Anda di halaman 1dari 12

SINOPSIS TUTORIAL

Blok : 21

UP

:2

Nama : Hanshi Dua Novanda

NIM : 08/269123/KH/5996

Learning Objectives :
1.

Bagaimana pengenalan gejala klinis & lesi makrokopis pada sistem pencernaan unggas akibat
penyakit viral, bakteri, parasit !

2.

Bagaimana hubungan gejala klinis, lesi dan jenis penyakit !

3.

Bagaimana metode diagnosa penyakit bakteri, viral, parasit !

4.

Bagaimana kualitas daging ayam yang mengalami penyakit tersebut !

5.

Bagaimana penanganan dan pengobatan !

Ringkasan Belajar :
1. Pengenalan gejala klinis & lesi makrokopis pada sistem pencernaan unggas akibat penyakit viral,
bakteri, parasit
VIRUS
a. Newcastle Diseases
Gejala klinis yang terlihat pada penderita sangat bervariasi, dari yang sangat ringan sampai
yang terberat. Berikut ini dijelaskan kemungkinan gejala-gejala klinis pada ungggas penderita
penyakit ND.
Bentuk Velogenik-viscerotropik : bersifat akut, menimbulkan kematian yang tinggi, mencapai
80 100%. Pada permulaan sakit napsu makan hilang, mencret yang kadang-kadang disertai
darah, lesu, sesak napas, megap-megap, ngorok, bersin, batuk, paralisis parsial atau komplit,
kadang-kadang terlihat gejala torticalis.
Bentuk Velogenik-pneumoencephalitis : gejala pernapasan dan syaraf, seperti torticalis lebih
menonjol terjadi daripada velogenik-viscerotropik. Mortalitas bisa mencapai 60 80 %.
Bentuk Mesogenik : pada bentuk ini terlihat gejala klinis berupa gejala respirasi, seperti :
batuk, bersin, sesak napas, megap-megap. Pada anak ayam menyebabkan kematian sampai
10%, sedangkan pada ayam dewasa hanya berupa penurunan produksi telur dan hambatan
pertumbuhan, tidak menimbulkan kematian.
Bentuk Lentogenik : terlihat gejala respirasi ringan saja, tidak terlihat gejala syaraf. Bentuk ini
tidak menimbulkan kematian, baik pada anak ayam maupun ayam dewasa.
1

Bentuk asymptomatik : pada galur lentogenik juga sering tidak memperlihatkan gejala klinis.
Gejala klinis anak ayam dan ayam fase bertelur penderita ND :
Pada anak ayam, ditemukan penderita mati tiba-tiba tanpa gejala penyakit. Pernapasan
sesak, batuk, lemah, napsu makan menurun, mencret dan berkerumun. Terlihat gejala
syarafi berupa paralisis total atau parsial. Penderita mengalami tremor atau kejang otot,
bergerak melingkar dan jatuh. Sayap terkulai dan leher terputar (torticolis). Mortalitas
pada penderita bervariasi.
Pada ayam fase produksi, umur 2 sampai dengan 3 minggu terlihat gejala gangguan
pernapasan, depresi dan napsu makan menurun, namun gejala syaraf jarang terlihat.
Produksi telur menurun secara mendadak. Morbiditas dapat mencapai 100%, sedangkan
mortalitas bisa mencapai 15%.

Lesi makroskopis
Perubahan pasca mati pada unggas penderita antara lain, meliputi ptechiae, berupa bintikbintik perdarahan pada proventrikulus dan seca tonsil, eksudat dan peradangan pada saluran
pernapasan serta nekrosis pada usus.

b. Avian Influenza
Gejala : feses menjadi lebih encer dan berwarna hijau muda keputihan.
Lesi makroskopik : Perdarahan berbentuk bintik-bintik pada salah satu organ pencernaan, yaitu
proventrikulus menjadi ciri khas serangan ND atau AI. Selain perdarahan pada proventrikulus,
virus AI juga menyebabkan perdarahan pada mesentrium usus.
BAKTERI
a. Infeksi Bakteri Clostridium sp.
Necrotic enteritis (NE) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Clostridium perfringens tipe
A atau C dan menyebabkan kerusakan di saluran percernaan, terutama di usus.
Infeksi NE diawali dengan gejala klinis penurunan nafsu makan, depresi, bulu berdiri, ayam
terlihat bergerombol dan diare. Infeksi NE juga ditandai oleh feses agak encer berwarna merah
kecoklatan (seperti warna buah pepaya) disertai dengan cairan asam urat yang keluar bersama
feses. Kadang feses juga bercampur dengan sejumlah material ransum yang tidak tercerna secara
sempurna.
Lesi makroskopis : Dari hasil bedah bangkai akan ditemukan adanya nekrosa pada mukosa
2

usus halus dan terjadi perubahan dimana usus menjadi rapuh dan mengalami distensi
(penggelembungan) akibat pembentukan gas dan kadang dijumpai perdarahan. Selain kerusakan
pada usus, NE juga dapat mengakibatkan hati mengalami pembengkakan, keras, pucat dan
terdapat bintik-bintik. Kantung empedu juga membesar dan rapuh.
b. Infeksi Escherichia coli
Infeksi Escherichia coli (E. coli) pada ayam dikenal dengan istilah colibacillosis.
Gejala klinis kolibasilosis antara lain : kematian mendadak yang terjadi pada bentuk akut,
tanpa menunjukkan gejala klinis. Apabila penyakit berjalan kronis, maka gejala yang terlihat yaitu
kelesuan, napsu makan menurun serta munculnya gangguan pernafasan berupa ngorok pada
malam hari disertai pengeluaran eksudat dari hidung. Beberapa kasus kolibasilosis terjadi pada
organ reproduksi unggas sehingga agak sukar diamati. Eksudat pada kantong hawa dan radang
fibrinosa pada kantong jantung dan permukaan hati. Gejala lain berupa radang pusar (omphalitis),
septicaemia dan enteritis.
Salah satu gejala klinis infeksi E. coli pada ayam yang dapat diamati adalah adanya diare
berwarna kuning. Gejala klinis tersebut diikuti pula oleh perubahan patologi anatomi, dimana
pada colibacillosis bentuk diare ditemukan usus yang mengalami peradangan (enteritis),
sedangkan pada coligranuloma ditemukan adanya granuloma (bungkul-bungkul) pada hati,
sekum, duodenum dan penggantung usus.
c. Infeksi Pasteurella multocida
Infeksi Pasteurella multocida pada ayam sering dikenal dengan penyakit kolera (fowl cholera).
Gejala klinis kolera terlihat dari penurunan nafsu makan, lesu, bulu mengalami kerontokan,
diare yang awalnya encer kekuningan, lama-kelamaan akan berwarna kehijauan disertai mucus
(lendir), peningkatan frekuensi pernapasan, daerah muka, jengger dan pial membesar.
Perubahan patologi anatomi yang ditimbulkan oleh penyakit ini bervariasi sesuai dengan
derajat keparahannya. Pada kolera bentuk akut, terlihat berupa perdarahan petechial pada berbagai
organ visceral terutama pada jantung, hati, paru-paru, lemak jantung maupun lemak abdominal.
Selain itu juga sering ditemukan perdarahan berupa petechial dan ecchymosis pada mukosa usus.
Hal ini disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat aktivitas endotoksin. Hati juga akan
terlihat membesar dan terdapat bintik putih. Untuk kolera bentuk kronis, ditandai dengan adanya
infeksi lokal yang dapat ditemukan pada persendian tarsometatarsus, bursa sternalis, telapak
kaki, rongga peritonium dan oviduk.
d. Infeksi Salmonella sp.
3

Infeksi ayam oleh Salmonella sp. bisa mengakibatkan timbulnya beberapa penyakit yaitu
avian paratyphoid, fowl typhoid dan pullorum. Diantara ketiga jenis penyakit tersebut, pullorum
merupakan penyakit yang lebih sering menginfeksi, terutama pada ayam pedaging. Penyakit
pullorum ini identik dengan berak kapur dan sering menyerang pada anak ayam.
Kematian bisa mencapai 80% dan puncak kematian pada umur 2-3 minggu setelah menetas.
Dari gejala klinis, ayam akan terlihat ngantuk, lemah, kehilangan nafsu makan dan diikuti dengan
kematian mendadak. Anak ayam kerapkali menciap kesakitan ketika sedang buang kotoran.
Kotoran tersebut berwarna putih menyerupai kapur (pasta) dan terkadang menempel pada dubur
ayam.
Perubahan bedah bangkai akan terlihat adanya nekrosis (kematian jaringan) pada hati serta
terkadang hati mengalami pembengkakan. Pada saluran pencernaan tampak bintik-bintik putih
terutama pada mesenterium (penggantung usus,red) dan otot ventrikulus. Adanya komplikasi
dengan CRD atau korisa menyebabkan ayam menunjukkan gejala klinis berupa gangguan
pernapasan seperti ngorok dan keluar lendir dari hidung.
PARASIT
a. Koksidiosis
Koksidiosis atau berak darah merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh salah satu
endoparasit, yaitu protozoa (bersel tunggal) dari genus Eimeria sp.
Infeksi dini koksidiosis biasanya ditunjukkan adanya feses ayam yang berwarna coklat
gambir dengan konsistensi semacam pasta atau sedikit encer. Selain tanda tersebut, gejala klinis
yang ditunjukkan ayam yang terserang koksidiosis antara lain nafsu makan turun, pertumbuhan
terhambat, ayam terlihat pucat, bulunya kusam dan depresi.
Terjadi luka, perdarahan dan kerusakan jaringan usus. Secara mikroskopis, kerusakan yang
disebabkan infeksi Eimeria sp. ialah rusaknya sel-sel epithel mukosa usus dan perlukaan kapilerkapiler darah di mukosa usus.
b. Leucocytozoonosis
Leucocytozoonosis atau yang lebih dikenal dengan sebutan malaria like merupakan salah
satu penyakit pada unggas yang disebabkan oleh parasit protozoa. Protozoa penyebab penyakit
ini adalah Leucocytozoon sp. dari famili Plasmodiidae, salah satu contoh spesiesnya adalah
Leucocytozoon caulleryi.
Pada gejala yang bersifat akut, proses penyakit berlangsung cepat dan mendadak. Suhu
tubuh yang sangat tinggi akan dijumpai pada 3-4 hari post infeksi, kemudian diikuti dengan
4

anemia akibat rusaknya sel-sel darah merah, kehilangan nafsu makan (anoreksia), lesu dan lemah
serta lumpuh.
Ayam yang terinfeksi parasit protozoa dapat mengalami muntah darah, mengeluarkan feses
berwarna hijau dan mati akibat perdarahan. Infeksi Leucocyztooon caulleryi dapat
mengakibatkan muntah darah dan perdarahan atau kerusakan yang parah pada ginjal. Kematian
biasanya mulai terlihat dalam waktu 8-10 hari pasca infeksi. Ayam yang terinfeksi dan dapat
bertahan akan mengalami infeksi kronis dan selanjutnya dapat terjadi gangguan pertumbuhan dan
produksi. Terlihat berak hijau dengan gumpalan putih tetapi tidak encer/tidak diare.
Ayam yang terinfeksi protozoa ini akan menunjukkan adanya perdarahan dengan ukuran
yang sangat bervariasi pada kulit, jaringan subkutan, otot dan berbagai organ, misalnya ginjal,
hati, paru-paru, usus dan bursa Fabricius. Hati dan ginjal biasanya membengkak dan berwarna
merah hitam.
c. Ascariasis
Ascariasis disebabkan oleh Ascaridia galli dari family Ascaridiidae. Ascaridia galli disebut
juga Ascaridia lineate atau Hiterakis granulosa.
Ayam terinfeksi A. galli menunjukkan gejala kurus, berat badan turun dan produksi telur
menurun, pertumbuhan terhambat, diare. Pada kasus yang berat dapat terjadi kematian.
2. Hubungan Gejala Klinis, Lesi Dan Jenis Penyakit
a. Infeksi Bakteri Clostridium sp. ( NE )
Munculnya kasus NE biasanya dipicu oleh serangan koksidosis. Koksidiosis merupakan
penyakit parasit yang disebabkan oleh protozoa (bersel tunggal) dari genus Eimeria sp. Saat
koksidiosis menyerang, akan terjadi perdarahan dan kerusakan jaringan ileum (usus halus) serta
peningkatan penguraian air tubuh sehingga dihasilkan banyak oksigen. Meningkatnya oksigen
akan memicu bakteri aerob, seperti C. perfringens meningkat populasinya dan berlanjut dengan
serangan necrotic enteritis. Penggantian ransum secara mendadak dan penggunaan beberapa jenis
bahan baku ransum, seperti tepung ikan, gandum dan barley yang melebihi batas juga dapat
mempercepat peningkatan populasi C. perfringens di dalam usus. Kerusakan usus oleh
koksidiosis, menyebabkan usus tidak dapat bekerja menyerap nutrisi sehingga terjadi akumulasi
nutrisi di dalam usus. Nutrisi tersebut kemudian dimanfaatkan oleh bakteri C. perfringens untuk
berkembangbiak meningkatkan populasinya.
b. Infeksi Escherichia coli

Bakteri akan masuk ke dalam saluran pernapasan bagian bawah dan akan melekat di
permukaan epitel. Perlekatan yang spesifik dari bakteri ini disebabkan karena adanya vili yang
dimilikinya. Setelah melekat bakteri akan masuk ke perredaran darah dan akhirnya menimbulkan
kerusakan pada kantong udara, perikardium jantung dan kapsula hati. Bakteri E. coli yang ganas
dapat diisolasi terutama dari kantong udara dan perikardium jantung.
Penularan E. coli yang terjadi melalui telur tetas akan menyebabkan kematian dini yang
tinggi pada anak ayam. Anak ayam yang dihasilkan dari telur yang terkontaminasi akan
mengandung sejumlah besar E. coli di dalam usus atau feses, sehingga akan berakibat terjadinya
penularan yang cepat pada suatu populasi tertentu. Sumber penularan terpenting pada telur
adalah feses yang mengandung E. coli yang mengkontaminasi dan menembus kerabang telur
serta selaput telur. Pencemaran telur oleh E.coli bisa terjadi di ovarium maupun oviduk yang
terinfeksi oleh bakteri tersebut.
Penularan Penyakit Pencernaan
Penyakit infeksi saluran pencernaan oleh bakteri dapat menular secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung melalui kontak dengan ayam sakit, sedangkan secara tidak
langsung melalui kontak dengan pekerja kandang atau peralatan (alat-alat kandang, ransum, air
minum dll) yang tercemar oleh bakteri. Pada kasus pullorum, penyakit dapat ditularkan secara
vertikal yaitu melalui telur kemudian menyebar dalam mesin penetasan dan meluas sesuai
dengan distribusi anak ayam yang ditetaskan dari mesin penetas yang tercemar tersebut.
Pada kasus penularan secara tidak langsung, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh ayam
diawali dengan tertelannya bakteri tersebut bersama ransum atau air minum yang terkontaminasi.
Kemudian bakteri dalam tubuh ayam (saluran pencernaan) memperbanyak diri dalam usus,
menembus dinding usus dan masuk ke dalam aliran darah. Bakteri dalam darah akan berkembang
sampai menjadi septikemia (bertahannya bakteri dalam darah) yang merupakan ciri dari kejadian
infeksi penyakit akut.
Bakteri yang terdapat di dalam usus dapat menyebabkan peradangan dan penghancuran lapisan
usus. Selain itu, bakteri juga akan menghasilkan toksin yang dapat mengganggu proses
penyerapan nutrisi oleh usus dan mengakibatkan peningkatan peristaltik usus, yang akhirnya
terjadilah gejala diare.
Bakteri yang secara normal berada di dalam saluran pencernaan ayam pun bisa ikut
menginfeksi. Hal ini dipicu oleh kondisi ayam yang menurun, sedangkan bakteri terus bertambah
konsentrasinya. Konsentarsi bakteri yang tinggi dalam usus bisa dikeluarkan melalui feses dan
dapat menginfeksi ayam lain.
6

c. Koksidiosis
Saat bentuk infektif Eimeria sp. termakan ayam, dimulailah siklus hidup parasit bersel satu
ini. Di gizzard (tembolok) dinding kista ookista terkikis sehingga keluarlah sporozoit yang
langsung menuju ke usus untuk melangsungkan siklus hidupnya. Akibatnya terjadi luka,
perdarahan dan kerusakan jaringan usus.
Perdarahan di usus itu disebabkan robeknya pembuluh darah di epithel oleh schizont atau
merozoit saat menembus menuju lumen usus. Perdarahan ini biasanya terlihat pada hari ke-4
pasca infeksi dan hari ke-5-6 perdarahan terlihat lebih banyak (terjadi perdarahan hebat di usus).
Jika tidak mati, ayam akan memasuki fase penyembuhan pada hari ke-8-9. Lokasi dan tingkat
keparahan perdarahan berbeda-beda antar spesies Eimeria sp. Secara lengkap, kerusakan usus
akibat ke-6 spesies Eimeria sp. tercantum pada cover dalam depan Info Medion edisi ini (02/08).
Rusaknya usus akibat serangan Eimeria sp. tersebut menjadi tempat yang sangat cocok bagi
bakteri C. perfringens untuk berkembang biak dan berkolonisasi. Terbentuknya koloni bakteri ini
akan menghasilkan suatu toksik, yaitu toksik alfa (C. perfringens tipe A dan C) maupun toksik
beta (C. perfringens tipe C) yang mampu menimbulkan nekrosa pada mukosa usus halus
sehingga disebut necrotic enteritis. Perubahan pada usus akibat infeksi bakteri NE antara lain
usus menjadi rapuh dan mengalami distensi akibat pembentukan gas, mukosa usus tertutup
selaput yang mengerah berwarna kuning dan kadang dijumpai perdarahan mukosa usus.
3. Metode Diagnosa Penyakit Bakteri, Viral, Parasit
Virus : pemeriksaaan gejala klinis, pemeriksaan titer antibody
Bakteri : pemeriksaan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium ( penanaman bakteri )
Parasit :
- koksidiosis
Penyakit dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologi, gejala klinis, patologis, isolasi dan
identifikasi parasit. Berdasarkan lesi-lesi patologis dengan system skor yaitu lesi normal dengan
skor 0 dan lesi yang hebat diberi skor 4+ (16), selanjutnya dilakukan pemeriksaan
mikroskop.Untuk isolasi di laboratorium jaringan, tinja atau litter diawetkan dalam potassium
dichromate 2-4 %.
-

Leucocytozoonosis
Penyakit dapat didiagnosa langsung dari pemeriksaan mikroskopis dan identifikasi
gametosit dalam preparat ulas darah atau schizont di dalam jaringan yang diwarnai dengan
brilliant cresyl blue.

Ascariasis
7

Penyakit ini dapat didiagnosa berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tinja dengan mikroskop
untuk mengidentifikasi cacing.
4. Kualitas Daging Ayam yang Mengalami Infeksi
Diare merupakan penyakit yang seringkali menyerang ayam broiler
sehingga menyebabkan produktivitasnya berkurang. Para peternak biasanya
menggunakan antibiotic untuk mencegah penyakit ini. Namun, dampak
negatif

yang

ditimbulkan

antara

lain

terganggunya

ekologi

saluran

pencernaan dan terakumulasinya residu pada produk daging ayam. Penyakit


yang

ditimbulkan

akibat

mengkonsumsi

daging

ayam

broiler

yang

mengandung residu antibiotik dalam jangka waktu yang lama dapat


menyebabkan efek teratogenic, carcinogenic, mutagenic dan resisten terhadap
antibiotik.
5. Pengobatan dan Pencegahan
VIRUS
Cara pengendalian yang paling tepat minimal mencakup 3 aspek, yaitu
penerapan biosecurity secara ketat, pelaksanaan tata laksana pemeliharaan
secara baik dan vaksinasi secara tepat. Saat penyakit tersebut telah
menginfeksi maka tindakan yang bisa kita lakukan antara lain pemberian
vitamin untuk meningkatkan stamina tubuh ayam, desinfeksi kandang dan
peralatan, pemberian obat untuk mencegah infeksi sekunder oleh bakteri
maupun melakukan vaksinasi darurat, terutama jika serangan belum parah
dan kondisi ayam masih relatif sehat. Vaksinasi darurat ini biasanya dilakukan
pada kasus serangan ND maupun IB. Untuk kasus EDS dan AI relatif jarang
dilakukan vaksinasi darurat, terlebih lagi vaksin yang tersedia berbentuk
inaktif sehingga respon pembentukan titer antibodi yang protektif relatif
lama. Meskipun demikian revaksinasi EDS dan AI bisa berhasil (tergantung
kondisi ayam atau tingkat keparahan penyakit).
-

Biosecurity ketat
Biosecurity bisa disebut sebagai garda depan dalam pencegahan
serangan penyakit. Penerapan biosecurity yang baik akan menurunkan
tantangan

bibit

penyakit

yang
8

berada

di

sekitar

ayam

sehingga

kesempatan menginfeksi ke dalam tubuh ayam menjadi sedikit.


Tata laksana pemeliharaan yang baik

Tata

laksana

pemeliharaan,

pemeliharaan
seperti

tidak

pemberian

hanya

ransum

mencakup
dan

air

operasional

minum,

tetapi

perkandangan (struktur kandang yaitu ketinggian kandang, atap, jarak


kandang) dan sistem manajemen pendukung (sistem instalasi air minum,
gudang ransum dan peralatan) juga perlu diperhatikan. Pemberian feed
supplement secara rutin. Selain itu, pemberian antibiotik broad spektrum
pada saat serangan penyakit juga diperlukan untuk mencegah infeksi
sekunder oleh bakteri.
Vaksinasi tepat

Vaksinasi adalah sebuah upaya membentengi ayam dari serangan penyakit


dengan menstimulasi sistem kekebalan tubuhnya membentuk antibodi
yang protektif.
BAKTERI
Tindakan pengobatan yang dapat dilakukan jika ayam sudah terlanjur
terserang penyakit infeksi saluran pencernaan di atas, antara lain :

Segera pisahkan ayam yang positif terinfeksi NE, colibacillosis, kolera dan pullorum
tersebut

Untuk mengatasi serangan NE, obati dengan Ampicol, Doxytin, Koleridin atau Neo
Meditril. Sedangkan saat terjadi komplikasi antara NE dan koksidiosis, obat yang dapat
diberikan antara lain Therapy atau Duoko

Untuk menangani colibacillosis, obat yang dapat digunakan diantaranya Ampicol, Amoxitin,
Coliquin, Neo Meditril, Proxan-S, Tycotil, Therapy atau Trimezyn (pilih salah satu)

Pada kasus serangan pullorum, dapat dilakukan pengobatan dengan memberikan Proxan-S,
Koleridin, Therapy, Trimezyn-S atau Vita Tetra Chlor (pilih salah satu) yang diberikan
sesuai dosis dan aturan pakai

Untuk semua kasus penyakit, setelah dilakukan pengobatan, berikan vitamin seperti Vita
Stress, Fortevit atau Vita Strong untuk membantu mempercepat proses kesembuhan
(recovery)

Tindakan Pencegahan dan Pengendalian


Pengobatan suatu penyakit tidak akan berhasil optimal tanpa didukung biosecuriti dan
manajemen pemeliharaan yang bagus. Adapun prinsip untuk mencegah penyakit diantaranya :
9

1. Mengurangi populasi bibit penyakit di sekitar ayam


Dalam mengurangi bibit penyakit yang ada di sekitar ayam maka langkah yang dapat ditempuh
antara lain :
-

Istirahat kandang minimal selama 2 minggu dihitung setelah kandang sudah dalam
keadaan bersih dan didesinfeksi. Hal ini bertujuan untuk memutus siklus hidup bibit
penyakit

Lakukan desinfeksi kandang kosong dengan Sporades atau Formades. Pada 3 hari
sebelum chicks in, lakukan kembali penyemprotan kandang beserta peralatannya baik
tempat ransum maupun tempat minum dengan menggunakan Medisep

2. Mencegah kontak antara bibit penyakit dengan ayam


-

Untuk mendukung langkah pengurangan konsentrasi bibit penyakit, maka perlu dilakukan
pencegahan kontak antara bibit penyakit dengan ayam. Langkah pencegahan tersebut
dengan cara :

Mengatur lalu lintas karyawan, pekerja, tamu, kendaraan, hewan piaraan maupun hewan
liar yang bisa menjadi sumber penularan

Melakukan sanitasi air minum

Pemberantasan vektor pembawa penyakit seperti tikus dan lalat dengan menggunakan
insektisida

3. Meningkatkan daya tubuh ayam


Ketahanan tubuh ayam paling utama ditentukan oleh faktor ransum yang didukung dengan
kondisi lingkungannya.

Lakukan monitoring terhadap konsumsi ransum. Penggantian ransum hendaknya


dilakukan secara berkala (periodik). Untuk kasus NE, batasi pemakaian tepung ikan,
gandum dan barley (jangan berlebih)

Perhatikan suhu, kelembaban, ventilasi, kepadatan kandang serta kualitas litter atau
sekam. Dalam manajemen litter, lakukan pembolak-balikan litter untuk mencegah litter
basah. Pada masa brooding, pembolak-balikan litter dilakukan secara teratur setiap 3-4
hari sekali mulai umur 4 hari sampai umur 14 hari. Segera ganti litter yang basah dan
menggumpal. Jika jumlah yang menggumpal sedikit, maka dapat dipilah dan dikeluarkan
dari kandang. Namun jika jumlah litter yang menggumpal atau basah sudah banyak, lebih
baik tumpuk dengan litter yang baru hingga yang menggumpal tidak tampak.

PARASIT
a. Koksidia
10

Ayam sakit dipisah dan alas kandang dibersihkan dengan mengganti litter baru. Kandang
didesinfeksi dengan desinfektan yang mampu membunuh oosit seperti senyawa formalin,
ammonium kuartener, asam sulfat, sulfat tembaga, kalium hidroksida dan kalium
permanganate.
Ayam yang sakit dapat diobati dengan antikoksidiosis seperti diclazuril yang merupakan
senyawa benzeneacetonitril dan diberikan dalam dosis 0,5-1,5 ppm, ammonium maduramicin
5-7 ppm, nitrofurazone 0,0055 %,asam arsanilat 0,04 % dan masih banyak lagi obat lainnya.
Vaksin untuk pencegahan penyakit ini telah dikembangkan dari oosit yang dilemahkan
(Coccivac-style vaccine). Vaksin ini dapat diberikan melalui makanan atau minuman.
b. Leucocytozoonosis
Ayam terserang penyakit dipisah, kandang dibersihkan dan didesinfeksi. Pengobatan dapat
dilakukan dengan memberikan klopidol 0,0125-0,0250 % yang dicampurkan dalam pakan, dan
dilaporkan

efektif

untuk

pengobatan

L.

chauleryi

dan

L.

smithi.

Pemberian pyrimethamine 1 ppm dicampur dengan sulfonamide 10 ppm efektif untuk


mencegah L. simondi. Pengendalian larva vector Simulium dan L. smithi dengan granul Abate
Celatom dilaporkan efektif.
c. Ascariasis
Sanitasi kandang harus dijaga tetap bersih. Melakukan pengobatan dengan memberikan
vitamin dan obat cacing seperti piperazin.

11

DAFTAR PUSTAKA
Anonim1,2010.(http://www.deptan.go.id/daerah_new/banten/dispertanak_pandeglang/artikel_10a.htm)
Akses : 28 Desember 2011
Anonim2,2010.(http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=News&file=article&sid=1079)
Akses : 28 Desember 2011
Anonim3,2010.( http://info.medion.co.id ).
Akses : 28 Desember 2011
Kaufmann,Johannes. 1996. Parasitic Infection of Domestic Animals. Berlin : Birkhauser Verlag
Purchase, Graham et al. 1989. A Laboratory Manual for The Isolation and Identification of Avian
Pathogens. USA : The American Association of Avian Pathologists

12

Anda mungkin juga menyukai