Anda di halaman 1dari 9

Laporan Fisiologi Hewan

Sistem Pencernaan

Kelompok 1:
1. M. Nicova Kresnada K. P. (3415111368)
2. Rizki Fauziah (3415110139)
3. Indriya Rahayu (3415111391)
4. Anggi Dyah Aristi (3415111375)
5. Qoyima Kamilah (3415111362)

PENDIDIKAN BIOLOGI REGULER 2011


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014

1. PERCOBAAN TERHADAP MUSIN


Uji Biuret adalah uji umum untuk protein (ikatan peptida), tetapi tidak
dapat menunjukkan asam amino bebas. Zat yang akan diselidiki mula-mula
ditetesi larutan NaOH, kemudian ditetesi larutan tembaga (II) sulfat yang encer.
Jika terbentuk warna ungu berarti zat itu mengandung protein.
Pada percobaan uji musin, hasil yang didapatkan justru tidak sesuai
harapan. Hal ini dikarenakan kemungkinan besar, larutan biuret yang digunakan
sudah basi karena sudah dicampurkan terlebih dahulu antara NaOH dan tembaga
(II) sulfatnya sebelum praktikum dimulai. Sehingga tidak terjadi perubahan
apapun.
Namun berdasarkan teori, seharusnya perubahan warna pada Uji Muchsin
terjadi karena adanya muchsin pada saliva manusia dimana perubahan warna
tersebut
menjadi
ungu
atau
keunguan.
Muchsin
itu
sendiri adalah suatu senyawa glikoprotein yang berfungsi untuk melindungi
mukosa mulut dan membasahi makanan. Ada sekitar 99% air pada air liur
manusia murni dan sisanya berupa protein dan elektrolit, walaupun terkadang
pada saliva mengandung peptida. Adanya perbedaan pada kandungan saliva
mungkin dikarenakan asupan makanan manusia itu sendiri yang berbeda-beda.
Untuk mengetahui adanya peptide atau tidak, digunakan reagen yang berupa
biuret karena biure tdapat bereaksi dengan ion Cu2+ yang akan menghasilkan
produk berwarna ungu yang menandai adanya proteinpada bahan uji.
2. PERCOBAAN TERHADAP ION CNS
Terbentuk cincin berwarna orange
pekat di permukaannya dan larutan
berubah warna menjadi orange
yang semula warnanya jingga

Pada praktikum uji CNS dihasilkan hasil akhir warna saliva yang telah
dicampur dengan HCl dan FeCl3 adalah orange dan terdapat cincin berwarna
orange agak pekat di permukaannya. Perubahan warna ini terjadi setelah tetesan
saliva ke-8 dimana warna awal campuran larutan antara HCl dan FeCl3 adalah
jingga. Warna ini membuktikan adanya kandungan CNS pada saliva. Saliva
mengandung unsur-unsur organik dan anorganik. Ion CNS (ion tiosianat)
termasuk unsur anorganik yang terdapat dalam saliva. Ion CNS bekerja bersama
enzim proteolitik, terutama lisosom yang menyerang bakteri, membantu ion
tiosianat memasuki bakteri, tempat ion tiosianat menjadi bakterisidal dan
mencerna partikel-partikel makanan yang membantu menghilangkan pendukung
metabolisme bakteri lebih lanjut sehingga dapat mengontrol mikroorganisme
dalam mulut.
Ketika Ion CNS tercampur dengan FeCl2, Ion feroklorida akan teroksidasi
dan melepaskan ion bebas Fe2+ dan akan berikatan dengan Ion CNS. Reaksi
kimia dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
FeCl3+ HCl + 3CNS------- > Fe (CNS)3 + HCl + 3Cl-

3. PERCOBAAN HIDROLISIS AMILUM OLEH ENZIM AMILASE


Hasil Pengamatan
Uji glukosa (Fehling A+Fehling B)
Uji amilum (Lugol)
Tabung 1 (1 menit)
Terdapat endapan, Tabung A (1 menit)
Biru kehitaman
Merah bata +
+++
Tabung 2 (5 menit)
Terdapat endapan, Tabung B (5 menit)
Biru kehitaman
Merah bata ++
++
Tabung 3 (10 menit) Terdapat endapan, Tabung C (10 menit) Kuning
Merah bata +++
kehitaman +
Uji glukosa (Fehling A+Fehling B)

Tabung 1 = 1 menit

Tabung 2 = 5 menit

Tabung 3 = 10 menit

Uji amilum (Lugol)


Tabung A (atas) = 1 menit,
Tabung B (kiri bawah) = 5 menit,
Tabung C (kanan bawah) = 10 menit

Pembahasan
Uji glukosa
Hidrolisa pati merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi bagianbagian peyusunnya, seperti glukosa (Purba, 2009 dalam Istadi, 2010). Untuk
menguji kandungan glukosa pada percobaan ini, digunakan larutan Fehling A dan
Fehling B yang ditetesi pada campuran saliva dan amilum. Karbohidrat ada yang
bersifat gula pereduksi dan bukan gula pereduksi. Sifat gula pereduksi ini
disebabkan adanya gugus aldehid dan gugus keton yang bebas, sehingga dapat
mereduksi ion-ion logam seperti tembaga (Cu) dan perak (Ag) dalam larutan basa.
Dalam larutan Fehling yang terbuat dari campuran CuSO4, natrium sitrat, dan asam
sulfat pekat, gula tersebut akan mereduksi Cu2+ yang berupa Cu(OH)2 menjadi Cu+
sebagai CuOH, selanjutnya menjadi Cu2O yang tidak larut berwarna kuning atau
merah. Sehingga setelah larutan saliva dan amilum ditetesi oleh Fehling A dan
1.

Fehling B lalu dipanaskan untuk mempercepat reaksi, akan terjadi perubahan


warna menjadi merah bata disertai pembentukan endapan. Warna merah bata yang
paling pekat (+++) terlihat pada tabung 3 yang didiamkan paling lama yaitu
selama 10 menit. warna larutan tabung 2 yang didiamkan selama 5 menit terlihat
merah bata (++). Sedangkan warna merah bata yang lebih muda terlihat pada
tabung 1 yang didiamkan selama 1 menit.
2. Uji amilum
Pada percobaan hidolisis amilum, enzim amilase yang digunakan berasal dari
saliva atau air liur. Saliva mengandung dua enzim pencernaan, yaitu lipase lingual
yang disekresikan oleh kelenjar pada lidah, dan -amilase saliva yang
disekresikan oleh kelenjar-kelenjar saliva (Ganong, 2002). Enzim amilase dapat
memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa. Enzim ini memecah
ikatan -1,4-glikosidik yang terdapat dalam amilum dan disebut endo amilase
sebab enzim ini memecah bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum
(Poedjiadi, 2006).
Dalam reaksi yang terjadi, enzim amilase berperan aktif sebagai katalis yang
akan mempercepat laju reaksi penguraian amilum menjadi amilosa dan
amilopektin. Sementara larutan lugol berperan sebagai reagen atau indikator
warna untuk menandai aktivitas enzim amilase pada larutan amilum.
Perubahan warna yang terjadi setelah ditetesi lugol menandakan bahwa enzim
amilase bekerja dengan baik sehingga amilum dapat dipecah. Lugol ini sendiri
dapat digunakan untuk mengidentifikasikan adanya amilum dalam larutan karena
lugol (iodium) jika bereaksi dengan amilum akan membentuk suatu kompleks
berwarna biru keunguan. Sehingga jika di dalam suatu larutan terdapat amilum
maka larutan yang tadinya bening dapat berubah warna menjadi biru. Semakin
lama waktu yang digunakan, maka akan semakin pudar warna pada larutan karena
semakin banyak amilum yang bereaksi dengan enzim amilase. Umumnya amilase memotong ikatan di bagian tengah rantai sehingga menurunkan
kemampuan pati mengikat zat warna iodium. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil
pengamatan, tabung A yang didiamkan selama 1 menit menjadi berwarna biru
kehitaman yang lebih pekat daripada tabung B dan tabung C yang didiamkan
lebih lama.
4. PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP KERJA ENZIM AMILASE

No.
Keterangan Isi Tabung
Tabung Reaksi
Reaksi
I
Tabung reaksi berisi (Air
ludah + Amilum) pada gelas
kimia air dingin
II
Tabung reaksi berisi (Air
ludah + Amilum) pada gelas
kimia air ledeng
III
Tabung reaksi berisi (Air
ludah + Amilum) pada gelas
kimia air panas
Foto hasil uji lugol KI2

Uji
menggunakan
KI2
Biru (+++)
Biru (++)
Biru (+)

Uji menggunakan
Fehling A dan
Fehling B
merah
tua
+
endapan
lebih
banyak
Merah kekuningan
+ endapan kuning
tua
Merah + endapan

Foto hasil uji Fehling A dan Fehling B

Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kerja suatu
enzim. Enzim umumnya memiliki suhu optimum yang berbeda-beda untuk
menjalankan fungsinya. Enzim didalam tubuh manusia memiliki suhu optimal
yaitu berkisar 370c. Salah satu enzim dalam tubuh manusia adalah enzim amilase
yag terdapat pada air ludah , enzim amilase adalah enzim yang menghidrolisis pati
(polimer glukosa dari tumbuhan) dan glikogen (polimer glukosa dari hewan).
Produk utama dari pencernaan oleh enzim ini adalah polisakarida yang lebih kecil
dan disakarida maltosa (Campbell, 2003).
Pada percobaan untuk menguji pengaruh suhu terhadap kerja enzim
amilase digunakan KI2 dan Fehling a dan fehling b selain itu digunakan juga
amilum sebagai bahan untuk berlangsungnya kerja enzim amilase. KI 2 (lugol)
digunakan sebagai indikator kandungan amilum. Pada percobaan, setelah ditetesi
KI2 warna yang dihasilkan biru yang berarti semua tabung reaksi air ludah +
amilum masih mengadung amilum (belum terhidrolisis secara sempurna) karena
setelah ditetesi masih berwarna biru muda (+) hingga tua (+++).
Pada percobaan menggunakan fehling A dan B yang bertujuan sebagai
indikator telah terbentuknya gula pereduksi hasil hidrolisis enzim amilase pada
amilum. Berdasarkan hasil telah terbentukya endapan dan perubahan warna merah
kekuningan, merah hingga merah tua beserta endapanya yang menunjukan
terbentuknya maltosa yang berarti enzim amilase berkerja dengan baik. Semakin
banyak endapannya maka semakin banyak pula amilum yang terhidrolisis oleh
enzim amilase. Endapan menunjukan adanya gula yang mempunyai gugus aldehid
atau keton bebas yag mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu2O berwarna merah.
Berdasarkan hasil percobaan, air ledeng yang memiliki suhu 27 0c yang
paling mendekati suhu tubuh normal 370c menunjukan kerja yang cuku optimum
untuk enzim amilase, meskipun endapan paling banyak dihasilkan pada tabung

reaksi yang direndam air dingin. Hal ini mungkin dikarenakan suhu pada air
dingin yang meningkat serta faktor kelalaian dari praktikan.
Reaksi uji menggunakan lugol

Reaksi uji glukosa pada reagen benedict

5. PERCOBAAN ENZIM LIPASE


Hasil Pengamatan
saliva
(-)
empedu
Ada Keterangan:
pankreas
Ada lambung
(-)
(-) = tidak terbentuk emulsi
duodenum
Ada
ada = ada emulsi
Pembahasan
Saliva
Pada campuran saliva dan minyak tidak terdapat emulsi lemak. Walaupun di
dalam saliva terdapat enzim lipase lingual, namun dalam jumlah yang terbatas.
Selain itu, lipase lingual hanya merubah trigliserida menjadi 1 asam lemak dan
digliserida. Sehingga belum terdapat emulsi lemak. Lipase lingual ini sendiri
dihasilkan oleh kelenjar ebner pada bagian dorsal lidah. Hanya sekitar 10-30%
lemak dihidrolisis oleh lipase lingual menjadi digliserida dalam waktu 20 menit.
Dan memang pada manusia sebagian besar lemak dipecah oleh lipase pankreas.
Lambung
Pada lambung tidak terbentuk emulsi karena enzim lipase lambung tidak dapat
bekerja secara optimal. Enzim lipase akan bekerja secara optimal pada pH sekitar
6-7. Sedangkan keadaan di lambung sangat asam, yang dapat menyebabkan enzim
lipase ini terdenaturasi.
Pankreas
Pada pankreas terbentuk emulsi lemak karena pankreas menghasilkan enzim
lipase yang bisa memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Pankreas mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan sebagai
kelenjar endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin pankreas mengeluarkan getah
pankreas yang terdiri dari dua komponen yaitu yang pertama, enzim pankreas
yang secara aktif disekresikan oleh sel asinus yang membentuk asinus. Sel-sel
asinus mengeluarkan tiga jenis enzim pankreas yang mampu mencerna ketiga
kategori makanan yaitu: enzim proteolitik (mencerna protein), amilase pankreas
(mencerna karbohidrat), dan lipase pankreas (mencerna lemak). Yang kedua yaitu
larutan cair basa yang secara aktif disekresikan oleh sel duktus yang melapisi
duktus pankreatikus. Komponen encer alkalis banyak mengandung natrium
bikarbonat (NaHCO3).
Enzim-enzim pankreas berfungsi optimal pada lingkungan yang netral atau sedikit
basa, namun isi lambung yang sangat asam dialirkan ke dalam lumen duodenum
di dekat tepat keluarnya enzim pankreas ke dalam duodenum. Kimus asam
tersebut harus cepat dinetralkan. Disinilah fungsi dari NaHCO3 dipergunakan.
Cairan basa (NaHCO3) menetralkan kimus asam sewaktu kimus masuk ke dalam
duodenum dari lambung.

Setelah kimus tersebut sudah dinetralkan, maka enzim lipase pankreas dapat
bekerja. Lipase pankreas memecah trigliserida membentuk campuran asam lemak
dan monogliserida. Selain lipase, pankreas juga menghasilkan esterase yang
memutus asam lemak dari berbagai senyawa (misalnya ester kolesterol) dan
fosfolipase yang mencerna fosfolipid menjadi komponen-komponennya.
Empedu
Pada empedu terbentuk emulsi lemak karena didalam empedu terdapat garam
empedu yang dapat mengemulsikan lemak.
Cairan empedu disintesis di hati dan diekskresikan ke dalam duodenum. Empedu
mengandung beberapa konstitiuen organik, yaitu garam empedu, kolesterol,
lesitin, dan bilirubin dalam suatu cairan encer alkalis serupa dengan sekresi
NaHCO3 pankreas. Garam empedu adalah turunan dari kolesterol. Garam empedu
membantu pencernaan lemak dengan mengubah globulus-globulus lemak besar
menjadi butir lemak kecil. Karena, tanpa dipecah terlebih dahulu oleh garam
empedu, lipase pankreas akan kesulitan memecah lemak karena molekul lemak
yang terlalu besar. Dengan demikian, garam empedu meningkatkan luas
permukaan bagi enzim lipase.
Setelah ikut dalam pencernaan lemak, sebagian besar garam empedu diserap
kembali ke dalam darah oleh mekanisme transpor aktif khusus yang terletak di
ileum terminal. Dari sini garam empedu dikembalikan ke hati. Daur ulang empedu
ini disebut sirkulasi enterohepatik.
Empedu yang dihasilkan oleh hati disimpan di dalam kantung empedu sampai ada
rangsangan dari duodenum. Empedu disimpan dan dipekatkan di kandung empedu
diantara waktu makan. Empedu disekresikan oleh hati secara terus menerus kirakira 1 L setiap hari. Namun, cairan empedu dilepaskan ke duodenum hanya
apabila ada rangsangan hormon intestinal CCK (kolesistokinin) dari duodenum.
Duodenum
Terbentuk emulsi lemak pada campuran minyak dengan duodenum karena pada
duodenum terdapat enzim lipase, yaitu lipase pankreas yang disekresikan ke
duodenum. Ditambah lagi ada garam empedu yang bisa mengemulsikan lemak
dari kantung empedu, seperti telah dijelaskan diatas.
Setiap hari sel-sel kelenjar eksokrin di mukosa usus halus mensekresikan ke
dalam lumen sekitar 1,5 liter larutan cair garam dan mukus yang disebut sukus
enterikus (jus usus). Sekeresi meningkat setelah makan sebagai repons terhadap
stimulasi lokal mukosa usus halus oleh adanya kimus.
Mukus di dalam sekresi berfungsi untuk melindungi dan melumasi. Selain itu,
sekresi cair menyerdiakan banyak H2O untuk berperan dalam pencernan makanan
oleh enzim. Tidak ada enzim pencernaan yang disekresikan ke dalam getah usus
ini. Usus halus memang mensintesis enzim pencernaan, tetapi enzim-enzim ini
berfungsi di dalam membran brush-border sel epotel yang melapisi bagian dalam
lumen dan tidak disekresikan langsung ke dalam lumen.
Pencernaan di lumen usus halus dilakukan oleh enzim-enzim pankreas, dengan
bantuan sekresi empedu. Akibat aktivitas enzim-enzim pankreas, lemak di reduksi
secara sempurna menjadi unit-unit monogliserida dan asam lemak bebas yang
dapat diserap.
Asam lemak dan 2-monoasilgliserol yang dihasilkan oleh proses pencernaan
dikemas ke dalam misel, suatu butiran halus yang mengalami emulsifikasi oleh
garam empedu. Lemak makanan lainnya, seperti kolesterol dan vitamin larut

lemak, juga dikemas dalam misel ini. Misel kemudian berpindah menembus
lapisan air ke mikrovili pada permukaan sel epitel usus. Asam lemak rantai
pendek dan sedang (C4 sampai C12) tidak memerlukan garam empedu. Asam
lemak ini langsung diserap ke dalam sel epitel usus.
6. PENGARUH EMPEDU TERHADAP LEMAK
Pada percobaan pengaruh empedu pada lemak telah didapatkan hasil
bahwa larutan empedu yang diberi minyak kelapa setelah dikocok dan didiamkan
selama 5 menit terdapat emulsi,sedangkan pada larutan empedu yang diberi l air
setelah di kocok dan didiamkan selama 5 menit tidak terdapat emulsi, hal ini
disebabkan karena, cairan empedu berperan sebagai bahan emulsi. Cairan empedu
terdapat sebagai asam empedu dan garam empedu.Tetapi empedu mengandung
sejumlah besar garam-garam empedu terutama dalam bentuk garam natrium
terionisasi yang sangat penting dalam proses emulsifikasi lemak. Selain itu,
empedu terdiri atas tiga komponen :kolesterol, garam empedu dan lesitin. Ketiga
senyawa ini merupakan senyawa amfipatik (lipid amfipatik/polar),yaitu senyawa
yang mempunyai bagian hidrofobik yangberinteraksi dengan lemak dan bagian
hidrofilik yang berinteraksi dengan air. Karena itu, senyawa tersebut sering
ditemukan di pertemuan antara lemak dan air.Emulsi adalah lipid nonpolar (dalam
bentuk partikel besar) yang terdapat dalam medium aquous.
Bentuk emulsi ini akan distabilkan oleh lipid amfipatik seperti lesitin. Jadi
di sini lesitin berfungsi sebagai emulgator. Emulsi yang dihasilkan adalah
bentuk dari penghancuran lemak oleh empedu dan proses ini disebut emulsifikasi
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., J.B. Reece., L.G. Mitchell. 2004. Biologi. 5th ed. Alih bahasa :
Wasmen Manalu. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Gaman, P.M & K.B. Sherrington.(2000). IlmuPangan, Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi .Universitas Gadjah Mada press. Yogyakarta.
Ganong,W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi : 22. 2008. Jakarta : EGC.
Guyton, A.C. 1991. Fisiologi kedokteran. 5th ed. Alih bahasa A. Dharma dan P.
Lukmanto. Penerbit Buku Kedokteran jakarta
Hainsworth, F.R. 1981. Animal Physiology Adaptation in Function. AdisonWesley Publishing Company. Inc. Philippines.
Istadi dan Dian Rahmayanti. 2010. Permodelan dan Optimasi Hidrolisa Pati
Menjadi Glukosa dengan Metode Artificial Neural Network-Genetic
Algorithm. Teknik, vol. 31 No.2, ISSN 0852-1697.
Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Penerjemah Aminuddin
Parakkasi. UI Press. Jakarta.
Martini, F.H. and Judi, L. N. 2009. Fundamental of Anatomy and Physiology.
Pearson International. USA.
Pearce EC. Anatomi & fisiologi u.ps. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2005.
Poedjiadi, Anna. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Rusdi, dkk. 2012. Praktikum Fisiologi Hewan. Jakarta:Jurusan Biologi, FMIPA,
UNJ.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia. 2nd ed. Alih bahasa Brahm U.Pendit.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2004.

Anda mungkin juga menyukai