Anda di halaman 1dari 9

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

ESTIMASI DAMPAK EKONOMI PENELITIAN PARTSIPATIF


PENGGUNAAN OBAT CACING DALAM PENINGKATAN
PENDAPATAN PETERNAK DOMBA DI JAWA BARAT
(The Estimation of Economic Impact on Partisipatory Research
Implementation of Anthelmintic to Improved House Hold Income in
West Java)
DWI PRIYANTO dan DWI YULISTIANI
Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor

ABSTRACT
Partisipatory research about anthelmentic implementation on sheep farming system was conducted in
Purwakarta and Majalengka District, West Java. Sheep were grazing on which high prevalency of nematode
diseases. Partisipation methods include of farmer training, continous meeting with the sheep farmer,
introducing farmer group, and demonstration plot model (agrostology). During the year study, there are
positive impacts of sheep rearing practices such as improving farmers income. The farmers can also
improved the technology of rearing animals (adoption of technology), i.e: feed management, breeding
practices, housing systems, and improved farmer group activity to solve the problems of management
espesialy of parasite controls. From the study it can be included that sheep farming can improve the number
of animals sold per period, and increase the farmers income by 138 and 87% respectively in Purwakarta and
Majalengka.
Key Words: Partisipatory, Economic Impact
ABSTRAK
Penelitian penggunaan obat cacing pada usahaternak domba secara partisipatif dilakukan dalam upaya
meningkatkan produktivitas domba di pedesaan secara berkelanjutan. Penelitian dilakukan di Kabupaten
Purwakarta dan Majalengka pada peternak domba dengan sistem penggembalaan dimana kasus penyakit
cacing memiliki prevalensi yang tinggi. Metode yang digunakan adalah pendekatan partisipatif yang meliputi
pembinaan peternak dengan sistem pelatihan, pertemuan peternak dan pembinaan kelompok disamping
melakukan demplot percontohan (hijauan pakan ternak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengamatan
selama setahun berdampak positif. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan teknologi sistem usahaternak
domba (adopsi teknologi), baik dalam hal managemen sistem usahaternak, managemen pakan, managemen
pemuliaan dan sistem perkandangan Terjalin pula peningkatan dinamika kelompok yang mampu
memecahkan permasalahan usahaternak khususnya penanggulangan parasit cacing yang sangat merugikan
peternak. Kondisi demikian akan berdampak terhadap peningkatan skala usaha, produktivitas ternak,
menurunnya kasus kematian ternak (2830%), meningkatnya skala pemilikan ternak (327%), yang sekaligus
akan meningkatkan proporsi penjualan ternak/periode sehingga akan meningkatkan pendapatan rumah tangga
peternak sebesar 138 dan 87% masing-masing di Kabupaten Purwakarta dan Majalengka.
Kata Kunci: Partisipatif, Dampak Ekonomi

PENDAHULUAN
Usahaternak ruminansia kecil (domba dan
kambing) pada umumnya merupakan usaha
komplementer pendukung pendapatan petani di
pedesaan yang memiliki usaha pokok
pertanian. Hal tersebut ditunjukkan dengan
skala pemilikan yang rendah (skala 35 ekor).

512

Pengamatan KARO-KARO et al. (1994),


menunjukkan domba persilangan di Sumatera
Utara
memiliki
kontribusi
pendapatan
mencapai 10,2% total pendapatan. PRIYANTI et
al. (1990) mencatat kontribusi sebesar 10,68%
dari pendapatan rumah tangga (household
income). Usaha tersebut merupakan usaha
sambilan dengan kriteria tipologi usaha ternak

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

kurang dari 30% dari total pendapatan


(SOEHADJI, 1992), tetapi cukup berperan dalam
menunjang pendapatan keluarga (pendapatan
tunai) yang sifatnya mendadak (tabungan
petani).
Kasus penyakit khususnya parasit cacing
merupakan kasus utama yang dialami peternak
dalam sistem pemeliharaan domba yang
digembalakan. Penyakit cacing berdampak
menurunkan bobot hidup hingga mencapai
sekitar 30%, kematian ternak sampai sekitar
17% terutama pada ternak muda (BERIAJAYA
dan STEVENSEN, 1986), yang cukup merugikan
peternak. Penelitian domba yang digembalakan
di perkebunan karet menunjukkan tingkat
kematian akibat penyakit cacing mencapai
28% (HANDAYANI dan GATENBY, 1988). Pada
usaha peternakan tradisional permasalahan
tersebut tidak mendapatkan perhatian. Hal
tersebut disebabkan oleh beberapa kendala
diantaranya adalah kurangnya pengetahuan
peternak, sulitnya dalam mendapatkan obat
cacing, disamping faktor modal (biaya
pengobatan).
Untuk itu diperlukan pemikiran upaya
dalam memperbaiki sistem managemen yang
benar
melalui
pengendalian
penyakit
berkelanjutan ditingkat peternak (partisipatif),
sehingga mampu menanggulangi kasus
tersebut.
Melalui
program
penelitian
partisipatif diharapkan terjadi perubahan pola
pikir peternak sehingga diperoleh dampak: (1)
Peningkatan managemen sistem pemeliharaan
yakni diadopsinya teknologi usahaternak
khususnya penggunaan obat cacing oleh
peternak secara berkelanjutan, dan (2) Dengan
peningkatan
teknologi
managemen
pemeliharaan ternak domba diharapkan mampu
meningkatkan pendapatan peternak.
MATERI DAN METODE
Penelitian dilakukan di 2 (dua) Kabupaten
di Jawa Barat dengan pertimbangan memiliki
sistem managemen digembalakan, tetapi pada
kondisi agro-ekosistem yang berbeda, memiliki
kepadatan ternak domba yang tinggi yakni di
Desa
Pasiripis,
Kecamatan
Kertajati,
Kabupaten
Majalengka
(agro-ekosistem
dataran rendah lahan sawah), dan Desa
Tegalsari, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten
Purwakarta (agro-kosistem dataran tinggi

perkebunan karet). Penelitian dilakukan


melalui kegiatan ex-ante dan ex-post
analisis untuk mengetahui dampak pengelolaan
obat cacing secara partisipatif yang diharapkan
memilliki dampak ekonomi usaha rumah
tangga. Tahap awal penelitian dilakukan survei
berstruktur terhadap 38 peternak di Desa
Pasiripis dan 27 peternak di Desa Tegalsari,
untuk mengetahui kondisi awal sistem
managemen usahaternak sampai pada sistem
pemasaran dan analisis usahaternak. Setelah
dilakukan seleksi terhadap peternak tersebut
ditentukan peternak kooperator sebanyak 22
peternak dan 17 peternak masing-masing di
Desa Pasiripis dan Tegalsari. Langkah-langkah
dalam proses penelitian tersebut adalah :
1. Seleksi responden sebagai peternak
kooperator.
Pemilihan
kooperator
didasarkan atas skala pemilikan ternak
yang relatif banyak disamping tingginya
partisipasi respon kerjasama yang baik
dalam jangka panjang (kooperatif), dengan
harapan peternak mampu berusaha secara
partisipatif dan berkelanjutan.
2. Pelatihan peternak. Pelatihan diberikan
meliputi managemen sistem usahaternak
domba
yakni:
Sistem
managemen
perkawinan, perkandangan, pemberian
pakan,
serta
pengobatan
penyakit
khususnya penyakit parasit cacing, dan
strategi pemasaran dalam memperoleh
harga jual ternak yang tepat dan efektif.
3. Melakukan monitoring bulanan (selama
setahun)
yang
meliputi
pencatatan
produktivitas
domba,
pengamatan
pemberian pakan serta monitoring ekonomi
usahaternak dan usaha lainnya (pertanian
dan non pertanian).
Fokus pengamatan yang dilakukan adalah
kajian dampak ekonomi usahaternak dengan
meggunakan analisis Net Cash Benefit (AMIR
dan KNIPSCHEER, 1989), dengan pertimbangan
sistem usahaternak tersebut tidak memerlukan
input produksi tinggi, sebagai model evaluasi
kegiatan yang dilakukan selama satu tahun
pengamatan. Dari awal peternak telah
diberikan pembekalan melalui pelatihan sistem
budidaya usaha peternakan, managemen pakan,
managemen
penyakit,
pemilihan
bibit
berkualitas baik (breeding), sampai dengan
pada model pemasaran yang tepat dan paling

514

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

menguntungkan. Disamping itu juga dilakukan


pertemuan secara rutin (bulanan) yang
melibatkan peternak kooperator, peneliti, dan
pihak Dinas Peternakan Kabupaten di masingmasing lokasi. Untuk membahas permasalahan
yang
dihadapi
peternak
dan
solusi
pemecahannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dampak Terhadap Menagemen
Usahaternak Secara Partisipatif.
Dampak penelitian yang dilakukan melalui
pengamatan ex-ante dan ex-post analisis
menunjukkan perkembangan yang cukup
representatif melalui pengamatan beberapa
indikator meliputi.
Pengetahuan terhadap managemen pakan
Tingkat pengetahuan peternak tentang
managemen pakan domba menunjukkan
bahwa, pada awalnya secara umum peternak
tidak melakukan penambahan pakan hijauan
(baik rumput maupun tanaman legum), tetapi
dengan adanya program pelatihan dan
pertemuan bulanan yang juga menganjurkan
penggunaan hijauan sebagai pakan tambahan,
maka banyak peternak yang menerapkan
penggunaan pakan tambahan maka tersebut
tertera pada Tabel 1.
Peternak telah menerapkan pakan tambahan
legume (100 dan 75% di Purwakarta dan
Majalengka)
dan
dinyatakan
bahwa
penggunaan legum sebagai pakan tambahan
memberikan dampak positif bagi pertumbuhan
domba, yang ditunjukkan adanya peningkatan
bobot badan akibat kesehatan ternak yang lebih
bagus.
Pemberian
legum
(Glirisidia)
dinyatakan sesuai sebagai pakan domba
walaupun diberikan dalam jumlah banyak dan
pada periode yang panjang (CHADHOKAR,

1982). Glirisidia mengandung nilai gizi tinggi


yang berdampak bagi ternak ruminasia dan
akan memacu pertambahan bobot badan
(MATHIUS, 1991). Tanaman hijauan berupa
legum banyak ditemukan di lokasi kegiatan
baik di Kabupaten Majalengka maupun di
Kabupaten Purwakarta. Dalam pemanfaatan
legum serbagai pakan tambahan, peternak di
Kabupaten Purwakarta terlihat lebih responsif
dibandingkan di Kabupaten Majalengka. Hal
tersebut tidak terlepas dari skala pemeliharaan
di lokasi tersebut relatif rendah dibandingkan
dengan di Majalengka, sehingga peternak
cenderung mampu memenuhi tambahan pakan,
sebaliknya dengan skala besar peternak tidak
mampu mencari hijauan (cut and carry) dan
cenderung mengandalkan penggembalaan
penuh. Kesibukan peternak juga berpengaruh
terhadap proses pengambilan keputusan dalam
pemanfaatan hijauan pakan tambahan dimana
peternak di Majalengka cenderung lebih sibuk
dibandingkan peternak di Purwakarta.
Pengetahuan tentang pemanfaatan obat
cacing
Dampak yang dirasakan terlihat peternak
(100%) telah melakukan pengobatan terhadap
ternaknya secara berkelompok dan cenderung
rutin dilakukan di Purwakarta dibanding di
Majalengka (91,7 vs 15,0%). Hal tersebut
tercermin dari perputaran penggunaan obat
cacing yang pada awalnya disediakan oleh
pihak peneliti, dimana peternak yang
membutuhkan diharapkan membeli dengan
harga yang telah disepakati bersama. Uang
hasil penjualan obat cacing dikumpulkan oleh
bendahara kelompok agar dapat mampu
membeli kembali untuk kebutuhan mendatang.
Pada kedua lokasi desa pengamatan ternyata
kondisi tersebut dapat berjalan, dan secara
kontinyu dapat tercapai program perputaran
(siklus) pengadaan obat cacing (Tabel 2).

Tabel 1. Partisipasi peternak dalam pemanfaatan pakan tambahan di dua lokasi pengamatan.
Peubah

Partsisipasi peternak (%)


Purwakarta

Majalengka

Penggunaan legum sebagai pakan ternak

100

75

Pakan konsentrat induk (dedak padi)

50

15

515

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

Tabel 2. Partisipasi pengobatan oleh peternak di lokasi pengamatan


Peubah
Penggunaan obat cacing hewan

Partisipasi peternak (%)


Purwakarta
Majalengka
100

100

Rutin 3 bulanan

91,7

15,0

Tidak tentu

8,3

83,0

Metode pemberian

Kondisi demikian menunjukkan bahwa


telah terjadi proses alih pengetahuan tentang
managemen penggunaan obat cacing melalui
partisipasi kelompok. Terjadinya proses
perputaran penggunaan obat cacing tersebut
karena peternak telah merasakan dampak
positif bagi kesehatan ternak. Peternak secara
rutin memanfaatkan persediaan obat cacing
ditingkat kelompok. Mereka berpendapat
bahwa kondisi fisiologis domba yang
dipelihara tampak sehat dan terlihat gemuk.
Sesuai pernyataan BERIAJAYA dan STEVENSEN,
(1996) bahwa penyakit cacing dapat
menurunkan bobot badan mencapai 38% dan
angka kematian sampai 17% terutama pada
ternak muda.
Permasalahan yang timbul adalah tingkat
koordinasi antar peternak khususnya di
Majalengka sering terjadi konflik antara
peternak dengan ketua kelompok dalam
distribusi obat cacing, sehingga dikeluhan
bahwa ada kesulitan pembelian obat cacing
dari ketua kelompok. Dilain pihak sistem
pembayaran yang kurang disiplin di beberapa
peternak akan menjadikan permasalahan dalam
kontinyuitas penyediaan obat yang harus selalu
tersedia. Sebagian besar peternak di kedua
lokasi tidak mempermasalahkan besarnya
biaya pembelian obat cacing yang dikeluarkan,
tetapi mereka merasa puas dampak pemberian
obat cacing tersebut bagi perkembangan
biologis ternak yang dipelihara. Dampak yang
dirasakan peternak adalah pengobatan secara
rutin tersebut akan menurunkan tingkat
mortalitas. HANDAYANI dan GATENBY (1988),
menyatakan bahwa pada domba yang
digembalakan di bawah perkebunan karet
kematian akibat penyakit cacing mencapai

28%, dan untuk itu


pencegahan yang serius.

perlu

dilakukan

Dampak terhadap managemen pemuliaan


Program pemuliaan merupakan aspek
penting dalam menunjang produktivitas
usahaternak domba pada kondisi peternak.
Bibit ternak baik pejantan maupun induk yang
kurang bagus akan berdampak terhadap
perkembangan keturunan. Di pedesaan
umumnya ternak jantan yang bagus cenderung
dijual, dengan harapan mendapatkan harga jual
tinggi, sehingga yang tinggal di kandang
cenderung yang kurang bagus. Kondisi
demikian tidak dirasakan, yang dalam jangka
panjang akan berdampak terhadap kualitas
anak yang dilahirkan justru semakin menurun.
Keputusan tersebut dilakukan sebagai akibat
desakan kebutuhan uang tunai, disamping
pengaruh tengkulak untuk membeli ternak
kualitas bagus.
Pada penelitian ini selain dilakukan
pelatihan tentang breeding dan reproduksi,
khususnya di Kabupaten Purwakarta telah pula
dilakukan pembagian domba baik pejantan
maupun betina hasil persilangan Balitnak,
sedangkan di Majalengka hanya didistribusikan
pejantan (domba Garut). Peternak melihat
bahwa hasil persilangan (anak yang dilahirkan)
sangat bagus ditinjau dari penampilan bobot
lahir dan laju pertumbuhan. Hal tersebut
memberi gambaran bahwa dengan kondisi bibit
yang bagus maka akan memperoleh kerurunan
yang bagus pula. Secara psikologis peternak
(40-50%) telah banyak melakukan perkawinan
induk-induknya dengan pajantan bagus dengan
sistim meminjam dari peternak lainnya (Tabel
3).

516

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

Tabel 3. Partisipasi peternak dalam pemanfaatan pejantan unggul di lokasi pengamatan


Partisipasi peternak (%)

Peubah

Purwakarta

Majalengka

Pejantan Garut

50,0

40,0

Pejantan Barbados Cross

25,0

Pejantan Komposit

16,7

Pengetahuan peternak tentang sistem


perkawinan terhadap ternak yang dipelihara
telah mengalami peningkatan, dan sekaligus
peternak telah mengetahui dampak dari sistem
perkawinan sedarah (inbreeding) yakni akan
berdampak negatif terhadap keturunan yang
dihasilkan (inbreeding depression).
Dampak terhadap managemen kelompok
Dalam penelitian partisipatif tersebut juga
dilakukan program pemberdayaan dan
pembinaan terhadap kelompok. Program
tersebut dilakukan melalui pembentukan dan
pembinaan menagemen kelompok, khususnya
dalam pengorganisasian dan pengelolaan obat
cacing secara berkelanjutan. Pada awalnya
pertemuan kelompok dilakukan atas inisiatif
tim peneliti, tetapi dalam jangka panjang
kegiatan tersebut diharapkan tumbuh dari
pihak kelompok sendiri. MARDIKANTO (1993)
mengemukakan bahwa pendekatan strategis
komunikasi pada kelompok cenderung lebih
berhasil dibandingkan melalui pendekatan dari
atas ke bawah maupun pendekatan komunikasi
individual.
Kegiatan kelompok tersebut diharapkan
mampu memecahkan segala permasalahan
yang dihadapi peternak, khususnya dalam
sistem usahaternak. Kerjasama kelompok
terlihat pada pengelolaan obat cacing, yakni
awal penelitian disediakan obat cacing yang
disimpan pada ketua kelompok oleh peneliti.
Untuk realisasi penggunaan obat cacing
tersebut (dosis, waktu dan tatacara)
penggunaan sudah diberikan dalam materi
pelatihan. Dalam mekanisme distribusi dan
kesepakatan
harga
jual
obat
cacing
didiskusikan terlebih dahulu pada rapat
kelompok untuk disepakati. Hasil mekanisme
kerjasama kelompok terlihat bahwa realisasi
perputaran modal tersebut telah berjalan

517

dengan baik, dimana siklus perputaran modal


di dua lokasi pengamatan (khususnya di
Purwakarta) cukup bagus dan secara rutin
kelompok mampu dalam pengadaan obat
cacing secara mandiri dan kontinyu. Kondisi
demikian menggambarkan bahwa telah terjadi
suatu kerjasama didalam kelompok. Hal
tersebut cukup potensial dalam mendukung
perkembangan sistem usahaternak domba di
kedua lokasi. Diharapkan kerjasama kelompok
tersebut mampu bertahan sampai dengan pasca
penelitian.
Dampak ekonomi usahaternak domba
terhadap pendapatan rumah tangga
Dampak ekonomi dapat dilihat dari
beberapa indikator diantaranya meliputi,
perkembangan
populasi
(skala
usaha),
produktivitas, peningkatan penjualan ternak,
dan dampak ekonomi selama penelitian
berlangsung (setahun pengamatan). Data exante tersebut didapatkan dari hasil survei
sebelum dilakukan introduksi teknologi,
sedangkan data ex-post diperoleh dari hasil
monitoring
bulanan
terhadap
peternak
kooperator melalui formulir yang telah
dipersiapkan. Dampak ekonomi tersebut dapat
dilihat dari perkembangan usahaternak dari
saat awal pengamatan sampai dengan akhir
pengamatan tertera pada Tabel 4.
Dampak terhadap mortalitas domba
Berdasarkan
pengamatan
mortalitas,
tampak bahwa pada akhir penelitian cenderung
mengalami penurunan sebesar 35,48% dan
64,88% masing-masing di lokasi pengamatan
Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten
Majalengka. Rataan kematian ternak tercatat
sebesar 1,55 ekor/peternak/tahun menurun
menjadi 1 ekor/peternak/tahun (Kabupaten

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

Purwakarta),
sedangkan
sebesar
2,05
ekor/peternak/tahun menurun menjadi 0,72
ekor/peternak/tahun (Kabupaten Majalengka).
Penurunan mortalitas tersebut sebagai salah
satu keberhasilan pengobatan yang dilakukan
peternak. Terlihat bahwa di lokasi Kabupaten
Majalengka penurunan mortalitas cukup tajam
dibanding di Purwakarta. Kondisi tersebut
karena di Majalengka tingkat skala pemilikan
ternak jauh lebih banyak sehingga pada
awalnya sering terjadi kematian ternak
khususnya di musim penghujan. Pengaruh
menagemen penggembalaan penuh, karena
pemilikan yang banyak dan kesibukan peternak
yang tinggi, peternak cenderung tidak mampu
menyediakan rumput secara cut and carry
khususnya pada penggembalaan dimusim
penghujan. Dengan kontrol yang ketat terhadap
penyakit cacing melalui pengobatan secara
rutin terlihat mampu menekan kematian ternak.
Mortalitas ternak terjadi sebagian besar pada
ternak muda dan anak. Kerugian yang diderita
peternak juga terlihat mengalami penurunan
cukup berarti yang pada awalnya mencapai Rp.
42,592,- menjadi Rp. 30.400,-/peternak/tahun
(28,63%) di Kabupaten Purwakarta, sedangkan
Rp. 134.850,- menjadi Rp. 93.227,/peternak/tahun (30,87%) di Kabupaten
Majalengka.

Dampak Terhadap Skala Usaha.


Dampak skala usaha peternak cukup
memberikan gambaran bahwa dengan adanya
kegiatan penelitian, dimana pihak peneliti
sebagai fasilitator dalam rangka pembinaan,
terjadi
peningkatan
skala
pemilikan
(pemeliharaan). Pada awalnya rataan hanya
mencapai 7,59 ekor dan 18,8 ekor/peternak
masing-masing di Kabupaten Purwakarta dan
Majalengka, sedangkan pada saat akhir
pengamatan mengalami peningkatan mencapai
7,77 ekor/peternak dan 23,96 ekor/peternak
(mengalami peningkatan sebesar 2,37 dan
27,45%. Hal tersebut memberi gambaran
bahwa peternak telah berkeinginan untuk
memperbesar skala pemeliharaan ternak
khususnya peternak di Majalengka. Kondisi
demikian tampak pada skala pemilikan induk
yang cenderung mengalami peningkatan
sekitar 5,41 dan 6,49% (peternak di Purwakarta
dan Majalengka). Faktor pemilikan induk
adalah merupakan aset utama dalam sistem
pemeliharaan
ternak
pola
pembibitan.
Produktivitas ternak pada skala usaha yang
dikelola peternak sangat ditentukan oleh
jumlah induk yang dipelihara. Semakin banyak
jumlah induk yang dipelihara semakin banyak
pula peluang untuk menghasilkan anak
(reproduksi), dan lebih berpeluang untuk
melakukan penjualan pada periode tertentu.

Tabel 4. Analisis dampak perkembangan penelitian kontrol penyakit melalui pendekatan partisipatif dengan
metode ex-ante dan ex-post analisis (rataan/peternak/tahun).
Lokasi pengamatan

Peubah
Kabupaten Purwakarta
Ex-ante (n=27)

Ex-post (n=17)

Kabupaten Majalengka
Ex-ante (n=38)

Ex-post (n=22)

Mortalitas
Jumlah (ekor)

1.55

1.00 (35.48%)**

2.05

0.72 (64.88 %)**

Kerugian (Rp)

42.592

30.400 (28.63%)**

134.850

93.227 (30.87%)**

Induk (ekor)

3.14

3.30 (5.41 %)*

9.24

9.84 (6.49 %)*

Total (ekor)

7.59

7.77 (2.37 %)*

18.8

23.96 (27.45 %)*

Skala pemilikan

Penjualan ternak
Jumlah (ekor)

1.89

324.259
Nilai jual (Rp)
(Dalam kurung)
**: Penurunan selama setahun (%)
: Peningkatan selama setahun (%)

3.71 (96.29 %)

5.95

11.18 (87.89%)

785.882 (136.81%)*

1.112.500

2.082.818 (87.22 %)*

518

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

Dampak terhadap ekonomi usahaternak


Indikator dampak ekonomi program
penelitian tersebut adalah seberapa jauh
perkembangan peternak melakukan transaksi
penjualan domba yang dipelihara (pada periode
tertentu), dan nilai jual yang dihasilkan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa telah terjadi
peningkatan kapasitas penjualan domba oleh
peternak. Rataan penjualan meningkat, yakni
dari 1,89 ekor meningkat menjadi 3,71
ekor/peternak/tahun di Kabupaten Purwakarta,
sedangkan di Kabupaten Majalengka dari 5,59
ekor menjadi 11,18 ekor/peternak/tahun.
(peningkatan 96,29 vs 87,89%/tahun). Kondisi
demikian menunjukkan bahwa populasi yang
cenderung meningkat, demikian juga penjualan
ternak. Kondisi tersebut memperlihatkan
bahwa terjadi peningkatan kualitas usahaternak
selama pembinaan. Dari nilai jual domba di
Kabupaten
Purwakarta
terlihat
cukup
meningkat tajam (meningkat 136,81%/tahun),
sedangkan di lokasi Kabupaten Majalengka
meningkat sebesar 87,22%/tahun (Tabel 4).
Nilai jual tersebut selain faktor jumlah, juga
faktor kualitas domba yang lebih bagus
sehingga diperoleh nilai jual tiap ekor yang
lebih tinggi. Peningkatan kualitas domba
tersebut terjadi karena beberapa hal yakni
pengaruh kualitas bibit yang lebih bagus,
kualitas kesehatan ternak, disamping pengaruh
managemen pakan dan perkandangan, serta
kerjasama kelompok, yang berdampak
meningkatnya produktivitas.
Hasil pengamatan tersebut jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan penelitian KARTAMULIA
et al. (1993). Selanjutnya dikatakan bahwa
melalui pembinaan dan program paket kredit 4
ekor induk pada peternak domba di kawasan
perkebunan karet di Sumatera Utara, hanya
mampu meningkatkan pendapatan peternak
sebesar 22%

519

Penelitian lain di perkebunan karet dengan


flock size 20 ekor induk/peternak dicatat
mampu meningkatkan pendapatan 25% dari
usahaternak domba (HORNE et al., 1994).
KARO-KARO et al., (1994) juga melaporkan
bahwa pada penerapan adopsi teknologi domba
Hair mampu meningkatkan pendapatan
sebesar 48,9% pada peternak penerima paket
domba
melalui
penerapan
teknologi
perkandangan, breeding, kesehatan yang
dilakukan melalui (Partial budget analisys)
dengan memasukkan faktor input dan output.
Tingginya dampak peningkatan pendapatan
dalam penelitian diantaranya disebabkan:
1. Karena ketepatan dalam pemilihan lokasi
penelitian dimana peternak belum
mendapatkan
sentuhan
teknologi
usahaternak sehingga dengan pembinaan
akan cepat merubah sistem budidaya yang
lebih baik.
2.

Managemen
pemeliharaan
yang
digembalakan penuh tanpa sentuhan
teknologi pengobatan. Melalui penerapan
penelitian obat cacing tersebut cukup
membangkitkan
peternak
untuk
melakukan pengobatan sehingga kasus
mortalitas dapat ditekan.

3.

Pada
penelitian
tersebut
juga
didistribusikan domba persilangan baik
pejantan maupun betina dan juga pejantan
Domba Garut (di Majalengka) sehingga
mampu memperbaiki produktivitas domba
yang ada. Proses perkembangan dampak
ekonomi penelitian partisipatif tersebut
pada terlihat pada (Ilustrasi 1), dimana
proses adopsi teknologi tersebut terlihat
berdampak pada peningkatan populasi,
produktivitas, penurunan mortalitas, dan
secara langsung terhadap pendapatan
rumah tangga peternak.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

Program

Analisis Dampak Ekonomi (Selama Setahun)


Adopsi Teknologi
Dampak Ekonomi
* Pengetahuan peternak

Penelitian pemanfaatan
obat Cacing pada
Usahaternak domba secara
Partisipatif

Peningkatan

*Peningkatan skala usaha


*Peningkatan produktivitas

Managemen usahaternak
(pemeliharaan)
Managemen pakan
Managemen pengobatan
(obat cacing)

*Penurunan mortalitas
*Peningkatan kualitas ternak
*Peningkatan pembinaan
kelompok

Managemen pemuliaan
*.Usaha Managemen
kelompok

- Peneliti

Metode Pelatihan

- Staf Dinas

Pertemuan bulanan

- Aparat Desa

Penyuluhan

Study banding

Peningkatan populasi
Peningkatan penjualan
Ternak

Peningkatan Pendapatan
Rumah Tangga

Pembinaan
Gambar 1. Diagram analisis dampak ekonomi penelitian kontrol parasit cacing di lokasi
pengamatan (Kabupaten Purwakarta dan Majalengka).
KESIMPULAN
Hasil penelitian kontrol penyakit cacing
melalui pendekatan pertisipatif di Kabupaten
Purwakarta dan Majalengka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Pengamatan selama setahun berdampak
positif bagi pengembangan usahaternak
domba dilokasi, yakni terjadi peningkatan
teknologi sistem usahaternak domba
(adopsi teknologi), baik dalam hal
managemen
sistem
usahaternak,
managemen pakan, managemen pemuliaan
dan sistem perkandangan.

2. Terjalin pula peningkatan dinamika


kelompok yang mampu memecahkan
permasalahan
usahaternak
khususnya
dalam penanggulangan parasit cacing yang
sangat
merugikan
peternak
secara
berkelanjutan.
3. Peningkatan sistem produksi tersebut
berdampak terhadap meningkatnya skala
pemilikan ternak yang sekaligus akan
meningkatkan
proporsi
penjualan
ternak/periode
sehingga
akan
meningkatkan pendapatan rumah tangga
peternak.

520

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

DAFTAR PUSTAKA
AMIR, P. and KNIPSCHEER. 1989. Conducting Onfarm Animal Research Procedure and
Economic Analysis. Winrock International
Institute for Agricultural Development an
International Development Reseatch Centre.
Morrilton, Arkansab, USA.
BERIAJAYA and STEVENSON. 1986. Reduced
Productivity in Small Ruminant in Indonesia
as Result of a Gastrointestinal Nematode
infection. In Livestock Production and
Diseases in the Tropic. Trop Vet. Med. Kuala
Lumpur., Malaysia. Thth.
CHADHOKAR, P.A. 1982. Gliricidia Maculata. A
Promising Legumes Fodder Plant. Word Anim
Rep. No. 44. Pp. 36-43.
HANDAYANI dan GATENBY 1988. Effect of
Management System, Legume Feeding and
Anthelmintic Treatment on The Performance
of Lambing in Nort Sumatera. Trep Anim.
Htth. Prod. 20:122-128.
HORNE , P.M., R.M. GATENBY, L.P. BATUBARA and
S. KARO-KARO. 1994. Research Proirities for
Integrated Tree Cropping and Small Ruminan
Production Systems in Indonesia. Pros.
Seminar Nasional Saint dan Teknologi
Peternakan, Balai Penelitian Ternak. Bogor

521

KARTAMULIA, I., S. KARO-KARO and J. DE BOER.


1993. Economic Analysis of Sheep Grazing in
Rubber Plantations : A Case Study of OPMM
Menbang Muda Working Paper 145. SRCRSP. Sei Putih. Indonesia.
KARO-KARO, S., E. SEMBIRING dan J. SIRAIT. 1994.
Adopsi Teknologi dan Analisis Usahaternak
Domba Hair dan Hasil Persilangan di
Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional
Sain dan Teknologi Peternakan, Balai
Penelitian Ternak. Bogor.
MARDIKANTO, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan
Pertanian. Universitas Sebelas Maret.
Purwokerto.
MATHIUS, I.W. 1991. Tanaman Glirisidia Sebagai
Bank Pakan Hijauan Untuk Makanan
Kambing-Domba.
Wartazoa.
2(1-2).
Puslitbang Peternakan. Bogor.
PRIYANTI, A., T.D. SOEDJANA and R.J. LUDGATE.
1990. Allocation at Work and Leisure Time by
Potential Labor Sources Among OPP Farmers,
West Java. SR-CRSP Working Paper no. 113.
SOEHADJI. 1992. Pembangunan Peternakan dalam
Pembangunan Jangka Panjang. Prosiding
Agro-Industri Peternakan di Pedesaan. Balai
Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai