Anda di halaman 1dari 17

Modul 1

HUKUM KEDOKTERAN FORENSIK


PENGERTIAN DASAR
1. Hukum kedokteran / Medical Law adalah Hukum mempelajari hubungan yuridis
dimana seorang dokter merupakan bagian dari hokum ( Health Law ), antara
Dokter dan pasien dan berhubungan dengan Hukum pidana.
2. Hukum Kedokteran Forensik/ Hukum Kedokteran Kehakiman ( Forensik
Nadicine ) Ialah mempelajari Hukum Kedokteran Kehakiman dalam proses
peradilan.
3. Ilmu kedokteran Jiwa Kehakiman ( psychiatri Forensic ) Mempelajari Tentang
gangguan Jiwa Hubungannya dengan pasal 44 KUHP.
4. Hukum Kesehatan ( Health Law) ialah Hukum yang mempelajari berkaitan dengan
pemberian perawatan dan penerapannya pada hokum perdata, pidana dan hokum
administras dan sebaginya.
Hukum kesehatan Meliputi:
1. Hukum kedokteran / Medical Law
2. Hukum Kedokteran Kehakiman ( Forensik Nadicine ) / ( Legal Medicine )/
( Medical Yurisprudenc. 1980an
3. Hukum Keperawatan ( Nurse Law )
4. Hukum Rumah Sakit ( Hospital Law ).
5. Hukum Lingkungan ( Enveronmental Law )
6. Hukum Keselamatan Kerja Law ( Savety Law )
Istilah Kedokteran kehakiman terdapat pada pasal 133 KUHP.
Negara Negara Angola saxon menafsirkan Hukum Kedokteran dan Kedokteran
Kehakiman di satukan yaitu MEDIC LEGAL
Hakekat Ilmu Kedokteran Forensik
Menyelesaikan kejahatan-kejahatan dengan pembuktian setepat-tepatnya , Abad
pertengahan di kenal yang namanya Judicia Dei atau Keputusan Tuhan . kemudian
dalam perkembangannya E. Ferry 1859 1927 ahli hokum Italia menemukan suatu
system pembuktian yang mana penentuannya guility/not guility dilakukan oleh ilmuan
non Hukum.
Forensic berarti berhubungan dengan bidang kehakiman/ peradilan, jadi ilmu Kedokteran
forensic ialah hokum yang berkaitan dengan penggunaan ilmu kedokteran guna
membantu proses pembuktian dalam hokum acara pidana.

Dalam proses pem,buktian di pengadilan Hakim harus berpedoman pada alta bukti sesuai
dengan pasal 184 KUHP.
Tugas Ilmu Kedokteran Forensik :
1. Menurut Objek Pemeriksaan
a. Manusia yang masih hidup
b. Mayat
c. Benda-benda Tubuh
2. Menurut bentuk Kerja
a. melakukan pemeriksaan dan mengemukakan hasil pemeriksaan
b. mengemukakan hasil pendapat saja.
c. Memberi nasihat tentang penyidikan.
3. menurut tempat kerja
a. rumah sakit atau laboratorium
b. TKP
c. Ruang kantor/ ruang siding
4. menurut waktu pemeriksaan
a. pemeriksaan mula-mula oleh polisi
b. pemeriksaan lanjutan oleh jaksa
c. pemeriksaan di siding pengadilan

Beberapa kejahatan yang memerlukan bantuan ilmu kedokteran forensic yaitu


perzinahan/pemerkosaan,penganiayaan / pembunuhan, pengguguran kandungan dan keracunan.
Dalam hal keadaan yang sangat mendesak di mana penyidik harus memerlukan surat izin terlebih
dahulu.tampa mengurangi ketentuan ayat 1, penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas
benda bergerak dan untik itu wajib melaporkan segera kepengadilan setempat guna mendapat
persetujuan.
Tentang Benda sitaan Pasal 39 KUHP- Pasal 40 KUHP tentang tertangkap tangan.

Modul 2
Barang Bukti
Bararng- barang yang telah di sita nantinya akn menjadi barang bukti di pengadilan , mengenai
barangb bukti ini terdapat penjelasan pada pasal 130 KUHP.
Implementasi dari pasal di atas ialah bahwa barang bukti harus di bungkus rapih sedemikian rupa
agar tidak tertukar dengan barang bukti lainnya jika nanti di perlihatkan di persidangan.

Tata cara pemeriksaan mayat / tubuh manusia di atur dalam pasal 133 KUHP yang menyebutkan
bahwa :
1. untuk kepentingan pengadilan seorang korban berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli baik dari dokter kehakiman atau dokter lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli itu di ajukan dengan surat dan isinya di sebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka, mayat atau badan mayat.

3. Mayat yang di kirim ke pada ahli kedokteran kehakiman harus di perlakukan


dengan cara penuh rasa hormat dan di beri lebel yang memuat identitas mayat.
Dengan di beri cap jabatan di bagian lain tubuh mayat.
Sebetulnya semua mayat harus di bedah, untuk menentukan sebab kematian, pemeriksaan luar di
perlukan jika kelak perkaranya tidak di teruska ke pengadilan negri. Mengenai hal ini ad intruksi
Kapolri No. Pol. INSE / 20/IX/75 tentang tata cara mengajukan permohonan/ pencabutan visum Et
Repertum .
Pihak keluarga yang menghalangi dilakukannya pemeriksaan mayat dapat di tuntut pidana penjara
9 bulan atau denda Rp 4500 berdasarkan pasal 222 KUHP, dan untuk penggalian mayat perlu
dilakukan dalam hal melakukan penyidikan pasal 133 (2), 134 (1).
.

MODUL 3
Kewajiban Menjadi saksi
Pasal 224 KUHP :
Barang siapa di panggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan
sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang- undang selaku demikian harus di
penuhi, di ancam:
1. Dalam perkara pidanan atau pidanan penjara paling lama 9 bulan
2. Dalam pidana lain pidanan penjara paling lama 6 bulan
Pasal 170 KUHAP
(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan
rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu
tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
Ketentuan tersebut merupakan hak tolak /ingkar, Hak untuk menolak menjadi saksi.
Pasal 180
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan
bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil
keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu
dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana
tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang
untuk itu.

Identifikasi Korban

Metode Visual

Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan
anggota keluarga atau temannya.Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk,
sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang.Hal ini
perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk
membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.

Pemeriksan Dokumen
Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang kebetulan ditemukan
dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah
tersebut.Perlu diingat pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet
yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.
Perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau nama
pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat membantu proses identifikasi
walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.Khusus anggota ABRI, identifikasi
dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang dipakainya.
Melalui Bentuk Fisik
Pemeriksaan dari mata ,telinga,hidung dan sebagainya.

Melalui Sidik Jari


Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem.Sampai saat ini,
pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatan nya untuk
menentukan identitas seseorang.
Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah
untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah
dengan kantong plastik.

Mengetahu Beberapa Tanda-Tanda Kematian


Tanda-Tanda Kematian dini
1. Peredaran darah berhenti
2. Pernafasan berhenti
3. Refleksi mata hilang
4. Muka pucat
5. Otot lemas

Terjadi Pembusukan
Pembusukan mulai dari Usus usus menjalar ke seluruh tubuh , terutama tampak pada
pembuluh darah di bawah kulit. Setelah 10 jam kemudian berwarna biru, den setelah 96 jam
kematian ,kemudian berwarna hijau.

Luka tembak
Luka tembak masuk temple, yaitu laras di tempelkan langsung pada kulit ,luka akan
berbentuk lubanh, luka dengan lecet di sekitar lubang.
Luaka tembak jarak dekat
Luka terdiri dari lubang luka dengan kelam lecet di luarnya , berturut turut akan di temukan
keleim tato yang di akibatkan oleh tertanamnya butir peluru mesiu yang tisaka terbakar
sempurna kedalam kulit , kulit agak memerah akibat panas.

Modul 4

Ilmu-Ilmu forensic

Ilmu-ilmu forensic ialah ilmu yang dapat di gunakan untuk membantu proses peradilan, ilmu
forensic terdiri dari:
1. Medicine forensic , yaitu penggunann ilmu kedokteran dalam proses peradilan
2. Fisika forensic , adalah pembuktian terhadap barang bukti dalam perkkara pidan
secara ilmu fisika
3. Kimia forensic, penggunaan ilmu kimia untuk proses peradilan
4. Psikiatri forensic , yaitu ilmu penyakit jiwa dalam kaitannya tindak pidan.
Dll.

Abortus ialah keluarnya hasil pembuahan sebelum usia ke hamilan 2o minggu (5 bulan)
dengan berat kurang dari 500gram.

Mengenai abortus dalam KUHP


Pasal 299
(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
(2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keu tungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan
atau juruobat, pidmmya dapat ditambah sepertiga
(3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencariannya,
dapat dicabut haknya untuk menjalakukan pencarian itu.

Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya,
diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri
dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang
turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian
dalam mana kejahatan dilakukan.

Modul 5

Kasus korban keracunan


Menentukan Sebab Kematian Karena Racun
1. Ada keterangan bahwa korban benar-benar kontak dengan racuun
2. Ada tanda dan gejala sesuai keracunan zat yang di duga racun
3. Secara pemeriksaan kimiawi dapat di buktikan adanya adanya racun dalam
benda-benda bukti (sisa,makanan,sisa obat,dll).
4. Padapemeriksaan mayat luar dan dalam di dapatkan kelainan yang sesuai
dengan kelainan yang di timbulkan akibat racun yang di bersangkutan.
5. Secaara kimiawi dapat di temukan adanya racun atau metablis ( hasil
pemecahan dalam tubuh) jaringan/ cairan tubuh korban secara menyeluruh.

Kasus Perzinahan/Perkosaan
Pasal 284
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
l. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel),
padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan
perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah
kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar,
dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan
diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
Pasal 285
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Kasus ini sangat sulit di buktikan untuk adanya perkosaan harus di buktikan terlebih dahulu adnya
perbuatan tersebut, jika tidak maka tidak mungkin telah terjadi perkosaan. Suatu pembuktian
secara medis adalah mendapatkan sperma laki-laki di dalam liang senggama wanita yang di
maksud.

Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Pidana


1. Arti istilah
Visum = Visual =Melihat ,di lihat.

Visum Et Repertum dan Forensik


Kedokteran
Zen Zen Akatsuki pada Sabtu, Juli 30, 20110 Komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Categories :
Info Perawat

Arti harfiah dari Visum et Repertum yakni berasal dari kata visual yang
berarti melihat dan repertum yaitu melaporkan.Sehingga jika
digabungkan dari arti harafiah ini adalah apa yang dilihat dan diketemukan
sehingga Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter
(ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai apa yang dilihat dan
diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti
lain,kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaikbaiknya (Soeparmono,2002:98). Dalam STBL tahun 1937 No 350
dikatakan bahwa visa et reperta para dokter yang dibuat baik atas
sumpah dokter yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajarannya
di Indonesia.

Dalam Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M04/UM/01.06 tahun 1983


pada pasal 10 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran
kehakiman disebut sebagai Visum et Repertum. Pendapat seorang dokter
yang dituangkan dalam sebuah Visum et Repertum sangat diperlukan oleh
seorang hakim dalam membuat sebuah keputusan dalam sebuah
persidangan.Hal ini mengingat, seorang hakim sebagai pemutus perkara
pada sebuah persidangan,tidak dibekali dengan ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan kedokteran forensik ini.
Dalam hal ini, hasil pemeriksaan dan laporan tertulis ini akan digunakan
sebagai petunjuk sebagaimana yang dimaksud pada pasal 184 KUHAP
tentang alat bukti. Artinya, hasil Visum et Repertum ini bukan saja sebagai
petunjuk dalam hal membuat terang suatu perkara pidana namun juga
mendukung proses penuntutan dan pengadilan.
Bentuk Visum et Repertum berdasarkan objek :
1) Visum et Repertum Korban Hidup
Visum et Repertum
Visum et Repertum diberikan kepada korban setelah diperiksa didapatkan
lukanya tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan atau aktivitasnya.
Visum et Repertum Sementara
Misalnya visum yang dibuat bagi si korban yang sementara masih dirawat
di rumah sakit akibat luka-lukanya akibat penganiayaan.
Visum et Repertum Lanjutan
Misalnya visum bagi si korban yang lukanya tersebut (Visum et Repertum
Sementara) kemudian lalu meninggalkan rumah sakit ataupun akibat lukalukanya tersebut si korban kemudian di pindahkan ke rumah sakit atau
dokter lain ataupun meninggal dunia.

2) Visum et Repertum pada mayat


Visum pada mayat dibuat berdasarkan otopsi lengkap atau dengan kata
lain berdasarkan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam pada mayat.
3) Visum et Repertum Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
4) Visum et Repertum Penggalian Mayat
5) Visum et Repertum Mengenai Umur
6) Visum et Repertum Psikiatrik
7) Visum et Repertum Mengenai Barang Bukti
Misalnya berupa jaringan tubuh manusia, bercak darah, sperma dan
sebagainya.
(Peranan Dokter dalam Pembuktian Tindak Pidana,2008 : 51)
1.
Dasar
Hukum
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas
permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap
seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh
manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk
kepentingan peradilan.
Menurut Budiyanto dkk (Ilmu Kedokteran Forensik,1997) , dasar
hukum Visum et Repertum adalah sebagai berikut :
Pasal
133
KUHAP
menyebutkan:
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas

untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan


bedah mayat.
Selanjutnya,keberadaan Visum et Repertum tidak hanya diperuntukkan
kepada seorang korban (baik korban hidup maupun tidak hidup) semata,
akan tetapi untuk kepentingan penyidikan juga dapat dilakukan terhadap
seorang tersangka sekalipun seperti VR Psikiatris.
Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan dalam KUHAP yaitu :
Pasal
120
(1)
KUHAP
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang
ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
Apabila pelaku perbuatan pidana tidak dapat bertanggung jawab,
maka pelaku dapat dikenai pidana. Sebagai perkecualian dapat
dibaca dalam Pasal 44 KUHP sebagai berikut:
1. Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya
(gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke
storing), tidak dipidana.
2. Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan
padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau
terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya
orang itu dimasukkan dalam Rumah Sakit Jiwa, paling lama satu tahun
sebagai waktu percobaan.
3. Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah
Agung,
Pengadilan
Tinggi,
dan
Pengadilan
Negeri.
Dalam menentukan adanya jiwa yang cacat dalam tumbuhnya dan jiwa

yang terganggu karena penyakit, sangat dibutuhkan kerjasama antar pihak


yang terkait, yaitu ahli dalam ilmu jiwa (dokter jiwa atau kesehatan jiwa),
yang dalam persidangan nanti muncul dalam bentuk Visum et Repertum
Psychiatricum, digunakan untuk dapat mengungkapkan keadaan pelaku
perbuatan (tersangka) sebagai alat bukti surat yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik
pembantu sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir h dan pasal 11 KUHAP.
Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6 (1)
butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI.
Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana
yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena Visum
et Repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan
dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak
berwenang meminta Visum et Repertum , karena mereka hanya
mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi
dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP). Sanksi hukum bila
dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki pidana :
Pasal
216
KUHP
:
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan
yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya
mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian
pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana;
demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalanghalangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
denda
paling
banyak
sembilan
ribu
rupiah.
1.
Peran
dan
Fungsi
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana

tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam
proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa
manusia, dimana VeR menguraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang
karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.Visum et
repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan.
Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu
kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et
repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada
seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma
hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di
sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau
diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang
memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas
barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau
penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai
dengan pasal 180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu
berguna untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi
Hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau
membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat
suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah
Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.
Struktur dan Isi
Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum
sebagai berikut:

a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa


b. Bernomor dan bertanggal
c. Mencantumkan kata Pro Justitia di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan
temuan pemeriksaan
f. Tidak menggunakan istilah asing
g. Ditandatangani dan diberi nama jelas
h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila
ada lebih dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan
penyidik POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi
tersebut dapat diberi visum et repertum masing-masing asli
k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada
umumnya, dan disimpan sebaiknya hingga 20 tahun

Anda mungkin juga menyukai