SKRIPSI
LALA SOMALA
SKRIPSI
Lala Somala
D14101019
LALA SOMALA
D14101019
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
RINGKASAN
LALA SOMALA. D14101019. 2006. Sifat Reproduksi Mencit (Mus musculus)
Betina yang Mendapat Pakan Tambahan Kemangi (Ocimum basilicum) Kering.
Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
ABSTRACT
Reproduction Traits of Female Mice Given Drie d Basil (Ocimum Basilicum)
Somala, L., C. Sumantri, dan S. S. Mansjoer
Basil (Ocimum basilicum) is one of herbal medicine which is used to improve
reproduction, it can stimulate estrogen activity effect and improve animal fertility.
This experiment was conducted to determine additional dried basil in diet on female
mice reproduction. The experiment was done at Field Laboratory of Animal
Breeding and Genetics Division, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural
University, from June up to August 2005. This experiment used 60 heads female
mice at weaning age of 21 days old . The data was analyzed by using Completely
Randomized Design with three treatments level which is control, 2,5 and 5,0% of
dried basil. The variables which were observed were litter size, birth weight, daily
weight gain and growth, weaning we ight, weaning numbers and mortality. The
experimenta l showed that weight gain at 9-12 days old of litter significantly
increased (P<0,01) in 5% level as compared with control. The experimental showed
that birth weight both in 2,5 and 5,0% level significantly increased (P<0,05) as
compared with control. Also found that growth rate at 12 and 15 days old
significantly increased (P<0,05) in 5% level as compared with control. The
experimental showed that there was no significant differences on litter size, weaning
weight, weaning numbers and mortality of the litter.
Keywords : mice, Ocimum basilicum, reproduction traits
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juni 1982 di Bandung Jawa Barat. Penulis
adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Koko Suhia dan
Ibu Ening.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN IV Solokanjeruk
Majalaya. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di
SLTPN II Majalaya dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun
2001 di SMUN I Rancaekek Bandung.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001.
Selama kuliah penulis aktif sebagai pengurus FAMM Al-An`aam dan aktif
menjadi panitia dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM -D). Penulis juga pernah magang di perusahaan PT. Charoen
Phokpand. Selain itu penulis juga pernah menjadi Asisten Pendidikan Agama Islam.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat, karunia dan NikmatNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Sifat Reproduksi Mencit (Mus musculus)
Betina yang Mendapat Pakan Tambahan Kemangi (Ocimum basilicum )
Kering.. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Mencit merupakan hewan yang sering dijadikan model untuk kegiatan
penelitian terutama yang akan diterapkan pada manusia. Oleh karena mencit mudah
dikembangbiakkan,
harganya
relatif
murah
dan
jumlah
anaknya
banyak.
Kemampuan reproduksi mencit perlu diupayakan lebih baik agar populasi mencit
dapat ditingkatkan. Kemangi adalah salah satu tanaman obat yang berkhasiat dapat
meningkatkan selera makan dan merangsang pengeluaran air susu. Kemangi
memiliki kandungan zat aktif yang dapat merangsang hormon reproduksi seperti
estrogen.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik penulis harapkan untuk memperbaiki pada masa mendatang.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...................................................................................................
ABSTRACT.......................................................................................... ............
ii
RIWAYAT HIDUP...........................................................................................
iii
iv
DAFTAR ISI.....................................................................................................
DAFTAR TABEL.............................................................................................
vii
ix
PENDAHULUAN ............................................................................................
1
2
2
15
15
15
16
19
20
22
22
23
25
27
30
31
33
35
Simpulan ...............................................................................................
Saran................................................................................................. ....
35
35
36
37
LAMPIRAN......................................................................................................
40
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
10
12
18
20
21
22
24
10. Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang Mendapat Pakan
Tambahan Kemangi Kering dari Lahir sampai Sapih ..........................
26
11. Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang Mendapat
Pakan Tamba han Kemangi Kering dari Lahir sampai Sapih ................
28
12. Rerata Bobot Sapih Anak Mencit dari Induk yang Mendapat
Pakan Tambahan Kemangi Kering .......................................................
30
32
14. Rerata Jumlah Anak Sapih dari Induk Mencit yang Mendapat
Pakan Tambahan Kemangi Kering .......................................................
33
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
11
16
17
25
27
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
41
41
3.
4.
5.
41
41
42
42
42
43
43
43
43
44
44
6.
7.
8.
9.
44
45
45
45
46
46
46
46
47
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak
kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah. Salah satu kendala
tersebut adalah masih banyak kasus gangguan reproduksi menuju kepada adanya
kemajiran ternak betina.
ditemukan mempunyai zat akt if yang dapat merangsang hormon estrogen. Selain itu
kemangi dapat mengobati berbagai macam penyakit, merangsang keluarnya air susu,
dan mencegah kemandulan pada wanita. Mengingat kemangi banyak dikonsumsi
oleh masyarakat sebagai sayuran segar atau sayur dan juga sering digunakan untuk
bumbu masakkan, maka masalah ini menjadi sangat menarik untuk dikaji secara
ilmia h sehingga dapat diketahui lebih jauh peran kemangi atau makanan yang
mengandung kemangi terhadap sifat-sifat reproduksi dengan mencit sebagai hewan
model.
.
Mencit merupakan salah satu hewan model yang sering digunakan dalam
penelitian terutama yang aka n diterapkan pada manusia, karena mencit memil iki
anatomi dan fisiologi yang hampir sama dengan manusia. Mencit memiliki interval
generasi yang pendek, jumlah anak sepelahiran yang tinggi, mudah berkembangbiak,
variasi genetik yang cukup besar, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, harganya
murah, ukurannya kecil sehingga mudah ditangani dan tidak berbahaya bagi peneliti.
Mencit merupakan hewan percobaan yang perlu dikembangkan penggunaannya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pengaruh pemberian
kemangi kering terhadap sifat-sifat reproduksi mencit betina.
Manfaat
Hasil penelitian yang diterapkan pada pemeliharaa n hewan mencit sebagai
model, diharapkan dapat mendukung pengelolaan reproduksi ternak untuk
meningkatkan kesuburan dan produktivitasnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Mencit ( Mus musculus )
Mencit digunakan sebagai hewan model hidup dalam berbagai kegiatan
penelitian terutama yang akan diterapkan pada manusia. Hewan ini mudah didapat,
mudah dikembangbiakkan dan harganya relatif murah, ukurannya kecil sehingga
mudah ditangani, dan jumlah anak sepelahirannya banyak (Yuwono et al., 1994).
Hewan ini termasuk dalam philum Chordata, kelas mammalia, ordo Rodentia,
familia Muridae, genus Mus dan spesies Mus musculus (Arrington, 1972). Sifat
biologis mencit menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat Biologis Mencit ( Mus musculus )
Kriteria
Lama hidup (tahun)
Keterangan
1-3 dapat 4
19-21
1-24
21
35
Berat dewasa
Jantan (g)
20-40
Betina (g)
18-35
0,5-1,0
6-15
Mencit merupakan hewan yang jinak, lemah, mudah ditangani, takut cahaya
dan aktif pada malam hari. Mencit yang dipelihara sendiri makannya lebih sedikit
dan bobotnya lebih ringan dibanding yang dipelihara be rsama -sama dalam satu
kandang (Yuwono et al., 1994). Mencit merupakan binatang prolifik. Kelahiran
anak mencit biasanya berlangsung satu sampai empat jam.
Mencit betina
Bobot Lahir
Bobot lahir adalah bobot badan suatu individu pada saat dilahirkan. Bobot
lahir ternak ditentukan oleh pertumbuhan fetus sebelum lahir atau pertumbuhan
selama di dalam kandungan induknya. Pertumbuhan sebelum lahir dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya mutu genetik ternak, umur serta bobot badan induk yang
melahirkan, pakan induk dan suhu lingkungan selama kebuntingan (Toelihere, 1979).
Faktor lingkungan termasuk ukuran, nutrisi induk, jumlah anak sepelahiran, ukuran
plasenta dan tekanan iklim (Hafez, 1993). Waktu foetus mulai tumbuh di dalam
uterus, foetus memperoleh zat-zat makanan dari induknya. Apabila zat-zat makanan
dari induk tidak mencukupi selama kebuntingan, maka bobot badan anak mencit
pada waktu dilahirkan akan subnormal dan kekuatannya akan berkurang.
Kekurangan vitamin dan mineral dalam ransum induk selama kebuntingan akan
mempunyai
pengaruh
yang
nyata
terhadap
kekuatan
anak
dengan
tidak
memperlihatkan pengaruh yang besar terhadap bobot lahir. Bobot lahir yang ringan
tidak mempunyai pengaruh terhadap bentuk de wasa bila zat- zat makanan yang
diberikan cukup setelah dilahirkan (Anggorodi, 1979).
Menurut Arrington (1972), suhu optimal untuk memelihara mencit berkisar
antara 21,11-22,22 0C dengan kelembaban udara 45-55%. Suhu lingkungan
mempengaruhi bobot lahir ter nak karena secara langsung mempengaruhi konsumsi
ransum. Kondisi suhu yang tinggi dapat menyebabkan penurunan nafsu makan,
sehingga memungkinkan terjadinya defisiensi zat pakan yang diperlukan oleh foetus.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan bobot lahir rendah. Bila suhu rendah, nafsu
makan seekor ternak akan meningkat, sehingga memungkinkan terjadinya defisiensi
zat pakan pada foetus kecil, sehingga bobot lahir dapat lebih tinggi.
Bobot lahir anak mencit umumnya berkisar antara 0,5-1,5 g/ekor (Malole da n
Pramono, 1989), pendapat lain menyatakan bahwa bobot lahir berkisar antara 1-1,5
g/ekor (Arrington, 1972; Fox et al., 1984). Smith dan Mangkoewidjojo (1988)
menyatakan bahwa bobot lahir anak mencit berkisar antara 0,5-1g/ekor. Tinggi
rendahnya bobot lahir akan mempengaruhi performa anak.
Pertumbuhan Bobot Badan Anak Mencit Prasapih
Pertumbuhan dapat terjadi dengan penambahan jumlah sel yang disebut
dengan hyperplasia dan dapat pula terjadi dengan penambahan dalam ukurannya
yang disebut dengan hypertrophy (Anggorodi, 1979). Menurut Yuwono et al., (1994)
pertumbuhan dilukiskan sebagai proses pertambahan bobot sejalan dengan
bertambahnya waktu (umur). Bobot badan anak mencit umur 0-21 hari disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Bobot Badan Anak Mencit Umur 0-21 Hari
Bobot
Hari
Rerata
(g)
SB
(g)
Minimum
(g)
Maksimum
(g)
1,34
0,08
1,22
1,42
2,26
0,15
2,05
2,55
3,55
0,19
3,28
3,86
4,72
0,21
4.39
5,03
12
5,63
0,29
5,16
6,08
15
6,30
0,48
5,32
8,98
18
7,23
0,62
6,04
8,09
21
9,03
0,86
7,46
12,81
Daun kemangi
27,0002)
90,9601)
Air (g)
Protein (g)
2,5401)
Lemak (g)
0,6101) 0,610
Karbohidrat (g)
4,3401) 4,340
Serat (g)
3,9001) 3,900
Abu (g)
2,0002) 2,000
154,0001)
Kalsium (mg)
69,0001) 69,000
Phospor (mg)
Besi (mg)
3,1701) 3,170
Riboflavin (mg)
0,0731) 0,073
Niasin (mg)
0,9252) 0,925
18,0001) 18,000
4.500,0002)
10
senyawa lain seperti anetol, apigenin, asam askorbat, asam kafeat, eskuletin,
eriodiktiol, eskulin, estragol, farnesol, histidin, humulena, kaemferol, magnesium,
asam kumarat, kuersetin, rutin, tannin, terpinen-4-ol, timol, asam ursolat,
ksantomikrol, visenin (Mulyani dan Gunawan, 2004). Daun kemangi disamping
mengandung minyak atsiri juga mengandung saponin, flavonoida, dan tannin.
Sedang bijinya mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol (Syamsuhidayat dan
Hutapea, 1991). Flavonoida adalah senyawa nonsteroid ya ng berasal dari tanaman
yang memperlihatkan aktivitas estrogenik (Suherman, 1995).
Tanaman kemangi merupakan tanaman yang banyak mengandung komponen
kimia aktif yang kegunaannya berkaitan erat dengan aktivitas seksual. Kemangi
memiliki kandungan aktif (anetol, boron dan stigmasterol) yang berperan sebagai
perangsang keluarnya hormon reproduksi yaitu hormon estrogen (Gunawan, 2004).
Rumus bangun anetol dan stigmasterol disajikan pada Gambar 1.
(a)
(b)
11
Bagian tanaman
Kegunaan
Seluruh bagian
Anetol
Seluruh bagian
Apigenin
Seluruh bagian
Arginina
Daun
Asam aspartat
Daun
Boron
Seluruh bagian
Eriodiktiol
Daun
Eugenol
Daun
Farnesol
Seluruh bagia n
fenkhona
Seluruh bagian
Melebarkan
pembuluh
antikholinesterase.
Germakrena-D
Seluruh bagian
Feromon.
asam p-kumarat
Daun
Stigmasterol
Seluruh bagian
Tannin
Kultur jaringantanaman
Triftofan
Daun
Seng
Daun
darah
kapiler,
12
Estrogen merupakan hormon steroid yang disekresikan sel teka interna dan
sel granulosa folikel ovarium, korpus luteum, plasenta dan dalam jumlah sedikit oleh
korteks adrenal dan testis (Baird, 1984). Fungsi utama dari estrogen adalah untuk
menimbulkan proliferasi sel dan pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin dan
jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi. Hormon estrogen dan progesteron
mendorong kelenjar hipofisa anterior untuk menghasilkan LH yang menggertak
terjadinya ovulasi. Hormon estrogen, pada proses kebuntingan dapat menyebabkan
partumbuhan duktus kelenjar susu (Guyton, 1994).
Hormon estrogen adalah hormon yang berperan dalam metabolisme tubuh.
Estrogen dapat menambah sintesis dan ekskresi hormon pertumbuhan sehingga dapat
menstimulir pertumbuhan sel- sel dalam tubuh, mempercepat pertambahan bobot
badan, merangsang korteks kelenja r adrenal untuk lebih banyak meningkatkan
metabolisme protein karena retensi nitrogen meningkat (Hardjopranjoto, 1995).
Estrogen dapat menimbulkan respon terhadap aktivitas betina seperti: perkembangan
sifat seksual sekunder, perilaku persiapan kawin (estrus), mempersiapkan uterus
untuk implantasi dan menyiapkan perkembangan kelenjar susu (Hafez, 1993).
Disamping itu, estrogen juga mempunyai efek anabolik pada tulang dan kartilago
sehingga menambah pertumbuhan tulang (Granner, 1990).
Pengeringan Kemangi
Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan sampai kadar air
keseimbangan dengan udara lingkungan atau sampai kadar air tertentu dimana jamur,
enzim dan insekta yang bersifat merusak tidak aktif (Handerson dan Perry, 1976).
Pengeringan adalah operasi kompleks yang melibatkan transfer panas dan massa
bersamaan dengan beberapa tingkat pemrosesan seperti perubahan fisik dan kimia
yang menyebabkan perubahan terhadap kualitas produk. Pengeringan terjadi akibat
penguapan cairan dengan pengiriman energi panas kepada bahan segar. Panas dapat
dihasilkan dari konveksi (pemanasan langsung), konduksi (pemanasan tidak
langsung) dan radiasi (Mujumdar, 2003).
Pengeringan bertujuan menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak
mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, menghilangkan aktivitas enzim yang bisa
menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif dan memudahkan dalam hal
pengelolaan proses selanjutnya (ringkas, mudah disimpan, tahan lama dan
13
sebagainya). Proses pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; waktu
dan suhu pengeringan, kelembaban udara disekitarnya dan kelembapan bahan atau
kandungan air dari bahan, ketebalan bahan yang dikeringkan, sirkulasi udara, dan
luas permukaan bahan. Semakin lama dikeringkan akan semakin kering bahan
tersebut. Semakin tinggi suhunya semakin cepat kering, tetapi harus dipertimbangkan
daya tahan kandungan zat aktif di dalam sel yang kebanyakan tidak tahan panas.
Semakin luas permukaan bahan semakin mudah kering (Gunawan dan Mulyani,
2004). Tahap pertama pada pengeringan adalah memane n tanaman yang akan
dikeringkan, karena tujuan dari pengeringan adalah menghilangkan kelebihan cairan,
hal ini berarti perlu menghindari pemetikan tanaman pada saat tanaman banyak
cairan, seperti setelah turun hujan atau ketika ta naman tertutup embun pagi. Pagi hari
yang cerah sering menjadi pilihan terbaik, setelah matahari menyerap cairan tanaman
tetapi bunganya mulai layu akibat panas yang tinggi. Waktu pengeringan dapat
bervariasi minimal dari tiga atau empat hari sampai maksimal sepuluh minggu,
tergantung pada metode dan jumlah cairan pada tanaman ketika dipanen (Blose dan
Cusick, 1993).
Selama pengeringan akan terjadi perubahan warna, penampilan, bau,
kandungan mikroba, kandungan nutrisi dan vitamin. Perubahan warna terjadi karena
adanya oksidasi enzim polyphenoloxidase yang akan mengubah warna menjadi
coklat (reaksi Maillard), kandungan air yang tinggi dan temperatur produk yang
rendah saat pengeringan awal akan menimbulkan reaksi enzimatis yang akan
menghilangkan
beberapa
vitamin
seperti
oksidasi
asam
ascorbat
akan
14
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Lapang Bagian Pemuliaan dan
Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama tiga bulan dari
bulan Juni sampai dengan Agustus 2005.
Materi
Mencit Percobaan
Hewan yang digunakan dala m penelitian ini 60 ekor mencit betina dengan
rataan bobot badan 11,01 0,81 g dan 30 ekor mencit jantan dengan rataan bobot
badan 11,02 0,71 g. Mencit jantan dipakai untuk mengawini mencit betina (sebagai
pejantan). Mencit yang digunakan pada penelitia n ini berumur 21-28 hari (lepas
sapih). Mencit diperoleh dari Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan berukuran 25x18x18cm sebanyak 30 buah.
kandang terbuat dari seng dan kawat dan di dalamnya diberi alas berupa sekam padi
yang masih bersih dan baru. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan
tempat minum. Tempat pakan yang digunakan adalah mangkok kecil yang terbuat
dari plastik. Tempat minum mencit menggunakan botol yang terbuat dari kaca yang
dilengkapi karet penutup dan pipa logam. Penempatan masing-masing kandang
dilakukan di atas rak yang terbuat dari balok kayu.
Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan Dial O-gram dengan merek
O-Haus yang digunakan untuk menimbang bobot badan mencit dan pakan, sikat
untuk membersihkan peralatan, gunting untuk memotong daun telinga dan jari-jari
kaki mencit, kertas label untuk memberi nomor pada plastik tempat pakan dan
kandang mencit, kertas untuk alas menjemur kemangi, saringan untuk menyaring
sisa pakan, gelas aqua, plastik, kapas, alkohol 70% , dan alat tulis.
15
Pakan Penelitian
Pakan yang diberikan dalam penelitian ini terdiri atas ransum ayam
peranggang dan kemangi. Pakan ayam peranggang (broiler) yang digunakan
bermerek Cp 511 Bravo produksi PT Charoen Pokphand. Pakan diperoleh dari toko
Maju Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Kemangi yang digunakan diperoleh dari warung-warung sayur di sekitar
Darmaga Bogor. Kemangi yang diberikan pada mencit adalah kemangi kering yang
telah dihaluskan. Pengeringan kemangi dilakukan dengan dijemur dibawah sinar
matahari. Penjemuran dilakukan sampai kemangi benar-benar kering dan warnamya
coklat kehitaman. Kemangi yang suda h kering segera digiling untuk dihaluskan.
Kemangi yang sudah dihaluskan dicampur dengan pakan ayam dengan dosis sesuai
perlakuan.
Prosedur
Identifikasi Mencit
Mencit betina dewasa diidentifikasi berdasarkan nomor kandang. Identifikasi
induk mencit dilakukan dengan cara menggunting daun telinga. Telinga sebelah
kanan merupakan nomor satuan, sedangkan sebelah kiri merupakan nomor puluhan.
Gambar 2 menyajikan aturan penomoran mencit betina dewasa pada daun telinga.
10
1
U U
30
50
16
678 9
54 3 2 1
Kiri
Kanan
a) Penomoran anak mencit yang berasal dari jumlah anak sepelahiran 19 ekor
(kaki depan)
56 7 8
4 3 21
Kiri
Kaki Depan
Kanan
13 14 15 16
Kiri
12 11 10 9
Kanan
Kaki Belakang
(b) Penomoran anak mencit yang berasal dari jumlah anak sepelahiran di atas 10
ekor
Gambar 3. Skema Penomoran Anak Mencit pada Jari Kaki
Pelaksanaan Penelitian
Sebelum penelitian dimulai, kandang dan semua peralatan dibersihkan dan
ruangan dibebaskan dari hewan pengganggu. Penelitian pendahuluan dilakukan
selama tujuh hari pada mencit lain yang sejenis dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat palabilitas pakan yang dicampur kemangi kering. Setelah mengetahui tingkat
palabilitasnya, kemudian dilakukan penimbangan bobot badan terhadap mencit
penelitian yang terdiri dari 60 ekor betina dan 30 ekor jantan. Satu ekor mencit jantan
dipasangkan dengan dua ekor mencit betina dalam tiap kandang (1:2). Penempatan
mencit jantan dan betina dalam kandang disesuaikan dengan nomor telinga,
sedangkan penempatan kandang dalam ruangan dilakukan secara acak. Perlakuan
diberikan setelah mencit jantan dan betina disatukan dalam kandang sampai dengan
21 hari umur laktasi (umur anak disapih). Pakan yang diberikan berupa campuran
pakan ayam dan kemangi kering yang telah dihaluskan. Kombinasi pemberian pakan
disajikan pada Tabel 5.
17
Perlakuan
Pakan Ayam
Kemangi Kering
----------------(g/ekor)--------------Kontrol
9,00
8,77
0,23
8,55
0,45
Pakan diberikan setiap hari pada jam 14.00 sampai selesai. Air minum
diberikan ad libitum. Pergantian sekam dilakukan setiap seminggu sekali dengan
ketebalan sekam 5 cm.
Peubah yang Diamati
1. Jumlah anak sepelahiran (ekor/induk) adalah jumlah anak yang lahir per
induk (anak yang hidup maupun yang mati pada saat dilahir kan).
2. Bobot lahir (g/ekor) adalah bobot anak mencit pada saat dilahirkan.
Penimbangan bobot lahir anak mencit per ekor dilakukan pada kisaran waktu
saat anak dilahirkan sampai dengan 12 jam setelah kelahiran.
3. Pertambahan bobot badan anak mencit sampai umur sapih (g/ekor). Dihitung
dengan cara mengurangi bobot badan saat penimbangan dikurangi bobot
badan tiga hari sebelumnya, penimbangan dilakukan setiap tiga hari sekali.
4. Bobot sapih (g/ekor) adalah bobot anak mencit ketika disapih (21 hari).
5. Jumlah anak sapih (ekor) adalah banyaknya anak mencit pada saat disapih
(21 hari).
6. Mortalitas anak mencit selama menyusu (21 hari ) (%) adalah perbandingan
jumlah mencit yang mati per induk saat disapih dengan jumlah anak
sepelahiran dikali seratus persen.
18
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini Rancangan Acak
Lengkap dengan pola searah dengan perlakuan pertama kelompok mencit kontrol,
kedua kelompok mencit yang diberi kemangi kering 2,5% dan ketiga kelompok
mencit yang diberi kemangi kering 5,0%. Setiap perlakuan terdiri dari sepuluh
ulangan Model Matematika yang digunakan :
Yij = + i + ij
Keterangan : Yij
(Gaspersz, 1991)
ij
= ulangan,
Hasil data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Jika
hasil analisis berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji Tukey untuk melihat perbedaan
antara perlakuan. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak statistik Minitab
Versi 11. Rumus statistik yang digunakan untuk melihat perbedaan antara perlakuan
menurut Gaspersz (1991) sebagai berikut:
Sy =
KTError
r
W = q ( P, t ) Sy
Keterangan : Sy
KT
= kuadrat tengah
= ulangan perlakuan
= jumlah perlakuan
= derajat error
19
hidupnya.
Pakan
mempunyai
peranan
yang
penting
dalam
Pakan
Cp 511 Bravo
1)
Kemangi Kering
2)
-------------------(%)-----------------Kadar air
13,00
14,29
Protein
22,00
25,56
Lemak
5,00
1,89
12,00
27,08
Abu
7,00
12,05
Kalsium
0,90
1,94
Fosfor
0,60
0,62
BeTN
39,50
16,57
Serat Kasar
20
Perlakuan
Kontrola
2,5% b
5,0% b
13,00
13,03
13,06
Protein
22,00
22,09
22,17
Lemak
5,00
4,92
4,84
12,00
12,38
12,75
Abu
7,00
7,17
7,25
Kalsium
0,90
0,93
0,95
Fosfor
0,60
0,60
0,60
BeTN
39,50
38,93
38,35
Serat Kasar
Kualitas nutrisi pakan yang diberikan pada setiap perlakuan relatif sama dan
kandungan nutrisinya sudah mencukupi kebutuhan mencit. Komposisi pakan
penelitian (Tabel 7) masih sesuai dengan pernyataan Smith dan Mangkoewidjojo
(1988), bahwa seekor mencit dewasa mengkonsumsi ransum dengan kandungan
protein 20-25%, lemak 10-12%, pati 45-55%, serat kasar 4%, dan abu 5-6%.
Suhu dan Kelembaban
Suhu dan kelembaban merupakan faktor lingkungan yang harus diperhatikan,
karena keadaan suhu dan kelembaban yang tidak sesuai dapat menghambat proses
reproduksi. Kondisi lingkungan selama penelitian tidak menunjukkan perubahan
yang ekstrem terhadap suhu dan kelembaban. Suhu ruangan per hari selama
penelitian berkisar antara 21,7-31,9 0 C (rerata 26,90 C) dengan kelembaban ruangan
berkisar antara 82-87% (rerata 84,2%). Keadaan suhu dan kelembaban tersebut
sesuai pernyataan Malole dan Pramono (1989) yang menyatakan bahwa suhu yang
ideal untuk pertumbuhan mencit berkisar 21-29 0C dan kelembaban udara dalam
kandang yang ideal adalah 30-70%.
21
Jumlah
Induk
(ekor)
Rerata
(ekor/induk)
KK
(%)
Kontrol
18
8,50 2,11
24,80
2,5% Kemangi
19
9,60 1,47
15,29
19
8,70 1,53
17,60
8,93 1,70
19,23
Rerata
Keterangan : KK= koefisien keragaman
22
bau pada tanaman yang hilang. Hal ini menyebabkan efek stigmasterol yang
terkandung dalam kemangi tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah anak
sepelahiran. Meskipun senyawa tersebut menurut Gunawan (2004) dapat merangsang
sekresi hormon estrogen dan merangsang terjadinya proses ovulasi. Warwick et al,
(1983) menyatakan bahwa jumlah sel telur yang dihasilkan dan tingkat awal
pertumbuhan embrio sangat erat hubungannya dengan jumlah anak sepelahiran
dalam sekali kelahiran. Manan (2002) menyatakan bahwa estrogen juga berfungsi
merangsang pelepasan ovum dari ovarium (ovulasi).
Kadar lemak yang tinggi dalam organ reproduksi menyebabkan kegagalan
pada proses reproduksi (Tillman et al, 1989). Perletakan lemak yang berlebihan di
sekitar ovarium dapat menghalangi proses perjalanan sel telur yang telah
diovulasikan ke dalam tuba falopii untuk pembuahan (Hardjopranjoto,1995).
Mulyani dan Gunawan (2004) menyatakan bahwa kemangi berkhasiat untuk
menurunkan kandungan lemak dalam tubuh. Penambahan kemangi dalam pakan
diduga dapat memperlancar proses reproduksi. Mencit yang digunakan dalam
penelitian ini adalah mencit yang sedang dalam tahap tumbuh sehingga kandungan
lemak tubuhnya masih rendah. Kandungan lemak yang rendah dalam tubuh tidak
akan mengganggu proses reproduksi, oleh karena itu jumlah ana k sepelahiran yang
dihasilkan tidak berbeda nyata.
Bobot Lahir Anak Mencit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot lahir anak mencit dari induk
perlakuan kontrol, penambahan 2,5 dan 5,0% kemangi kering dalam pakan berkisar
antara 1,47-1,55 g/ekor. Berda sarkan hasil tersebut, maka diperoleh rerata bobot lahir
1,52 g/ekor. Hasil ini sesuai dengan pendapat Malole dan Pramono (1989) yang
menyatakan bahwa bobot lahir mencit berkisar antara 0,5-1,5 g/ekor. Bobot lahir ini
cukup baik bila dibandingkan dengan pe rnyataan Smith dan Mangkoewidjo jo (1988)
yaitu 0,5-1,0 g/ekor.
Tabel 9 menunjukkan bahwa bobot lahir dari induk yang mendapat pakan
tambahan 2,5% kemangi kering mempunyai koefisien keragaman paling rendah
dibanding taraf perlakuan lainnya yaitu 18,73%. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan dengan penambahan 2,5% kemangi kering dalam pakan induk
23
menghasilkan bobot lahir yang paling seragam. Hal ini disebabkan respon induk
terhadap pemberian kemangi kering adalah sama.
Tabel 9. Rerata Bobot Lahir Anak Mencit dari Induk yang Mendapat Pakan
Tambahan Kemangi Kering
Perlakuan
Jumlah
Induk
Bobot lahir
(ekor)
Rerata
(g/ekor)
KK
(%)
Kontrol
18
1,47 0,36a
24,54
2,5% Kemangi
19
1,55 0,29b
18,73
5,0% Kemangi
19
1,54 0,30b
19,15
1,52 0,32
20,81
Rerata
Keterangan: Huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda (P>0,05), sedangkan huruf yang beda
menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), KK = koefiisien keragaman.
24
Bobot lahir anak mencit ditentukan oleh perkembangan embrio selama dalam
kebuntingan. Perkembangan embrio dipengaruhi oleh keadaan uterus yang berfungsi
untuk
mempersiapkan
lingkungan
yang
cocok
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan embrio (Dziuk, 1992). Seluruh pengaturan proses ini dilakukan oleh
hormon estrogen dan progesteron. Karena itulah bobot lahir anak mencit dari induk
yang mendapat pakan tambahan kemangi kering dalam pakan berbeda nyata lebih
tinggi.
Pertumbuhan Anak Mencit dari lahir sampai umur sapih
Pertumbuhan adalah proses peningkatan dalam ukuran tulang, otot, organ
dalam dan bagian tubuh lain yang terjadi sebelum lahir dan sesudah lahir sampai
dewasa (Ensminger, 1990). Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak mencit yang
diukur selama penelitian memperlihatkan pertumbuhan yang pesat dari lahir sampai
umur sapih pada semua perlakuan. Hal ini sama dengan penelitian Kuzaimi (2006)
bahwa terjadi pertumbuhan yang pesat dari lahir sampai sapih pada semua perlakuan.
10
Rerata bobot badan (g/ekor)
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
1
12
15
18
21
Umur (hari)
Keterangan :
Kontrol
2,5% Kemangi
5,0% Kemangi
Gambar 4. Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang
Mendapat Pakan Tambahan Kemangi Kering dari Lahir sampai
Umur Sapih
Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan bahwa Pertumbuhan tersebut masih
dalam fase pertumbuhan dipercepat menurut Campbell dan Lasley (1985). Artinya
masih dalam pertambahan jumlah sel tubuh dan perpanjangan tulang tubuh sehingga
pertumbuhannya berjalan cepat.
25
Tabel 10. Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang Mendapat Pakan
Tambahan Kemangi Kering dari Lahir sampai Sapih
Kontrol
Perlakuan
2,5% Kemangi
5,0% Kemangi
Lahir
BB (g)
n (ekor)
KK (%)
1,47 0,36a
141
24,54
1,55 0,29b
153
18,73
1,54 0,30b
131
19,15
Umur 3 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)
2,60 0,53
138
20,23
2,59 0,41
151
15,78
2,72 0,61
130
22,54
Umur 6 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)
3,84 0,82
135
21,24
3,85 0,77
147
20,11
3,92 0,87
122
22,19
Umur 9 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)
4.87 1.19
129
24,45
5,05 1,05
130
20,90
5,06 1,23
120
24,36
Umur 12 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)
5,58 1,27a
128
22,74
5,84 1,35ab
129
23,08
6,15 1,48b
118
24,09
Umur 15 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)
6,39 1,37a
128
21,39
6,47 1,56ab
128
24,05
6,91 1,64b
117
23,80
7,40 1,73
126
23,37
7,40 1,88
126
25,38
7,85 2,08
117
26,52
8,93 1,98
126
22,24
9,07 2,20
126
24,27
9,40 2,51
117
26,74
Parameter
Umur 18 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)
Umur 21 hari
BB (g)
n (ekor)
KK (%)
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda (P>0,05), sedangkan
huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) BB=bobot
badan; n = jumlah anak; KK = koefiisien keragaman
26
1,8
1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
3
12
15
18
21
Umur (hari)
Keterangan :
Kontrol
2,5% Kemangi
5,0% Kemangi
Gambar 5. Kurva Pertambahan Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang
Mendapat Pakan Tambahan Kemangi Kering.
Pertambahan bobot badan anak mencit dari semua perlakuan berkisar antara
0,63-1,66 g/ekor/3 hari. Pertambahan bobot badan anak mencit dari lahir sampai
umur sapih disajikan pada Tabel 11.
27
Tabel 11. Bobot Badan Anak Mencit dari Induk yang Mendapat Pakan
Tambahan Kemangi Kering dari Lahir sampai Umur Sapih
Kontrol
Perlakuan
2,5% Kemangi
5,0% Kemangi
0-3 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)
1,13 0,42 D C
138
37,63
1,04 0,39 A B
151
36,98
1,17 0,55 A
129
47,30
3-6 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)
1,23 0,56 DE
135
45,79
1,25 0,26 AE
148
47,68
1,18 0,60 A
121
51,31
6-9 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)
1,01 0,64 C
129
63,64
1,18 0,62 A B
131
53,08
1,14 0,74 A
119
65,11
9-12 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)
0,71 0,40 a B
128
55,75
0,63 0,44 a C
129
70,08
1,09 0,72 b C
117
65,57
12-15 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)
0,82 0,53 a BC
128
64,89
0,76 0,22 b B
129
32,55
0,75 0,65 a b A C
116
85,67
15-18 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)
1,01 0,67 C
126
66,66
0,92 0,65 D
127
53,20
0,95 0,71 B
116
75,14
18-21 (hari)
PBB (g)
n (ekor)
KK (%)
1,53 0,83 A
126
54,52
1,66 0,88 A
127
53,20
1,55 0,97 A
116
62,51
Parameter
Keterangan: Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama dan huruf besar yang berbeda pada
kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,01; PBB= pertambahan bobot badan
n = jumlah anak; KK = koefiisien keragaman
28
pengaruh yang sama terjadi antara pertambahan bobot badan anak mencit yang
berasal dari induk perlakuan penambahan kemangi kering 5,0% dengan perlakuan
kontrol. Pada selang umur 12-15 hari, pemberian penambahan 2,5% kemangi kering
dalam pakan induk mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih renda h
(P<0,01) daripada perlakuan kontrol. Sedangkan pertambahan bobot badan dari anak
mencit yang berasal dari induk perlakuan penambahan 5% kemangi kering
mempunyai pengaruh yang sama (P>0,05) dengan perlakuan kontrol dan
penambahan 2,5% kema ngi kering. Hal ini sama pengaruhnya dengan penelitian
Kuzaimi (2006) bahwa pemberian penambahan 2,5% kemangi segar dalam pakan
induk mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih rendah daripada perlakuan
kontrol. Berdasarkan tingkat umur pertumbuhan menunjukkan bahwa pertambahan
bobot badan pada selang umur 18-21 hari mempunyai pertambahan bobot badan
paling tinggi dari semua perlakuan dibandingkan selang umur yang lainnya. Hal ini
disebabkan karena anak mencit sudah mulai mengkonsumsi pakan induk dan minum
air dari botol.
Pertumbuhan dari lahir sampai disapih sebagian besar dipengaruhi oleh
jumlah susu yang dihasilkan induk dan dipengaruhi pula oleh kesehatan individu.
Tingkat produksi susu sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan kondisi kelenjar
susu da n hormon-hormon terkait. Penambahan pakan yang dapat menstimulir
pertumbuhan kelenjar susu dan kinerja dari hormon-hormon akan memberikan hasil
yang optimal pada produksi susu ternak (Anggorodi, 1979). Kemangi memiliki
komponen kimia yang disebut anetol. Komponen ini berfungsi dapat merangsang
hormon estrogen, merangsang faktor kekebalan tubuh, dan merangsang keluarnya air
susu (Gunawan, 2004). Hormon estrogen adalah hormon yang berperan dalam
metabolisme tubuh. Estrogen dapat menambah sintesis dan ekskresi hormon
pertumbuhan sehingga dapat menstimulir pertumbuhan sel-sel dalam tubuh,
mempercepat pertambahan bobot badan, merangsang korteks kelenjar adrenal untuk
lebih banyak meningkatkan metabolisme protein karena retensi nitrogen meningkat
(Hardjopranjoto, 1995). Penurunan pertambahan bobot badan yang terjadi pada umur
9-15 hari dapat disebabkan oleh adanya persaingan anak mencit dalam memperoleh
air susu induk. Sedangkan peningkatan pertambahan bobot badan yang terjadi pada
umur 15-21 hari dapat disebabkan oleh mencit yang sudah mulai mengkonsumsi
29
makanan padat dan air minum dari botol. Pada umur 12 hari, mata anak mencit sudah
mulai membuka dan aktif berkeliling-keliling serta mulai mengkonsumsi pakan
induk dan minum air dari botol, sehingga diduga hal ini dapat meningkatkan
pertambahan bobot badan pada umur 15-21 hari.
Bobot Sapih Anak Mencit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot sapih anak mencit yang
dihasilkan dari induk yang mendapat penambahan kemangi kering sampai dengan
5% berkisar antara 8,93 9,40 g/ekor dengan rerata 9,13 g/ekor (Tabel 12). Rerata
ini lebih tinggi dari penelitian Sudono (1981) yang pakannya mempunyai kadar
protein yang sama yaitu sebesar 7,69 g/ekor.
Tabel 12. Rerata Bobot Sapih Anak Mencit dari Induk yang Mendapat Pakan
Tambahan Kemangi Kering
Bobot Sapih Anak Mencit
Jumlah
Induk
(ekor)
Rerata
(g/ekor)
KK
(%)
Kontrol
18
8,93 1,98
22,24
2,5% Kemangi
19
9,07 2,20
24,27
5,0% Kemangi
19
9,40 2,51
26,74
9,13 2,23
24,42
Perlakuan
Rerata
Keterangan : KK= koefisien keragaman
30
rendah dari perlakuan kontrol dan penambahan 2,5% kemangi segar. Konsumsi
pakan yang lebih rendah disebabkan mencit mengkonsumsi kemangi lebih banyak,
sehingga serat kasar yang dikonsumsi lebih tinggi. Hal ini menyebabkan mencit lebih
cepat kenyang, tetapi nutrisi yang dibutuhkan dari pakan belum terpenuhi sehingga
berpengaruh terha dap penurunan sekresi air susu.
Koefisien keragaman bobot sapih anak mencit dari yang paling seragam
sampai yang paling beragam berturut-turut didapatkan dari perlakuan kontrol,
penambahan 2,5 dan 5,0% kemangi kering dalam pakan induk. Koefisien keragaman
yang tinggi pada perlakuan dengan penambahan 5% kemangi dalam pakan induk
disebabkan oleh perbedaan respon induk terhadap pemberian kemangi kering. Umur
12 hari mata mencit sudah mulai terbuka dan gigi anak mencit sudah mulai muncul,
sehingga anak mencit mulai mengkonsumsi makanan padat dan minum dari botol.
Hal ini diduga dapat menyebabkan peningkatan koefisien keragaman bobot sapih
anak mencit. Bobot sapih ternyata mempunyai hubungan yang kuat dengan bobot
lahir dengan koefisien korelasi sebesar 0,54. Artinya semakin tinggi bobot lahir maka
semakin tinggi pula bobot sapih yang dihasilkan.
Bobot sapih dipengaruhi oleh jenis kelamin, bobot badan induk selama
menyusui, umur induk, keadaan pada saat lahir, kemampuan induk menyusui,
kuantitas dan kualitas ransum dan suhu lingkungan (Sumantri, 1984). Semakin tinggi
bobot sapih diantaranya menunjukkan bahwa induk mampu menyediakan air susu
yang dapat mencukupi kebutuhan anak mencit atau bahkan melebihi kebutuhan air
susu anak mencit. Kemangi mempunyai kandungan kimia stigmasterol yang
berfungsi dapat merangsang hormon estrogen (Gunawan, 2004). Partodihardjo
(1982) menyatakan bahwa hormon estrogen merangsang pertumbuhan saluransaluran susu dalam kelenjar susu dan alveoli kelenjar susu. Peningkatan sekresi
estrogen dan progestrogen selama kebuntingan, selain untuk mendukung implantasi
embrio serta memelihara kebuntingan juga berfungsi untuk mempersiapkan kelenjar
susu untuk mensintesis air susu setelah melahirkan.
Gunawan (2004) menyatakan bahwa kemangi juga mengandung senyawa
anetol yang berfungsi dapat merangsang sekresi air susu. Menurut Manan (2002),
rangsangan dari luar yang berupa makanan merangsang kelenjar hypofisa untuk
melepaskan hormon prolaktin. Guyton (1994) menyatakan bahwa hormon prolaktin
31
Jumlah
Induk
(ekor)
Rerata
(%/induk)
KK
(%)
Kontrol
18
22,13 23,20
104,83
2,5% Kemangi
19
20,39 14,51
71,15
5,0% Kemangi
19
15,16 15,94
105,12
32
pengeringan, kemungkinan terjadi penguapan zat aktif kemangi sebagai akibat dari
proses pengeringan. Hal ini diduga menyebabkan respon yang tidak berbeda terhadap
mortalitas anak mencit. Selain itu, diduga adanya pengaruh suhu lingkungan selama
penelitian yang mengakibatkan efek kimia kemangi tidak terlihat berpengaruh
terhadap mortalitas anak mencit sampai dengan umur sapih. Menurut Toelihere
(1979) menyatakan bahwa kematian anak pada saat lahir sebagian besar dipengaruhi
oleh suhu lingkungan dan ketidaksanggupan anak menghadapi stres lingkungan baru.
Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa kematian anak muncul pada
beberapa kondisi misalnya ukuran kandang yang terlalu luas sehingga anak mencit
kedinginan, hanya sedikit sekali anak yang dilahirkan, anak mencit luka atau
abnormal, pengaruh kelembaban dan suhu kandang yang tidak menyenangkan induk
dan inveksi virus. Anak mencit yang mati karena suatu penyakit tidak ditemukan
pada penelitian ini. Kemungkinan besar anak-anak mencit tersebut mati karena
adanya sifat kanibal baik oleh induk maupun oleh anak-anak mencit yang lain. Hal
ini dapat disebabka n karena jumlah anak sepelahiran yang tinggi yang
mengakibatkan adanya persaingan antara anak-anak mencit dalam mendapatkan air
susu induk.
Jumlah Anak Sapih
Jumlah anak sapih adalah jumlah anak yang dihitung berdasar jumlah anak
yang hidup hingga umur disapih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak
sapih berkisar antara 6,30-7,35 ekor/induk dengan rerata 6,85 ekor/induk (Tabel 14).
Tabel 14. Rerata Jumlah Anak Sapih dari Induk Mencit yang Mendapat
Pakan Tambahan Kemangi Kering
Perlakuan
Jumlah
Induk
(ekor)
Rerata
(ekor/induk)
KK
(%)
Kontrol
19
6,30 2,89
45,87
2,5% Kemangi
20
7,35 1,90
25,85
5,0% Kemangi
20
6,90 1,17
16,95
6,85 1,19
29,55
Rerata
Keterangan : KK= koefisien keragaman
Jumlah anak sapih pada induk yang mendapat pakan tambahan 5% kemangi
kering, mempunyai koefisien keragaman paling rendah yaitu 16,95%. Hal ini
33
penambahan
kemangi
kering
dalam
pakan
induk tidak
berpengaruh terhadap jumlah anak sapih (P>0,05). Hal ini sama pengaruhnya dengan
penelitian Kuzaimi (2006) yang mencitnya diberi kemangi segar dalam pakan. Hal
ini disebabkan karena tingkat mortalitas yang tidak berbeda antar perlakuan pada
anak mencit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wibowo (1984) bahwa tingkat
mortalitas anak sangat berpengaruh terhadap jumlah anak sapihan. Jumlah anak sapih
dapat dipengaruhi oleh sistem perkawinan yang dipaka i. Sistem perkawinan yang
dipakai pada penelitian ini adalah sistem perkawinan koloni, yaitu satu jantan
dicampur dengan dua betina dan jantan tidak dipisahkan dari betina begitu anak lahir.
Jumlah anak sapih yang rendah disebabkan adanya sifat kanibalisme oleh induk
maupun oleh anak-anak yang lain.
34
35
Penulis
36
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Satu Gunungbudi, Bogor.
Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.
Arrington, L. R. 1972. Introductory Laboratory Animal Sciene, The Breeding, Care
and Management of Experimental Animal. The Interstate Printers and
Publishers. Inc, Danville.
Baird, D.T. 1984. The Ovary. Dalam: Austin, C.R. dan R.V Short (Editor). Edisi ke2. Reproduction in Mammals. Cambridge University Press. Cambridge.
Blose, N. dan D. Cusick. 1993. Herb Drying Handbook : include complete
microwaving drying instructions. Altamont Press, Inc. 50 College Street, A
Sheville, NC 28801 USA.
Campbell, J.R dan J.F. Lasley. 1985. The Science of Animal That Serve Humanity.
3 rd edit. Sci., Mc Graw-Hill.
Campbell, J.R., M.D. Kenealy., K.L. Campbell. 2002. Animal Sciences. Mc GrawHill Book, London.
Dziuk, P. J. 1992. Embryonic development and fetal growth. Anim. Reprod. Sci. 28:
299-308.
Eisen, E. J. 1974. Result of growth analysis in mice and rats. Journal of Animal
Science 42: 1008-1023.
Ensminger, M.E., J.G. Oldfield dan W.W. Heireman. 1990. Feed and Nutrition.
California. Ensminger Publishing Co. Hal: 32.
Fox, J. G., B. J. Cohen dan F. M. Leow. 1984. Laboratory Animal Medicine.
Academic Press. San Diego, California.
Garland, S. 1995. The Herb Garden. Frances Lincoln. London.
Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Penerbit CV Armico. Bandung.
Granner, D.K. 1990. Hormon Kelamin. Dalam : Biokimia (Harper`s Review of
Biochemistry. Terjemahan: I. Darmawan, EGC. Jakarta.
Gunawan, D. 2004. Ramuan Tradisional untuk Keharmonisan Suami Istri. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Guyton, A. C. 1994. Fisiologi Kedokteran Bagian 3. Buku Kedokteran. EGC,
Jakarta.
Hafez, E.S.E. 1993. Reproduksi in Farm Animal.6th Edit. Lea and Febiger,
Philadelphia.
Handerson, S.M. dan R.L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. Third
Edition. AVI Publishing Co., Inc., Westport. Connecticut.
Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press,
Surabaya.
37
38
39
LAMPIRAN
40
db
2
27
27
JK
6,020
116,720
122,740
KT
3,010
4,320
F-Hitung
0,700
P
0,507tn
db
JK
KT
F-Hitung
Kemangi Kering
Galat
Total
2
454
456
0,119
6,956
7,075
0,059
0,015
3,900
0,021*
db
2
416
418
JK
0,103
10,284
10,387
KT
0,051
0,025
F-Hitung
2,080
P
0,126tn
db
2
401
403
JK
0,023
16,928
16,951
KT
0,011
0,042
F-Hitung
0,270
P
0,765tn
41
db
2
376
378
JK
0,145
24,927
25,072
KT
0,073
0,066
F-Hitung
1,100
P
0,335tn
db
JK
KT
F-Hitung
Kemangi Kering
Galat
Total
2
372
374
0,806
29,009
29,815
0,403
0,078
5,170
0,006**
Hasil Uji Tukey terhadap Bobot Badan Anak Mencit Umur 12 Hari.
Kontrol
tn
**
db
2
370
372
JK
0,665
32,264
32,929
KT
0,333
0,087
F-Hitung
3,820
P
0,023*
Hasil Uji Tukey terhadap Bobot Badan Anak Mencit Umur 15 Hari.
Kemangi Kering 2,5%
Kemangi Kering 5,0%
Kontrol
tn
*
42
db
2
366
368
JK
0,496
43,695
44,191
KT
0,248
0,119
F-Hitung
2,080
P
0,127tn
db
2
416
418
JK
0,966
86,603
87,570
KT
0,483
0,208
F-Hitung
2,320
P
0,099tn
db
2
401
403
JK
0,180
34,400
34,581
KT
0,090
0,085
F-Hitung
1,050
P
0,350tn
db
2
375
377
JK
0,661
45,817
45,478
KT
0,330
0,122
F-Hitung
2,700
P
0,068tn
43
db
2
371
373
JK
2,776
43,474
46,250
KT
1,388
0,117
F-Hitung
11,850
P
0,000**
Hasil Uji Tukey terhadap PBB Anak Mencit Umur 9-12 Hari.
Kontrol
tn
**
db
2
370
372
JK
1,181
43,657
44,838
KT
0,590
0,118
F-Hitung
5,000
P
0,007**
Hasil Uji Tukey terhadap PBB Anak Mencit Umur 12-15 Hari
Kontrol
*
tn
db
2
366
368
JK
0,187
58,719
58,906
KT
0,094
0,160
F-Hitung
0,580
P
0,558tn
44
db
JK
KT
F-Hitung
Kemangi Kering
Galat
Total
2
366
368
0,187
58,719
58,906
0,094
0,160
0,580
0,558tn
db
6
903
909
JK
56,169
319,110
375,279
KT
9,362
0,352
F-Hitung
26,490
P
0,000
0-3
3-6
6-9
9-12
12-15
15-18
tn
tn
**
**
tn
**
*
**
**
*
**
**
tn
tn
**
tn
**
**
tn
**
**
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05), * = beda nyata (P<0,05), ** = beda sangat nyata (P<0,01)
db
6
935
941
JK
79,772
370,037
449,809
KT
13,295
0,396
F-Hitung
33,590
P
0,000
0-3
tn
tn
**
tn
**
tn
3-6
6-9
9-12
12-15
15-18
tn
**
**
**
tn
**
tn
**
tn
**
**
**
**
*
**
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05), * = beda nyata (P<0,05), ** = beda sangat nyata (P<0,01)
45
db
6
828
834
JK
39,742
421,437
461,180
KT
6,624
0,509
F-Hitung
13,010
P
0,000
3-6
6-9
9-12
12-15
15-18
tn
**
tn
**
tn
**
tn
**
tn
tn
**
**
**
tn
**
0-3
tn
tn
**
tn
**
tn
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05), * = beda nyata (P<0,05), ** = beda sangat nyata (P<0,01)
db
2
366
368
JK
0,311
52,216
52,526
KT
0,155
0,143
F-Hitung
1,090
P
0,338tn
db
2
27
29
JK
5,550
120,030
125,570
KT
2,770
4,450
F-Hitung
0,620
P
0,543tn
db
2
27
29
JK
263
9025
9288
KT
132
334
F-Hitung
0,390
P
0,679tn
46
Lampiran 22. Korelasi antara Jumlah Anak Sepelahiran, Bobot Lahir, Bobot
Sapih, Jumlah Anak Sapih, dan Mortalitas Anak sampai Umur
Sapih
JAS
BL
BS
BL
-0,40
BS
-0,43
0,54
JS
0,72
-0,29
-0,35
MM
0,16
-0,07
-0,04
JS
-0,53
Keterangan:
JAS : jumlah anak sepelahiran
BL : bobot lahir
BS : bobot sapih
JS : jumlah anak sapih
MM : mortalitas anak mencit selama menyusu
47