Farkol IV
Farkol IV
: 07.00-10.00
Disusun oleh:
Suci Hati R.
Rina Nuriyah
260110080073 ( Teori,Dapus )
Dana Nasrullah
Rida Rufaidah
260110080075 ( Editor )
Aulia Assari
Rimadani Pratiwi
Furqan Ridha
Hesti Amalia
Valdis R. A.
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011
dan
glukosuria
yang
berhubungan
dengan
abnormalitas
metabolisme sel, jaringan dan organ. Komplikasi jangka panjang diabetes adalah
macroangiopathy, microangiopathy, neuropathy, katarak, diabetes kaki dan
diabetes jantung (Reinauer et al, 2002).
Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lainnya
tidak selalu sama. Gejala yang disebutkan dibawah ini adalah gejala yang
umumnya timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala
lain. Ada pula penderita diabetes melitus yang tidak menunjukkan gejala apa pun
sampai pada saat tertentu (Tjoktoprawiro, 1998).
1. Pada permulaan, gejala yang ditunjukkan meliputi tiga P yaitu:
a. Polifagia (meningkatnya nafsu makan, banyak makan)
b. Polidipsia (meningkatnya rasa haus, banyak minum)
c. Poliuria (meningkatnya keluaran urin, banyak kencing)
Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus
meningkat, bertambah gemuk, mungkin sampai terjadi kegemukan. Pada keadaan
ini jumlah insulin masih dapat mengimbangi kadar glukosa dalam darah (Kee dan
Hayes,1996; Tjokroprawiro, 1998).
2. Bila keadaan diatas tidak segera diobati, kemudian akan timbul gejala
yang disebabkan oleh kurangnya insulin, yaitu :
a. Banyak minum
b. Banyak kencing
c. Berat badan menurun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu
2-4 minggu)
d. Mudah lelah
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual jika kadar glukosa
darah melebihi 500 mg/dl, bahkan penderita akan jatuh koma (tidak
sadarkan diri) dan disebut koma diabetik.
Koma diabetik adalah koma pada penderita diabetes melitus akibat kadar
glukosa darah terlalu tinggi, biasanya 600 mg/dl atau lebih. Dalam praktik,
gejala dan penurunan berat badan inilah yang paling sering menjadi keluhan
utama penderita untuk berobat ke dokter (Tjokroprawiro, 1998).
Kadang-kadang penderita diabetes melitus tidak menunjukkan gejala akut
(mendadak), tetapi penderita tersebut baru menunjukkan gejala setelah beberapa
bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit diabetes melitus. Gejala ini dikenal
dengan gejala kronik atau menahun (Katzung, 2002).
Gejala kronik yang sering timbul pada penderita diabetes adalah seperti
yang disebut dibawah ini :
1. Kesemutan
2. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum
3. Rasa tebal pada kulit telapak kaki, sehingga kalau berjalan seperti diatas
bantal atau kasur
4. Kram
5. Capai, pegal-pegal
6. Mudah mengantuk
7. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
8. Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita
9. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
10. Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, dan
Para ibu hamil sering mengalami gangguan atau kematian janin dalam
kandungan,
atau
melahirkan
bayi
dengan
berat
lebih
dari
3,5 kg.
(Tjokroprawiro, 1998).
pertama
meliputi:
Tolbutamide,
Acetohexamide,
Tolazamide, Chlorpropamide
b. Generasi kedua meliputi: Glibenclamide, Gliclazide, Glipizide,
Gliquidon, Glibonuride.
2. Golongan glinida
Sensitizer Insulin
Golongan obat ini meliputi obat hipoglikemik golongan biguanida dan
thiazolidinedione, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan
insulin secara lebih efektif (Depkes RI, 2005).
1. Golongan Biguanida
Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin.
Mekanisme kerja golongan biguanid (metformin):
a. Meningkatkan glikolisis anaerobik hati.
b. Meningkatkan uptake glukosa di jaringan perifer atau mengurangi
glukoneogenesis.
c. Menghambat absorpsi glukosa dari usus (Herman, 1993;
Soegondo, 2006)
2. Golongan Thiazolidinedione atau Glitazon
Golongan obat ini mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan
sensitivitas
insulin.
Glitazon
merupakan
agonist
peroxisome
Aloksan
CAS number
Rumus molekul
Masa molar
titik leleh
:
:
:
:
50-71-5 50-71-5
C4H2N2O4
142.07 g/mol
256 C
:
:
:
:
Gliburid
NIDDM ringan - sedang
wanita menyusui, profiria, dan ketoasidosis
Penggunaan harus hati-hati pada pasien usia lanjut,
gangguan fingsi hati dan ginjal.
gejala saluran cerna dan sakit kepala. Gejala
Efek samping
hematologik
termasuk trombositopenia,
jarang sekali.
Dengan penghambat ACE dapat menambah efek
hipoglikemik. alkohol meningkatkan efek hipoglikemik,
analgesik meningkatkan efek sulfonilurea
Dosis
(glibenklamid).
Dosis awal 2,5 mg bersama sarapan, maksimal 15 mg.
(Depkes RI, 2000).
Hewan Percobaan :
1. Mencit putih
Alat Percobaan
:
1. Glukometer
2. Pisau cutter
3. Sonde Oral
Bahan percobaan :
1. Glibenklamid
2. Glukosa
3. PGA 2%
b. Percobaan Uji Diabetes Menggunakan Komputerisasi (Dry Lab)
Alat Percobaan
1.
2.
:
Komputer
Software untuk uji diabetes
c. Gambar alat
Komputer
V. PROSEDUR
A.
glucose meter dan glucose test scripts. Bagian ujung ekor mencit dipotong,
kemudian darah diteteskan ke bagian ujung strips dan setelah 20 detik kadar
glukosa darah akan terlihat pada monitor glucosemeter. Sebelum percobaan
hewan dipuasakan, tidak diberi makan teteapi tetap diberikan minum. Mencit
ditimbang, dan diamati sebelum pemberian obat. Mencit dikelompokkan menjadi
2 kelompok :
a. Kelompok control negative
c. Kelompok uji
Kelompok control negative diberikan PGA 2%, kelompok uji diberikan
Gliben-klamid. Sebelum pemberian glukosa dilakukan pengambilan darah pada
semua mencit (t=0). Kemudian semua mencit diberikan glukosa setelah t=30
menit.Dilakukan pengambilan darah pada semua mencit pada menit 15,30, 60
setelah diberikan glukosa. Pengukuran glukosa darah dilakukan menggunakan
glucose meter dan glucose test strips. Bagian ujung ekor mencit dipotong,
kemudian darah diteteskan ke bagian ujung strip dan setelah 20 detik kadar
glukosa darah akan terlihat pada monitor glucose meter. Data yang diperoleh
diananlisis secara statistik berdasarkan analisis variansi dan kebermakna
perbedaan kadar glukosa antara kelompok control negative, dan kelompok uji
kemudian dianalisis dengan students test. Data disajikan dalam bentuk tabel atau
grafik.
B.
86 mg/desiliter glukosa
97 mg/desiliter glukosa
Dry Lab
Percobaan I
Tube
Optical Density
Glucose (mg/dL)
0,3
30
0,5
60
0,6
90
0,8
120
150
Percobaan II
T
ube
Opti
cal Densty
1
2
3
4
Glucos
e (mg/dL)
0
0
0
0
Insu
lin
86
129
87
97
Sali
n
Al
oxan
t=45
t=60
Total
(mg/dL)
145
(mg/dL)
115
Wet Lab
Kelompok
Mencit
t=0
t=30
Kontrol (-)
(mg/dL)
109
PGA
130
Gluk-
169
191
130
123
osa
68
127,3
154
153,3
Kontrol uji
157
Glu-
139
169
Glibenkla-
134
kosa
mid
135
142
143
141
134
151,5
403,6
434,5
PERHITUNGAN
ANALISIS VARIAN
HIPOTESIS
H0: Tidak ada pengaruh pemberian obat sebagai penurun kadar gula darah
H1: Ada pengaruh pemberian obat sebagai penurun kadar gula darah
TARAF NYATA
= 0.05
PERHITUNGAN ANAVA
Tabel ANAVA
Derajat Bebas
Faktor Koreksi
Jumlah Kuadrat Total
Kesimpulan
Karena Fhit<Ftab maka terima H0, yang artinya tidak ada pengaruh
pemberian obat sebagai penurun kadar gula darah. Oleh karena itu tidak
perlu dilakukan uji perbandingan pengaruh perlakuan karena H0 ditolak,
sehingga students t-test tidak dapat dilakukan
Grafik
Kontrol Ct45 :
Kontrol Ct60 :
Uji Ct45 :
Uji Ct60 :
% P t 45 =
% P t 60 =
VII. PEMBAHASAN
Percobaan pengujian Diabetes dan antidiabetes dengan tujuan untuk
mengetahui peran insulin dalam tubuh dan pengaruhnya pada penyakit diabetes
serta mengenal teknik untuk mengevaluasi
konvensional (wet lab) dan komputerisasi (dry lab). Percobaan dry lab dilakukan
untuk mengetahui pengaruh insulin pada diabetes tipe I. Diabetes tipe I disebut
juga Insulin Depent Diabetes Mellitus (IDDM). Penderita IDDM ini senantiasa
membutuhkan insulin disebabkan karena terjadi destruksi sel beta pancreas,
sehingga tidak dihasilkan insulin akibatnya sel-sel tidak bisa menyerap glukosa
dari darah.
A.
Dry lab
Percobaan pertama adalah uji diabetes komputerisasi (dry lab) dimana uji
ini menggunakan software yang telah disediakan. Percobaan dry lab secara
komputerisasi ini terbagi menjadi dua bagian. Langkah pertama yang dilakukan
adalah dibuat kurva baku dari standar glukosa yang bertujuan untuk perhitungan
kadar glukosa sebelum dan sesudah injeksi insulin pada mencit. Pertama-tama
disiapkan tabung 1 5, yaitu dengan cara klik dan drag tabung ke dalam slot
inkubator sesuai nomor yang telah disediakan. Tabung ini digunakan sebagai
wadah untuk mencampurkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk
mengetahui kadar glukosa. Kemudian tambahkan larutan glukosa pada tabung 1 5. Tiap tabung otomatis akan mendapat larutan standar glukosa satu tetes lebih
banyak, maka tube 1 (1 tetes), tube 2 (2 tetes), tube 3 (3 tetes), tube 4 (4 tetes),
tube 5 (5 tetes) glukosa. Ini dilakukan karena untuk membuat kurva standar harus
digunakan variasi konsentrasi glukosa minimal 5 buah konsentrasi. Lalu
tambahkan Deionized Water (air deionisasi) untuk mengencerkan larutan glukosa
pada tabung 1 5 yang otomatis akan mendapat satu tetes lebih sedikit sehingga
jumlah keseluruhannya sama. Air deionisasi adalah air murni dimana ion
mineralnya telah dihilangkan. Ion-ion mineral tersebut adalah Na, K, Fe, Cu, Cl
dan Br. Air deionisasi dibuat dengan cara mengikat dan menghilangkan ionnya
menggunakan muatan listrik dimana ion akan tertarik dan berikatan dengan garam
yang kemudian dihilangkan dari air. Pada air biasa terdapat banyak mineral
sedangkan pada air deionisasi adalah murni tidak mengandung ion mineral, tetapi
masih mengandung sejumlah bakteri dan virus, dimana bakteri dan virus ini tidak
bermuatan sehingga tidak tertarik oleh listrik.
Kemudian larutan glukosa standar dan air deionisasi dicampurkan sampai
homogen dalam inkubator. Lalu disentrifugasi yang bertujuan untuk memisahkan
partikel dari fluida oleh gaya sentrifugasi yang dikenakan pada partikel, sehingga
partikel akan mengendap di bagian bawah tabung yang disebut pellet. Prinsip
sentrifugasi ini adalah dimana objek diputar secara horizontal pada jarak radial
dari titik dimana titik tersebut dikenakan gaya. Objek yang diputar secara
horizontal dan konstan merubah arah dan percepatan walaupun kecepatan rotasi
konstan. Gaya sentrifugal ini bekerja menuju pusat dari rotasi. Adanya gaya
sentrifugal yang ditimbulkan akibat sentrifugasi menyebabkan campuran terpisah
antara bagian yang padat (pelet) dan bagian yang cair (plasma). Pellet yang
terbentuk dibuang. Kemudian masing-masing tabung yang berisi larutan hasil
sentrifugasi diteteskan Enzyme-Color Reagent dan diinkubasikan. Tekan Set Up
pada spektrofotometer untuk memanaskan alat dan mengkalibrasinya sehingga
siap digunakan dalam pengukuran. Setelah itu dianalisis dengan cara melihat nilai
Optical Density dan Glukosa. Optical Density (OD) adalah ukuran dari sejumlah
cahaya yang diabsorpsi oleh suatu larutan molekul organik dengan menggunakan
kolorimeter atau spektrofotometer. OD ini dapat digunakan untuk memperkirakan
konsentrasi molekul seperti protein. OD selalu ditunjukkan sebagai negatif
logaritma dari transmisi. Setelah itu klik tombol Graph dan akan diperoleh kurva
yang dapat digunakan untuk percobaan II.
No Tabung
Optical Density
Kadar Glukosa
0.3
30
0.5
60
0.6
90
0.8
120
150
Setelah itu diambil 3 tetes darah dari kontrol dan dimasukkan ke dalam
tabung yang terpisah, masing-masing untuk hewan uji dan hewan kontrol. Setelah
itu kepada tiap-tiap tikus diinjeksikan insulin dan kemudian dari tiap-tiap tikus
diambil sampel darah melalui ekor dan ditempatkan pada tabung yang terpisah.
Kemudian ke dalam masing-masing tube ditambahkan 5 tetes air deionisasi dan 5
tetes larutan barium hidroksida yang berfungsi untuk menghilangkan protein yang
terkandung di dalam darah. Perlakuan sama ke dalam masing-masing tube
ditambahkan heprin yang berfungsi sebagai antikoagulan sehingga dapat
mencegah terjadinya penggumpalan darah selama pengujian. Kemudian larutan
darah dicampurkan dan disentrifugasi.
Hal ini terjadi karena tikus yang tidak diberi alloxan tidak mengalami diabetes
tipe I sehingga sel-sel beta pankreas pada tikus dapat menghasilkan insulin yang
dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus secara alami. Pemberian insulin dari
luar tidak akan berpengaruh pada kadar glukosa darah tikus normal karena pada
tikus normal sistem keseimbangan glukosa darah masih dalam kondisi baik,
sehingga tidak akan mengalami hiperglikemia (karena ada insulin yang dapat
menurunkan kadar glukosa darah) dan tidak akan mengalami hipoglikemia
(karena ada hormon glukagon yang dapat menaikkan kadar glukosa darah).
B.
lab
Tube
Optical
Glucose
Insulin
Salin
Aloxan
Density
0
(mg/dL)
86
129
87
97
Wet
Pada
prosedur kali ini kami melakukan uji coba terhadap 2 kelompok mencit uji.
Mencit yang pertama yaitu mencit kontrol, mencit kontrol negatif ini diberikan
larutan PGA 2%, sedangkan mencit uji yang kedua adalah mencit uji yang
diberikan larutan Glibensilamid sebagai antidiabetes dengan dosis 2,6 mg/kg BB.
Larutan PGA2% dijadikan sebagai larutan kontrol negatif karena larutan ini tidak
memberikan efek farmakologis terhadap hewan percobaan, sedangkan larutan
Glibensilamid memberikan efek farmakologis, yaitu dengan menurunkan kadar
gula darah pada hewan percobaan. Dalam percobaan kali ini, mencit tidak dibuat
menjadi diabetes, tetapi hanya dinaikkan saja kadar gula darahnya dengan
memberikan larutan glukosa sebanyak 1g/kg BB. Artinya, percobaan ini hanya
dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif larutan uji Glibensilamid dalam
menurunkan kadar gula darah pada hewan percobaan. Pertama-tama kedua
kelompok mencit diberi perlakuan yang sama, yaitu ditimbang. Penimbangan
dilakukan untuk mengetahui berapa banyak larutan uji dan kontrol diberikan
kepada mencit sehingga efek yang dihasilkan bisa dianggap sama pada kedua
mencit.
VII. KESIMPULAN
Glinbensilamid tidak
aktivitas untuk menurunkan kadar gula darah. Karena pada grafik terlihat letaknya
lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol
DAFTAR PUSTAKA
Adam, J.M.F. 2000. Klasifikasi dan kriteria diagnosis diabetes melitus yang baru.
Cermin Dunia Kedokteran No. 127.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Informatorium Obat Nasional
Indonesia. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus. Dirktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
Jakarta.
Galacia, E. H., A. A. Contreras, L. A. Santamaria, R. R. Ramos, A. A. C. Miranda,
L. M. G. Vega, J. L. F. Saenz, F. J. A. Aguilar.2002. Studies on
hypoglycemic activity of mexican medicinal plants. Proc. West. Pharmacol.
Soc. 45: 118-124
Herman, F. 1993. Penggunaan obat hipoglikemik oral pada penderita diabetes
melitus. Pharos Bulletin No.1.
Jones, D.B. and Gill, G.V. 1998. Insulin-Dependent Diabetes Mellitus : An
Overview . In J. Pickup and G. Williams (Eds): Textbook of Diabetes. Vol.1.
second Edition. Blackwell Science. United Kingdom.
Katzung, G. Bertram. 2002. Farmakologi : Dasar dan Klinik. Buku 2. Penerbit
Salemba Medika. Jakarta.
Kee, J.L. dan Hayes E. R. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.
Alih Bahasa : Dr. Peter Anugrah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Reinauer, H., P. D. Home, A. S. Kanagasabapathy, C. C. Heuck. 2002. Laboratory
Diagnosis and Monitoring of Diabetes Mellitus. World Health Organization.
Geneva.
Soegondo, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Farmakoterapi pada
pengendalian glikemia diabetes melitus tipe 2. Editor Aru W. Sudoyo et al.
Jilid ke-3. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Studiawan. H., M. H. Santosa. 2005. Uji aktivitas penurun kadar glukosa darah
ekstrak daun Eugenia polyantha pada mencit yang diinduksi aloksan. Media
Kedokteran Hewan 21(2):62-65
Sukandar, E. Y., J. I. Sigit, I. K. Adnyana, A. A. P. Setiadi, Kusnandar. 2008. ISO
Farmakoterapi. Penerbit PT. ISFI Penerbitan. Jakarta.
Tjokroprawiro, A. 1998. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta .
Tunbridge, W. M. and Home, P.D. 1991. Diabetes and Endocrinology: In
Clinical Practice.
Edward Arnold a Division of Hadder and Stoughton. Great Britain,
London.