dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.[1]
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian
dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.[2]
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat
metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk
karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu
pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani
(material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup
pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan
dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan
bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.
Etimologi
Ilmu alam: Planet Mars (kiri), Planet Merkuri (kanan), Bulan (bawah kiri), Pluto (bawah tengah),
dan Haumea (bawah kanan), perbandingan skala menggunakan diameter Sirius B.
Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm"[3] yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam
kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan
ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya.
Syarat-syarat ilmu
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab
sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu[4]. Sifat ilmiah
sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih
dahulu.
1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang
sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat
bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji
objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek,
sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau
subjek penunjang penelitian.
alat yang sangat berguna untuk menggambarkan/menjelaskan alam semesta telah menjadi isu
utama bagi filsafat matematika.
Lihat Eugene Wigner, The Unreasonable Effectiveness of Mathematics.
Richard Feynman berkata, "Matematika itu tidak nyata, tapi terasa nyata. Di manakah tempatnya
berada?", sedangkan Bertrand Russell sangat senang mendefinisikan matematika sebagai "subjek
yang kita tidak pernah tahu apa yang sedang kita bicarakan, dan kita tidak tahu pula
kebenarannya." -->
Referensi
1.
^ Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari
buku B. Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung
2008. Hal 7-11.
2.
^ Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari
buku B. Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung
2008. Hal 7-11
3.
4.
Pengertian Ilmu
Ilmu diterjemahkan sebagai pengetahuan yang tersusun secara sistematis melalui pemikiran yang
mendalam, serta dapat ditelaah oleh orang lain yang ingin mempelajarnya. ilmu adalah
pengetahuan (knowledge) dimana untuk mendapatkan pengetahuan bisa melalui berbagai cara,
bisa melalui pengetahuan panca indra, pengetahuan hasil pemikiran manusia atau pengetahuan
ilmu. pengetahuan adalah apa yang kita ketahui tentang obyek tertentu.
Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata latin, scire
yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti keadaan atau fakta mengetahui dan
sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau
kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti
pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang
dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa
Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak
terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup
yang berbeda dengan science (sains). Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme
positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan
metafisika (Kartanegara, 2003).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai
dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat
pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah ialah yang disebut ilmu
pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan
yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa; sehingga memenuhi asas pengaturan
secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif akademis. Dengan demikian teruji kebenaran
ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah dapat
dipertanggungjawabkan. Sedang pengetahuan tak-ilmiah adalah yang masih tergolong prailmiah.
Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar diperoleh, baik yang
telah lama maupun baru didapat. Disamping itu termasuk yang diperoleh secara pasif atau di luar
kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi).
Pengertian Metode Berpikir Ilmiah
Secara etimologi, metode berasal dari bahasa yunani yaitu kata meta (sesudah atau
dibalik sesuatu) dan hodos (jalan yang harus ditempuh). jadi metode adalah langkah-langkah
(cara dan teknis) yang diambil, menurut urutan atau sistematika tertentu untuk mencapai
pengetahuan tertentu, Metode menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui
sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan suatu
pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. jadi metodologi
ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah.
Metode berpikir ilmiah merupakan prosedur, cara atau teknik dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu, jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode
ilmiah atau dengan kata lain bahwa suatu pengetahuan baru dapat disebut suatu ilmu apabila
diperoleh melalui kerangka kerja ilmiah, syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu
pengetahuan bisa disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan metode ilmiah. Pendapat
lain mengatakan bahwa metode ilmiah adalah sebuah prosedur yang digunakan ilmuwan dalam
pencarian kebenaran baru. Dilakukan dengan cara kerja sistematis terhadap pengetahuan baru
dan melakukan peninjauan kembali kepada pengetahuan yang telah ada. Tujuan dari penggunaan
metode ilmiah adalah tuntutan supaya ilmu pengetahuan bisa terus berkembang seiring
perkembangan zaman dan menjawab tantangan yang dihadapi.
Manfaat Metode Berpikir Ilmiah
Seperti diketahui bahwa berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan
pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran, dengan
menggunakan metode berpikir ilmiah manusia bisa terus meng Up date pengetahuan menggali
dan mengembangkannya. Sifat ingin tahu pada diri manusia mendorong manusia
mengungkapkan pengetahuan, meski dengan cara dan pendekatan yang berbeda.
M. Solly Lubis menjelaskan bahwa manusia mampu mengembangkan pengetahuannya karena
dua hal: pertama, manusia mempunyai bahasa yang dapat dijadikan media untuk
mengkomunikasikan informasi dan jalan pikirannya; dan kedua, manusia memiliki kemampuan
berpikir berdasarkan suatu alur dan kerangka berpikir tertentu, dengan kata lain, bahasa yang
komunikatif dan nalar memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya, dan nalar
sebagai bagian dari kegiatan berpikir memiliki dua ciri utama yaitu logis dan analitis
Secara historis, terdapat empat cara manusia memperoleh pengetahuan yang tadi disebut
sebagai pelekat dasar kemajuan manusia, keempat cara tersebut adalah: 1) berpegang pada
sesuatu yang sudah ada (metode keteguhan); 2) merujuk kepada pendapat ahli (metode otoritas);
3) berpegang pada intuisi (metode intuisi); 4) menggunakan metode ilmiah. Cara pertama
Sampai cara ketiga, disebut sebagai cara kebanyakan orang, atau orang awam dan cenderung
tidak efisien, dan kurang produktif bahkan terkadang tidak objektif dan tidak rasional.
Sedangkan cara terakhir, yaitu metode ilmiah adalah cara ilmiah yang dipandang lebih rasional,
objektif, efektif dan efisien. Cara yang keempat ini adalah cara bagaimana para ilmuwan
memperoleh ilmu yang dalam prakteknya metode ilmiah untuk mengungkapkan dan
mengembangkan ilmu dikerjakan melalui cara kerja penelitian.
Bahwa manusia disadari atau tidak akan selalu menghadapi masalah, manusia selalu
dituntut untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya bagaimana seorang nelayan agar bisa
mendapatkan ikan yang banyak, petani agar tanamannya tidak diserang hama dengan hasil yang
memuaskan, termasuk bagaimana cara mendidik anak tentu semua itu ada metode
penyelesaiannya terlepas dari apakah permasalahan itu modusnya sama dengan yang pernah
terjadi dulu sekalipun dengan tantangan baru maka metode penyelesaiannya pun harus baru pula.
Karena itulah tuhan memberikan manusia akal pikiran, agar manusia mengoptimalkan fasilitas
yang suduh diberikan oleh tuhannya agar bisa menjawab tantangan zaman dan permasalahan
yang muncul dengan seting sosial dan modus yang berbeda pula. Masalahnya bisakah manusia
bercocok tanam, menangkap ikan, mendidik anak dengan baik tanpa adanya metode tertentu
dalam melahirkan pengetahuan. Dan pengetahuan diperoleh melalui sebuah sistem tata fikir yang
dilakukan manusia, oleh karena itu hal ini menunjukan bahwa penelitian ilmiah dengan metode
ilmiah memiliki peranan penting dan memberikan manfaat yang banyak dalam membantu
manusia dalam memecahkan permasalahannya. Pengetahuan mempunyai sistem dan ilmu adalah
pengetahuan yang sistematis, pengetahuan yang dengan sadar menuntut kebenaran, dan melalui
metode tertentu.
Prosedur Berpikir Ilmiah
Penalaran rasional dan empiris merupakan dua model yang selalu menjadi sumber
sekaligus metodologis dalam menghasilkan ilmu pengetahuan, ilmu yang dihasilkan dari sumber
tadi, selalu menuntut dilakukan observasi dan penjelajahan baru terhadap masalah yang dihadapi
dari pra anggapan (hipiotesis/dedukasi), pengujian dilakukan melalui studi lapangan
(empiris/induksi). Jadi metode ilmiah adalah penggabungan antara cara berpikir deduktif
(rasional) dan induktif (empiris) dalam membangun pengetahuan.
Secara rasioanal maka ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif,
sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai dengan fakta dan
yang tidak. Dengan demikian bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni
(a) harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya
kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan; dan (b) harus cocok dengan fakta-fakta
empiris sebab teori yang sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima
kebenarannya secara ilmiah.
Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika induktif
dimana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan dalam sebuah sistem. Teori apapun
konsistennya jika tidak didukung pengujian empiris maka tidak dapat diterima kebenarannya
secara ilmiah. begitupun sebaliknya seberapa pun faktualitasnya fakta-fakta yang ada, tanpa
didukung asumsi rasional maka ia hanya akan menjadi fakta yang mati yang tidak memberikan
pengetahuan kepada manusia.
Oleh karena itu, sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional
yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, yang biasanya disebut hipotesis. Hipotesis
adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang kita hadapi, hipotesis
berfungsi sebagai penunjuk jalan yang memungkinkan kita untuk memperoleh jawaban.
Hipotesis disusun berdasarkan cara kerja deduktif, dengan mengambil premis-premis dari
pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya. Penyususnan hipotesis berguna untuk
menunjang terjadinya konsistensi pengembangan ilmu secara keseluruhan dan menimbulkan
efek kumulatif dalam kemajuan ilmu. Hipotesis dapat menjadi jembatan pemanduan antara cara
kerja deduksi dan induksi.
Langkah selanjutnya setelah penyusunan hipotesis adalah menguji hipotesis tersebut
dengan mengkonfrontasikannya, mengkomunikasikannya dengan dunia fisik yang nyata, dalam
proses pengujian ini merupakan pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang
diajukan. fakta-fakta ini bisa bersifat sederhana yang bisa langsung ditangkap oleh panca indra
ada juga yang harus menggunakan alat seperti teleskop dan mikroskop.
Dengan adanya jembatan berupa penyusunan hipotesis, metode ilmiah sering dikenal
sebagai proses logico-hypofhetico-verifikafio (logic, hipotetik, sekaligus verifikatif). Perkawinan
berkesinambungan antara deduksi dan induksi disebut dengan prosedur berpikir ilmiah. proses
induksi diperlukan untuk melakukan verifikasi atau pengujian hipotesis di mana dikumpulkan
fakta-fakta empiris untuk menilai apakah sebuah hipotesis didukung oleh fakta atau tidak.
"Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah
yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. kerangka berpikir ilmiah yang
berintikan proses Logico-hypofhefico-verifikafio ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batasbatasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
2. Pernyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang
menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan
membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan
penalaran yang berdasarkan akal dan pengalaman. Orang yang mengunakan akal sebagai
penalarannya disebut dengan paham rasionalisme. sedangkan orang yang mengunakan
pengalaman sebagai penalaran disebaut paham empirisme.
Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar manusia harus berfikir. Penalaran adalah
suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Kegiatan
penalaran mempunyai ciri ciri tertentu. Kegiatan tersebuat meliputi berfikir secara luas atau
logika, berfikir secara analitik (berdasarkan langkah langkah tertentu). Secara tegas dapat
dikatakan bahwa kebanaran adalah pernyataan tanpa ragu.
Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar (Jujun S. Suriasumantri,1999:50). Yang pertama mendasarkan pada
rasio dan yang kedua mendasarkan pada pengalaman. Selain dasar rasio dan pengalaman yang
benar untuk mendapatkan kebanaran ilmu juga harus mengunakan metode ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Daldjoeni, N., Hubungan etika dengan Ilmu, Ilmu dalam perspektif. Jujun S.
Suriasumantri, Jakarta: Gramedia, 1978.
2. Ilmuwan dan Tanggung Jawab sosial. Pustaka. No.3 Tahun III,1979
3. Suriasumantri, S. Jujun. Filsafat Ilmu. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta, 1999.
4. Beberapa sumber dari internet