Anda di halaman 1dari 60

SIFAT REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) BETINA YANG

MENDAPAT PAKAN TAMBAHAN KEMANGI


(Ocimum basilicum) KERING

SKRIPSI
LALA SOMALA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

SIFAT REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) BETINA YANG


MENDAPAT PAKAN TAMBAHAN KEMANGI
(Ocimum basilicum) KERING

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Lala Somala
D14101019

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

SIFAT REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) BETINA YANG


MENDAPAT PAKAN TAMBAHAN KEMANGI
(Ocimum basilicum) KERING

LALA SOMALA
D14101019

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan


Komisi Ujian Lisan pada tanggal 2 Mei 2006

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc


NIP. 131624187

Dr.Ir. Sri Supraptini Mansjoer


NIP. 131354159

Dekan Fakultas Peternakan


Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc


NIP. 131624188

RINGKASAN
LALA SOMALA. D14101019. 2006. Sifat Reproduksi Mencit (Mus musculus)
Betina yang Mendapat Pakan Tambahan Kemangi (Ocimum basilicum) Kering.
Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota

: Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc


: Dr.Ir. Sri Supraptini Mansjoer

Kemangi (Ocimum basilicum) merupakan salah satu tanaman obat yang


banyak disukai masyarakat Indonesia karena dapat dikonsumsi langsung sebagai
sayuran segar dan dapat meningkatkan selera makan. Tanaman kemangi memiliki
kandungan aktif yang dapat merangsang hormon reproduksi seperti estrogen, selain
itu kemangi dapat mengobati berbagai macam penyakit dan dapat merangsang
sekresi air susu.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pengaruh pemberian
kemangi kering terhadap sifat reproduksi mencit (Mus musculus) betina . Penelitian
ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama tiga bulan dari bulan Juni sampai
dengan Agustus 2005.
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit sebanyak 60 ekor betina
dan 30 ekor jantan. Penelitian dibagi menjadi tiga perlakuan yaitu kontrol,
penambahan kemangi kering 2,5% dan penambahan kemangi kering 5,0%. Peubah
yang diamati pada penelitian ini adalah jumlah anak sepelahiran, bobot lahir,
pertambahan bobot badan, bobot sapih, mortalitas anak mencit selama menyusu dan
jumlah anak sapih. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) pola searah dan dilakukan uji lanjut Tukey pada hasil yang berbeda
nyata.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penambahan kemangi kering dalam
pakan mencit sebesar 2,5 dan 5,0% nyata meningkatkan (P<0,05) bobot lahir,
pertumbuhan anak mencit umur 12 dan 15 hari dan sangat nyata meningkatkan
(P<0,01) pertambahan bobot badan anak mencit umur 9-12 hari. Namun penambahan
kemangi kering dalam pakan mencit sebesar 2,5 dan 5,0% tidak berpengaruh
terhadap jumlah anak sepelahiran, bobot sapih, mortalitas dan jumlah anak sapih
mencit. Pemberian kemangi kering 2,5% dalam pakan induk memberikan respon
yang paling baik dibandingkan perlakuan lainnya.
Kata-kata kunci: kemangi (Ocimum basilicum), mencit (Mus musculus), sifat
reproduksi

ABSTRACT
Reproduction Traits of Female Mice Given Drie d Basil (Ocimum Basilicum)
Somala, L., C. Sumantri, dan S. S. Mansjoer
Basil (Ocimum basilicum) is one of herbal medicine which is used to improve
reproduction, it can stimulate estrogen activity effect and improve animal fertility.
This experiment was conducted to determine additional dried basil in diet on female
mice reproduction. The experiment was done at Field Laboratory of Animal
Breeding and Genetics Division, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural
University, from June up to August 2005. This experiment used 60 heads female
mice at weaning age of 21 days old . The data was analyzed by using Completely
Randomized Design with three treatments level which is control, 2,5 and 5,0% of
dried basil. The variables which were observed were litter size, birth weight, daily
weight gain and growth, weaning we ight, weaning numbers and mortality. The
experimenta l showed that weight gain at 9-12 days old of litter significantly
increased (P<0,01) in 5% level as compared with control. The experimental showed
that birth weight both in 2,5 and 5,0% level significantly increased (P<0,05) as
compared with control. Also found that growth rate at 12 and 15 days old
significantly increased (P<0,05) in 5% level as compared with control. The
experimental showed that there was no significant differences on litter size, weaning
weight, weaning numbers and mortality of the litter.
Keywords : mice, Ocimum basilicum, reproduction traits

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juni 1982 di Bandung Jawa Barat. Penulis
adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Koko Suhia dan
Ibu Ening.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN IV Solokanjeruk
Majalaya. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di
SLTPN II Majalaya dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun
2001 di SMUN I Rancaekek Bandung.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001.
Selama kuliah penulis aktif sebagai pengurus FAMM Al-An`aam dan aktif
menjadi panitia dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM -D). Penulis juga pernah magang di perusahaan PT. Charoen
Phokpand. Selain itu penulis juga pernah menjadi Asisten Pendidikan Agama Islam.

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat, karunia dan NikmatNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Sifat Reproduksi Mencit (Mus musculus)
Betina yang Mendapat Pakan Tambahan Kemangi (Ocimum basilicum )
Kering.. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Mencit merupakan hewan yang sering dijadikan model untuk kegiatan
penelitian terutama yang akan diterapkan pada manusia. Oleh karena mencit mudah
dikembangbiakkan,

harganya

relatif

murah

dan

jumlah

anaknya

banyak.

Kemampuan reproduksi mencit perlu diupayakan lebih baik agar populasi mencit
dapat ditingkatkan. Kemangi adalah salah satu tanaman obat yang berkhasiat dapat
meningkatkan selera makan dan merangsang pengeluaran air susu. Kemangi
memiliki kandungan zat aktif yang dapat merangsang hormon reproduksi seperti
estrogen.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik penulis harapkan untuk memperbaiki pada masa mendatang.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

Bogor, Mei 2006

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...................................................................................................

ABSTRACT.......................................................................................... ............

ii

RIWAYAT HIDUP...........................................................................................

iii

KATA PENGANTAR ......................................................................................

iv

DAFTAR ISI.....................................................................................................

DAFTAR TABEL.............................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii


DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................

ix

PENDAHULUAN ............................................................................................

Latar Belakang ...................................................................................


Tujuan...................................................................................................
Manfaat .................................................................................................

1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................

Mencit (Mus musculus) .........................................................................


3
Konsumsi Pakan dan Minuman............................................................
4
Sifat-sifat Produksi Mencit ...................................................................
5
Jumlah Anak Sepelahiran (Littersize)....................................... 5
Jumlah Anak Sapih ...................................................................
5
Bobot Lahir ...............................................................................
6
Pertumbuhan Bobot Badan Anak Mencit Prasapih ..................
6
Bobot Sapih...............................................................................
7
Mortalitas .................................................................................. 8
Kemangi (Ocimum basilicum) ..............................................................
8
Taksonomi dan Botani .............................................................. 8
Khasiat Kema ngi....................................................................... 10
Kandungan Gizi Kemangi......................................................... 10
Kandungan Kimia Kemangi ..................................................... 10
Pengeringan Kemangi ............................................................... 13
METODE ..........................................................................................................

15

Lokasi dan Waktu .................................................................................


Materi ...................................................................................................
Prosedur ................................................................................................
Rancangan Percobaan...........................................................................

15
15
16
19

HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................

20

Keadaan Lingkungan Penelitian........................................................... 20


Pakan......................................................................................... 20
Suhu dan Kelembaban .............................................................. 21

Sifat-sifat Reproduksi Mencit ...............................................................


Jumlah Anak Sepelahiran..........................................................
Bobot Lahir Anak Mencit .........................................................
Pertumbuhan Anak Mencit dari Lahir sampai Umur Sapih......
Pertambahan Bobot Badan (PBB) Anak Mencit ......................
Bobot Sapih Anak Mencit.........................................................
Mortalitas Anak Mencit sampai dengan Umur Sapih ...............
Jumlah Anak Sapih ...................................................................

22
22
23
25
27
30
31
33

SIMPULAN DAN SARAN..............................................................................

35

Simpulan ...............................................................................................
Saran................................................................................................. ....

35
35

UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................

36

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

37

LAMPIRAN......................................................................................................

40

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus)..................................................

2. Bobot Badan Anak Mencit Umur 0-21 Hari.........................................

3. Komponen Nilai Gizi Daun Kemangi per 100 g Bahan.......................

10

4. Komponen Kimia Kemangi ..................................................................

12

5. Kombinasi Pakan Penelitian .................................................................

18

6. Analisis Proksimat Komposisi Pakan Penelitian..................................

20

7. Komposisi Pakan Penelitian .................................................................

21

8. Rerata Jumlah Anak Sepelahiran dari Induk Mencit yang Mendapat


Pakan Tambahan Kemangi Kering .......................................................

22

9. Rerata Bobot Lahir Anak Mencit dari Induk yang Mendapat


Penambahan Kemangi Kering ..............................................................

24

10. Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang Mendapat Pakan
Tambahan Kemangi Kering dari Lahir sampai Sapih ..........................

26

11. Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang Mendapat
Pakan Tamba han Kemangi Kering dari Lahir sampai Sapih ................

28

12. Rerata Bobot Sapih Anak Mencit dari Induk yang Mendapat
Pakan Tambahan Kemangi Kering .......................................................

30

13. Mortalitas Anak Mencit dari Induk Mencit yang Mendapat


Pakan Tambahan Kemangi Kerin g selama Menyusu ...........................

32

14. Rerata Jumlah Anak Sapih dari Induk Mencit yang Mendapat
Pakan Tambahan Kemangi Kering .......................................................

33

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Struktur Senyawa Kimia yang Merangsang Hormon Estrogen............

11

2. Skema Penomoran Mencit Betina Dewasa pada Daun Telinga ............

16

3. Skema Penomoran Anak Mencit pada Jari Kaki ..................................

17

3. Pola Pertumbuhan Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang


Mendapat Penambahan Kemangi Kering dari Lahir sampai Sapih. .....

25

4. Pola Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang


Mendapat Penambahan Kemangi Kering dari Lahir sampai Sapih ......

27

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan (Kontrol, Kemangi Kering


2,5% dan Kemangi Kering 5,0%) terhadap Jumlah Anak
Sepelahiran........................................................................................

41

2. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan (Kontrol, Kemangi Kering


2,5% dan Kemangi Kering 5,0%) terhadap Bobot Lahir ..................

41

3.

4.

5.

Sidik Ragam Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan Induk


Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 3 Hari..............................................................................

41

Sidik Ragam Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan Induk


Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 6 Hari..............................................................................

41

Sidik Ragam Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan Induk


Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 9 Hari..............................................................................

42

Sidik Ragam Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan Induk


Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 12 Hari............................................................................

42

Sidik Ragam Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan Induk


Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 15 Hari............................................................................

42

Sidik Ragam Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan Induk


Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 18 Hari............................................................................

43

Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan


Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 0-3 Hari ..........................................................................

43

10. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan


Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 3-6 Hari ..........................................................................

43

11. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan


Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 6-9 Hari ..........................................................................

43

12. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan


Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 9-12 Hari ........................................................................

44

13. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan


Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 12-15 Hari ......................................................................

44

6.

7.

8.

9.

14. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan


Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 15-18 Hari ......................................................................

44

15. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan


Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 18-21 Hari ......................................................................

45

16. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan


Induk Kontrol Umur 0-21 Hari.........................................................

45

17. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan


Induk 2,5% Kemangi Kering Umur 0-21 Hari...................................

45

18. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan


Induk 5% Ke mangi Kering Umur 0-21 Hari.......................................

46

19. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan (Kontrol, Kemangi Kering


2,5% dan Kemangi Kering 5,0%) terhadap Bobot Sapih .................

46

20. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan (Kontrol, Kemangi Kering


2,5% dan Kemangi Kering 5,0%) terhadap Jumlah Anak Sapih ......

46

21. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan (Kontrol, Kemangi Kering


2,5% dan Kemangi Kering 5,0%) terhadap Mortalitas Anak
Mencit ...............................................................................................

46

22. Korelasi antara Jumlah Anak Sepelahiran, Bobot Lahir, Bobot


Sapih, Jumlah Anak Sapih dan Mortalitas Anak sampai Umur
Sapih.................................................................................................

47

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak
kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah. Salah satu kendala
tersebut adalah masih banyak kasus gangguan reproduksi menuju kepada adanya
kemajiran ternak betina.

Akibatnya, efisiensi reproduksi yang masih rendah

menyebabkan pengembangan populasi ternak masih sangat lamban. Proses


reproduksi merupakan hal yang penting bagi suatu peternakan karena tanpa adanya
reproduksi, produksi ternak tidak akan mencapai maksimal. Kesalahan pengelolaan
reproduksi dapat mendorong terjadinya penurunan kesuburan pada ternak yang
bersangkutan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan kesuburan adalah
ternak menderita gangguan keseimbangan hormon khususnya hormon reproduksi.
Hormon reproduksi yang sangat berperan bagi ternak betina adalah hormon
estrogen, karena berfungsi dalam pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin dan
jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi. Hormon estrogen dihasilkan oleh
orga n-organ tubuh seperti; ovarium, korpus luteum, plasenta dan korteks adrenal.
Mengingat tentang pentingnya peranan estrogen terhadap proses reproduksi betina,
maka para ahli dan peneliti telah melakukan berbagai percobaan untuk mencari
sumber estrogen la in dari luar tubuh (estrogen eksogen). Estrogen dari luar tubuh
dapat berasal dari tumbuhan yang disebut sebagai fitoestrogen. Akhir-akhir ini para
peneliti mulai mengarahkan perhatiannya pada tanaman obat (herba) untuk dijadikan
alternatif karena penggunaannya bersifat alami dan tidak berbahaya bagi
pemakainya. Salah satunya adalah tanaman kemangi

(Ocimum basilicum) yang

ditemukan mempunyai zat akt if yang dapat merangsang hormon estrogen. Selain itu
kemangi dapat mengobati berbagai macam penyakit, merangsang keluarnya air susu,
dan mencegah kemandulan pada wanita. Mengingat kemangi banyak dikonsumsi
oleh masyarakat sebagai sayuran segar atau sayur dan juga sering digunakan untuk
bumbu masakkan, maka masalah ini menjadi sangat menarik untuk dikaji secara
ilmia h sehingga dapat diketahui lebih jauh peran kemangi atau makanan yang
mengandung kemangi terhadap sifat-sifat reproduksi dengan mencit sebagai hewan
model.
.

Mencit merupakan salah satu hewan model yang sering digunakan dalam
penelitian terutama yang aka n diterapkan pada manusia, karena mencit memil iki
anatomi dan fisiologi yang hampir sama dengan manusia. Mencit memiliki interval
generasi yang pendek, jumlah anak sepelahiran yang tinggi, mudah berkembangbiak,
variasi genetik yang cukup besar, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, harganya
murah, ukurannya kecil sehingga mudah ditangani dan tidak berbahaya bagi peneliti.
Mencit merupakan hewan percobaan yang perlu dikembangkan penggunaannya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pengaruh pemberian
kemangi kering terhadap sifat-sifat reproduksi mencit betina.
Manfaat
Hasil penelitian yang diterapkan pada pemeliharaa n hewan mencit sebagai
model, diharapkan dapat mendukung pengelolaan reproduksi ternak untuk
meningkatkan kesuburan dan produktivitasnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Mencit ( Mus musculus )
Mencit digunakan sebagai hewan model hidup dalam berbagai kegiatan
penelitian terutama yang akan diterapkan pada manusia. Hewan ini mudah didapat,
mudah dikembangbiakkan dan harganya relatif murah, ukurannya kecil sehingga
mudah ditangani, dan jumlah anak sepelahirannya banyak (Yuwono et al., 1994).
Hewan ini termasuk dalam philum Chordata, kelas mammalia, ordo Rodentia,
familia Muridae, genus Mus dan spesies Mus musculus (Arrington, 1972). Sifat
biologis mencit menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat Biologis Mencit ( Mus musculus )
Kriteria
Lama hidup (tahun)

Keterangan
1-3 dapat 4

Lama produksi ekonomis (bulan)

Lama bunting (hari)

19-21

Kawin sesudah beranak (jam)

1-24

Umur disapih (hari)

21

Umur dewasa (hari)

35

Umur dikawinkan (minggu)

Berat dewasa
Jantan (g)

20-40

Betina (g)

18-35

Berat lahir (g)

0,5-1,0

Jumlah anak (ekor)

6-15

Kecepatan tumbuh (g/hari)

Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1988)

Mencit digunakan dalam berbagai penelitian dan diagnosis dalam bidang


obat-obatan dan kosmetik seperti penelitian tentang ketuaan, virologi, anemia,
kegemukan, kekerdilan, diabetes melitus, penyakit ginjal dan tingkah laku
(behavior). Mencit hidup dalam daerah yang cukup luas penyebarannya mulai dari
iklim dingin, sedang maupun panas dan dapat hidup terus menerus didalam kandang
(Malole dan Pramono, 1989). Temperatur ruangan untuk pemeliharaan mencit
berkisar antara 20-250C dengan kelembaban 45-55% (Yuwono et al., 1994).

Mencit merupakan hewan yang jinak, lemah, mudah ditangani, takut cahaya
dan aktif pada malam hari. Mencit yang dipelihara sendiri makannya lebih sedikit
dan bobotnya lebih ringan dibanding yang dipelihara be rsama -sama dalam satu
kandang (Yuwono et al., 1994). Mencit merupakan binatang prolifik. Kelahiran
anak mencit biasanya berlangsung satu sampai empat jam.

Mencit betina

mengelompokkan semua anaknya setelah anak terakhir keluar kemudian menyusui


anak-anaknya (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Konsumsi Pakan dan Minuman
Faktor makanan memainkan peranan penting dalam berbagai peristiwa faali
yang terjadi dalam mencapai dewasa kelamin dan dalam proses-proses reproduksi.
Defisiensi tertentu dapat menimbulkan kerusakan dan kegagalan total dalam prosesproses reproduksi. Kekurangan makanan memperlambat kedewasaan pada hewan
jantan maupun betina dan dapat pula menyebabkan perubahan degenerasi dalam alatalat kelamin setelah alat-alat tersebut berkembang (Anggorodi, 1979). Konsumsi
pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan bila makanan tersebut
diberi ad libitum dalam jangka waktu tertentu (Parakkasi, 1999) dan pakan yang
dikonsumsi pada berbagai tingkat umur tidak tetap sesuai dengan laju pertumbuhan
dan tingkat produksi (Amrullah, 2003).
Mencit liar bersifat omnivora yaitu pemakan segala macam makanan
(Yuwono et al., 1994). Seekor mencit dewasa dapat mengkonsumsi makanan 3-5 g
setiap hari. Mencit yang sedang bunting atau menyusui, nafsu makannya bertambah.
Makanan mencit dengan kualitas tetap pada umumnya harus tersedia sebab
perubahan kualitas dapat menyebabkan penurunan berat badan dan tenaga. Akan
tetapi, bahan dasar makanan mencit dapat sedikit bervariasi misalnya dengan
susunan sebagai berikut: protein, 20-25%; lemak, 10-12%, pati, 45-55%; serat kasar,
4% atau kurang; dan abu, 5-6% (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Air adalah salah satu zat makanan anorganik yang penting bagi ternak dan
kebutuhannya terhadap air cukup tinggi, karena fungsinya sebagai medium untuk
aktivitas metabolisme (Tillman et al., 1989). Air minum yang diperlukan oleh setiap
ekor mencit untuk sehari berkisar antara 4 - 8 ml. Tingkat konsumsi makanan dan air
minum bervariasi menurut suhu kandang, kelembaban, kualitas makanan, kesehatan
dan kadar air dalam makanan (Malole dan Pramono, 1989).

Sifat sifat Reproduksi Mencit


Jumlah Anak Sepelahiran
Jumlah anak sepelahiran adalah jumlah total anak hidup dan mati pada waktu
dilahirkan (Eisen, 1974). Jumlah anak sepelahiran mencit berkisar antara 8-11 ekor
(Inglis, 1980). Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa rerata jumlah
anak sepelahiran adalah enam ekor, meskipun mencit dapat melahirkan 15 ekor per
kelahiran.
Besarnya jumlah anak sepelahiran dipengaruhi oleh bangsa ternak, umur
induk, musim kelahiran, makanan, silang dalam dan kondisi lingkungan. Faktor
lingkungan yang sangat mempengaruhi jumlah kelahiran antara lain kualitas dan
kuantitas pakan yang diberikan pada induk, musim kawin, jumlah sel telur yang
dihasilkan serta tingkat kematian embrio yang sangat berpengaruh terhadap jumlah
anak sepelahiran (Toelihere, 1979). Apabila ternak yang kekurangan zat makanan
bunting, maka pengambilan zat makanan oleh embrio yang sedang tumbuh akan
merusak badannya. Kematian fetus dalam uterus atau kelahiran anak yang lemah
dapat terjadi. Hewan jantan yang mengalami kekurangan makanan akan menurunkan
jumlah dan kekuatan dari spermatozoa dan dapat memberhentikan spermatogenesis
(Anggorodi, 1979). Jumlah sel telur yang dihasilkan dan tingkat awal kematian
embrio sangat erat hubungannya dengan jumlah anak sepelahiran dalam sekali
kelahiran (Warwick et al., 1983).
Jumlah Anak Sapih
Jumlah anak sapih adalah jumlah anak yang dihitung berdasarkan jumlah
anak yang hidup hingga umur disapih. Jumlah anak dipengaruhi beberapa faktor
seperti umur induk, pemberian pakan, kondisi induk pada waktu dikawinkan, sistem
perkawinan, pejantan yang digunakan dan kematian dalam kandang ternak (Smith
dan Mangkoewidjojo, 1988). Menurut Malole dan Pramono (1989), sistem
perkawinan monogami dan poligami pada mencit berbeda pengaruhnya terhadap
jumlah anak waktu sapih. Jumlah anak yang disapih akan meningkat bila program
pembiakan dilakukan dengan sistem perkawinan poligami atau harem. Sistem
monogami adalah seekor jantan dicampur dengan seekor betina, sedangkan sistem
poligami dilakukan bila seekor jantan dicampur dengan 2-6 ekor betina. Tingkat
mortalitas anak sangat berpengaruh terhadap jumlah anak sapihan (Wibowo, 1984).

Bobot Lahir
Bobot lahir adalah bobot badan suatu individu pada saat dilahirkan. Bobot
lahir ternak ditentukan oleh pertumbuhan fetus sebelum lahir atau pertumbuhan
selama di dalam kandungan induknya. Pertumbuhan sebelum lahir dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya mutu genetik ternak, umur serta bobot badan induk yang
melahirkan, pakan induk dan suhu lingkungan selama kebuntingan (Toelihere, 1979).
Faktor lingkungan termasuk ukuran, nutrisi induk, jumlah anak sepelahiran, ukuran
plasenta dan tekanan iklim (Hafez, 1993). Waktu foetus mulai tumbuh di dalam
uterus, foetus memperoleh zat-zat makanan dari induknya. Apabila zat-zat makanan
dari induk tidak mencukupi selama kebuntingan, maka bobot badan anak mencit
pada waktu dilahirkan akan subnormal dan kekuatannya akan berkurang.
Kekurangan vitamin dan mineral dalam ransum induk selama kebuntingan akan
mempunyai

pengaruh

yang

nyata

terhadap

kekuatan

anak

dengan

tidak

memperlihatkan pengaruh yang besar terhadap bobot lahir. Bobot lahir yang ringan
tidak mempunyai pengaruh terhadap bentuk de wasa bila zat- zat makanan yang
diberikan cukup setelah dilahirkan (Anggorodi, 1979).
Menurut Arrington (1972), suhu optimal untuk memelihara mencit berkisar
antara 21,11-22,22 0C dengan kelembaban udara 45-55%. Suhu lingkungan
mempengaruhi bobot lahir ter nak karena secara langsung mempengaruhi konsumsi
ransum. Kondisi suhu yang tinggi dapat menyebabkan penurunan nafsu makan,
sehingga memungkinkan terjadinya defisiensi zat pakan yang diperlukan oleh foetus.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan bobot lahir rendah. Bila suhu rendah, nafsu
makan seekor ternak akan meningkat, sehingga memungkinkan terjadinya defisiensi
zat pakan pada foetus kecil, sehingga bobot lahir dapat lebih tinggi.
Bobot lahir anak mencit umumnya berkisar antara 0,5-1,5 g/ekor (Malole da n
Pramono, 1989), pendapat lain menyatakan bahwa bobot lahir berkisar antara 1-1,5
g/ekor (Arrington, 1972; Fox et al., 1984). Smith dan Mangkoewidjojo (1988)
menyatakan bahwa bobot lahir anak mencit berkisar antara 0,5-1g/ekor. Tinggi
rendahnya bobot lahir akan mempengaruhi performa anak.
Pertumbuhan Bobot Badan Anak Mencit Prasapih
Pertumbuhan dapat terjadi dengan penambahan jumlah sel yang disebut
dengan hyperplasia dan dapat pula terjadi dengan penambahan dalam ukurannya

yang disebut dengan hypertrophy (Anggorodi, 1979). Menurut Yuwono et al., (1994)
pertumbuhan dilukiskan sebagai proses pertambahan bobot sejalan dengan
bertambahnya waktu (umur). Bobot badan anak mencit umur 0-21 hari disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Bobot Badan Anak Mencit Umur 0-21 Hari
Bobot
Hari

Rerata
(g)

SB
(g)

Minimum
(g)

Maksimum
(g)

1,34

0,08

1,22

1,42

2,26

0,15

2,05

2,55

3,55

0,19

3,28

3,86

4,72

0,21

4.39

5,03

12

5,63

0,29

5,16

6,08

15

6,30

0,48

5,32

8,98

18

7,23

0,62

6,04

8,09

21

9,03

0,86

7,46

12,81

Sumber: Yuwono et al. (1994).

Pertambahan bobot badan pada masa pertumbuhan tidak sepenuhnya


tergantung pada air susu induk tetapi juga dari makanan yang didapat. Jumlah dan
komposisi air susu induk berubah-ubah dari hari ke hari biasanya disesuaikan dengan
kebutuhan anak dan tergantung pada makanan dan keadaan gizi induknya. Pada
umur 13-16 hari pertumbuhan bobot badan maju pesat (Yuwono et al., 1994).
Kekurangan zat makanan memperlambat puncak pertumbuhan urat dan daging serta
menghambat laju penimbunan lemak (Anggorodi, 1979). Pertambahan bobot badan
anak mencit sampai disapih adalah 0,45-0,52 g/ekor/hari (Malole dan Pramono,
1989).
Bobot Sapih
Bobot sapih anak adalah bobot badan ternak saat dipisahkan ternak dari
induknya (Nafiu,1996). Bobot sapih dipengaruhi oleh jenis kelamin, bobot badan
induk selama menyusui, umur induk, keadaan pada saat lahir, kemampuan induk
menyusui, kuantitas dan kualitas ransum dan suhu lingkungan (Sumantri, 1984).

Penyapihan hendaknya dilakukan saat umur sapih, karena apabila dilakukan


lebih dini maka pertumbuhan anak akan terhambat. Mencit yang disapih saat umur
14-16 hari tidak akan tumbuh sebaik mencit yang tetap bersama induknya sampai
berumur 20-21 hari (Inglis, 1980). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988),
bobot sapih mencit berkisar antara 18-20 g dan anak mencit dapat disapih pada umur
21 hari. Arrington (1972), Inglis (1980) serta Malole dan Pramono (1989)
berpendapat bahwa bobot sapih anak mencit berkisar antara 10-12 g/ekor. Sedangkan
menurut Sudono (1981) bobot sapih mencit sebesar 7,69 g/ekor. Malole dan
Pramono (1989) menambahkan bahwa apabila secara teknis induk dipisah dari
pejantan saat bunting tua dan induk tidak memanfaatkan estrus post partum untuk
melaksanakan perkawinan, maka produksi susu dan perawatan anak oleh induk akan
lebih lebih optimal sehingga akan menghasilkan bobot sapih lebih baik.
Mortalitas
Tingkat mortalitas merupakan salah satu pedoman yang dapat digunakan
untuk mengukur kemampuan induk mengasuh anak, bahkan secara umum dianggap
sebagai suatu indikator berhasil tidaknya suatu usaha peternakan. Faktor yang
mempengaruhi tingkat mortalitas antara lain jumlah anak sepelahiran, kondisi induk
setelah melahirkan, kondisi lingkungan dan sistem perkawinan (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988). Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa penyakit
yang terdapat pada mencit terutama penyakit reproduksi. Penyebab infertilitas yang
ditimbulkan oleh stimulasi estrogen, kesalahan pengaturan cahaya, mencit terlalu
muda dan terlalu tua sewaktu dikawinkan, kepadatan terlalu bising, defisiensi nutrisi
dan silang dalam. Kematian anak muncul pada beberapa kondisi misalnya ukuran
kandang yang terlalu luas sehingga anak mencit kedinginan, hanya sedikit sekali
anak yang dilahirkan, anak mencit luka atau abnormal, pengaruh kelembaban dan
suhu kandang yang tidak menyenangkan induk dan inveksi virus.
Kemangi (Ocimum basilicum )
Taksonomi dan Botani
Kemangi (Ocimum basilicum) termasuk famili Labiatae, spesies Ocimum
basilicum. Kemangi memiliki beberapa nama latin seperti Ocimu m africanum (Lour),
Ocimum canum dan Ocimum brachiatum (Blume) (Tindall, 1983). Nama lokal yang

umum dikenal adalah kemangi (Jawa), surawung (Sunda) (Nazaruddin, 1998).


Kemangi memiliki batang dan daun berwarna hijau dan bunganya berwarna putih
(Kloppenbur g, 1988).
Kemangi lebih sering dimakan sebagai sayuran segar, ada juga yang
menggunakannya sebagai campuran sayur tertentu. Sayuran ini memiliki aroma
harum dan rasa yang khas. Kemangi tidak menuntut syarat tumbuh yang rumit.
Dapat dikatakan semua wilayah di Indonesia bisa ditanami kemangi (Nazaruddin,
1998). Kemangi tumbuh di tepi-tepi jalan, ladang dan sawah-sawah kering, dan
disemaikan di kebun-kebun. Tanaman ini dapat ditemukan di seluruh Pulau Jawa
pada ketinggian 450-1.100 m di atas permukaan la ut (Heyne, 1987). Populasi
kemangi menyebar luas diseluruh belahan dunia beriklim tropis, seperti di benua
Eropa, daerah Mediteranian, Asia Pasifik, Amerika Selatan dan Utara, Timur Tengah
dan Australia (www. sinarharapan. co.id., 2002). Kemangi ditanam dari biji pada
tanah persemaian yang baik. Tanaman ini tahan sampai enam bulan di dataran rendah
tropika, tetapi daunnya dapat dikeringkan dan tahan disimpan (Williams, 1993).
Khasiat Kemangi
Kemangi merupakan tanaman bumbu penyedap makanan. Baik daun yang
dikeringkan atau daun segar digunakan untuk memberikan keharuman, rasa manis,
panas, pedas, dan rasa seperti cengkeh pada masakan dan minuman. Selain itu
digunakan sebagai bahan baku dalam industri kosmetik karena menghasilkan minyak
atsiri serta sebagai obat tradisional untuk beberapa penyakit (Sutarno dan
Atmowidjojo, 2001). Secara tradisional kemangi digunakan untuk mengobati panas
dalam, sariawan, peluruh gas perut, peluruh haid, dan peluruh ASI (Gunawan, 2004).
Daun kemangi juga berkhasiat sebagai obat demam dan obat mual. Bijinya
berkhasiat sebagai obat kencing nanah (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Zat
aktif yang terkandung dalam daun kemangi juga berfungsi sebagai antiseptik. Daun
kemangi juga mengandung zat yang dapat meningkatkan selera makan. Bagi
perempuan yang sedang mengalami menstruasi, jika mengonsumsi daun kemangi
kurang lebih satu genggam pagi dan sore selama masa haid akan terhindar dari bau
yang tidak sedap yang sering menimpa perempuan haid (www.sinarharapan.co.id,
2003).

Kandungan Zat Gizi Kemangi


Sutarno dan Atmowidjojo (2001) menyatakan bahwa kandungan zat gizi
kemangi antara lain energi, protein, lemak, karbohidrat dan mineral. Kandungan nilai
gizi kemangi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Nilai Gizi Kemangi per 100 g Bahan
Nilai gizi
Kalori (kkal)

Daun kemangi
27,0002)
90,9601)

Air (g)
Protein (g)

2,5401)

Lemak (g)

0,6101) 0,610

Karbohidrat (g)

4,3401) 4,340

Serat (g)

3,9001) 3,900

Abu (g)

2,0002) 2,000
154,0001)

Kalsium (mg)

69,0001) 69,000

Phospor (mg)
Besi (mg)

3,1701) 3,170

Riboflavin (mg)

0,0731) 0,073

Niasin (mg)

0,9252) 0,925
18,0001) 18,000

Asam askorbat (mg)


-karoten (g)

4.500,0002)

Sumber :1) Riana (2000);


2)
Sutarno dan Atmowidjojo (2001)
Kualitas nutrisi bahan makanan merupakan faktor utama dalam menentukan
kebijakan dalam pemilihan dan penggunaan bahan pakan tersebut sebagai sumber zat
makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksinya. Kualitas nutrisi
bahan pakan terdiri atas komposisi nilai gizi, serat dan energi serta aplikasinya pada
nilai palatabilitas dan daya cerna (Tillman et al., 1989).
Kandungan Kimia Kemangi
Kandungan utama kemangi adalah minyak atsiri yang tersusun dari banyak
sekali senyawa, antara lain osimena, fernesena, sineol, felandrena, sedrena,
bergamotena, amorfena, burnesena, kadinena, kopaena, kubebena, pinena, terpinena,
santalena, sitral, dan kariofilena. Selain minyak atsiri, kemangi juga mengandung

10

senyawa lain seperti anetol, apigenin, asam askorbat, asam kafeat, eskuletin,
eriodiktiol, eskulin, estragol, farnesol, histidin, humulena, kaemferol, magnesium,
asam kumarat, kuersetin, rutin, tannin, terpinen-4-ol, timol, asam ursolat,
ksantomikrol, visenin (Mulyani dan Gunawan, 2004). Daun kemangi disamping
mengandung minyak atsiri juga mengandung saponin, flavonoida, dan tannin.
Sedang bijinya mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol (Syamsuhidayat dan
Hutapea, 1991). Flavonoida adalah senyawa nonsteroid ya ng berasal dari tanaman
yang memperlihatkan aktivitas estrogenik (Suherman, 1995).
Tanaman kemangi merupakan tanaman yang banyak mengandung komponen
kimia aktif yang kegunaannya berkaitan erat dengan aktivitas seksual. Kemangi
memiliki kandungan aktif (anetol, boron dan stigmasterol) yang berperan sebagai
perangsang keluarnya hormon reproduksi yaitu hormon estrogen (Gunawan, 2004).
Rumus bangun anetol dan stigmasterol disajikan pada Gambar 1.

(a)

(b)

Gambar 1. Struktur senyawa kimia yang merangsa ng hormon estrogen


a) Anetol
b) Stigmasterol
(Gunawan dan Mulyani, 2004)
Pengaruh dari komponen kimia kemangi, seperti Boron penting untuk
pereaksi enzim, sel membran, memetabolis mineral lain dan vitamin D, memodulasi
hormon-hormon steroid, mencegah kelainan tulang (arthritis, osteoarthritis dan
osteoporosis) dan mendukung kerja fungsi otak dan kognitif (Hunt, 2004). Menurut
Contoh lainnya komponen stigmasterol (fitosterol) dapat menurunkan kadar
kolesterol dalam darah sehingga aliran darah tidak tersumbat. Kandungan kimia
kemangi menurut Gunawan (2004) disajikan pada Tabel 4.

11

Tabel 4. Komponen Kimia Kemangi


Komponen
kimia
1,8-Sineol

Bagian tanaman

Kegunaan

Seluruh bagian

Anestesi (pati rasa), membantu mengatasi


ejakulasi premature, anti kholinesterase,
perangsang aktivitas syaraf pusat, melebarkan
pembuluh kapiler (merangsang ereksi).

Anetol

Seluruh bagian

Merangsang hormon estrogen, merangsang


faktor kekebalan tubuh, merangsang keluarnya
ASI.

Apigenin

Seluruh bagian

Melebarkan pembuluh darah, mencegah


penjendalan darah, melancarkan sirkulasi darah,
penekan syaraf pusat.

Arginina

Daun

Memperkuat daya tahan hidup sperma,


mencegah kemandulan, menurunkan gula darah.

Asam aspartat

Daun

Perangsang syaraf, analeptik.

Boron

Seluruh bagian

Merangsang keluarnya hormon androgen dan


hormon estrogen, mencegah pengeroposan
tulang.

Eriodiktiol

Daun

Merangsang peremajaan sel.

Eugenol

Daun

Mencegah ejakulasi premature, anestetik,


mematikan jamur penyebab keputihan.

Farnesol

Seluruh bagia n

Feromon, parfum, merangsang regenerasi sel


normal pada pergantian kulit.

fenkhona

Seluruh bagian

Melebarkan
pembuluh
antikholinesterase.

Germakrena-D

Seluruh bagian

Feromon.

asam p-kumarat

Daun

Antifertilitas, penghambat sintesis prostaglandin.

Stigmasterol

Seluruh bagian

Merangsang hormon estrogen, menurunkan


kolesterol, merangsang terjadinya proses ovulasi,
bahan baku hormon steroid.

Tannin

Kultur jaringantanaman

Mengurangi sekresi cairan pada liang vagina.

Triftofan

Daun

Menunda menopause, analgetik, penguat insulin.

Seng

Daun

Antiimpotensi, merangsang keluarnya hormon


testosteron, merangsang kekebalan tubuh.

darah

kapiler,

Sumber : Gunawan (2004)

12

Estrogen merupakan hormon steroid yang disekresikan sel teka interna dan
sel granulosa folikel ovarium, korpus luteum, plasenta dan dalam jumlah sedikit oleh
korteks adrenal dan testis (Baird, 1984). Fungsi utama dari estrogen adalah untuk
menimbulkan proliferasi sel dan pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin dan
jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi. Hormon estrogen dan progesteron
mendorong kelenjar hipofisa anterior untuk menghasilkan LH yang menggertak
terjadinya ovulasi. Hormon estrogen, pada proses kebuntingan dapat menyebabkan
partumbuhan duktus kelenjar susu (Guyton, 1994).
Hormon estrogen adalah hormon yang berperan dalam metabolisme tubuh.
Estrogen dapat menambah sintesis dan ekskresi hormon pertumbuhan sehingga dapat
menstimulir pertumbuhan sel- sel dalam tubuh, mempercepat pertambahan bobot
badan, merangsang korteks kelenja r adrenal untuk lebih banyak meningkatkan
metabolisme protein karena retensi nitrogen meningkat (Hardjopranjoto, 1995).
Estrogen dapat menimbulkan respon terhadap aktivitas betina seperti: perkembangan
sifat seksual sekunder, perilaku persiapan kawin (estrus), mempersiapkan uterus
untuk implantasi dan menyiapkan perkembangan kelenjar susu (Hafez, 1993).
Disamping itu, estrogen juga mempunyai efek anabolik pada tulang dan kartilago
sehingga menambah pertumbuhan tulang (Granner, 1990).
Pengeringan Kemangi
Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan sampai kadar air
keseimbangan dengan udara lingkungan atau sampai kadar air tertentu dimana jamur,
enzim dan insekta yang bersifat merusak tidak aktif (Handerson dan Perry, 1976).
Pengeringan adalah operasi kompleks yang melibatkan transfer panas dan massa
bersamaan dengan beberapa tingkat pemrosesan seperti perubahan fisik dan kimia
yang menyebabkan perubahan terhadap kualitas produk. Pengeringan terjadi akibat
penguapan cairan dengan pengiriman energi panas kepada bahan segar. Panas dapat
dihasilkan dari konveksi (pemanasan langsung), konduksi (pemanasan tidak
langsung) dan radiasi (Mujumdar, 2003).
Pengeringan bertujuan menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak
mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, menghilangkan aktivitas enzim yang bisa
menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif dan memudahkan dalam hal
pengelolaan proses selanjutnya (ringkas, mudah disimpan, tahan lama dan

13

sebagainya). Proses pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; waktu
dan suhu pengeringan, kelembaban udara disekitarnya dan kelembapan bahan atau
kandungan air dari bahan, ketebalan bahan yang dikeringkan, sirkulasi udara, dan
luas permukaan bahan. Semakin lama dikeringkan akan semakin kering bahan
tersebut. Semakin tinggi suhunya semakin cepat kering, tetapi harus dipertimbangkan
daya tahan kandungan zat aktif di dalam sel yang kebanyakan tidak tahan panas.
Semakin luas permukaan bahan semakin mudah kering (Gunawan dan Mulyani,
2004). Tahap pertama pada pengeringan adalah memane n tanaman yang akan
dikeringkan, karena tujuan dari pengeringan adalah menghilangkan kelebihan cairan,
hal ini berarti perlu menghindari pemetikan tanaman pada saat tanaman banyak
cairan, seperti setelah turun hujan atau ketika ta naman tertutup embun pagi. Pagi hari
yang cerah sering menjadi pilihan terbaik, setelah matahari menyerap cairan tanaman
tetapi bunganya mulai layu akibat panas yang tinggi. Waktu pengeringan dapat
bervariasi minimal dari tiga atau empat hari sampai maksimal sepuluh minggu,
tergantung pada metode dan jumlah cairan pada tanaman ketika dipanen (Blose dan
Cusick, 1993).
Selama pengeringan akan terjadi perubahan warna, penampilan, bau,
kandungan mikroba, kandungan nutrisi dan vitamin. Perubahan warna terjadi karena
adanya oksidasi enzim polyphenoloxidase yang akan mengubah warna menjadi
coklat (reaksi Maillard), kandungan air yang tinggi dan temperatur produk yang
rendah saat pengeringan awal akan menimbulkan reaksi enzimatis yang akan
menghilangkan

beberapa

vitamin

seperti

oksidasi

asam

ascorbat

akan

menghilangkan vitamin C, oksidasi tocopherol akan menghilangkan vitamin E dan


lipogenase dapat menghancurkan vitamin A dan Beta Karoten (Perera, 2003).
Apabila pengeringan berlangsung lama, banyak kandungan dan ba u pada tanaman
yang hilang, sehingga pengeringan dilakukan dengan waktu pendek dan tempat yang
tidak terlalu panas yang akan merusak tanaman (Garland, 1995).

14

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Lapang Bagian Pemuliaan dan
Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama tiga bulan dari
bulan Juni sampai dengan Agustus 2005.
Materi
Mencit Percobaan
Hewan yang digunakan dala m penelitian ini 60 ekor mencit betina dengan
rataan bobot badan 11,01 0,81 g dan 30 ekor mencit jantan dengan rataan bobot
badan 11,02 0,71 g. Mencit jantan dipakai untuk mengawini mencit betina (sebagai
pejantan). Mencit yang digunakan pada penelitia n ini berumur 21-28 hari (lepas
sapih). Mencit diperoleh dari Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan berukuran 25x18x18cm sebanyak 30 buah.
kandang terbuat dari seng dan kawat dan di dalamnya diberi alas berupa sekam padi
yang masih bersih dan baru. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan
tempat minum. Tempat pakan yang digunakan adalah mangkok kecil yang terbuat
dari plastik. Tempat minum mencit menggunakan botol yang terbuat dari kaca yang
dilengkapi karet penutup dan pipa logam. Penempatan masing-masing kandang
dilakukan di atas rak yang terbuat dari balok kayu.
Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan Dial O-gram dengan merek
O-Haus yang digunakan untuk menimbang bobot badan mencit dan pakan, sikat
untuk membersihkan peralatan, gunting untuk memotong daun telinga dan jari-jari
kaki mencit, kertas label untuk memberi nomor pada plastik tempat pakan dan
kandang mencit, kertas untuk alas menjemur kemangi, saringan untuk menyaring
sisa pakan, gelas aqua, plastik, kapas, alkohol 70% , dan alat tulis.

15

Pakan Penelitian
Pakan yang diberikan dalam penelitian ini terdiri atas ransum ayam
peranggang dan kemangi. Pakan ayam peranggang (broiler) yang digunakan
bermerek Cp 511 Bravo produksi PT Charoen Pokphand. Pakan diperoleh dari toko
Maju Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Kemangi yang digunakan diperoleh dari warung-warung sayur di sekitar
Darmaga Bogor. Kemangi yang diberikan pada mencit adalah kemangi kering yang
telah dihaluskan. Pengeringan kemangi dilakukan dengan dijemur dibawah sinar
matahari. Penjemuran dilakukan sampai kemangi benar-benar kering dan warnamya
coklat kehitaman. Kemangi yang suda h kering segera digiling untuk dihaluskan.
Kemangi yang sudah dihaluskan dicampur dengan pakan ayam dengan dosis sesuai
perlakuan.
Prosedur
Identifikasi Mencit
Mencit betina dewasa diidentifikasi berdasarkan nomor kandang. Identifikasi
induk mencit dilakukan dengan cara menggunting daun telinga. Telinga sebelah
kanan merupakan nomor satuan, sedangkan sebelah kiri merupakan nomor puluhan.
Gambar 2 menyajikan aturan penomoran mencit betina dewasa pada daun telinga.

10

1
U U

30

50

Gambar 2. Skema Penomoran Mencit Betina Dewasa pada Daun Telinga


Pemberian nomor anak mencit yang baru lahir disesuaikan dengan jumlah
anak sepelahiran dari tiap induk dengan cara memotong jarijari kaki. Pemotongan
jari kaki dilakukan dengan gunting kuku pada saat penimbangan bobot lahir. Gambar
3 memperlihatkan aturan penomoran anak mencit pada jari kakinya.

16

678 9

54 3 2 1

Kiri

Kanan

a) Penomoran anak mencit yang berasal dari jumlah anak sepelahiran 19 ekor
(kaki depan)
56 7 8

4 3 21

Kiri
Kaki Depan

Kanan

13 14 15 16

Kiri

12 11 10 9

Kanan

Kaki Belakang

(b) Penomoran anak mencit yang berasal dari jumlah anak sepelahiran di atas 10
ekor
Gambar 3. Skema Penomoran Anak Mencit pada Jari Kaki
Pelaksanaan Penelitian
Sebelum penelitian dimulai, kandang dan semua peralatan dibersihkan dan
ruangan dibebaskan dari hewan pengganggu. Penelitian pendahuluan dilakukan
selama tujuh hari pada mencit lain yang sejenis dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat palabilitas pakan yang dicampur kemangi kering. Setelah mengetahui tingkat
palabilitasnya, kemudian dilakukan penimbangan bobot badan terhadap mencit
penelitian yang terdiri dari 60 ekor betina dan 30 ekor jantan. Satu ekor mencit jantan
dipasangkan dengan dua ekor mencit betina dalam tiap kandang (1:2). Penempatan
mencit jantan dan betina dalam kandang disesuaikan dengan nomor telinga,
sedangkan penempatan kandang dalam ruangan dilakukan secara acak. Perlakuan
diberikan setelah mencit jantan dan betina disatukan dalam kandang sampai dengan
21 hari umur laktasi (umur anak disapih). Pakan yang diberikan berupa campuran
pakan ayam dan kemangi kering yang telah dihaluskan. Kombinasi pemberian pakan
disajikan pada Tabel 5.

17

Tabel 5. Kombinasi Pemberian Pakan


Pakan

Perlakuan
Pakan Ayam

Kemangi Kering

----------------(g/ekor)--------------Kontrol

9,00

2,5% Kemangi Kering

8,77

0,23

5,0% Kemangi Kering

8,55

0,45

Pakan diberikan setiap hari pada jam 14.00 sampai selesai. Air minum
diberikan ad libitum. Pergantian sekam dilakukan setiap seminggu sekali dengan
ketebalan sekam 5 cm.
Peubah yang Diamati
1. Jumlah anak sepelahiran (ekor/induk) adalah jumlah anak yang lahir per

induk (anak yang hidup maupun yang mati pada saat dilahir kan).
2. Bobot lahir (g/ekor) adalah bobot anak mencit pada saat dilahirkan.
Penimbangan bobot lahir anak mencit per ekor dilakukan pada kisaran waktu
saat anak dilahirkan sampai dengan 12 jam setelah kelahiran.
3. Pertambahan bobot badan anak mencit sampai umur sapih (g/ekor). Dihitung
dengan cara mengurangi bobot badan saat penimbangan dikurangi bobot
badan tiga hari sebelumnya, penimbangan dilakukan setiap tiga hari sekali.
4. Bobot sapih (g/ekor) adalah bobot anak mencit ketika disapih (21 hari).
5. Jumlah anak sapih (ekor) adalah banyaknya anak mencit pada saat disapih

(21 hari).
6. Mortalitas anak mencit selama menyusu (21 hari ) (%) adalah perbandingan
jumlah mencit yang mati per induk saat disapih dengan jumlah anak
sepelahiran dikali seratus persen.

18

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini Rancangan Acak
Lengkap dengan pola searah dengan perlakuan pertama kelompok mencit kontrol,
kedua kelompok mencit yang diberi kemangi kering 2,5% dan ketiga kelompok
mencit yang diberi kemangi kering 5,0%. Setiap perlakuan terdiri dari sepuluh
ulangan Model Matematika yang digunakan :
Yij = + i + ij
Keterangan : Yij

(Gaspersz, 1991)

= data pengamatan pada satuan produksi ke -j,

= nilai tengah populasi (rata rata yang sesungguhnya),

= pengaruh perlakuan (pemberian daun kemangi),

ij

= pengaruh galat dari satuan perc obaan,

= ulangan,

= peringkat daun kemangi.

Hasil data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Jika
hasil analisis berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji Tukey untuk melihat perbedaan
antara perlakuan. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak statistik Minitab
Versi 11. Rumus statistik yang digunakan untuk melihat perbedaan antara perlakuan
menurut Gaspersz (1991) sebagai berikut:
Sy =

KTError
r

W = q ( P, t ) Sy
Keterangan : Sy

= galat baku perlakuan

KT

= kuadrat tengah

= ulangan perlakuan

= selang kepercayaan 1 atau 5%

= jumlah perlakuan

= derajat error

19

HASIL DAN PEMBAHASAN


Keadaan Lingkungan Penelitian
Pakan Penelitian
Pakan adalah segala bahan atau makanan yang diberikan ke ternak untuk
kelangsungan

hidupnya.

Pakan

mempunyai

peranan

yang

penting

dalam

pemeliharaan mencit. Kekurangan pakan dapat menimbulkan kegagalan tota l dalam


proses-proses reproduksi. Pakan yang diberikan selama penelitian terdiri dari pakan
ayam peranggang (broiler) dan kemangi kering yang telah dihaluskan. Hasil analisis
proksimat komposisi pakan penelitian disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Analisis Proksimat Komposisi Pakan Penelitian
Komposisi
kimia

Pakan
Cp 511 Bravo

1)

Kemangi Kering

2)

-------------------(%)-----------------Kadar air

13,00

14,29

Protein

22,00

25,56

Lemak

5,00

1,89

12,00

27,08

Abu

7,00

12,05

Kalsium

0,90

1,94

Fosfor

0,60

0,62

BeTN

39,50

16,57

Serat Kasar

Keterangan: 1) = Hasil analisis PT. Charoen Phokpand (2005)


2) = Hasil analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen
Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan , IPB (2005)

Hasil analisis proksimat digunakan sebagai acuan untuk menentukan kualitas


nutrisi pakan dan untuk menghitung komposisi pakan yang diberikan kepada mencit
selama penelitian. Ensminger (1990) menyatakan bahwa komposisi hasil analisis
kimia pa kan merupakan acuan mendasar untuk evaluasi pakan. Tabel 7 menyajikan
komposisi kimia pakan yang digunakan dalam penelitian.

20

Tabel 7. Komposisi Pakan Penelitian


Komposisi
kimia

Perlakuan
Kontrola

2,5% b

5,0% b

----------------------------(%)--------- ------------------Kadar air

13,00

13,03

13,06

Protein

22,00

22,09

22,17

Lemak

5,00

4,92

4,84

12,00

12,38

12,75

Abu

7,00

7,17

7,25

Kalsium

0,90

0,93

0,95

Fosfor

0,60

0,60

0,60

BeTN

39,50

38,93

38,35

Serat Kasar

Keterangan: a=P.T. Charoen Pokhphand (2005)


b=Hasil Perhitungan Manual

Kualitas nutrisi pakan yang diberikan pada setiap perlakuan relatif sama dan
kandungan nutrisinya sudah mencukupi kebutuhan mencit. Komposisi pakan
penelitian (Tabel 7) masih sesuai dengan pernyataan Smith dan Mangkoewidjojo
(1988), bahwa seekor mencit dewasa mengkonsumsi ransum dengan kandungan
protein 20-25%, lemak 10-12%, pati 45-55%, serat kasar 4%, dan abu 5-6%.
Suhu dan Kelembaban
Suhu dan kelembaban merupakan faktor lingkungan yang harus diperhatikan,
karena keadaan suhu dan kelembaban yang tidak sesuai dapat menghambat proses
reproduksi. Kondisi lingkungan selama penelitian tidak menunjukkan perubahan
yang ekstrem terhadap suhu dan kelembaban. Suhu ruangan per hari selama
penelitian berkisar antara 21,7-31,9 0 C (rerata 26,90 C) dengan kelembaban ruangan
berkisar antara 82-87% (rerata 84,2%). Keadaan suhu dan kelembaban tersebut
sesuai pernyataan Malole dan Pramono (1989) yang menyatakan bahwa suhu yang
ideal untuk pertumbuhan mencit berkisar 21-29 0C dan kelembaban udara dalam
kandang yang ideal adalah 30-70%.

21

Sifat -sifat Reproduksi Mencit


Jumlah Anak Sepelahiran
Jumlah anak sepelahiran adalah jumlah total anak hidup dan mati pada waktu
dilahirkan. Rerata jumlah anak sepelahiran yang diperoleh dalam penelitian ini
berkisar antara 8,5-9,6 ekor (Tabel 8). Tanpa membedakan perlakuan, rerata jumlah
anak sepelahiran yang dicapai sebesar 8,93 ekor. Hasil ini sesuai dengan jumlah
anak sepelahiran menurut Inglis (1980) yaitu 8-11 ekor/induk dan lebih tinggi
dibandingkan dari hasil penelitian Kuzaimi (2006) yang mencitnya diberi pakan
tambahan kemangi segar yaitu berkisar antara 7,90-8,17 ekor/induk. Jumlah anak
sepelahiran dari induk yang mendapat pakan tambahan 2,5% kemangi kering
mempunyai koefisien keragaman paling rendah yaitu 15,29%. Hal ini menunjukkan
bahwa perlakuan dengan penambahan 2,5% kemangi kering dalam pakan induk
menghasilkan jumlah anak sepelahiran yang paling seragam. Hal ini disebabkan
respon induk terhadap pemberian kemangi kering adalah sama.
Tabel 8. Rerata Jumlah Anak Sepelahiran dari Induk Mencit yang Mendapat
Pakan Tambahan Kemangi Kering
Perlakuan

Jumlah
Induk

Jumlah anak sepelahiran

(ekor)

Rerata
(ekor/induk)

KK
(%)

Kontrol

18

8,50 2,11

24,80

2,5% Kemangi

19

9,60 1,47

15,29

5,0% Kema ngi

19

8,70 1,53

17,60

8,93 1,70

19,23

Rerata
Keterangan : KK= koefisien keragaman

Penambahan kemangi kering dalam pakan induk tidak berpengaruh terhadap


jumlah anak sepelahiran. Hasil ini sama dengan penelitian Kuzaimi (2006) yang
mencitnya diberi pakan tambahan kemangi segar dengan dosis yang sama. Hal ini
salah satunya disebabkan oleh dosis yang diberikan belum optimal dan kondisi
lingkungan yang mendukung selama penelitian. Selain itu dapat disebabkan oleh
ada nya kemungkinan berkurangnya zat aktif yang terkandung dalam kemangi
sebagai akibat penguapan pada saat pengeringan berlangsung. Garland (1995)
menyatakan bahwa apabila pengeringan berlangsung lama, banyak kandungan dan

22

bau pada tanaman yang hilang. Hal ini menyebabkan efek stigmasterol yang
terkandung dalam kemangi tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah anak
sepelahiran. Meskipun senyawa tersebut menurut Gunawan (2004) dapat merangsang
sekresi hormon estrogen dan merangsang terjadinya proses ovulasi. Warwick et al,
(1983) menyatakan bahwa jumlah sel telur yang dihasilkan dan tingkat awal
pertumbuhan embrio sangat erat hubungannya dengan jumlah anak sepelahiran
dalam sekali kelahiran. Manan (2002) menyatakan bahwa estrogen juga berfungsi
merangsang pelepasan ovum dari ovarium (ovulasi).
Kadar lemak yang tinggi dalam organ reproduksi menyebabkan kegagalan
pada proses reproduksi (Tillman et al, 1989). Perletakan lemak yang berlebihan di
sekitar ovarium dapat menghalangi proses perjalanan sel telur yang telah
diovulasikan ke dalam tuba falopii untuk pembuahan (Hardjopranjoto,1995).
Mulyani dan Gunawan (2004) menyatakan bahwa kemangi berkhasiat untuk
menurunkan kandungan lemak dalam tubuh. Penambahan kemangi dalam pakan
diduga dapat memperlancar proses reproduksi. Mencit yang digunakan dalam
penelitian ini adalah mencit yang sedang dalam tahap tumbuh sehingga kandungan
lemak tubuhnya masih rendah. Kandungan lemak yang rendah dalam tubuh tidak
akan mengganggu proses reproduksi, oleh karena itu jumlah ana k sepelahiran yang
dihasilkan tidak berbeda nyata.
Bobot Lahir Anak Mencit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot lahir anak mencit dari induk
perlakuan kontrol, penambahan 2,5 dan 5,0% kemangi kering dalam pakan berkisar
antara 1,47-1,55 g/ekor. Berda sarkan hasil tersebut, maka diperoleh rerata bobot lahir
1,52 g/ekor. Hasil ini sesuai dengan pendapat Malole dan Pramono (1989) yang
menyatakan bahwa bobot lahir mencit berkisar antara 0,5-1,5 g/ekor. Bobot lahir ini
cukup baik bila dibandingkan dengan pe rnyataan Smith dan Mangkoewidjo jo (1988)
yaitu 0,5-1,0 g/ekor.
Tabel 9 menunjukkan bahwa bobot lahir dari induk yang mendapat pakan
tambahan 2,5% kemangi kering mempunyai koefisien keragaman paling rendah
dibanding taraf perlakuan lainnya yaitu 18,73%. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan dengan penambahan 2,5% kemangi kering dalam pakan induk

23

menghasilkan bobot lahir yang paling seragam. Hal ini disebabkan respon induk
terhadap pemberian kemangi kering adalah sama.
Tabel 9. Rerata Bobot Lahir Anak Mencit dari Induk yang Mendapat Pakan
Tambahan Kemangi Kering
Perlakuan

Jumlah
Induk

Bobot lahir

(ekor)

Rerata
(g/ekor)

KK
(%)

Kontrol

18

1,47 0,36a

24,54

2,5% Kemangi

19

1,55 0,29b

18,73

5,0% Kemangi

19

1,54 0,30b

19,15

1,52 0,32

20,81

Rerata

Keterangan: Huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda (P>0,05), sedangkan huruf yang beda
menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), KK = koefiisien keragaman.

Penambahan kemangi kering berpengaruh nyata terhadap bobot lahir anak


mencit (P<0,05). Bobot la hir anak mencit yang berasal dari induk perlakuan kontrol
nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan bobot lahir anak mencit yang
berasal dari induk perlakuan penambahan kemangi kering 2,5% dan 5,0%. Perlakuan
penambahan kemangi kering 2,5% sama pengaruhnya dengan penambahan kemangi
kering 5,0%. Hal ini sama dengan penelitian Kuzaimi (2006) bahwa bobot lahir anak
mencit dari induk yang mendapat tambahan kemangi segar dalam pakan lebih tinggi
dari perlakuan kontrol.
Bobot lahir ternak ditentukan oleh pertumbuhan foetus sebelum lahir atau
pertumbuhan selama di dalam kandungan induknya. Pertumbuhan sebelum lahir
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya mutu genetik ternak, umur serta bobot
badan induk yang melahirkan, pakan induk dan suhu lingkungan selama kebuntingan
(Toelihere, 1979). Kemangi adalah tanaman yang dapat meningkatkan selera makan
(www.sinarharapan.co.id, 2004). Peningkatan bobot lahir pada anak mencit dari
induk yang mendapat penambahan kemangi kering, mungkin disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi pakan pada induk. Konsumsi ransum yang tinggi
menyebabkan kebutuhan induk dan foetus terpenuhi dan bobot lahir anak mencit
semakin baik. Masa kebuntingan merupakan masa pada saat induk membutuhkan
tambahan energi untuk memelihara foetus dan persiapan laktasi (Parakkasi, 1999).

24

Bobot lahir anak mencit ditentukan oleh perkembangan embrio selama dalam
kebuntingan. Perkembangan embrio dipengaruhi oleh keadaan uterus yang berfungsi
untuk

mempersiapkan

lingkungan

yang

cocok

untuk

pertumbuhan

dan

perkembangan embrio (Dziuk, 1992). Seluruh pengaturan proses ini dilakukan oleh
hormon estrogen dan progesteron. Karena itulah bobot lahir anak mencit dari induk
yang mendapat pakan tambahan kemangi kering dalam pakan berbeda nyata lebih
tinggi.
Pertumbuhan Anak Mencit dari lahir sampai umur sapih
Pertumbuhan adalah proses peningkatan dalam ukuran tulang, otot, organ
dalam dan bagian tubuh lain yang terjadi sebelum lahir dan sesudah lahir sampai
dewasa (Ensminger, 1990). Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak mencit yang
diukur selama penelitian memperlihatkan pertumbuhan yang pesat dari lahir sampai
umur sapih pada semua perlakuan. Hal ini sama dengan penelitian Kuzaimi (2006)
bahwa terjadi pertumbuhan yang pesat dari lahir sampai sapih pada semua perlakuan.
10
Rerata bobot badan (g/ekor)

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
1

12

15

18

21

Umur (hari)

Keterangan :

Kontrol

2,5% Kemangi

5,0% Kemangi

Gambar 4. Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang
Mendapat Pakan Tambahan Kemangi Kering dari Lahir sampai
Umur Sapih
Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan bahwa Pertumbuhan tersebut masih
dalam fase pertumbuhan dipercepat menurut Campbell dan Lasley (1985). Artinya
masih dalam pertambahan jumlah sel tubuh dan perpanjangan tulang tubuh sehingga
pertumbuhannya berjalan cepat.

25

Tabel 10. Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang Mendapat Pakan
Tambahan Kemangi Kering dari Lahir sampai Sapih
Kontrol

Perlakuan
2,5% Kemangi

5,0% Kemangi

Lahir
BB (g)
n (ekor)
KK (%)

1,47 0,36a
141
24,54

1,55 0,29b
153
18,73

1,54 0,30b
131
19,15

Umur 3 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)

2,60 0,53
138
20,23

2,59 0,41
151
15,78

2,72 0,61
130
22,54

Umur 6 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)

3,84 0,82
135
21,24

3,85 0,77
147
20,11

3,92 0,87
122
22,19

Umur 9 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)

4.87 1.19
129
24,45

5,05 1,05
130
20,90

5,06 1,23
120
24,36

Umur 12 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)

5,58 1,27a
128
22,74

5,84 1,35ab
129
23,08

6,15 1,48b
118
24,09

Umur 15 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)

6,39 1,37a
128
21,39

6,47 1,56ab
128
24,05

6,91 1,64b
117
23,80

7,40 1,73
126
23,37

7,40 1,88
126
25,38

7,85 2,08
117
26,52

8,93 1,98
126
22,24

9,07 2,20
126
24,27

9,40 2,51
117
26,74

Parameter

Umur 18 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)
Umur 21 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)

Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda (P>0,05), sedangkan
huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) BB=bobot
badan; n = jumlah anak; KK = koefiisien keragaman

Hasil penelitian menunjukkan (Tabel 10) bahwa pemberian kemangi kering


dalam pakan induk berpengaruh terhadap pertumbuhan anak mencit pada umur 12
dan 15 hari. Berdasarkan hasil uji Tukey, pemberian kemangi kering 5% dalam
pakan induk mempunyai pertumbuhan yang lebih tinggi (P<0,05) daripada perlakuan
kontrol, sedangkan pemberian kemangi kering 2,5% dalam pakan induk mempunyai

26

pengaruh yang sama dengan perlakuan pemberian penambahan 5% kemangi kering


dan perlakuan kontrol.
Pertumbuhan anak mencit dari lahir sampai sapih dari induk yang mendapat
penambahan 2,5 dan 5,0% kemangi kering mempunyai nilai rerata pertumbuhan
bobot badan lebih tinggi dari anak mencit perlakuan kontrol, meskipun secara
statistik menunjukkan tidak berbeda. Hal ini menunjukkan adanya respon positif dari
stigmasterol yang terdapat dalam kemangi. Senyawa stigmasterol dapat merangsang
sekresi hormon estrogen. Hormon estrogen selain berperan positif terhadap
reproduksi betina juga memegang peranan dalam pertumbuhan (Campbell et al.,
2002). Estrogen juga mempunyai efek anabolik pada tulang dan kartilago, sehingga
menambah pertumbuhan tulang (Granner, 1990).
Pertambahan Bobot Badan (PBB) Anak Mencit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan anak mencit
semua perla kuan mengalami penurunan dari umur 9-15 hari dan mengalami
peningkatan kembali dari umur 15-21 hari. Pola pertambahan bobot badan anak
mencit disajikan pada Gambar 5.

Pertambahan bobot badan (g/ekor)

1,8
1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
3

12

15

18

21

Umur (hari)

Keterangan :

Kontrol

2,5% Kemangi

5,0% Kemangi

Gambar 5. Kurva Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang
Mendapat Pakan Tambahan Kemangi Kering.
Pertambahan bobot badan anak mencit dari semua perlakuan berkisar antara
0,63-1,66 g/ekor/3 hari. Pertambahan bobot badan anak mencit dari lahir sampai
umur sapih disajikan pada Tabel 11.

27

Tabel 11. Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang Mendapat Pakan
Tambahan Kemangi Kering dari Lahir sampai Umur Sapih
Kontrol

Perlakuan
2,5% Kemangi

5,0% Kemangi

0-3 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)

1,13 0,42 D C
138
37,63

1,04 0,39 A B
151
36,98

1,17 0,55 A
129
47,30

3-6 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)

1,23 0,56 DE
135
45,79

1,25 0,26 AE
148
47,68

1,18 0,60 A
121
51,31

6-9 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)

1,01 0,64 C
129
63,64

1,18 0,62 A B
131
53,08

1,14 0,74 A
119
65,11

9-12 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)

0,71 0,40 a B
128
55,75

0,63 0,44 a C
129
70,08

1,09 0,72 b C
117
65,57

12-15 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)

0,82 0,53 a BC
128
64,89

0,76 0,22 b B
129
32,55

0,75 0,65 a b A C
116
85,67

15-18 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)

1,01 0,67 C
126
66,66

0,92 0,65 D
127
53,20

0,95 0,71 B
116
75,14

18-21 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)

1,53 0,83 A
126
54,52

1,66 0,88 A
127
53,20

1,55 0,97 A
116
62,51

Parameter

Keterangan: Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama dan huruf besar yang berbeda pada
kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,01; PBB= pertambahan bobot badan
n = jumlah anak; KK = koefiisien keragaman

Pemberian penambahan kemangi kering dalam pakan induk berpengaruh


terhadap pertambahan bobot badan anak mencit pada selang umur 9-12 dan 12-15
hari. Pada selang umur 9-12 hari, anak mencit yang berasal dari perlakuan
penambahan 5% kemangi kering mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih
tinggi (P<0,01) daripada pertambahan bobot badan anak mencit yang berasal dari
induk perlakuan kontrol dan penambahan 2,5% kemangi kering. Sedangkan

28

pengaruh yang sama terjadi antara pertambahan bobot badan anak mencit yang
berasal dari induk perlakuan penambahan kemangi kering 5,0% dengan perlakuan
kontrol. Pada selang umur 12-15 hari, pemberian penambahan 2,5% kemangi kering
dalam pakan induk mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih renda h
(P<0,01) daripada perlakuan kontrol. Sedangkan pertambahan bobot badan dari anak
mencit yang berasal dari induk perlakuan penambahan 5% kemangi kering
mempunyai pengaruh yang sama (P>0,05) dengan perlakuan kontrol dan
penambahan 2,5% kema ngi kering. Hal ini sama pengaruhnya dengan penelitian
Kuzaimi (2006) bahwa pemberian penambahan 2,5% kemangi segar dalam pakan
induk mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih rendah daripada perlakuan
kontrol. Berdasarkan tingkat umur pertumbuhan menunjukkan bahwa pertambahan
bobot badan pada selang umur 18-21 hari mempunyai pertambahan bobot badan
paling tinggi dari semua perlakuan dibandingkan selang umur yang lainnya. Hal ini
disebabkan karena anak mencit sudah mulai mengkonsumsi pakan induk dan minum
air dari botol.
Pertumbuhan dari lahir sampai disapih sebagian besar dipengaruhi oleh
jumlah susu yang dihasilkan induk dan dipengaruhi pula oleh kesehatan individu.
Tingkat produksi susu sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan kondisi kelenjar
susu da n hormon-hormon terkait. Penambahan pakan yang dapat menstimulir
pertumbuhan kelenjar susu dan kinerja dari hormon-hormon akan memberikan hasil
yang optimal pada produksi susu ternak (Anggorodi, 1979). Kemangi memiliki
komponen kimia yang disebut anetol. Komponen ini berfungsi dapat merangsang
hormon estrogen, merangsang faktor kekebalan tubuh, dan merangsang keluarnya air
susu (Gunawan, 2004). Hormon estrogen adalah hormon yang berperan dalam
metabolisme tubuh. Estrogen dapat menambah sintesis dan ekskresi hormon
pertumbuhan sehingga dapat menstimulir pertumbuhan sel-sel dalam tubuh,
mempercepat pertambahan bobot badan, merangsang korteks kelenjar adrenal untuk
lebih banyak meningkatkan metabolisme protein karena retensi nitrogen meningkat
(Hardjopranjoto, 1995). Penurunan pertambahan bobot badan yang terjadi pada umur
9-15 hari dapat disebabkan oleh adanya persaingan anak mencit dalam memperoleh
air susu induk. Sedangkan peningkatan pertambahan bobot badan yang terjadi pada
umur 15-21 hari dapat disebabkan oleh mencit yang sudah mulai mengkonsumsi

29

makanan padat dan air minum dari botol. Pada umur 12 hari, mata anak mencit sudah
mulai membuka dan aktif berkeliling-keliling serta mulai mengkonsumsi pakan
induk dan minum air dari botol, sehingga diduga hal ini dapat meningkatkan
pertambahan bobot badan pada umur 15-21 hari.
Bobot Sapih Anak Mencit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot sapih anak mencit yang
dihasilkan dari induk yang mendapat penambahan kemangi kering sampai dengan
5% berkisar antara 8,93 9,40 g/ekor dengan rerata 9,13 g/ekor (Tabel 12). Rerata
ini lebih tinggi dari penelitian Sudono (1981) yang pakannya mempunyai kadar
protein yang sama yaitu sebesar 7,69 g/ekor.
Tabel 12. Rerata Bobot Sapih Anak Mencit dari Induk yang Mendapat Pakan
Tambahan Kemangi Kering
Bobot Sapih Anak Mencit

Jumlah
Induk
(ekor)

Rerata
(g/ekor)

KK
(%)

Kontrol

18

8,93 1,98

22,24

2,5% Kemangi

19

9,07 2,20

24,27

5,0% Kemangi

19

9,40 2,51

26,74

9,13 2,23

24,42

Perlakuan

Rerata
Keterangan : KK= koefisien keragaman

Penambahan kemangi kering dalam pakan induk tidak berpengaruh nyata


terhadap bobot sapih anak mencit. Berdasarkan Tabel 12 diperoleh rerata bobot sapih
anak mencit pada perlakuan kontrol, penambahan 2,5 dan 5,0% kemangi kering
dalam pakan induk masing-masing sebesar 8,93; 9,07 dan 9,40 g/ekor. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak mencit dari induk yang mendapat penambahan
kemangi kering 2,5 dan 5,0% memiliki bobot sapih yang lebih berat dari perlakuan
kontrol, meskipun secara statistik me nunjukkan tidak berbeda nyata. Penambahan
2,5% kemangi kering dalam pakan induk menghasilkan bobot sapih anak yang lebih
berat 1,56% daripada kontrol, sedangkan pada penambahan kemangi kering 5%
menghasilkan bobot sapih lebih berat 5,26% dari kontrol. Hal ini berbeda dengan
hasil penelitian Kuzaimi (2006) bahwa penambahan kemangi segar 5% dalam pakan
menyebabkan penurunan bobot sapih. Hal ini disebabkan konsumsi pakan yang lebih

30

rendah dari perlakuan kontrol dan penambahan 2,5% kemangi segar. Konsumsi
pakan yang lebih rendah disebabkan mencit mengkonsumsi kemangi lebih banyak,
sehingga serat kasar yang dikonsumsi lebih tinggi. Hal ini menyebabkan mencit lebih
cepat kenyang, tetapi nutrisi yang dibutuhkan dari pakan belum terpenuhi sehingga
berpengaruh terha dap penurunan sekresi air susu.
Koefisien keragaman bobot sapih anak mencit dari yang paling seragam
sampai yang paling beragam berturut-turut didapatkan dari perlakuan kontrol,
penambahan 2,5 dan 5,0% kemangi kering dalam pakan induk. Koefisien keragaman
yang tinggi pada perlakuan dengan penambahan 5% kemangi dalam pakan induk
disebabkan oleh perbedaan respon induk terhadap pemberian kemangi kering. Umur
12 hari mata mencit sudah mulai terbuka dan gigi anak mencit sudah mulai muncul,
sehingga anak mencit mulai mengkonsumsi makanan padat dan minum dari botol.
Hal ini diduga dapat menyebabkan peningkatan koefisien keragaman bobot sapih
anak mencit. Bobot sapih ternyata mempunyai hubungan yang kuat dengan bobot
lahir dengan koefisien korelasi sebesar 0,54. Artinya semakin tinggi bobot lahir maka
semakin tinggi pula bobot sapih yang dihasilkan.
Bobot sapih dipengaruhi oleh jenis kelamin, bobot badan induk selama
menyusui, umur induk, keadaan pada saat lahir, kemampuan induk menyusui,
kuantitas dan kualitas ransum dan suhu lingkungan (Sumantri, 1984). Semakin tinggi
bobot sapih diantaranya menunjukkan bahwa induk mampu menyediakan air susu
yang dapat mencukupi kebutuhan anak mencit atau bahkan melebihi kebutuhan air
susu anak mencit. Kemangi mempunyai kandungan kimia stigmasterol yang
berfungsi dapat merangsang hormon estrogen (Gunawan, 2004). Partodihardjo
(1982) menyatakan bahwa hormon estrogen merangsang pertumbuhan saluransaluran susu dalam kelenjar susu dan alveoli kelenjar susu. Peningkatan sekresi
estrogen dan progestrogen selama kebuntingan, selain untuk mendukung implantasi
embrio serta memelihara kebuntingan juga berfungsi untuk mempersiapkan kelenjar
susu untuk mensintesis air susu setelah melahirkan.
Gunawan (2004) menyatakan bahwa kemangi juga mengandung senyawa
anetol yang berfungsi dapat merangsang sekresi air susu. Menurut Manan (2002),
rangsangan dari luar yang berupa makanan merangsang kelenjar hypofisa untuk
melepaskan hormon prolaktin. Guyton (1994) menyatakan bahwa hormon prolaktin

31

dapat meningkatkan sekresi air susu. Selama pengeringan, terjadi penguapan


kandungan tanaman yang hilang (Garland, 1995). Kandungan kimia kemangi yang
dapat merangsang air susu diduga berkurang akibat proses pengeringan, sehingga hal
ini menyebabkan pengaruh kemangi kering tidak berbeda terhadap bobot sapih anak
mencit.
Mortalitas anak mencit sampai dengan umur sapih
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mortalitas anak mencit berkisar antara
15,16-22,13% dengan rerata 19,22%. Tabel 13 menunjukkan bahwa mortalitas anak
mencit dengan koefisien keragaman terendah terjadi pada penambahan 2,5%
kemangi kering yaitu 71,53%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan
penambahan 2,5% kemangi kering dalam pakan induk menghasilkan tingkat
mortalitas yang paling seragam.
Ta bel 13. Mortalitas Anak Mencit dari Induk Mencit yang Mendapat
Pakan Tambahan Kemangi Kering selama Menyusu
Perlakuan

Jumlah
Induk

Mortalitas Anak Mencit

(ekor)

Rerata
(%/induk)

KK
(%)

Kontrol

18

22,13 23,20

104,83

2,5% Kemangi

19

20,39 14,51

71,15

5,0% Kemangi

19

15,16 15,94

105,12

Keterangan : KK= koefisien keragaman

Pemberian perlakuan penambahan kemangi kering pada pakan induk tidak


berpengaruh terhadap mortalitas anak mencit. Hal ini sama pengaruhnya dengan
penelitian Kuzaimi (2006) yang mencitnya diberi kemangi segar dalam pakan.
Berdasarkan Tabel 13 mortalitas anak mencit dari yang paling tinggi sampai yang
paling rendah berturut -turut didapatkan dari perlakuan kontrol, penambahan 2,5%
dan 5,0% kemangi kering dalam pakan induk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mortalitas mencit yang mendapat penambahan 2,5 dan 5,0% kemangi kering lebih
rendah dari perlakuan kontrol, meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini
dapat disebabkan oleh senyawa kimia anetol yang memberikan respon positif
terhadap anak mencit. Gunawan (2004) menyatakan bahwa senyawa anetol yang
terdapat dalam kemangi dapat merangsang faktor kekebalan tubuh. Selama

32

pengeringan, kemungkinan terjadi penguapan zat aktif kemangi sebagai akibat dari
proses pengeringan. Hal ini diduga menyebabkan respon yang tidak berbeda terhadap
mortalitas anak mencit. Selain itu, diduga adanya pengaruh suhu lingkungan selama
penelitian yang mengakibatkan efek kimia kemangi tidak terlihat berpengaruh
terhadap mortalitas anak mencit sampai dengan umur sapih. Menurut Toelihere
(1979) menyatakan bahwa kematian anak pada saat lahir sebagian besar dipengaruhi
oleh suhu lingkungan dan ketidaksanggupan anak menghadapi stres lingkungan baru.
Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa kematian anak muncul pada
beberapa kondisi misalnya ukuran kandang yang terlalu luas sehingga anak mencit
kedinginan, hanya sedikit sekali anak yang dilahirkan, anak mencit luka atau
abnormal, pengaruh kelembaban dan suhu kandang yang tidak menyenangkan induk
dan inveksi virus. Anak mencit yang mati karena suatu penyakit tidak ditemukan
pada penelitian ini. Kemungkinan besar anak-anak mencit tersebut mati karena
adanya sifat kanibal baik oleh induk maupun oleh anak-anak mencit yang lain. Hal
ini dapat disebabka n karena jumlah anak sepelahiran yang tinggi yang
mengakibatkan adanya persaingan antara anak-anak mencit dalam mendapatkan air
susu induk.
Jumlah Anak Sapih
Jumlah anak sapih adalah jumlah anak yang dihitung berdasar jumlah anak
yang hidup hingga umur disapih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak
sapih berkisar antara 6,30-7,35 ekor/induk dengan rerata 6,85 ekor/induk (Tabel 14).
Tabel 14. Rerata Jumlah Anak Sapih dari Induk Mencit yang Mendapat
Pakan Tambahan Kemangi Kering
Perlakuan

Jumlah
Induk

Jumlah anak sapih

(ekor)

Rerata
(ekor/induk)

KK
(%)

Kontrol

19

6,30 2,89

45,87

2,5% Kemangi

20

7,35 1,90

25,85

5,0% Kemangi

20

6,90 1,17

16,95

6,85 1,19

29,55

Rerata
Keterangan : KK= koefisien keragaman

Jumlah anak sapih pada induk yang mendapat pakan tambahan 5% kemangi
kering, mempunyai koefisien keragaman paling rendah yaitu 16,95%. Hal ini

33

menunjukan bahwa perlakuan dengan penambahan 5% kemangi kering dalam pakan


induk menghasilkan jumlah anak sapih yang paling seragam. Hal ini disebabkan
karena respon induk yang sama terhadap pemberian kemangi kering. Jumlah anak
sapih mempunyai hubungan yang kuat dengan mortalitas dengan koefisien korelasi
-0,53. Jadi semakin tinggi mortalitas maka semakin rendah jumlah anak yang
disapih.
Pemberian

penambahan

kemangi

kering

dalam

pakan

induk tidak

berpengaruh terhadap jumlah anak sapih (P>0,05). Hal ini sama pengaruhnya dengan
penelitian Kuzaimi (2006) yang mencitnya diberi kemangi segar dalam pakan. Hal
ini disebabkan karena tingkat mortalitas yang tidak berbeda antar perlakuan pada
anak mencit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wibowo (1984) bahwa tingkat
mortalitas anak sangat berpengaruh terhadap jumlah anak sapihan. Jumlah anak sapih
dapat dipengaruhi oleh sistem perkawinan yang dipaka i. Sistem perkawinan yang
dipakai pada penelitian ini adalah sistem perkawinan koloni, yaitu satu jantan
dicampur dengan dua betina dan jantan tidak dipisahkan dari betina begitu anak lahir.
Jumlah anak sapih yang rendah disebabkan adanya sifat kanibalisme oleh induk
maupun oleh anak-anak yang lain.

34

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Penambahan kemangi ke ring dalam pakan mencit sebesar 2,5 dan 5% nyata
meningkatkan (P<0,05) bobot lahir, pertumbuhan anak mencit umur 12 dan 15 hari
dan sangat nyata meningkatkan (P<0,01) pertambahan bobot badan anak mencit
umur 9-12 hari. Namun penambahan kemangi kering dalam pakan mencit sebesar 2,5
dan 5,0% tidak berpengaruh terhadap jumlah anak sepelahiran, bobot sapih,
mortalitas dan jumlah anak sapih mencit. Pemberian kemangi kering 2,5% dalam
pakan induk memberikan respon yang paling baik dibandingkan perlakuan lainnya.
Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pada dosis yang optimal sehingga
memberikan pengaruh yang positif terhadap sifat-sifat reproduksi mencit betina.
Kemangi disarankan diberikan dalam bentuk ekstrak agar dapat diketahui respon
minyak atsiri yang terdapat pada kemangi. Selain itu, pakan ayam yang diberikan
lebih rendah kadar proteinnya. Peubah lain yang dipelajari tentang kadar estrogen
dalam darah dan perilaku kawin mencit.

35

UCAPAN TERIMA KASIH


Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan karunia dan
rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan
pertolongan-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua Abi Koko
dan Umi Ening yang banyak membantu baik materi, motivasi, do`a, serta kasih
sayang yang tiada henti diberikannya. Juga kepada Dr. Ir. Cece Sumantri MAgr.Sc
dan Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer yang telah membimbing, mengarahkan, dan
membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Selain
itu ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. R. Bambang Pangestu, Msi. dan Ir.
Anita S. Tjakradidjaja, M.Rur.Sc. yang telah menguji, mengkritik, dan memberikan
sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini. Tak lupa penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Tuti Suryati Spt., Msi. Selaku
pembimbing akademik yang telah memberi nasehat, arahan, dan motivasi selama
kuliah.
Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepa da ibu Pipih, pak Ilyas dan
pak Ade yang telah membantu selama penelitian. Juga kepada Zym, Tri, Adit, Cakra,
Teja, Gholib, Mail, Jumadi, Fachri, Hendi, Feri yang banyak me mberikan bantuan
dalam penelitian ini dan juga yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Terakhir penulis ucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman AlIkhwan, Al-Ihsan, Crew-D, TPT`38 dan seluruh civitas akademika IPB. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Mei 2006

Penulis

36

DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Satu Gunungbudi, Bogor.
Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.
Arrington, L. R. 1972. Introductory Laboratory Animal Sciene, The Breeding, Care
and Management of Experimental Animal. The Interstate Printers and
Publishers. Inc, Danville.
Baird, D.T. 1984. The Ovary. Dalam: Austin, C.R. dan R.V Short (Editor). Edisi ke2. Reproduction in Mammals. Cambridge University Press. Cambridge.
Blose, N. dan D. Cusick. 1993. Herb Drying Handbook : include complete
microwaving drying instructions. Altamont Press, Inc. 50 College Street, A
Sheville, NC 28801 USA.
Campbell, J.R dan J.F. Lasley. 1985. The Science of Animal That Serve Humanity.
3 rd edit. Sci., Mc Graw-Hill.
Campbell, J.R., M.D. Kenealy., K.L. Campbell. 2002. Animal Sciences. Mc GrawHill Book, London.
Dziuk, P. J. 1992. Embryonic development and fetal growth. Anim. Reprod. Sci. 28:
299-308.
Eisen, E. J. 1974. Result of growth analysis in mice and rats. Journal of Animal
Science 42: 1008-1023.
Ensminger, M.E., J.G. Oldfield dan W.W. Heireman. 1990. Feed and Nutrition.
California. Ensminger Publishing Co. Hal: 32.
Fox, J. G., B. J. Cohen dan F. M. Leow. 1984. Laboratory Animal Medicine.
Academic Press. San Diego, California.
Garland, S. 1995. The Herb Garden. Frances Lincoln. London.
Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Penerbit CV Armico. Bandung.
Granner, D.K. 1990. Hormon Kelamin. Dalam : Biokimia (Harper`s Review of
Biochemistry. Terjemahan: I. Darmawan, EGC. Jakarta.
Gunawan, D. 2004. Ramuan Tradisional untuk Keharmonisan Suami Istri. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Guyton, A. C. 1994. Fisiologi Kedokteran Bagian 3. Buku Kedokteran. EGC,
Jakarta.
Hafez, E.S.E. 1993. Reproduksi in Farm Animal.6th Edit. Lea and Febiger,
Philadelphia.
Handerson, S.M. dan R.L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. Third
Edition. AVI Publishing Co., Inc., Westport. Connecticut.
Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press,
Surabaya.

37

Heyne, K. 1987. Tumbuhtumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan RI, Jakarta.
Hunt, C. D. 2004. Boron. http://www.med.und.nodak.edu/bimd/hunt.html. [10 Mei
2005]
Inglis, J. K. 1980. Introduction to Laboratory Animal Sciene and Technology.
Pergamon Press Ltd, Oxford.
Kloppenburg, J. 1988. Petunjuk Lengkap mengenai Tanam-tanaman di Indonesia dan
Khasiatnya sebagai Obat-obatan Tradisional. C.D.R.S Bethesda dan Andi
Offset, Yogyakarta.
Kuzaimi, F. 2006. Performa sifat-sifat reproduksi mencit (Mus musculus) betina yang
mendapat pakan tambahan kemangi (Ocimum basilicum) segar. Skripsi.
Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.
Malole, M. B. M dan C. S. U. Pramono. 1989. Penggunaa n Hewan hewan
Percobaan di Laboratorium. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Manan, D. 2002. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Proyek Peningkatan Penelitian
Pendidikan Tinggi Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen
Pendidikan Nasional Darussalam, Banda Aceh.
McDonald, D. P., R. A. Edwards, J. F. Greenhalgh, dan C. A. Morgan. 1995. Animal
Nutrition. 5t h Edit. Longman Scientific and Technical Copublished with John
Wiley and Sons, Inc., New York.
Mujumdar, A. S. 2003. Thermal Dehydration-Principles, Classification and Selection
of Dryer Dalam Lecturer and workshop exercises on Drying of Agricultural
and Marine Product. The Asian Foundation. LIPI Press. Jakarta..
Mulyani, S dan D. Gunawan. 2004. Ramuan Tradisional untuk Penderita Asma.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Nafiu, L. O. 1996. Kelenturan fenotipik mencit (Mus musculus) terhadap ransum
berprotein rendah. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Nazaruddin. 1998. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia, Indonesia.
Partodihardjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta.
Perera, C. O. 2003. Quality of Dried Fruit and Vege tables. Dalam: Lecturer and
wor kshop exercises on Drying of Agricultural and Marine Product. The Asian
Foundation. LIPI Press. Jakarta
Riana, A. 2000. http://www.Com/nutrients/kemangi.htm-34k. [27 Februari 2005]
Sinarharapan. co. id. 2002. Merawat kulit dan melawan bakteri dengan kemangi. http
: // www. sinarharapan. co. id / iptek / kesehatan / 2002 / 03 / 3 / kes 03. html.
[5 Februari 2005].

38

Sinarharapan. co. id. 2003. Terapi alam. ttp://www.sinar harapan.co.id/iptek/


kesehatan/ 2003/0725/kes2.html. [26 (Februari 2005]
Smith, B. J. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Sudono, A. 1981. Pengaruh inte raksi antara genotipa dan lingkungan terhadap
pertumbuhan, keefisienan makanan, daya reproduksi dan produksi susu
mencit. Disertasi. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suherman, S. K. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Sumantri, C. 1984. Aspek genetik beberapa sifat produksi mencit (Mus musculus).
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sutarno, H dan S. Atmowidjojo. 2001. Tantangan Pengembangan da n Fakta Jenis
Tanaman Rempah. Prosea Indonesia Yayasan Prosea, Bogor.
Syamsuhidayat, S. S. dan J. R. Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia
(1). Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Tindall, H. D. 1983. Vegetable s in the Tropics. Macmillan. New York.
Tillman, A. D. Hartadi, S. Reksohadiprojo dan S. Lebdosoekodjo. 1989. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Toelihere, M. R. 1979. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa,
Bandung.
Toelihere, M. R. 1979. Inseminasi Buatan pada Ternak. Cetaka Pertama. Angkasa.
Bandung.
Warwick, E.J., J.M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1983. Pemuliaan Ternak. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Wibowo,B. 1984. Aspek genetik bobot badan menc it (Mus musculus). Skripsi.
Fakultas Peternakan.Institut Pertanian Bogor, Bogor.
William, C.N., J.O. Uzo dan W.T.H. Peregrine. 1993. Produksi Sayuran di Daerah
Tropika. Terjemahan: S. Ronoprawiro. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Yuwono, S. S., E. Sulaksono dan R. P. Yekti. 1994. Keadaan nilai normal baku
mencit strain CBR Swiss Derived di pusat penelitian penyakit menular.
http://www.kalbefarma.com. [20 Desember 2005]

39

LAMPIRAN

40

Lampiran 1. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan (Kontrol, Kemangi Kering


2,5% dan Kemangi Kering 5,0%) terhadap Jumlah Anak
Sepelahiran.
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
27
27

JK
6,020
116,720
122,740

KT
3,010
4,320

F-Hitung
0,700

P
0,507tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

Lampiran 2. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan (Kontrol, Kemangi Kering


2,5% dan Kemangi Kering 5,0%) terhadap Bobot Lahir.
Sumber Keragaman

db

JK

KT

F-Hitung

Kemangi Kering
Galat
Total

2
454
456

0,119
6,956
7,075

0,059
0,015

3,900

0,021*

Keterangan:* = berbeda nyata (P<0,05)

Hasil Uji Tukey terhadap Bobot Lahir


Kontrol
*
*

Kemangi Kering 2,5%


Kemangi Kering 5,0%

Kemangi Kering 2,5%


tn

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

Lampiran 3. Sidik Ragam Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan Induk


Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 3 Hari
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
416
418

JK
0,103
10,284
10,387

KT
0,051
0,025

F-Hitung
2,080

P
0,126tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

Lampiran 4. Sidik Ragam Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan Induk


Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 6 Hari
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
401
403

JK
0,023
16,928
16,951

KT
0,011
0,042

F-Hitung
0,270

P
0,765tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

41

Lampiran 5. Sidik Ragam Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan Induk


Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 9 Hari
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
376
378

JK
0,145
24,927
25,072

KT
0,073
0,066

F-Hitung
1,100

P
0,335tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

Lampiran 6. Sidik Raga m Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan Induk


Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 12 Hari
Sumber Keragaman

db

JK

KT

F-Hitung

Kemangi Kering
Galat
Total

2
372
374

0,806
29,009
29,815

0,403
0,078

5,170

0,006**

Keterangan:** = berbeda sangat nyata (P<0,05)

Hasil Uji Tukey terhadap Bobot Badan Anak Mencit Umur 12 Hari.
Kontrol
tn
**

Kemangi Kering 2,5%


Kemangi Kering 5,0%

Kemangi Kering 2,5%


tn

Keterangan: ** = berbeda sangat nyata (P<0,01); tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

Lampiran 7. Sidik Ragam Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan Induk


Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 15 Hari.
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
370
372

JK
0,665
32,264
32,929

KT
0,333
0,087

F-Hitung
3,820

P
0,023*

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05)

Hasil Uji Tukey terhadap Bobot Badan Anak Mencit Umur 15 Hari.
Kemangi Kering 2,5%
Kemangi Kering 5,0%

Kontrol
tn
*

Kemangi Kering 2,5%


tn

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

42

Lampiran 8. Sidik Ragam Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan Induk


Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 18 Hari.
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Tota l

db
2
366
368

JK
0,496
43,695
44,191

KT
0,248
0,119

F-Hitung
2,080

P
0,127tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

Lampiran 9. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit Perlakuan


Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan Kemangi Kering 5,0%
pada Umur 0-3 Hari.
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
416
418

JK
0,966
86,603
87,570

KT
0,483
0,208

F-Hitung
2,320

P
0,099tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

Lampiran 10. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit


Perlakuan Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan
Kemangi Kering 5,0% pada Umur 3-6 Hari.
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
401
403

JK
0,180
34,400
34,581

KT
0,090
0,085

F-Hitung
1,050

P
0,350tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

Lampiran 11. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit


Perlakuan Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan
Kemangi Kering 5,0% pada Umur 6-9 Hari.
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
375
377

JK
0,661
45,817
45,478

KT
0,330
0,122

F-Hitung
2,700

P
0,068tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

43

Lampiran 12. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit


Perlakuan Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan
Kemangi Kering 5,0% pada Umur 9-12 Hari.
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
371
373

JK
2,776
43,474
46,250

KT
1,388
0,117

F-Hitung
11,850

P
0,000**

Keterangan: ** = berbeda sangat nyata (P<0,01)

Hasil Uji Tukey terhadap PBB Anak Mencit Umur 9-12 Hari.
Kontrol
tn
**

Kemangi Kering 2,5%


Kemangi Kering 5,0%

Kemangi Kering 2,5%


**

Keterangan: ** = berbeda sangat nyata (P<0,01); tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

Lampiran 13. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit


Perlakuan Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan
Kemangi Kering 5,0% pada Umur 12-15 Hari.
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
370
372

JK
1,181
43,657
44,838

KT
0,590
0,118

F-Hitung
5,000

P
0,007**

Keterangan: ** = berbeda sangat nyata (P<0,01)

Hasil Uji Tukey terhadap PBB Anak Mencit Umur 12-15 Hari
Kontrol
*
tn

Kemangi Kering 2,5%


Kemangi Kering 5,0%

Kemangi Kering 2,5%


tn

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

Lampiran 14. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Me ncit


Perlakuan Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan
Kemangi Kering 5,0% pada Umur 15-18 Hari.
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
366
368

JK
0,187
58,719
58,906

KT
0,094
0,160

F-Hitung
0,580

P
0,558tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P<0,01)

44

Lampiran 15. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit


Perlakuan Induk Kontrol, Kemangi Kering 2,5% dan
Kemangi Kering 5,0% pada Umur 15-18 Hari.
Sumber Keragaman

db

JK

KT

F-Hitung

Kemangi Kering
Galat
Total

2
366
368

0,187
58,719
58,906

0,094
0,160

0,580

0,558tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 16. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit


Perlakuan Induk Kontrol Umur 0-21 Hari
Sumber Keragaman
Kontrol
Galat
Total

db
6
903
909

JK
56,169
319,110
375,279

KT
9,362
0,352

F-Hitung
26,490

P
0,000

Hasil Uji Tukey


Umur
(hari)
3-6
6-9
9-12
12-15
15-18
18-21

0-3

3-6

6-9

9-12

12-15

15-18

tn
tn
**
**
tn
**

*
**
**
*
**

**
tn
tn
**

tn
**
**

tn
**

**

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05), * = beda nyata (P<0,05), ** = beda sangat nyata (P<0,01)

Lampiran 17. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit


Perlakuan Induk 2,5% Kemangi Kering Umur 0-21 Hari
Sumber Keragaman
Kemangi Kering 2,5%
Galat
Total

db
6
935
941

JK
79,772
370,037
449,809

KT
13,295
0,396

F-Hitung
33,590

P
0,000

Hasil Uji Tukey


3-6
6-9
9-12
12-15
15-18
18-21

0-3
tn
tn
**
tn
**
tn

3-6

6-9

9-12

12-15

15-18

tn
**
**
**
tn

**
tn
**
tn

**
**
**

**
*

**

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05), * = beda nyata (P<0,05), ** = beda sangat nyata (P<0,01)

45

Lampiran 18. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit


Perlakuan Induk 5% Kemangi Kering Umur 0-21 Hari
Sumber Keragaman
Kemangi Kering 5%
Galat
Total

db
6
828
834

JK
39,742
421,437
461,180

KT
6,624
0,509

F-Hitung
13,010

P
0,000

3-6

6-9

9-12

12-15

15-18

tn
**
tn
**
tn

**
tn
**
tn

tn
**
**

**
tn

**

Hasil Uji Tukey


3- 6
6-9
9-12
12-15
15-18
18-21

0-3
tn
tn
**
tn
**
tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05), * = beda nyata (P<0,05), ** = beda sangat nyata (P<0,01)

Lampiran 19. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan (Kontrol, Kemangi Kering


2,5% dan Kemangi Kering 5,0%) terhadap Bobot Sapih.
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
366
368

JK
0,311
52,216
52,526

KT
0,155
0,143

F-Hitung
1,090

P
0,338tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

Lampiran 20. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan (Kontrol, Kemangi Kering


2,5% dan Kemangi Kering 5,0%) terhadap Jumlah Anak Sapih.
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
27
29

JK
5,550
120,030
125,570

KT
2,770
4,450

F-Hitung
0,620

P
0,543tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

Lampiran 21. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan (Kontrol, Kemangi Kering


2,5% dan Kemangi Kering 5,0%) terhadap Mortalitas Anak
Mencit.
Sumber Keragaman
Kemangi Kering
Galat
Total

db
2
27
29

JK
263
9025
9288

KT
132
334

F-Hitung
0,390

P
0,679tn

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)

46

Lampiran 22. Korelasi antara Jumlah Anak Sepelahiran, Bobot Lahir, Bobot
Sapih, Jumlah Anak Sapih, dan Mortalitas Anak sampai Umur
Sapih
JAS

BL

BS

BL

-0,40

BS

-0,43

0,54

JS

0,72

-0,29

-0,35

MM

0,16

-0,07

-0,04

JS

-0,53

Keterangan:
JAS : jumlah anak sepelahiran
BL : bobot lahir
BS : bobot sapih
JS : jumlah anak sapih
MM : mortalitas anak mencit selama menyusu

47

Anda mungkin juga menyukai