PENDAHULUAN
Tugas dokter yang utama adalah mempertahankan hidup dan mengurangi
penderitaan pasiennya. Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangat
berperan dalam mewujudkan tugas profesi dokter tersebut karena dapat mengurangi
nyeri dan memberikan bantuan hidup. Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang
mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan
keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup
dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri
menahun1
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat)
harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi
pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang herus dilaksanakan yaitu pra
anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi,
menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap penatalaksanaan
anestesi yang terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan. Serta tahap
pemulihan dan perawatan pasca anestesi.2
Urologi meliputi ginjal, ureter, uretra, buli-buli, prostat. Operasi pada lower
abdominalis termasuk bedah urologi sering menggunakan anestesi regional baik
spinal maupun epidural. Tidak menutup kemungkinan juga menggunakan anestesi
umum bila terdapat indikasi tertentu.3 Ureter merupakan struktur retroperitoneal dan
mempunyai inervasi simpatik dan nociceptive projection ke saraf spinal yang nyaris
sama dengan ginjal. Segmen spinal ini juga menyediakan inervasi somatic ke daerah
lumbal, flank, area ilioinguinal, dan scrotum atau labia. Nyeri dari ginjal dan ureter
berasal dari area itu. Saraf parasimpatik dari S2-4 saraf spinal mempersarafi ureter.4
Ureterolithiasis adalah di dalam ureter. Penyebab pembentukan batu meliputi
idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh
mikroorganisme berdaya membuat urease, dehidrasi, benda asing, jaringan mati dan
multifaktor. Terapi yang diberikan dapat berupa terapi konservatif dan terapi
intervensi.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANESTESI UMUM
Anestesi dapat dibagi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi
regional. Anestesi umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu
inhalasi inhalasi dan parenteral.
Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum, yaitu
meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat
reversible. Dalam memberikan obat-obat anestesi pada penderita yang akan
menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi,
induksi, maintenance dan lain-lain.1
Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari
: (1) hipnotik (2) analgesia (3) relaksasi otot. Obat anestesi yang masuk ke
pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama
terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti
otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan
sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium
anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah
terjadinya kelebihan dosis. Tanda-tanda klinis anestesia umum (menggunakan zat
anestesi yang mudah menguap, terutama diethyleter) :
Stadium I :
analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga
hilangnya kesadaran.
Stadium II :
excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya
Plane 3 :
interkostal.
Plane 4 :
dari
diafragma.
Stadium IV :
kelumpuhan
interkostal
hingga
paralisis
cardiac arrest.
Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani
operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi,
induksi, maintenance, dan lain-lain.
A.1 Persiapan Pra Anestesi
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan
pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk
keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:1
Pasien
normal
sehat,
kelainan
bedah
v. ASA V
Closed method : cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara ekspirasi
dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO 2, sehingga udara yang
mengandung anestetik dapat digunakan lagi. 2
Pada kasus isi dipakai semi closed anestesi karena memiliki beberapa
keuntungan, yaitu5
2. Obat-obatan Premedikasi
a.
Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna untuk
mengurangi sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardial yang
berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan
operasi. Efek lainnya yaitu melemaskan otot polos, mendepresi vagal reflek,
menurunkan spasme gastrointestinal, dan mengurangi rasa mual serta
muntah. Obat ini juga menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan
kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal maupun regional.
Dalam dosis toksik dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan
kebingungan pada pasien. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian
prostigmin 1 2 mg intravena.5
Sediaan
: dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 dan 0,5 mg.
Dosis
merupakan
narkotik
yang
sering
digunakan
untuk
Dosis
: 1 mg/ kgBB.
Pemberian
: IV, IM
c. Midazolam
Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepin
dengan sifat yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine.
Merupakan benzodiapin kerja cepat yang bekerja menekan SSP.
Midazolam berikatan dengan reseptor benzodiazepin yang terdapat di
berbagai area di otak seperti di medulla spinalis, batang otak, serebelum
system limbic serta korteks serebri. Efek induksi terjadi sekitar 1,5 menit
apnea,
brokospasme
dan
laringospasme.
Pada
sistem
sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi
dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak
mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi abdomen
dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP
menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa
pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam
ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian
oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai.
Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan
oksigen. Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi
N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.6
b. Ethrane ( Enflurane)
Merupakan anestesi yang poten. Dapat mendepresi SSP menimbulkan
efek hipnotik. Pada kontrasepsi inspirasi 3 3,5 % dapat menimbulkan
perubahan EEG yaitu epileptiform, karena itu sebaiknya tidak digunakan
pada pasien epilepsi. Dan dapat meningkatkan aliran darah ke otak. Pada
anestesi yang dalam dapat menurunkan tekanan darah disebabkan depresi
pada myokardium. Aritmia jarang terjadi dan penggunaan adrenalin untuk
infiltrasi relatif aman. Pada sistem pernafasan, mendepresi ventilasi
pulmoner dengan menurunkan volume tidal dan mungkin pula
meningkatkan laju nafas. Tidak menyebabkan hipersekresi dari bronkus.
Pada otot, Ethrane menimbulkan efek relaksasi yang moderat.
Menyebabkan peningkatan aktivitas obat pelumpuh otot non depolarisasi.
Penggunaan Ethrane pada operasi sectio cesaria cukup aman pada
konsentrasi rendah (0,5 - 0,8 vol %) tanpa menimbulkan depresi pada
fetus. Berhati-hati pada penggunaan konsentrasi tinggi karena dapat
menimbulkan relaksasi otot uterus.1
Untuk induksi, Ethrane 2 4 vol % dikombinasikan O2 atau campuran
N2O-O2, sedangkan untuk mempertahankan anestesi diperlukan 0,5 3 %.
ada
kemungkinan
kerusakan
hati.
Sebaiknya
dihindari
memberikan
induksi
anestesi
yang
mulus,
tetapi
mempunyai sifat analgesi yang buruk. Penggunaan zat ini untuk anestesi
secara tunggal akan menyebabkan depresi kardiopulmoneryang ditandai
dengan sianosis, kecuali bila gas inspirasi mengandung oksigen dengan
konsentrasi tinggi. Halothane mempunyai efek relaksasi otot yang lebih
kecil daripada eter, merupakan suatu bronkodilator. Depresi pusat
pernafasan oleh halothane ditandai dengan pernafasan yang cepat dan
dangkal, peningkatan frekuensi pernafasan ini lebih kecil bila diberikan
premedikasi dengan opium. Efek pada kardiovaskuler adalah depresi
langsung pada miokardium dengan penurunan curah jantung dan tekanan
darah, tetapi terjadi vasodilatasi kulit sehingga mungkin perfusi jaringan
lebih baik. Kerugian dari halothane dapat diatasi dengan dikombinasikan
dengan N2O (50 70%) atau trikloroetilen (0,5-1%).7
5. Obat Pelumpuh Otot
peningkatan
tekanan intra okuler; (5) hiperkalemi; (6) dan nyeri otot fasikulasi.
Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 500 mg.
Pengenceran dengan garam fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml
sehingga membentuk larutan 2 %. Cara pemberian I.V/I.M/ intra lingual/
intra bukal.1
b. Atrakurium besylate (tracrium)
Sebagai pelumpuh otot dengan struktur benzilisoquinolin yang
memiliki beberapa keuntungan antara lain bahwa metabolisme di dalam
darah (plasma) melalui suatu reaksi yang disebut eliminasi hoffman yang
tidak tergantung fungsi hati dan fungsi ginjal, tidak mempunyai efek
kumulasi pada pemberian berulang, tidak menyebabkan perubahan fungsi
kardiovaskuler yang bermakna.
Menurut Chapple DJ dkk (1987) dan Tateishi (1989) bahwa pada
binatang atracurium tidak mempunyai efek yang nyata pada CBF, CMR
O2 atau ICP. Metabolitnya yang disebut laudanosin, menembus blood
brain barrier dan dapat menimbulkan kejang EEG, tetapi kadar laudanosin
pada dosis klinis atracurium tidak menimbulkan efek ini. Lanier dkk
mengatakan bahwa tidak ada perbedaan ambang kejang dengan lidokain
pada kucing yang diberikan atracurium. pancuronium, atau vecuronium.
Obat ini menurunkan MAP tetapi tidak menyebabkan perubahan ICP.
Dosis atracurium untuk intubasi adalah 0,5 mg/kg dan dosis pemeliharaan
7. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus
mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan
perioperatif bertujuan untuk :
a. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti
pada ileus obstriktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan
cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap
kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
b. Selama operasi
Ringan = 4 ml/kgBB/jam.
Sedang= 6 ml / kgBB/jam
Berat = 8 ml / kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang
seperti
nephrotectomi,
vesikolithotomi,
nephrolithotomi,
ginjal yang berat, pemberian dosis obat anestesi harus dikurangi sebab fungsi
ekskresi ginjal menurun.3
C. URETEROLITHIASIS
Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim
kalik ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat tiga penyempitan sepanjang
ureter yang biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu
ureteropelvic junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan
muaraureter di dinding buli.
Komposisi batu ureter sama dengan komposisi batu saluran kencing
padaumumnya yaitu sebagian besar terdiri dari garam kalsium, seperti kalsium
oksalatmonohidrat dan kalsium oksalat dihidrat. Sedang sebagian kecil terdiri
dari batuasam urat, batu struvit dan batu sistin.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien, tergantung pada posisi
batu,ukuran batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan
oleh pasien adalah nyeri pada pinggang, baik berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri
kolik
disebabkan
oleh
adanya
aktivitas
peristaltik
otot
polos
sistem
sering
dikeluhkan
oleh
pasien
akibat
trauma
pada
D. HIDRONEFROSIS
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua
ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin
mengalir balik sehingga atekanan di ginjal meningkat.9 Apabila obstruksi ini
terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua
ginjal tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau
kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak.
Apapun penyebab dari hidronefrosis, disebabkan adanya obstruksi baik
parsial ataupun intermitten mengakibatkan terjadinya akumulasi urin di piala
ginjal. Sehingga menyebabkan disertasi piala dan kolik ginjal. Pada saat ini atrofi
ginjal terjadi ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap maka
ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofikompensatori),
akibatnya fungsi renal terganggu. 9
E. URETERORENOSKOPI
Penemuan ureteroskopi pada tahun 1980-an telah mengubah secara
dramatis manajemen batu saluran kemih. Ureteroskopi rigid digunakan bersama
dengan litotripsi ultrasonic, litotripsi elektrohidrolik, litotripsi laser, dan litotripsi
pneumatik agar memberikan hasil lebih baik. Pengangkatan batu juga dapat
dilakukan dengan ekstraksi keranjang di bawah pengamatan langsung dengan
fluoroskopi. Perkembangan dalam bidang serat optik dan sistem irigasi
menghasilkan alat baru yaitu uretroskop semirigid yang lebih kecil (6,9 sampi 8,5
F). penemuan miniskop semirigis dan uteroskop fleksibel membuat kita dapat
mencapai ureter atas dan sistem pengumpul intrarenal secara lebih aman. Namun,
keterbatasan dari alat semirigid dan fleksibel ini adalah sempitnya saluran untuk
bekerja. Saar ini, pilihan alat tergantung lokasi batu, komposisi batu dan
pengalaman klinikus, serta ketersediaan alat.
F. DJ STENT
Dj stent merupakan singkatan dari double J stent. Alat ini sering digunakan
urolog dengan bentuk seperti 2 buah huruf J. Alat ini dipasang di ureter, satu
ekornya berada di sistem pelvikokaliks ginjal dan satu lagi di kandung kemih.
Fungsi dari benda ini adalah untuk mempermudah aliran kencing dari ginjal
ke kandung kencing, juga memudahkan terbawanya serpihan batu saluran
kencing. Ketika ujung DJ stent berada di sistema pelvikokaliks maka peristaltik
ureter terhenti sehingga seluruh ureter dilatasi. (Sumber peristaltik berada di
kaliks minoris ginjal). Urine dari ginjal mengalir di dalam lubang DJ stent dan
juga antara DJ stent dengan ureter. DJ stent dipasang ketika (indikasi
pemasangan DJ stent):
1. menyambung ureter yang terputus.
2. jika saat tindakan URS lapisan dalam ureter terluka.
3. setelah operasi URS batu ureter distal, karena dikhawatirkan muara ureter
bengkak sehingga urine tidak dapat keluar.
4. stenosis atau penyempitan ureter. DJ stent berfungsi agar setelah dipasang
penyempitan tersebut menjadi longgar.
5. setelah URS dengan batu ureter tertanam, sehingga saat selesai URS
lapisan dalam ureter kurang baik.
6. operasi batu ginjal yang jumlahnya banyak dan terdapat kemungkinan
batu sisa. Jika tidak dipasang dapat terjadi bocor urine berkepanjangan.
7. batu ginjal yang besar dan direncanakan ESWL. Seandainya tidak
dipasang maka serpihan batu dapat menimbulkan rasa nyeri.
8. untuk mengamankan saluran kencing pada pasien kanker cervix.
9. untuk mengamankan ginjal saat kedua ginjal/ureter tersumbat dan baru
dapat diterapi pada 1 sisi saja. Maka sisi yang lain dipasang DJ stent.
10. pada pasien gagal ginjal karena sumbatan kencing, (jika tidak dapat
dilakukan nefrostomi karena hidronefrosis kecil).
BAB III
PENYAJIAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. K.L
Umur
: 54 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
Suku
: Dayak
Agama
: Kristen
Status
: Menikah
Pekerjaan
Tanggal Masuk
: 30 November 2014
Tanggal Operasi
: 8 November 2014
GCS E4M6V5
TD
: 120/80 mmHg
Suhu
: 36,9
BB : 58 kg
Mata
Mulut
: malampati derajat 1
Jalan nafas
: tersumbat (-), ompong (-), gigi palsu (-), oedem (-), kekakuan
sendi rahang (-), kaku leher (-)
Thorax
: Inspeksi
Palpasi
Vesikuler
(+/+),
Rhonki
(-/-),
Wheezing (-/-)
Abdomen:
I : datar, distended (+), massa (-), skar (-), caput medusa (-)
A : Bising usus (-)
P : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P : Timpani (+) pada empat kuadran
- - -
Ekstremitas : Oedem
akral dingin
3. Pemeriksaan penunjang :
a. Laboratorium
Hemoglobin
Hct
: 13,1
35,6
GDS
: Kualitatif (-)
Ureum
: 28,2
Eritrosit
: 4,44
Creatinin
: 0,8
Leukosit
: 8,9
Albumin
: TD
Trombosit
: 224
Natrium
: TD
Gol darah
: A
PT
APTT
Kalium
TD
Clorida
: TD
HbsAg
: TD
:
b. Foto Polos thorax : dalam batas normal
c. EKG : normal
4. Kesimpulan :
Kelainan sistemik : Tidak Ada Kelainan Sistemik
Kegawatan
: Tidak Ada
:I
C. RENCANA ANESTESI
1. Persiapan Operasi
-
Informed consent
Persetujuan operasi tertulis (+)
Puasa 6 jam
Persiapan WB 1 kolf
2. Jenis Anestesi
: Anestesi umum
3. Teknik Anestesi
dan perdarahan
7. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan
D. TATALAKSANA ANESTESI
1. Di ruang persiapan
- Pasien masuk ke ruang persiapan operasi
secara IV
Dilakukan induksi dengan propofol 150 mg IV, segera kepala
diekstensikan, facemask didekatkan pada hidung dengan O2 4 lpm.
Setelah refleks bulu mata menghilang, atracurium besilat 30 mg
diinjeksikan secara IV. Dilakukan pemijatan ambu hingga saturasi 100%.
Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan endotrakeal tube no. 7. Setelah
terpasang dengan baik dihubungkan dengan mesin anestesi untuk
mengalirkan O2 2 lpm, N2O 2lpm dan isoflurance 1,5 vol %. Nafas
Tensi
137/74
107/73
100/70
105/71
110/74
115/80
124/85
135/85
140/85
140/85
125/90
122/77
114/78
112/77
127/76
128/80
Nadi
71
71
67
62
73
71
73
72
74
72
76
76
78
76
78
74
Sa02
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
12.20
12.25
12.30
12.35
12.40
12.45
12.50
12.55
13.00
13.05
118/78
117/69
127/83
131/85
129/79
115/69
124/81
127/82
134/80
121/76
81
73
75
78
71
80
73
76
76
71
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
3. Di ruang pemulihan
Monitoring Pasca Anestesi
Jam
13.1
Tensi
140/85
Nadi
74
RR
100%
5
13.2
140/85
72
100%
0
13.2
125/90
76
100%
5
13.3
122/77
76
100%
0
13.3
114/78
78
100%
5
13.4
112/77
76
100%
0
13.4
127/76
78
100%
5
13.5
128/80
74
100%
0
13.5
118/78
81
100%
5
14.0
117/69
73
100%
0
14.0
127/83
75
100%
5
4. Instruksi Pasca Anestesi
Posisi terlentang
Tirah baring 24 jam
Kontrol tanda-tanda vital
Infus RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 30 mg tiap 8 jam
Drip Tramadol 200mg dalam 500 cc RL 10 tpm
Inj. Ondansentron 4 mg bila pasien mengeluh mual
BAB IV
PEMBAHASAN
Pembedahan atau operasi akan dilakukan pada seorang wanita, 47 tahun
dengan berat badan 58 kg. Setiap pembedahan akan dilakukan anestesi untuk
menghilangkan rasa sakit/nyeri pasien selama proses operasi. Anestesi dilakukan
sesuai prosedur yang ada mulai dari pemeriksaan pre anestesi hingga
penatalaksanaan pasien pasca pembedahan di bangsal.
Pada kasus ini, pasien dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan yang telah
didiagnosis urolithiasis oleh dokter bedah dan akan dilakukan pembedahan. Untuk
menentukan teknik atau prosedur yang akan dilakukan selama proses anestesi maka
hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa
operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
Berdasarkan klasifikasi tersebut, pasien ini termasuk dalam ASA I dimana
pasien dalam keadaan sehat, kelainan bedah terlokalisir tanpa adanya kelainan
sistemik lainnya.
Pada pasien dipilih untuk dilakukan tindakan anestesi umum dengan intubasi
endotrakeal napas terkendali dengan pertimbangan keuntungan yang didapat dari
tindakan anesthesia tersebut. Keuntungan dari tindakan ini antara lain: jalan nafas
yang aman dan terjamin karena terpasang ETT, pasien akan merasa lebih nyaman
karena dalam keadaan tertidur dan terhindar dari trauma terhadap operasi serta
kondisi pasien lebih mudah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan operasi, dimana
pada operasi ini pasien dalam keadaan lateral decubitus atau miring ke kanan yang
bila pasien dalam keadaan sadar dikhawatirkan akan muncul keluhan pegal ataupun
kesulitan jalan napas.
Untuk mencapai trias anestesi yaitu analgesic, hypnosis dan relaksasi otot
maka setelah dipasang jalur intravena dengan cairan RL (ringer Laktat) sebagai
loading mulai dimasukkanlah obat-obat premedikasi, midazolam 5 mg bertujuan
untuk memberikan efek sedasi dan amnesia retrograde, fentanyl 100 mcg sebagai
analgetik opioid, propofol 150 mg sebagai obat induksi anestesia, muscle relaksan
dengan golongan non-depolarisasi jenis intermediete acting yaitu atrakurium dosis
30 mg. Sebagai obat anestesi diberikan isofluran 1,5 vol % dengan tambahan O2 2
lpm dan N2O 2 lpm.
Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang recovery room.
Pasien segera diperiksa nilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian
tersebut
mencakup
penilaian
terhadap
kesadaran,
warna
kulit,
aktivitas,
kardiovaskuler dan respirasi. Pasien ini mendapat nilai 9/10 yang berarti pasien dapat
dipindahkan ke ruang perawatan.
Pemberian obat-obatan analgesik tetap dilnjutkan hingga pasien kembali di
ruangan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri pada luka pasca operasi. Selain obatobatan, terapi cairan juga diberikan secara tepat untuk mengoreksi kehilangan darah
selama operasi.
a.
b.
c.
= 1 : 2-4 ml
= 250 : 500 cc 1000 cc kristaloid
Jadi perdarahan saat operasi yang keluar sekitar 250 cc dapat diganti dengan
d.
e.
f.
Jadi kekurangan cairan sebesar 624 cc 1124 cc maka penambahan cairan masih
diperlukan saat pasien dibangsal ditambah kebutuhan cairan per hari selama 24 jam.
g. Terapi cairan pasca bedah
febris)
Melanjutkan penggantian defisit pre operatif dan durante operatif
Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan
Kebutuhan cairan pasien post operasi 50 cc /kgBB/24 jam (BB = 58 kg)
50 cc x 58 kg = 2900 cc/24 jam
= 2 - 4 mEq / kgBB
= (2 x 58) (4 x 58) = 116 232 mEq
K+
= 1 2 mEq / kgBB
= (1 x 58) (2x58) = 58 116 mEq
berupa cairan maintenance selama di ruang pulih sadar (RR). Apabila keluhan
mual, muntah, dan bising usus sudah ada maka pasien dicoba untuk minum
sedikit-sedikit. Setelah kondisi baik dan cairan oral adekuat sesuai kebutuhan,
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhardi, M., et al. 1989. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anastesiologi dan
Terapi Intensif FKUI.
2. Boulton T.H., Blogg C.E., (1994). Anesthesiology, cetakan I. EGC, Jakarta.
3. Monk, Terri G. and Craig Weldon. 2001. The Renal System and Anesthesia
for Urologic Surgery Edition 4. Lippincoat Williams & Wilkin Publishers. p:
42.
4. Ansell J.S., Gee W.F. 1990. Disease of the Kidney and Ureter. In Bonica J.J.
(ed). The Management of Pain. Philadelphia: Lea & Febiger. p: 1233.
5. Tony H., (1998). Anestesi umum dalam Farmakologi dan Terapi, edisi IV.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
6. Morgan G.E., Mikhail M.S., (1992). Clinical Anesthesiology. 1st ed. A large
medical Book