Anda di halaman 1dari 5

OUTSOURCING

Outsourcing atau alih daya merupakan proses pemindahan


tanggung jawab tenaga kerja dari suatu perusahaan ke
perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja atau buruh. Outsourcing seringkali
disebutkan sebagai sebuah strategi kompetisi perusahaan untuk
fokus pada inti bisnisnya. Namun pada praktiknya, outsourcing
pada umumnya didorong oleh keinginan sebuah perusahaan
untuk menekan kerugian serendah-rendahnya dan mendapatkan
keuntungan setinggi mungkin dan seringkali melanggar etika
bisnis. Sebuah praktik yang digunakan oleh perusahaan untuk
mengurangi biaya yaitu dengan memindahkan bagian-bagian
dari pekerjaan kepada pemasok luar dan tidak menyelesaikannya
secara internal. Semua mekanisme kerja bertujuan untuk meraih
keuntungan yang lebih besar dengan mengurangi tanggung
jawab pemilik modal atau pengusaha terhadap masa depan
pekerjaannya. Saat ini hampir seluruh industri baik kecil maupun
skala besar melalukan praktik outsourcing. Berikut ini terdapat
beberapa alasan industri melakukan outsourcing yaitu :
1. Efisiensi kerja, dimana perusahaan dapat melimpahkan kerjakerja operasionalnya kepada perusahaan outsourcing
2. Resiko operasional perusahaan dapat dilimpahkan kepada
pihak lain, sehingga pemanfaatan faktor produksi bisa
dimaksimalkan dengan menekan resiko sekecil mungkin
3. Sumber daya perusahaan yang ada dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan lain yang lebih fokus dalam meningkatkan
produksi
4. Mengurangi
biaya
pengeluaran
karena
dana
yang
sebelumnya untuk investasi dapat digunakan untuk biaya
operasional
5. Perusahaan dapat mempekerjakan tenaga kerja yang
terampil dan murah
6. Mekanisme kontrol terhadap buruh menjadi lebih baik
Dari sudut pandang tenaga kerja, outsourcing merupakan
ancaman baru bagi kontribusi terhadap ketidakamanan pekerja
dan mencerminkan proses umum globalisasi ekonomi dan
polarisasi. Perusahaan outsourcing terutama menghindari biayabiaya tertentu seperti biaya usaha, pajak yang tinggi, biaya
energi yang tinggi, peraturan pemerintah yang berlebihan,
produksi dan biaya tenaga kerja. Praktik outsourcing sering
menimbulkan pemikiran yang berlebihan. Setiap pekerjaan
seolah-olah bisa dialihdayakan, bahkan pekerjaan inti sebuah

perusahaan sekalipun. Selain itu, perlindungan terhadap pekerja


juga sangat kurang, karena pekerja diikat dengan perjanjian kerja
waktu tertentu (PKWT), sehingga habis kontrak akan habis juga
hubungan kerja dengan perusahaan dan tidak ada kewajiban
perusahaan untuk memberikan kompensasi terhadap pekerja
yang di-PHK. Adanya outsourcing, pengusaha tidak perlu
disulitkan dengan urusan administrasi dan perencanaan
pekerjaan di luar bisnis inti, pemutusan hubungan kerja (PHK),
pesangon, tunjangan hari raya (THR), dan hak-hak pekerja
lainnya. Hal ini diakui sebagai kelemahan dari konsep
outsourcing yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan.
Begitu banyaknya penyimpangan praktik outsourcing dari konsep
hukum positif dan teori hukum asalnya, sehingga ada pemikiran
untuk menghapus ketentuan tentang outsourcing tersebut dalam
revisi undang-undang ketenagakerjaan di masa mendatang.
Terdapat tiga pihak atau subjek yang terlibat langsung dalam
bisnis jasa outsourcing tersebut, yaitu perusahaan pemberi
pekerjaan, perusahaan penerima pekerjaan, dan pekerja dari
perusahaan-perusahaan tersebut. Pekerja outsourcing sendiri
hanya memiliki hubungan kerja dan digaji oleh perusahaan
penerima pekerjaan. Hubungan kerja yang demikian akan tetap
tunduk pada ketentuan hukum ketenagakerjaan sesuai dengan
perundangan yang berlaku.
Contoh Kasus Pekerja Outsourcing
Di JICT, Jangan Ada Pekerja Outsourcing
Rabu, 21 April 2010 | 20:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com-Manajemen Jakarta International


Container Terminal (JICT) diminta segera menyelesaikan nasib
ribuan karyawan outsourcing di terminalnya yang sampai
sekarang masih terkatung-katung untuk mencegah hal-hal yang
tidak diinginkan. Sistem outsourcing harus segera dihapus
karena akan berdampak pada implementasi International Ships
and Port Security (ISPS) Code di Pelabuhan Tanjung Priok. Pekerja
outsourcing harus diangkat sebagai karyawan organik, kata
Koordinator International Transport Workers Federation (ITF) di
Indonesia, Hanafi Rustandi, dalam siaran persnya di Jakarta,
Rabu (21/4/2010). Dikatakannya, ITF sangat prihatin dengan
sikap manajemen JICT yang tidak peduli dengan nasib pekerja
dengan mengabaikan nota pemeriksaan dari Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yang
merekomendasikan agar para pekerja outsourcing diangkat
menjadi karyawan tetap. Menurut Hanafi, untuk menyelesaikan
tuntutan pekerja tersebut, Kemenakertrans pada 31 Maret 2010

telah mengirim surat kepada manajemen JICT. Intinya, JICT


diminta melaksanakan UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan
dan mengangkat pekerja outsourcing menjadi karyawan organik.
Namun hingga saat ini permintaan Kemenakertrans tersebut
tidak digubris, katanya.
Kasus ini mencuat setelah ribuan pekerja outsourcing di
pelabuhan/terminal petikemas itu menuntut diangkat menjadi
karyawan tetap. Kontrak kerja outsourcing ditandatangani oleh
manajemen JICT dengan beberapa vendor, yakni PT Philia Mandiri
Sejahtera, Koperasi Pegawai Maritim, dan Koperasi Karyawan
JICT. Mereka antara lain bekerja sebagai operator rubber tired
gantry crane, head truck, quay crane, radio officer, dan
maintenance. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan inti
yang terkait langsung dalam proses produksi dan berada di lini
satu pelabuhan/terminal peti kemas, kata Hanafi yang juga
Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI). Mereka rata-rata telah
bekerja 20 tahun, namun statusnya tidak berubah. Gajinya yang
hanya Rp 1,3 juta per bulan, atau 15 persen dari gaji karyawan
organik JICT. Kondisi itu dinilai sebagai diskriminasi upah. Akibat
tuntutan tersebut, sekitar 300 pekerja outsourcing terkena PHK.
Mereka kemudian melakukan aksi mogok pada 1 Februari 2010
yang sempat melumpuhkan kegiatan ekspor/impor di Pelabuhan
Tanjung
Priok.
Unjuk
rasa
kemudian
dilanjutkan
di
Kemenakertrans, Kementerian Perhubungan dan BUMN. Namun
hingga kini nasib pekerja masih terkatung-katung.
Hanafi Rustandi yang juga Ketua ITF Asia Pasifik
mengingatkan, mempekerjakan karyawan dengan sistem
outsourcing bertentangan dengan implementasi ISPS Code yang
harus dilaksanakan JICT. Menurut Hanafi, ketentuan ISPS Code
menyebutkan, area lini satu atau kegiatan yang langsung
berhubungan dengan proses ekspor/impor barang, dan
loading/discharging container, merupakan area tertutup yang
tidak boleh dimasuki orang yang bukan pekerja organik. Jika, di
area ini orang bebas masuk, termasuk pekerja outsourcing,
validitas
keamanan
pelabuhan
tersebut
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan,
katanya.
Untuk
memenuhi
implementasi ISPS Code sesuai aturan internasional, manajemen
JICT hendaknya menghapus sistem outsourcing dan mengangkat
mereka sebagai karyawan organik. Mereka juga wajib mendapat
pengupahan sesuai standar hidup yang layak, untuk mencegah
terjadinya gejolak atau pemogokan yang bisa mengancam
kegiatan di pelabuhan.
Analisa dari kasus diatas yaitu sebagai berikut:

Pekerja keras yang hanya dipandang sebelah mata oleh pihakpihak yang ingin mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya
tanpa melihat bahwa dibalik usahanya atau perusahaannya itu
terdapat puluhan, ratusan, bahkan ribuan pekerja kerjas
(Outsourcing) yang tidak tentu hidupnya, mulai dari biaya dan
jaminan kesehatan. Tidak ada bedanya antara pekerja laki-laki
dan perempuan, perusahaan yang mempekerjakan para
outsourcing mencari sesuatu yang murah, tapi di sisi lain harus
mempunyai sebuah kualitas dalam bekerja, dan dengan upah
yang minim tentu tidak adil untuk sebuah pekerjaan. Kasus yang
telah dipaparkan di atas merupakan salah satu dari kasus
outsourcing yang terjadi di Indonesia, dan masih banyak lagi
kasus-kasus lain yang bahkan lebih parah dari kasus tersebut.
Sekarang sedang maraknya tentang pegawai outsourcing
yang ada di Indonesia ini, karena banyak masyarakat yang
memilih untuk menjadi para pekerja outsourcing. Pekerja
outsourcing itu bekerja keras kemudian menuntut upah dan ingin
diangkat menjadi karyawan tetap hanya sia-sia dan tidak pernah
didengar oleh perusahaan, melainkan perusahaan itu memecat
sekitar 300 pekerja outsourcing. Bekerja selama 20 tahun bukan
waktu yang singkat, para pekerja outsourcing bekerja dengan
upah yang sama. Bekerja sekuat tenaga untuk meningkatkan
perusahaan menjadi perusahaan yang maju adalah hal yang
sulit, dan itu hanya dibayar sebagian kecil dari keuntungan suatu
perusahaan. Pekerja outsourcing yang bekerja di bagian inti dan
terkait langsung dalam proses produksi pelabuhan atau terminal
peti kemas tetap dipandang sebelah mata, dan didiskriminasi
dengan karyawan tetap disana. Jika kamu tidak puas dengan
perjanjian atau upah yang kami berikan, silakan keluar dari
sekarang, masih banyak para pekerja yang membutuhkan
pekerjaan diluar sana, kata-kata seperti itu yang sering
digunakan oleh para jasa pekerja outsourcing, dengan kata lain,
para pekerja outsourcing ini hanya bisa tutup mulut dan
menerima dengan lapangan dada pekerjaan yang akan
diterimanya nanti. Walau dengan upah yang minim, tanpa
jaminan sosial maupun kesehatan, mereka akan menerimanya
karna hanya itulah jalan untuk mendapat pekerjaan.
Jalan keluar untuk masalah outsourcing ini, dapat dikatakan
cukup rumit, karena memang sejak awal para pekerja
outsourcing sudah melakukan perjanjian dengan para penyedia
jasa dan terdapat tanda tangan sebagai bukti bahwa mereka
telah sepakat dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, dan
apabila nantinya ingin upahnya ditingkatkan, ada jaminan sosial
dan kesehatan, bukti tanda tangan yang sah, para pekerja
outsourcing cukup diperlihatkan bahwa tuntutan para pekerja

outsourcing ini tidak sesuai dengan persyaratan sejak awal.


Hanya perusahaan yang mempunyai hati nurani yang
mendengar dan menghargai tuntutan para pekerja outsourcing
ini. Tetapi ini sebuah bisnis, tidak ada perusahaan yang mau
dirugikan hanya karena masalah para pekerja outsourcing yang
setiap saat dapat diganti jika para pekerja outsourcing yang
merasa tidak puas, misalnya masalah upah yang diberikan dan
lain sebagainya.
Pekerja atau buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja
atau buruh seharusnya tidak boleh digunakan untuk
melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan
langsung dengan proses produksi. Namun pada kenyataannya,
penggunaan outsourcing semakin meluas ke berbagai pokok
kegiatan perusahaan, dan tentunya sangat merugikan pekerja
outsourcing yang telah lama bekerja di perusahaan. Bagaimana
pun juga, para pekerja outsourcing tidak akan semudah itu untuk
naik jabatan atau naik pangkat. Tetapi, perusahaan yang
memberi kerja juga harus waspada ketika mengambil pekerja
outsourcing untuk melakukan pekerjaan inti, karena bisa saja
data-data penting yang dimiliki oleh perusahaan menjadi tidak
aman, karena memang pada dasarnya pekerja outsourcing tidak
untuk melakukan pekerjaan inti. Apabila penggunaan jasa
outsourcing dilakukan untuk alasan yang tepat, maka jasa
outsourcing akan benar-benar menjadi usaha bisnis untuk
membantu perusahaan agar tumbuh dan berkembang.
Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Outsourcing
http://tropisgroup.co.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=53&Itemid=61
http://artikel.iklankecil.com/pengertian-outsourcing-artioutsourcing.htm
Artikel outsourcing ini merupakan salah satu tugas Manajemen
Sumber Daya Manusia Jurusan
sushantskoltey.wordpress.com

sushantskoltey.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai