Anda di halaman 1dari 17

KERACUNAN BAHAN PANGAN OLEH BAKTERI DAN EFEKNYA TERHADAP

SISTEM PENCERNAAN

Oleh :
Shelica Anggraini (12259)
Wida ()
Fitria Meilia (12520)

JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

KERACUNAN BAHAN PANGAN OLEH BAKTERI DAN EFEKNYA TERHADAP SISTEM


PENCERNAAN
I.

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan
maupun mempertahankan hidup. Bahan pangan merupakan suatu sumber gizi seperti
karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Sumber gizi tersebut biasanya
dapat ditemukan pada produk hewani maupun nabati. Salah satunya adalah produk
perikanan yang merupakan sumber gizi hewani. Namun disamping itu bahan pangan
tersebut dapat pula menjadi penyebab timbulnya penyakit. Produk perikanan biasanya
banyak mengandung air dan protein sehingga menjadikan ikan termasuk bahan yang
mudah sekali rusak. Kandungan air yang ada dalam tubuh ikan tersebut dimanfaatkan
oleh bakteri untuk berkembang biak. Selama proses produksi, yang meliputi
pengolahan, pengemasan, transportasi, penyiapan, penyimpanan dan penyajian,
makanan mungkin terpapar pada kontaminasi mikroba penyebab infeksi atau
intoksikasi. Jika mikroba atau toksin yang dihasilkanya mencapai jumlah yang cukup
dan dikonsumsi oleh manusia, maka terjadilah keracunan pangan.
Keracunan makanan biasanya terjadi karena masuknya senyawa-senyawa
beracun ke dalam tubuh. Keracunan pangan atau foodborne disease (penyakit bawaan
makanan), terutama yang disebabkan oleh bakteri masih menjadi masalah yang serius
di berbagai negara terutama Indonesia.
b. Tujuan
1. untuk mengetahui adanya bahan beracun pada bahan pangan
2. untuk mengetahui efek dari bahan pangan yang beracun terhadap system
pencernaan manusia
c. Manfaat
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui bahan beracun pada bahan pangan dan efeknya
pada system pencernaan.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui efek dari bahan pangan yang beracun terhadap
system pencernaan manusia.

II.
ISI
a. JENIS MAKANAN DAN KEBIASAN MAKAN
Masyarakat di Indonesia pada umumnya memasak lauk pauk dengan proses pemanasan
berlebih, misalnya dalam pembuatan rendang, gulai, gudeg dan lain sebagainya. Jenis makanan
semacam ini jika langsung dikonsumsi relative aman terhadap bahaya oleh mikroba pathogen.
Tetapi masalah yang sering timbul adalah kebiasaan menyimpan makanan sisa dalam waktu
lama, yaitu selama 6-12 jam atau lebih pada suhu kamar tanpa pendinginan, misalnya selama
penyimpanan di rumah atau selama penjualan. Kasus keracunan oleh makanan semacam ini
sering disebabkan oleh bakteri pembentuk spora yang relative tahan panas yaitu Clostridium
perfringens dan Bacillus cereus. Kebiasaan menyimpan atau menjajakan makanan selama
beberapa jam pada suhu kamar, terutama makanan siap santap beresiko tinggi (pH> 4,5 dan aw >
0,85), dapat menimbulkan resiko bahaya bagi kesehatan. Penyimpanan dan penjualan makanan
siap santap seharusnya dilakukan pada suhu di bawah 7oC atau di atas 60oC. Hal ini disebabkan
suhu antara 7oC dan 60oC merupakan suhu yang optimum untuk pertumbuhnan bakteri dan
mikroba.
Ada suatu kepercayaan masyarakat Indonesia yang turun menurun bahwa makanan yang
masih mentah memiliki khasiat lebih tinggi terhadap kesehatan daripada makanan yang sudah
3

masak karena bernilai gizi tinggi bahan pangan tersebut juga merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikroba dan bakteri. Dengan tidak dilakukannya pemasakan atau pemanasan
terhadap bahan pangan tersebut, maka resiko untuk menimbulkan penyakit atau keracunan juga
sangat tinggi.
Meningkatnya konsumsi bahan pangan segar mengakibatkan peningkatan resiko terhadap
kesehatan. Dengan menjamurnya restoran-restoran Jepang di kota-kota besar seperti Jakarta yang
menyajikan makanan hasil laut mentah (Sashimi), maka perlu diwaspadai kemungkinan
timbulnya keracunan yang disebabkan oleh bakteri pathogen halofilik (tahan garam) yang
berasal dari air laut yaitu (Vibrio parahaemolyticus)
b. KERACUNAN BAHAN PANGAN OLEH BAKTERI DAN EFEKNYA TERHADAP
SISTEM PENCERNAAN
Menurut Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM (2011) bakteri dapat
menyebabkan keracunan pangan melalui dua mekanisme, yaitu intoksikasi dan infeksi.
1. Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-positif,
bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang
menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin
di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut.
Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan
diare dan toksin yang menyebabkan muntah (emesis).
Gejala keracunan:
- Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka
gejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual,
nyeri perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan.
- Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab muntah, gejala
yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan dengan saluran
pencernaan bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam setelah
mengkonsumsi pangan yang tercemar.
Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras, kentang
tumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri penghasil toksin
penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.

Tindakan pengendalian khusus bagi rumah tangga atau penjual makanan terkait bakteri ini
adalah pengendalian suhu yang efektif untuk mencegah pertunasan dan pertumbuhan spora. Bila
tidak tersedia lemari pendingin, disarankan untuk memasak pangan dalam jumlah yang sesuai
untuk segera dikonsumsi. Toksin yang berkaitan dengan sindrom muntah bersifat resisten
terhadap panas dan pemanasan berulang, proses penggorengan pangan juga tidak akan
menghancurkan toksin tersebut.
2. Clostridium botulinum
Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora tahan
panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan
botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin
botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 800 C selama 30 menit cukup
untuk merusak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan
dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan.
Gejala keracunan:
Gejala botulism berupa mual, muntah, pening, sakit kepala, pandangan berganda,
tenggorokan dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih, lemah otot, paralisis, dan pada beberapa
kasus dapat menimbulkan kematian. Gejala dapat timbul 12-36 jam setelah toksin tertelan. Masa
sakit dapat berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari.
Penanganan:
Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali mengganti cairan tubuh yang
hilang.Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru
(khususnya di rumah atau industri rumah tangga), misalnya pengalengan, fermentasi,
pengawetan dengan garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak. Bakteri ini dapat
mencemari produk pangan dalam kaleng yang berkadar asam rendah, ikan asap, kentang matang
yang kurang baik penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi, seafood, dan madu.
Tindakan pengendalian khusus bagi industri terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi
panas dan penggunaan nitrit pada daging yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah tangga atau
pusat penjualan makanan antara lain dengan memasak pangan kaleng dengan seksama (rebus dan
aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang
dikemas hampa udara dan pangan segar atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan
kaleng yang kemasannnya telah menggembung.
Clostridium perfringens

Clostridium perfringens merupakan bekteri Gram-positif yang dapat membentuk endospora


serta bersifat anaerobik. Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan hewan, daging mentah,
unggas, dan bahan pangan kering. Clostridium perfringens dapat menghasilkan enterotoksin
yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri di dalam
usus.
Gejala keracunan:
Gejala keracunan dapat terjadi sekitar 8-24 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar bentuk vegetatif bakteri dalam jumlah besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif bakteri
akan menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan sakit. Gejala yang
timbul berupa nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai muntah. Gejala dapat berlanjut selama
12-48 jam, tetapi pada kasus yang lebih berat dapat berlangsung selama 1-2 minggu (terutama
pada anak-anak dan orang lanjut usia).
Penanganan:
Tidak ada penanganan spesifik, kecuali mengganti cairan tubuh yang hilang. Tindakan
pengendalian khusus terkait keracunan pangan akibat bakteri ini bagi rumah tangga atau pusat
penjual makanan antara lain dengan melakukan pendinginan dan penyimpanan dingin produk
pangan matang yang cukup dan pemanasan ulang yang benar dari masakan yang disimpan
sebelum dikonsumsi.
3. Staphilococcus aureus
Terdapat 23 spesies Staphilococcus, tetapi Staphilococcus aureus merupakan bakteri yang
paling banyak menyebabkan keracunan pangan. Staphilococcus aureus merupakan bakteri
berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan
tidak membentuk spora. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak
mudah rusak pada suhu memasak normal. Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal.
Toksin dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit.
Pangan yang dapat tercemar bakteri ini adalah produk pangan yang kaya protein, misalnya
daging, ikan, susu, dan daging unggas, produk pangan matang yang ditujukan dikonsumsi dalam
keadaan dingin, seperti salad, puding, dan sandwich, produk pangan yang terpapar pada suhu
hangat selama beberapa jam, pangan yang disimpan pada lemari pendingin yang terlalu penuh
atau yang suhunya kurang rendah, serta pangan yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada
suhu ruang.
Gejala keracunan:

Gejala keracunan dapat terjadi dalam jangka waktu 4-6 jam, berupa mual, muntah (lebih
dari 24 jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat, distensi abdominal, demam ringan.
Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala, kram otot, dan perubahan tekanan
darah.
Penanganan:
Penanganan keracunannya adalah dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang
akibat muntah atau diare. Pengobatan antidiare biasanya tidak diperlukan. Untuk menghindari
dehidrasi pada korban, berikan air minum dan larutan elektrolit yang banyak dijual sebagai
minuman elektrolit dalam kemasan. Untuk penanganan leboih lanjut, hubungi puskesmas atau
rumah sakit terdekat.
Bakteri patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal
ini, penyebab sakitnya seseorang adalah akibat masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh
melalui konsumsi pangan yang telah tercemar bakteri. Untuk menyebabkan penyakit, jumlah
bakteri yang tertelan harus memadai. Hal itu dinamakan dosis infeksi.
Menurut Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM (2011) Beberapa bakteri
patogen yang dapat menginfeksi tubuh melalui pangan sehingga menimbulkan sakit adalah:
4. Salmonella
Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil, dan tidak
menghasilkan spora. Salmonella bisa terdapat pada bahan pangan mentah, seperti telur dan
daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila proses pamasakan tidak sempurna. Sakit yang
diakibatkan oleh bakteri Salmonella dinamakan salmonellosis.
Cara penularan yang utama adalah dengan menelan bakteri dalam pangan yang berasal dari
pangan hewani yang terinfeksi. Pangan juga dapat terkontaminasi oleh penjamah yanng
terinfeksi, binatang peliharaan dan hama, atau melalui kontaminasi silang akibat higiene yang
buruk. Penularan dari satu orang ke orang lain juga dapat terjadi selama infeksi.
Gejala keracunan:
Pada kebanyakan orang yang terinfeksi Salmonella, gejala yang terjadi adalah diare, kram
perut, dan demam yang timbul 8-72 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Gejala
lainnya adalah menggigil, sakit kepala, mual, dan muntah. Gejala dapat berlangsung selama lebih
dari 7 hari. Banyak orang dapat pulih tanpa pengobatan, tetapi infeksi Salmonella ini juga dapat
membahayakan jiwa terutama pada anak-anak, orang lanjut usia, serta orang yang mengalami
gangguan sistem kekebalan tubuh.
Penanganan:
7

Untuk pertolongan dapat diberikan cairan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang.
Lalu segera bawa korban ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.
5.
1. Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan
berdarah panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak membentuk
spora, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, ada yang mempunyai
kapsul, dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. Kebanyakan
strain tidak bersifat membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat patogen terhadap manusia,
seperti Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC). Escherichia coli O157:H7 merupakan tipe
EHEC yang terpenting dan berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat.
E. coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang
tercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan
cemaran fekal pada air dan pangan.
Gejala keracunan:
Gejala penyakit yang disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare (pada beberapa
kasus dapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi berkisar 3-8 hari,
sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3-4 hari.
Menurut (Anonim, 2013) gejala mulai terjadi ketika bakteri E. coli sudah memasuki usus.
Waktu terinfeksi dan perkembangan gejala biasanya dapat berlangsung antara 24 72 jam. Diare
parah yang tiba-tiba, dan sering disertai darah pada tinja adalah gejala yang paling umum.
Gejala lain yang mungkin termasuk :

Demam

Gas dalam perut

Kehilangan nafsu makan

Kram perut

Muntah, meskipun jarang

Gejala infeksi E. coli yang jarang terjadi, namun bisa parah meliputi:

Mudah mengalami memar

Kulit pucat
8

Urin Merah atau berdarah

Jumlah urin yang sedikit

Penyebab utama :
E. coli sebenarnya adalah jenis bakteri yang biasanya hidup didalam usus manusia dan
hewan tanpa menyebabkan masalah. Penting untuk disadari bahwa tidak semua bakteri E. coli
berbahaya bagi manusia. Sebagian bermanfaat untuk membantu pencernaan, yang merupakan
bagian dari flora usus agar makanan tertentu mudah dicerna seperti protein atau gula.
Namun beberapa jenis bakteri E. coli tertentu dapat mengkotaminasi makanan. Satu strain
( E. coli O157 : H7 ) dapat menyebabkan kasus keracunan makanan yang parah.
Bakteri dapat masuk ke dalam makanan Anda dengan cara yang berbeda :

Daging atau unggas yang kontak dengan bakteri dari usus hewan saat sedang diolah.

Air yak tak higienis mungkin mengandung kotoran hewan atau manusia.

Penanganan makanan yang tidak aman pada toko-toko kelontong atau rumah makan.

Keracunan makanan akibat E coli seringkali terjadi dari makanan atau minuman :

Makanan yang disiapkan oleh seseorang yang tidak mencuci tangan dengan benar.

Makanan yang disiapkan dengan menggunakan peralatan memasak yang kotor.

Produk-produk susu atau makanan yang mengandung mayones (seperti coleslaw atau
salad kentang ) yang telah berada diluar lemari es terlalu lama.

Makanan beku yang tidak disimpan pada suhu yang tepat, atau tidak dipanaskan dengan
benar.

Ikan atau tiram mentah

Buah mentah atau sayuran yang belum dicuci bersih.

Sayuran mentah atau jus buah dan produk susu.

Daging matang atau telur.

Air dari sumur atau sungai, atau air kran yang belum diolah.
Meskipun tidak umum, bakteri E. coli juga dapat menyebar dari satu orang ke orang lain.

Hal ini bisa saja terjadi ketika seseorang tidak mencuci tangan nya setelah buang air besar, dan
kemudian menyentuh benda atau tangan orang lain.
9

Gejala Keracunan Pangan dan Penata laksanaannya


Gejala keracunan bergantung pada tipe pencemar dan jumlah yang tertelan. Gejala
keracunan pangan yang tercemar bakteri patogen biasanya dimulai 2-6 jam setelah
mengkonsumsi pangan yang tercemar. Namun, waktunya bisa lebih panjang (setelah beberapa
hari) atau lebih pendek, tergantung pada cemaran pada pangan. Gejala yang mungkin timbul
antara lain mual dan muntah, kram perut, diare (dapat disertai darah), demam dan menggigil,
rasa lemah dan lelah, serta sakit kepala.
Untuk keracunan pangan yang umum, biasanya korban akan pulih setelah beberapa hari.
Namun demikian ada beberapa kasus keracunan pangan yang cukup berbahaya.

Korban

keracunan yang mengalami muntah dan diare yang berlangsung kurang dari 24 jam biasanya
dapat dirawat di rumah saja. Hal penting yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya
dehidrasi dengan cara segera memberikan air minum pada korban untuk mengganti cairan tubuh
yang hilang karena muntah dan diare. Pada korban yang masih mengalami mual dan muntah
sebaiknya tidak diberikan makanan padat. Alkohol, minuman berkafein, dan minuman yang
mengandung gula juga sebaiknya dihindarkan.
Untuk penanganan lebih lanjut, sebaiknya segera bawa korban ke puskesmas atau rumah
sakit terdekat. Korban keracunan yang mengalami diare dan tidak dapat minum (misalnya karena
mual dan muntah) akan memerlukan cairan yang yang diberikan melalui intravena. Pada
penanganan keracunan pangan jarang diperlukan antibiotika. Pada beberapa kasus, pemberian
antibiotika dapat memperburuk keadaan. Jika korban keracunan pangan adalah bayi, anak kecil,
orang lanjut usia, wanita hamil, dan orang yang mengalami gangguan sistem pertahanan tubuh
(imun) maka perlu segera dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan
pertolongan.
Pencegahan Keracunan Pangan
Menurut Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM (2011) Hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan pangan akibat bakteri patogen adalah:
a. Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan.
b. Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
c. Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum dan setelah
digunakan.
d. Menjaga area dapur/tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan lainnya.
e. Tidak meletakan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan pangan mentah untuk
mencegah terjadinya kontaminasi silang.
f. Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam kaleng yang kalengnya
telah rusak atau menggembung.
10

g. Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak enak.
h. Tidak memberikan madu pada anak yang berusia di bawah satu tahun untuk mencegah
terjadinya keracunan akibat toksin dari bakteri Clostridium botulinum.
i. Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.
j. Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat terbunuh. Proses
pemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat pangan mencapai suhu aman (> 700C)
selama minimal 20 menit.
k. Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin (sebaiknya suhu
penyimpanan di bawah 50C).
l. Tidak membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, karena mikroba dapat
berkembang biak dengan cepat pada suhu ruang.
m. Mempertahankan suhu pangan matang lebih dari 600C sebelum disajikan. Dengan menjaga
suhu di bawah 50C atau di atas 600C, pertumbuhan mikroba akan lebih lambat atau terhenti.
n. Menyimpan produk pangan yang harus disimpan dingin, seperti susu pasteurisasi, keju, sosis,
dan sari buah dalam lemari pendingin.
o. Menyimpan produk pangan olahan beku, seperti nugget, es krim, ayam goreng tepung beku,
dll dalam freezer.
p. Menyimpan pangan yang tidak habis dimakan dalam lemari pendingin.
q. Tidak membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang.
r. Membersihkan dan mencuci buah-buahan serta sayuran sebelum digunakan, terutama yang
dikonsumsi mentah.
Penulis: Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI
Tabel 2.1 Waktu Inkubasi dan Gejala Penyakit yang Ditimbulkan oleh Bakteri Patogen
Penyakit

Inkubasi

Gejala

Clostridium botulinum

12-36 jam, atau lebih lama Gangguan

(Botulism)

atau lebih pendek

yang

pencernaan

diikuti

oleh

akut

pusing-

pusing dan muntah-muntah,


bisa juga diare,lelah, pening
dan sakit kepala. Gejala lanjut
konstifasi,

Double

fision,

kesulitan

menelan

dan

berbicara,

lidah

bisa

membengkak

dan

tertutup,
11

beberapa otot lumpuh, dan


kelumpuhan bisa menyebar
kehati dan saluran pernafasan.
Kematian bisa terjadi dalam
waktu tiga sampai enam hari.
Intoksikasi Staphylococcus

1-7 jam, biasanya 2-4 jam

aereus

Pusing, muntah-muntah, kram


usus,

diare

berdarah

dan

berlendir pada beberapa kasus,


sakit

kepala,

kram

otot,

berkeringat, menggigil, detak


jantung lemah, pembengkakan
saluran pernafasan
Salmonella (Salmonellosis)

12-36 jam

Pusing, muntah-muntah, sakit


perut bagian bawah, diare.
Kadang-kadang

didahului

sakit kepala dan mengggil


Infeksi

Clostridium

8-24 jam, rata-rata 12 jam

perfringes

Sakit perut bagian bawah diare


dan gas. Demam dan pusingpusing jarang terjadi

Campylobacter

2-3 hari tapi bisa 7-10 hari

Sakit perut bagian bawah,


kram,

diare,

sakit

kepala,

demam, dan kadang-kadang


diare berdarah.
Infeksi Vibrio

2-48 jam, biasanya 12 jam

parahaemolyticus

Sakit perut bagian bawah,


diare berdarah dan berlendir,
pusing, muntah-muntah,
demam ringan, menggigil,
sakit kepala, recoveri dalam 25 hari

Infeksi Escherichia col

Tipe invasif : 8-24 jam, rata- Tipe invasif: Panas dingin,

enteropatogenik

rata

11

jam;

tipe sakit kepala, kram usus, diare


12

enterksigenik

8-44jam, berair seperti shigellosis; tipe

ratarata 26 jam

enterotoksigenik:
muntah

diare,

muntah,

dehidrasi,

shock.
Bacillus cereus

8-16 jam atau 1,5 - 5 jam

Pusing,

kram

usus,

berair,

beberapa

diare

muntah-

muntah

Tabel 2.2 Bahan pangan potensial berbagai sumber mikroorganisme patogen


Mikroorganisme

Bahan pangan

Salmonella

Daging ternak dan daging unggas mentah, susu


segar dan telur, ikan

Clostridium perfringens

Daging ternak dan daging unggas, makanan


kering, herbs, rempah-rempah,sayur-sayur

Staphylococcus aureus

Makanan dingin, produk-produk susu terutama


jika menggunakan bahan baku susu mentah

Bacillus cereus dan Bacillus ssp. lain

Serealia,

makanan

kering,

produk-produk

susu,daging dan produk-produk daging,herbs,


rempah-rempah, sayur-sayur
Escherichia coli

Bahan pangan mentah

Vibrio parahaemolyticus

Ikan segar dan ikan olahan, kerang dan


makanan laut lainnya

Streptococcus

Susu, es krim, telur, lobster, salad kentang,


salad telur

Clostridium botulinum

Makanan kaleng dengan pH>4,6

Bahan Baku dan Ingredien


a. Daging
13

Bahan pangan yang berasal dari hewan merupakan sumber utama bakteri penyebab
infeksi dan intoksikasi (Tabel 5). Mikroorganisme yang terdapat pada hewan hidup dapat
terbawa ke dalam daging segar dan mungkin bertahan selama proses pengolahan. Banyak
hewan-hewan yang disembelih membawa mikroorganisme seperti Salmonella dan
Campylobacter, selain mikrooranisme yang secara alami terdapat pada saluran
pencernaan seperti Clostridium perfringens, Escherichia coli, Yersinia entercolitica dan
Listeria monocytogenes. Proses pemotongan unggas secara kontinyu, meningkatkan
penularan mikroorganisme dari karkas yang satu ke yang lainnya. Demikian juga
penggilingan

daging

dalam

pembuatan

daging

cincang

dapat

menyebarkan

mikroorganisme, sehingga dagin cincang merupakan produk daging yang beresiko tinggi.
b. Telur

Kulit telur kemungkinan mengandung Salmonella yang berasal dari kotoran ayam dan
mungkin mengkontaminasi isi telur pada waktu telur dipecahkan. Di negara-negara Eropa
terjadi peningkatan gangguan pencernaan karena infeksi oleh S. enteritidis yang berasal
dari telur yang telah terinfeksi. Departemen kesehatan Inggris memberikan peringatan
terhadap penggunaan telur mentah pada makanan yang tidak mengalami pengolahan
lebih lanjut.
c. Produk-produk Susu

Susu yang telah mengalami pengolahan yang benar, misalnya pasteurisasi dan sterilisasi,
merupakan produk yang aman. Akan tetapi susu segar yang diperoleh dari hewan sehat
bisa terkontaminasi dari hewan yang menyusui atau dari peralatan dan lingkungan
pemerahan susu. Di Inggris telah dilaporkan keracunan makanan (Salmonellosis) karena
mengkonsumsi susu sapi segar. Gangguan pencernaan juga kadang-kadang terjadi akrena
prises pemanasan susu tidak cukup. Produk-produk susu yang disiapkan dari susu yang
tidak mengalami proses pemanasan merupakan produk yang potensial mengandung
Staphylococus

auerus,

Bacillus

cereus,

Yersenia

enterocolitia

monocytogenes.

Pengasaman susu dan fermentasi susu dapat menghilangkan atau menghambat


mikroorganisme patogen enterik, tetapi beberapa mikroorganisme masih bisa tahan.
Walaupun susu telah mengalami pemanasan, kontaminasi dapat terjadi selama
penanganan produk atau karena penambahan ingridien yang tidak mengalami perlakuan
dekontaminasi. Adanya L. monocytogenes pada keju yang dimatangkan diduga karena
rekontaminasi selama proses pembuatan dan penanganan keju.
d. Ikan dan Kerang-kerangan
14

Ikan dan kerang-kerangan dapat terkontaminasi dari lingkungan hidup ikan tersebut atau
dari lingkungan pengolahan. Jika ikan tersebut diperoleh dari laut yang telah terkena
polusi limbah, ikan tersebut kemungkinan terkontaminasi bakteri patogen. Vibrio
parahaemolyticus adalah kontaminan yang umum terdapat pada ikan dan makanan laut
lainnya terutama dari perairan Asia Timur. Bakteri ini dapat dihilangkan dengan
pemanasan, akan tetapi sanitasi yang kuramg baik dapat menyebabkan terjadinya
rekontaminasi. Dalam kerang-kerangan telah ditemukan mikroorganisme patogen seperti
Salmonella, E. coli, V. parahemolyticus, clostridia dan virus. Bakteri dapat dihilangkan
dengan cara ini kurang efektif untuk virus.
e. Buah-buahan, Sayur-sayuran dan Serealia

Dalam keadaan segar, bahan pangan nabati kemungkinan terkontaminasi oleh


mikroorganisme dari tanah dimana tanaman tersebut tumbuh. Buah-buahan karena jauh
daru tanah, kemungkinan untuk terkontaminasi lebih kecil dibandingkan dengan sayuran
atau bahan pangan yang lain yang kontak langsung dengan tanah. Kebersihan saluran
juga berpengaruh terhadap kualitas mikrobiologi pangan bahan pangan nabati.
Penggunaan air dari irigasi yang tercemardan penggunaan pupuk kandang atau kotoran
manusia sebagai pupuk beresiko terhadap kontaminasi oleh salmonella (termasuk S.
typhi), Shigella dan V. cholerae serta virus. Pencucian dan pembilasan dengan air yang
f.

mengandung semua bakteri kecuali sporanya.


Makanan kering
Bakteri yang dominan mengkontaminasi makanan kering adalah kelompok Clostridium
dan Bacillus. Spora kedua bakteri ini dapat bertahan pada proses pengeringan.
Penggunaan suhu pengeringan yang tidak bekterisidal, memungkinkan bakteri seperti
salmonella dan E. coli tetap ada setelah pengeringan.Makananmakanan yang demikian
aman dalam keadaan kering, akan tetapi jika direhidrasi maka harus diperlakukan seperti
halnya makanan segar. Karena herbs dan rempahrempah seringkali terkontaminasi spora
dalam jumlah banyak, maka penambahan ingredian harus dilakukan sebelum proses

pemanasan.
g. Makanan siap santap Makanan siap santap biasanya dijual dalam bentuk beku atau
didinginkan. Makanan beku, selama masih beku dapat dinyatakan aman akan tetapi
untuk makanan yang didunginkan haru sdiperhatikan umur simpannya. Mikroorganisme
yang ditemikan pada makanan siap santap adalah mikroorganisme yang tahan proses
pemanasan, Misalnya Clostridium dan Bacillus (Sporanya) dan mikroorganisme yang
15

mengkontaminasi selama penaganan misalnya Y. Enterocolitica Dan I. Monocytogenes.


Kedua bakteri ini dapat tumbuh pada suhu rendah (Refrigertor). Dengan demikian dalam
memproduksi makanan siap santap yang disimpan dingin harus diperhatikan sanitasi dan
hingga selama pengolahan, kontrol suhu selama penyimpanan dan umur simpan produk
(Siagian A., 2002).
Tabel 2.3 Kelompok bakteri yang sering ditemukan pada produk pangan
Tingkat bahaya dan penyebaran

Spesies Bakteri

Bahaya sedang, penyebaran terbatas

Staphylococcus aureus
Vibrio parahaemolyticus
Bacillus cereus
Clostridium perfringens
Campylobacter jejuni
Yersinia enterocolitica
Vibrio cholera non O1

Bahaya sedang, penyebaran cepat

Salmonella (non typhi)


Escherichia coli
Shigella (non dysenteriae 1)
Listeria monoctogenes)
Streptococcux pyogenes)

Sangat berbahaya

Clostridium botulinum
Vibrio cholera O1
Salmonella typhi dan paratyphi A, B
Shigella dysenteriae
Brucella abortus

Sumber : ICMSF (1986, 1996b)


IV. KESIMPULAN

V. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. http://www.tipscaraterbaik.com/bahayagejaladampak-bakteri-e-coli-terhadap
kesehatan.html). Diakses 23Februari 2015 Pukul 20.18
ALBINER SIAGIAN. 2002. MIKROBA PATOGEN PADA MAKANAN DAN SUMBER
PENCEMARANNYA pdf . USU digital library. Medan
Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM. 2011. Keracunan Pangan Akibat Bakteri
Patogen. ik.pom.go.id/wp-content/uploads/2011/11/RacunBakPatogen.pdf
16

Thesis ?

17

Anda mungkin juga menyukai