3. Etiologi
Penyebab

tuberculosis

adalah

Mycobacterium

tuberculosis,

Mycobacterium bovis, sangat jarang disebabkan oleh Mycobacterium avium.


Mycobacterium merupakan kuman batang tahan asam, yang dapat hidup selama
berminggu-minggu dalam keadaan kering, tapi mati dengan suhu 60C
dalam cairan suspensi selama 15-20 menit. Mycobacterium memiliki ukuran
panjang 1- 4/um dan tebal 0,3-0,6/um
atas

1.

Sebagian besar dinding kuman terdiri

asam lemak ( Lipid ). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan

terhadap asam sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) . Kuman dapat tahan
hidup pada keadaan kering maupun dingin, karena kuman berada dalam keadaan
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi aktif
kembali. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman
lebih menyukai jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain,
sehingga bagian apikal paru- paru merupakan tempat predileksi tuberkulosis.
2.4. Patofisiologi
Penyakit TB dapat berkembang pada seseorang melalui dua cara. Yang
pertama dapat terjadi pada seseorang yang telah beberapa tahun terinfeksi TB dan

telah sembuh sempurna. Ketika kesehatannya menurun karena penyakit lain


seperti AIDS atau diabetes, atau karena penyalahgunaan alkohol maupun
kurangnya kepedulian terhadap kesehatan karena menjadi tuna wisma, infeksi TB
dapat menjadi penyakit TB. Pada cara ini, seseorang dapat menjadi sakit
beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah mereka menghirup kuman
2

TB . Cara yang lain terjadi jauh lebih cepat. Terkadang ketika seseorang pertama
kali menghirup kuman TB, tubuhnya tidak mampu melindungi diri terhadap
penyakit ini. Kuman tersebut kemudian berkembang menjadi penyakit TB aktif
dalam beberapa minggu. Seseorang dengan TB aktif akan menjadi sangat
2

infeksius dan dapat menyebarkan TB ke orang lain .


Kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup dapat mencapai alveolus.
Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB di mana sebagian
besar kuman TB akan hancur. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam
makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak akan
menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni
ditempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut
1,2

fokus primer Ghon .


Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan

terjadinya inflamasi

di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena.


Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer
merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang
1,2

membesar (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis) .


Waktu yang diperlukan sejak kuman TB masuk sampai terbentuk
kompleks primer secara lengkap disebut masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB
biasanya berlangsung antara 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12

minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai


3

jumlah 10 -10 , yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas
seluler.

Pada minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik


kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya
kompleks primer ini, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut
ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji
tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas
seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan
sistem imun yang berfungsi baik, ketika sistem imun seluler berkembang,
proliferasi kuman TB terhenti. Namun sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

1,2

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya


mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami

fibrosis

dan

enkapsulasi,

tetapi

penyembuhannya

tidak

sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

1,2

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang


terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis dan pleuritis
fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melalui brokus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal
saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus
dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat

10

menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis


perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan

TB endobronkial atau membentuk fistula. Masa kiju dapat

menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus


gabungan

pneumonitis

dan

atelektasis,

sehingga

menyebabkan

yang sering disebut sebagai lesi

1,2

segmental kolaps-konsolidasi.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat


terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.

Bagan 2.1

1,2

11

Penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui


cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik

dan sedikit demi sedikit

sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai


berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang
memiliki vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri,
terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai tempat tersebut, kuman TB
akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas
1,2

seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi


pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.
Fokus ini pada umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi
berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial ini disebut sebagai
fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun,
fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di
1,2

organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain .


Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogen
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinis penyakit TB secara
akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6
bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem pejamu (host)
dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.

1,2

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic


spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet
seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3
mm, yang secara histologik merupakan granuloma.

1,2

12

Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic


spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu proses perkijuan menyebar ke
saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan
beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak
dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat
1,2

terjadi secara berulang.

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),


biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgreen, ada tiga bentuk dasar TB
pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB
paru kronik. Sebanyak 0,5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB
milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi
primer. Tuberkulosis

endobronkial

(lesi

segmental

yang

timbul

akibat

pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9
bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia
terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman
di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang
terjadi pada anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.

1,2

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang


terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan
paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB
1

ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.


2.5. Diagnosa

Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,


tuberculin tes, pemeriksaan radiologis dan bakteriologis. Diagnosis pasti TB paru
ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman Mycobacterium tuberkulosis.
2.5.1.

Gejala Klinis

Demam
Batuk / batuk darah
Sesak nafas

13

Nyeri dada
Malaise

2.5.2.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan


konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu subfebris atau berat
badan menurun. Seringkali pasien tidak menunjukkan suatu kelainan apapun.
Tempat kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila
dicuragai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi redup dan
auskulltasi suara nafas bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan
berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infitrat ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Dalam penampilan
klinis, TB sering asimtomatis dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya
kelainan radiologis dada.

2.5.3.

Pemeriksaan Radiologis Tuberkulosis Paru

Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa
utama pada TB. Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan TB paru pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin ( +) dan
tanpa menunjukkan gejala.
1) Bila

klinis

ditemukan

gejala

tuberkulosis

paru,

hampir

selalu

ditemukan kelainan pada foto roentgen.


2) Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada
foto roentgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat
bukan tuberkulosis.
3) Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak
ada tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat
sekurang - kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.
4) Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda
tuberkulosis yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto toraks.
5) Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa
penyakit tersebut aktif.

14

6) Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat diperoleh


kesan tentang aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat
diperoleh melalui kombinasi dengan hasil pemeriksaan klinis/laboraturis.
7) Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan
lokalisasi, proses dan tanda perbaikan ataupun perburukan dengan
melakukan perbandingan dengan foto-foto terdahulu.
8) Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan
terapi seperti Pneumotoraks torakoplastik, torakoplastik dsb.
9) Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan dewasa
ini bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto
roentgen adalah suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila
perlu disertai proyeksi-proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus
puncak AP-lordotik dan tekhnik-tekhnik khusus lainnya.
Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang
dicurigai TB, yaitu :
1) Proyeksi Postero-Anterior (PA)
Pada posisi PA, pengambilaii foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi
berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan
pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.
2) Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang
kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir
inspirasi dalam.
3) Proyeksi Top Lordotik
Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan
adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini
hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan
dalam menginterpretasikan

suatu

lesi di

apeks. Pengambilan foto

dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat arah
caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan klavikula.

2.5.4. Skoring TB pada Anak

15

Kendala utama dalam tatalaksana TB anak adalah penegakan diagnosis.


Kesulitan menemukan kuman penyebab pada TB anak memerlukan penegakan
diagnosis khusus yang mengkombinasikan gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang yang relevan.

System scoring untuk mendiagnosis TB anak di Indonesia adalah sebagai


berikut:
Parameter
Kontak TB

0
Tidak jelas

1
-

2
Laporan keluarga,

3
BTA (+)

BTA (-)/BTA tidak


Uji Tuberkulin

Negative

jelas/tidak tahu
-

(Mantoux)

Positif (10
mm atau 5
mm pada
imunokompro

Berat

Klinis gizi buruk

atau BB/U

atau BB/TB <70%

<80%
2 minggu

atau BB/U <60%


-

3 minggu
1 cm, >1 cm,

badan/keadaan
gizi
Demam yang

mais)
-

BB/TB <90%

tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik
Pembesaran
kelenjar limfe

tidak nyeri

kolli, aksila,
inguinal
Pembengkakan
tulang/sendi

Ada
pembengkakan

16

panggul, lutut,
falang
Foto toraks

Normal/

Gambaran

kelainan

sugestif TB

tidak jelas

2.6. Gambaran Radiologis TB


Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :
2.6.1. Tuberkulosis Primer

Hampir semua infeksi

TB primer tidak disertai gejala klinis,

sehingga paling sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya


menyerang anak, tetapi bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan
tubuh yang lemah. Pasien dengan TB primer sering menunjukkan gambaran
foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan kelainan, bila infeksi
berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto toraks.
Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan
lebih sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta
segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada tuberculosis
primer

ini

adalah adalah limfadenopati, parenchymal disease, miliary

disease, dan efusi pleura. Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah
satu komplikasi yang mungkin timbul adalah pleuritis eksudatif, akibat
perluasan infitrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen.
Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi
kelenjar ke dalam bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anakanak mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi
dibelakangnya.

17

Gambar 2.1 Gambaran parenkimal dan lymphadenopati pada tuberkolosis


primer

Gambar 2.2 Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar).
Foto toraks PA dan lateral

18

Gambar 2.3. Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasisPleuritis TB

Gambar 2.4 Gambaran tuberkulosis milier

2.6.2. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi

Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa


atau timbul reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita
tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas
merupakan ciri dari tuberculosis sekunder

19

Gambar 2.5 Tuberculosis dengan cavitas

Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan


atas dan segmen apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian
basal paru yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe
pada tuberkulosis sekunder jarang dijumpai.

20

Kemungkinan - kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberkulosis

a. Penyembuhan
1. Penyembuhan tanpa bekas
Sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis primer dan pada orang dewasa
apabila diberikan pengobatan yang baik.
2. Penyembuhan dengan memninggalkan cacat.
Penyembuhan ini berupa garis - garis berdensitas tinggi / fibrokalsifikasi di
kedua lapangan atas paru dapat mengakibatkan penarikan pembuluh pembuluh darah besar di kedua hilli ke atas. Pembuluh darah besar di hilli
terangkat ke atas, seakan-akan menyerupai kantung celana (broekzak
fenomen). Sarang-sarang kapur kecil yang mengelompok di apeks paru
dinamakan Sarang - sarang Simon ( Simon's foci).
Secara roentgenologis, sarang baru dapat dinilai sembuh ( proses tenang )
bila setelah jangka waktu selama sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya
sama. Sifat bayangan tidak boleh berupa bercak-bercak, awan atau
lubang, melainkan garis-garis atau bintik-bintik kapur.
Dan harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik - laboratorium, termasuk
sputum.
b. Perburukan ( perluasan ) penyakit

1. Pleuritis
Terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui
penyebaran hematogen. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan
1015 ml. Efusi pleura bias terdeteksi dengan foto toraks PA dengan tanda
meniscus sign/ellis line, apabila jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral dekubitus
efusi pleura sudah bias dilihat bila ada penambahan 5 ml dari jumlah normal.
Penebalan pleura di apikal relative biasa pada TB paru atau bekas TB paru.
Pleuritis TB bias terlokalisir dan membentuk empiema. CT Toraks berguna
dalam memperlihatkan aktifitas dari pleuritis TB dan empiema.

21

2. Penyebaran miliar
Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sebesar l-2mm atau
sebesar kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah
paru. Pada foto toraks, tuberkulosis miliaris ini menyerupai gambaran 'badai
kabut (Snow storm apperance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi pada
Ginjal, Tulang, Sendi, Selaput otak /meningen, dsb.
3. Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang
bersangkutan sering menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius ).

4. Kavitas (lubang)
Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering
tipis berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin
terlihat cairan, yang biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan
fibrotik dan bersifat tidak berubah-ubah pada pemeriksaan berkala (follow up)
dinamakan lubang sisa (residual cavity) dan berarti suatu proses lama yang
sudah tenang.
2.7. Pemeriksaan laboratorium

Darah : Leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran


ke kiri, jumlah limfosit masih di bawah normal, laju endap darah mulai
turun ke arah normal lagi. Anemia ringan, gama globulin meningkat,
kadar natrium darah menurun

Sputum : ditemukan kuman BTA , diagnosis TB sudah dapat dipastikan.

Tes Tuberkulin. Biasanya dipakai tes Mantoux. Tes tuberculin


hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah mengalami
infeksi M.tuberculosae.

2.8. Diagnosis banding TB paru secara radiologist


2.8.1. TB paru primer

22

Pembesaran KGB pada TB paru primer : Limfoma, sarkoidosis pada


TB paru primer, pembesaran KGB dimulai dari hilus, baru ke
paratrakea, dan pada umumnya unilateral. Sedangkan pada limfoma
biasa dimulai dari paratrakea dan bilateral. Pada sarkoidosis
pembesaran KGB hilus bilateral,
Infiltrat unilateral lapangan bawah paru

TB anak: Pneumonia
Untuk membedakan pneumonia TB dengan pneumonia bukan karena
TB, pada pneumonia bukan TB umumnya tidak disertai pembesaran
KGB dan pada evaluasi foto cepat terjadi resolusi TB dewasa :
pneumonia

non

TB,

karsinoma

(bronchioloalveolar

cell

ca),

sarkoidosis, non tuberculous mycobacteria (NTM).


2.8.2. TB post primer

NTM
Silikosis
Respiratory bronchiolitis interstitial lung disease (RB ILD)
Kavitas pada usia tua, kemungkinan karena tumor
Kavitas multipel dijumpai juga pada wegener granulomatosis dan
jamur

2.9. Komplikasi

Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis


Komplikasi lanjut; TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru,
kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gaal nafas
dewasa, meningitis TB

2.10. Pengobatan Tuberkulosis


Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini I) yang digunakan adalah :

INH

23

Rifampisin
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

Kanamisin
Amikasin
Kuinolon
Obat lain yang masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin +

asam klavulanat
Beberapa obat berikut ini masih tersedia di Indonesia antara lain:
kapreomisin, sikloserin, PAS (dulu tersedia), derivat rifampisin dan
INH, thiomides.

Panduan Pengobatan :
I. TB paru BTA (+) atau BTA (-), lesi luas
2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 6 HE
II. Kambuh : RHZES/ IRHZE sesuai hasil uji resistensi atau 2 RHZES/ 1
RHZE/ 5 RHE
- Gagal pengobatan: 3-6 kanamisin, oflosaksin, etionamid,
sikloserin/ 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin, atau 2 RHZES/1
RHZE/ 5 RHE
III. TB paru putus obat
Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan
keadaan klinis, baketeriologi, dan radiologi saat ini atau 2 RHZES/
IRHZE/ 5R3H3E3
VI. TB paru BTA -, lesi minimal
2 RHZE/ 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4 R3H3
V. TB paru kronik

24

RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) +


obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)
VI. MDR TB
Sesuai uji reistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup.

25

BAB III
KESIMPULAN
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh,
dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
Diagnosis Tb ditegakan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Penegakan dianosis TB pada anak memiliki sistem
skoring khusus.
Pada pemeriksaan radiologi menggunakan rontgen thoraks gambaran
radiologi TB paru primer yang bisa ditemukan adalah adany infiltrat, kavitas,
pembesaran hilus, limfadenopati, atau pleuritis yang bisa ditemukan sendiri
ataupun bersamaan.

26

DAFTAR PUSTAKA

1.

Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,


Alwi I , Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2007
Jilid II, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI , 2006: 998-1005, 1045-9.

2.

Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep


Klinis Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004

3.

NN. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 2009.


Diunduh dari http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf

4.

Gerakan Terpadu Nasional Penanganan TB. 2007. Buku Pedoman


Nasional Penanggulangan TB. edisi 2. cetakan pertama. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

5.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2006. Tuberkulosis, Pedoman


Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Citra Grafika, Jakarta.

6.

Anonym. 2003. Prevalence and Incidence of Tuberculosis, (Cureresearch),


Available: http://www.Cureresearch.com/Tuberculosis/Prevalence.htm

7.

Joshua Burrill, FRCR Christopher J. Williams, FRCR Gillian Bain,


FRCR et all . Tuberculosis ; Radiological Review . Radiographics Vol 27
No.5 Pg.1255-1265 . 2007

8.

Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI.


Jakarta. 2005.

Anda mungkin juga menyukai