Sistem Pencernaan
Kelompok 1:
1. M. Nicova Kresnada K. P. (3415111368)
2. Rizki Fauziah (3415110139)
3. Indriya Rahayu (3415111391)
4. Anggi Dyah Aristi (3415111375)
5. Qoyima Kamilah (3415111362)
Pada praktikum uji CNS dihasilkan hasil akhir warna saliva yang telah
dicampur dengan HCl dan FeCl3 adalah orange dan terdapat cincin berwarna
orange agak pekat di permukaannya. Perubahan warna ini terjadi setelah tetesan
saliva ke-8 dimana warna awal campuran larutan antara HCl dan FeCl3 adalah
jingga. Warna ini membuktikan adanya kandungan CNS pada saliva. Saliva
mengandung unsur-unsur organik dan anorganik. Ion CNS (ion tiosianat)
termasuk unsur anorganik yang terdapat dalam saliva. Ion CNS bekerja bersama
enzim proteolitik, terutama lisosom yang menyerang bakteri, membantu ion
tiosianat memasuki bakteri, tempat ion tiosianat menjadi bakterisidal dan
mencerna partikel-partikel makanan yang membantu menghilangkan pendukung
metabolisme bakteri lebih lanjut sehingga dapat mengontrol mikroorganisme
dalam mulut.
Ketika Ion CNS tercampur dengan FeCl2, Ion feroklorida akan teroksidasi
dan melepaskan ion bebas Fe2+ dan akan berikatan dengan Ion CNS. Reaksi
kimia dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
FeCl3+ HCl + 3CNS------- > Fe (CNS)3 + HCl + 3Cl-
Tabung 1 = 1 menit
Tabung 2 = 5 menit
Tabung 3 = 10 menit
Pembahasan
Uji glukosa
Hidrolisa pati merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi bagianbagian peyusunnya, seperti glukosa (Purba, 2009 dalam Istadi, 2010). Untuk
menguji kandungan glukosa pada percobaan ini, digunakan larutan Fehling A dan
Fehling B yang ditetesi pada campuran saliva dan amilum. Karbohidrat ada yang
bersifat gula pereduksi dan bukan gula pereduksi. Sifat gula pereduksi ini
disebabkan adanya gugus aldehid dan gugus keton yang bebas, sehingga dapat
mereduksi ion-ion logam seperti tembaga (Cu) dan perak (Ag) dalam larutan basa.
Dalam larutan Fehling yang terbuat dari campuran CuSO4, natrium sitrat, dan asam
sulfat pekat, gula tersebut akan mereduksi Cu2+ yang berupa Cu(OH)2 menjadi Cu+
sebagai CuOH, selanjutnya menjadi Cu2O yang tidak larut berwarna kuning atau
merah. Sehingga setelah larutan saliva dan amilum ditetesi oleh Fehling A dan
1.
No.
Keterangan Isi Tabung
Tabung Reaksi
Reaksi
I
Tabung reaksi berisi (Air
ludah + Amilum) pada gelas
kimia air dingin
II
Tabung reaksi berisi (Air
ludah + Amilum) pada gelas
kimia air ledeng
III
Tabung reaksi berisi (Air
ludah + Amilum) pada gelas
kimia air panas
Foto hasil uji lugol KI2
Uji
menggunakan
KI2
Biru (+++)
Biru (++)
Biru (+)
Uji menggunakan
Fehling A dan
Fehling B
merah
tua
+
endapan
lebih
banyak
Merah kekuningan
+ endapan kuning
tua
Merah + endapan
Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kerja suatu
enzim. Enzim umumnya memiliki suhu optimum yang berbeda-beda untuk
menjalankan fungsinya. Enzim didalam tubuh manusia memiliki suhu optimal
yaitu berkisar 370c. Salah satu enzim dalam tubuh manusia adalah enzim amilase
yag terdapat pada air ludah , enzim amilase adalah enzim yang menghidrolisis pati
(polimer glukosa dari tumbuhan) dan glikogen (polimer glukosa dari hewan).
Produk utama dari pencernaan oleh enzim ini adalah polisakarida yang lebih kecil
dan disakarida maltosa (Campbell, 2003).
Pada percobaan untuk menguji pengaruh suhu terhadap kerja enzim
amilase digunakan KI2 dan Fehling a dan fehling b selain itu digunakan juga
amilum sebagai bahan untuk berlangsungnya kerja enzim amilase. KI 2 (lugol)
digunakan sebagai indikator kandungan amilum. Pada percobaan, setelah ditetesi
KI2 warna yang dihasilkan biru yang berarti semua tabung reaksi air ludah +
amilum masih mengadung amilum (belum terhidrolisis secara sempurna) karena
setelah ditetesi masih berwarna biru muda (+) hingga tua (+++).
Pada percobaan menggunakan fehling A dan B yang bertujuan sebagai
indikator telah terbentuknya gula pereduksi hasil hidrolisis enzim amilase pada
amilum. Berdasarkan hasil telah terbentukya endapan dan perubahan warna merah
kekuningan, merah hingga merah tua beserta endapanya yang menunjukan
terbentuknya maltosa yang berarti enzim amilase berkerja dengan baik. Semakin
banyak endapannya maka semakin banyak pula amilum yang terhidrolisis oleh
enzim amilase. Endapan menunjukan adanya gula yang mempunyai gugus aldehid
atau keton bebas yag mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu2O berwarna merah.
Berdasarkan hasil percobaan, air ledeng yang memiliki suhu 27 0c yang
paling mendekati suhu tubuh normal 370c menunjukan kerja yang cuku optimum
untuk enzim amilase, meskipun endapan paling banyak dihasilkan pada tabung
reaksi yang direndam air dingin. Hal ini mungkin dikarenakan suhu pada air
dingin yang meningkat serta faktor kelalaian dari praktikan.
Reaksi uji menggunakan lugol
Setelah kimus tersebut sudah dinetralkan, maka enzim lipase pankreas dapat
bekerja. Lipase pankreas memecah trigliserida membentuk campuran asam lemak
dan monogliserida. Selain lipase, pankreas juga menghasilkan esterase yang
memutus asam lemak dari berbagai senyawa (misalnya ester kolesterol) dan
fosfolipase yang mencerna fosfolipid menjadi komponen-komponennya.
Empedu
Pada empedu terbentuk emulsi lemak karena didalam empedu terdapat garam
empedu yang dapat mengemulsikan lemak.
Cairan empedu disintesis di hati dan diekskresikan ke dalam duodenum. Empedu
mengandung beberapa konstitiuen organik, yaitu garam empedu, kolesterol,
lesitin, dan bilirubin dalam suatu cairan encer alkalis serupa dengan sekresi
NaHCO3 pankreas. Garam empedu adalah turunan dari kolesterol. Garam empedu
membantu pencernaan lemak dengan mengubah globulus-globulus lemak besar
menjadi butir lemak kecil. Karena, tanpa dipecah terlebih dahulu oleh garam
empedu, lipase pankreas akan kesulitan memecah lemak karena molekul lemak
yang terlalu besar. Dengan demikian, garam empedu meningkatkan luas
permukaan bagi enzim lipase.
Setelah ikut dalam pencernaan lemak, sebagian besar garam empedu diserap
kembali ke dalam darah oleh mekanisme transpor aktif khusus yang terletak di
ileum terminal. Dari sini garam empedu dikembalikan ke hati. Daur ulang empedu
ini disebut sirkulasi enterohepatik.
Empedu yang dihasilkan oleh hati disimpan di dalam kantung empedu sampai ada
rangsangan dari duodenum. Empedu disimpan dan dipekatkan di kandung empedu
diantara waktu makan. Empedu disekresikan oleh hati secara terus menerus kirakira 1 L setiap hari. Namun, cairan empedu dilepaskan ke duodenum hanya
apabila ada rangsangan hormon intestinal CCK (kolesistokinin) dari duodenum.
Duodenum
Terbentuk emulsi lemak pada campuran minyak dengan duodenum karena pada
duodenum terdapat enzim lipase, yaitu lipase pankreas yang disekresikan ke
duodenum. Ditambah lagi ada garam empedu yang bisa mengemulsikan lemak
dari kantung empedu, seperti telah dijelaskan diatas.
Setiap hari sel-sel kelenjar eksokrin di mukosa usus halus mensekresikan ke
dalam lumen sekitar 1,5 liter larutan cair garam dan mukus yang disebut sukus
enterikus (jus usus). Sekeresi meningkat setelah makan sebagai repons terhadap
stimulasi lokal mukosa usus halus oleh adanya kimus.
Mukus di dalam sekresi berfungsi untuk melindungi dan melumasi. Selain itu,
sekresi cair menyerdiakan banyak H2O untuk berperan dalam pencernan makanan
oleh enzim. Tidak ada enzim pencernaan yang disekresikan ke dalam getah usus
ini. Usus halus memang mensintesis enzim pencernaan, tetapi enzim-enzim ini
berfungsi di dalam membran brush-border sel epotel yang melapisi bagian dalam
lumen dan tidak disekresikan langsung ke dalam lumen.
Pencernaan di lumen usus halus dilakukan oleh enzim-enzim pankreas, dengan
bantuan sekresi empedu. Akibat aktivitas enzim-enzim pankreas, lemak di reduksi
secara sempurna menjadi unit-unit monogliserida dan asam lemak bebas yang
dapat diserap.
Asam lemak dan 2-monoasilgliserol yang dihasilkan oleh proses pencernaan
dikemas ke dalam misel, suatu butiran halus yang mengalami emulsifikasi oleh
garam empedu. Lemak makanan lainnya, seperti kolesterol dan vitamin larut
lemak, juga dikemas dalam misel ini. Misel kemudian berpindah menembus
lapisan air ke mikrovili pada permukaan sel epitel usus. Asam lemak rantai
pendek dan sedang (C4 sampai C12) tidak memerlukan garam empedu. Asam
lemak ini langsung diserap ke dalam sel epitel usus.
6. PENGARUH EMPEDU TERHADAP LEMAK
Pada percobaan pengaruh empedu pada lemak telah didapatkan hasil
bahwa larutan empedu yang diberi minyak kelapa setelah dikocok dan didiamkan
selama 5 menit terdapat emulsi,sedangkan pada larutan empedu yang diberi l air
setelah di kocok dan didiamkan selama 5 menit tidak terdapat emulsi, hal ini
disebabkan karena, cairan empedu berperan sebagai bahan emulsi. Cairan empedu
terdapat sebagai asam empedu dan garam empedu.Tetapi empedu mengandung
sejumlah besar garam-garam empedu terutama dalam bentuk garam natrium
terionisasi yang sangat penting dalam proses emulsifikasi lemak. Selain itu,
empedu terdiri atas tiga komponen :kolesterol, garam empedu dan lesitin. Ketiga
senyawa ini merupakan senyawa amfipatik (lipid amfipatik/polar),yaitu senyawa
yang mempunyai bagian hidrofobik yangberinteraksi dengan lemak dan bagian
hidrofilik yang berinteraksi dengan air. Karena itu, senyawa tersebut sering
ditemukan di pertemuan antara lemak dan air.Emulsi adalah lipid nonpolar (dalam
bentuk partikel besar) yang terdapat dalam medium aquous.
Bentuk emulsi ini akan distabilkan oleh lipid amfipatik seperti lesitin. Jadi
di sini lesitin berfungsi sebagai emulgator. Emulsi yang dihasilkan adalah
bentuk dari penghancuran lemak oleh empedu dan proses ini disebut emulsifikasi
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., J.B. Reece., L.G. Mitchell. 2004. Biologi. 5th ed. Alih bahasa :
Wasmen Manalu. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Gaman, P.M & K.B. Sherrington.(2000). IlmuPangan, Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi .Universitas Gadjah Mada press. Yogyakarta.
Ganong,W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi : 22. 2008. Jakarta : EGC.
Guyton, A.C. 1991. Fisiologi kedokteran. 5th ed. Alih bahasa A. Dharma dan P.
Lukmanto. Penerbit Buku Kedokteran jakarta
Hainsworth, F.R. 1981. Animal Physiology Adaptation in Function. AdisonWesley Publishing Company. Inc. Philippines.
Istadi dan Dian Rahmayanti. 2010. Permodelan dan Optimasi Hidrolisa Pati
Menjadi Glukosa dengan Metode Artificial Neural Network-Genetic
Algorithm. Teknik, vol. 31 No.2, ISSN 0852-1697.
Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Penerjemah Aminuddin
Parakkasi. UI Press. Jakarta.
Martini, F.H. and Judi, L. N. 2009. Fundamental of Anatomy and Physiology.
Pearson International. USA.
Pearce EC. Anatomi & fisiologi u.ps. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2005.
Poedjiadi, Anna. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Rusdi, dkk. 2012. Praktikum Fisiologi Hewan. Jakarta:Jurusan Biologi, FMIPA,
UNJ.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia. 2nd ed. Alih bahasa Brahm U.Pendit.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2004.