Anda di halaman 1dari 18

BAB IV

DAERAH PENYELIDIKAN
4.1 Orientasi dan Kedudukan Lokasi
Orientasi peta adalah menyamakan kedudukan peta dengan medan
sebenarnya (secara praktis menyamakan utara peta dengan utara magnetis). Untuk
keperluan orientasi ini, kita perlu mengenal tanda-tanda medan yang ada dilokasi.
Ini bisa dilakukan dengan menanyakan kepada penduduk setempat nama-nama
gunung, bikit, sungai, atau tanda-tanda medan lainnya, atau dengan mengamati
kondisi bentang alam yang terlihat dan mencocokkan dengan gambar kontur yang
ada dipeta, untuk keperluan praktis, utara magnetis dianggap sejajar dengan utara
sebenarnya, tanpa memperlitungkan adanya deklinasi.

Gambar 4.1 Orientasi Peta di Lapangan

Tabel 4.1 Hasil pengukuran orientasi dilapangan

NAMA

AZIMUTH

SLOPE

GUNUNG
Gunung

N 2350 E

90

N 1930 E

80

N 1330 E

120

Dawuan
Gunung no
named
Gunung
Pasir Melati
Langkah-langkah orientasi peta yaitu sebagai berikut :

Mencari tempat terbuka agar dapat melihat tanda-tanda medan yang terlihat.
Meletakkan peta pada bidang datar.
Meletakkan kompas diatas peta dan sejajarkan antara arah utara peta dengan
utara magnetis/utara kompas, dengan demikian meletakan peta akan sesuai

dengan bentang alam yang dihadapi.


Setelah itu mencari tanda-tanda medan yang paling menonjol disekeliling dan
menemukan tanda medan tersebut dipeta, melakukan untuk beberapa tanda

medan ( gunung Dawuan, gunung no name, gunung Pasir Melati ).


Kemudian membidik dengan menggunakan kompas pada tanda-tanda medan
yang telah ditentukan sebelumnya dari posisi kita,yang disebut dengan

azimuth.
Setelah itu, memindahkan sudut bidikan yang didapat ke peta, dan mengitung

sudut pelurusnya.
Memotong garis yang ditarik dari sudut-sudut pelurus tersebut adalah
posisi kita di peta.

4.2 Lintasan Langkah


Jarak diperkirakan dengan mempelajari dan menganalisa peta, yang perlu
diperhatikan adalah jarak yang sebenarnya yang kita tempuh bukanlah jarak
horizontal. Kita dapat memperkirakan jarak (dan kondisi medan) lintasan yang akan
ditempuh dengan memproyeksikan lintasan, kemudian mengalihkannya dengan

skala untuk memperoleh jarak sebenarnya. Pengukuran ini kami menggunakan


langkah kaki untuk mengetahui jarak datar dilapangan menggunakan langkah
sebagai acuan pengukuran. Dalam melakukan pengukuran yang harus diketahui
terlebih dahulu ialah berapa langkah kaki yang bisa digunakan dalam setiap
meternya maka itu akan menjadi suatu acuan dalam pengukuran langkah kaki.
Semakin besar langkah kaki yang dikerjakan tiap satu langkah, semakin sedikit
langkah yang digunakan untuk mengukur dan begitu juga sebaliknya apabila
mempunyai langkah kaki

yang kecil. Dalam mengukur langkah memerluka

ketelitian dalam menghitung langkah tidak salah dalam pengukuran juga harus
memperhatikan langkah agar tidak di besar-besarkan ataupun sebalik nya karena itu
dapat mempengaruhi akurat nya dalam pengukuran ini.
Setelah mengukur

menggunakan kompas ada juga hal yang

perlu

diperhatikan untuk mengetahui kondisi lapangan yang sedang di ukur


menggunakan

pengukuran

jarak

dengan

metode

langkah

kaki.

Dengan

menggunakan pengukuran kemiringan lereng pada kompas begitu dapat diketahui


apakah medan permukaan yang ditempuh naik, turun atau datar.
Metode pengukuran jarak yang terapkan sebagai berikut :
1. Menggunakan meteran sebagai patokan awal untuk mengukur langkah.
2. Mentukan 2(dua) orang yang memiliki ukuran langkah yang berbeda dan
mempunyai tinggi yang sama sebagai langkah awal memulai pengukuran.
3. Memulai langkah sesuai dengan pengukuran meteran yang dilakukan di awal
pertama tadi.
4. Berhenti pada titik pertama untuk melakukan pengukuran pada kompas.
5. Mentukan azimuth kompas terhadap titik pertama
6. Mentukan slope terhadap titik pertama untuk mengetahui bidang miring yang
ada.
7. Melanjutkan pada pengukuran jarak

selanjutnya dengan menggunakan

langkah-langkah seperti diatas (1-6).


Table 4.2 Hasil Pengukuran Jarak dilapangan
Lokasi
Dari

Ke

Jumlah

Jarak

(langkah)

(meter)

Slope

Azimuth

50

35

20

N 1940 E

80

56

20

N 1780 E

138

110

20

N 1770 E

96

67

20

N 1900 E

152

106

30

N 1900 E

Keterangan :

1 langka = 0,7 meter

4.3 Geomorfologi
Geomorfologi adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari bentuk roman
muka bumi baik proses keterbentukanya, perubahan sepanjang evolusinya, dan
sejarah

keterbentukannya.

Beberapa

factor

yang

mempengaruhi

bentuk

geomorfologi adalah bentuk bentang lahan, kemiringan lereng (relief) dan bentuk
bentang alam yang dihasilkan oleh struktur geologi. Salah satu pengamatan
geomorfologi yang di lakukan di daerah Praktek Kerja Lapangan I (PKL1) yaitu
pengamatan kemiringan lereng dengan mengelompokan garis kontur yang berpola
relative sama pada peta topografi. Dasar dari pembagian satuan geomorfologi
adalah konsep bahwa geomorfologi suatu daerah merupakan hasil dari suatu proses
geologi tersebut. Beberapa factor yang mengontrol perkembangan geomorfologi
suatu daerah adalah bentuk lahan (landform), kemiringan lereng (relief) dan aspek
struktur geologi, baik proses maupun tingkatannya

( Thornburry , 1962).

Selain faktor-faktor diatas, batuan yang menyusun suatu daerah juga akan
memberikan bentuk geomorfologi yang berbeda, seperti factor kekerasan dan
ketahanan batuan terhadap erosi. Pada setiap satuan geomorfologi dilakukan
pengamatan yang meliputi bentuk bentang alam, litologi, kemiringan lereng,
elevasi, penggunaan lahan,

pola pengaliran dan lain-lain. Selain itu

analisa

geomorfologi dilakukan dengan mengelompokan daerah pemetaan berdasarkan

kemiringan lereng, dengan menarik garis tegak lurus kontur dan dihitung
kemiringan lerengnya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
S=

( n1 ) . lc
X 100
d

Keterangan:
S : Kemiringan lereng (%)
n : Jumlah kontur yang terpotong
lc : Interval kontur
d : Jarak mendatar sebenarnya (meter)
Tabel 4.3 Klasifikasi lereng menurut Van Zuidam (1983)
KELAS
SLOPE (%/)
KLASIFIKASI
1
0-2%, /0-2
Pedataran
2
2-7%, /2-4
Perbukitan Landai
3
8-13%, /4-8
Perbukitan Bergelombang
4
14-20%, /8-16
Perbukitan Bergelombang Curam
5
21-55%, /16-35
Perbukitan Curam
6
55-140%,/ 35-55
Perbukitan sangat Curam
7
>140%, /55
Perbukitan Tegak/Terjal
Berdasarkan kemiringan lereng yang didapat kemudian diklasifikasikan
menurut klasifikasi kemiringan lereng dari Van Zuidam (1983), sehingga didapat
penamaan satuan geomorfologinya.
Satuan geomorfologi daerah penelitian dibagi berdasarkan data morfologi
daerah penelitian, peta topografi, dan aspek-aspek geologi yang mempengaruhi
bentuk morfologi daerah penelitan. Satuan geomorfologi daerah penelitian dapat
dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi, yaitu:
1. Satuan morfologi pendataran
2. Satuan morfologi perbukitan bergelombang
3. Satuan morfologi perbukitan curam
1. Satuan Morfologi Pedataran

Satuan Morfologi Perbukitan Landai Satuan ini memiliki elevasi antara220


300 mdpl, dengan kemiringan lereng2%-7%.Satuan Morfologi ini menempati
daerah penelitian bagian barat ,selatan,utara timur laut. Litologi dalam satuan
morfologi ini yaitu batu breksi vulkanik dan batu lempung sisipan pasir . Satuan
morfologi ini meliputi Cisaar landeuh (228mdpl) ,Bakom (300mdpl), Cinangsi
,Cihanyir tonggoh. Satuan morfologi ini ditandai dengan warna hijau pada peta
persen lereng dengan luas sekitar 37,97% dari wilayah pemetaan.

Foto 4.3.1. Satuan Morfologi Perbukitan Landai

2. Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang


Satuan morfologi perbukitan bergelombang memiliki elevasi antara 280 350
mdpl, dengan kemiringan lereng 8%-13% .Satuan Morfologi ini menempati daerah
penelitian bagian barat laut sampai tenggara .Litologi dalam satuan ini adalah batu
lempung .Satuan morfologi ini meliputi daerah Babakan Pari (300mdpl) ,Tarogong
(312)mdpl G Dawuan (264mdpl) . Satuan morfologi ini ditandai dengan warna
kuning pada peta persen lereng . Dengan luas sekitar 19,14% dari wilayah
pemetaan

Foto 4.3.2. Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang.

Foto 4.3.2A. Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang.


3. Satuan Morfologi Perbukitan Curam
Satuan ini memiliki elevasi antara 350 - 450 mdpl, dengan kemiringan lereng
21-55 % . Satuan Morfologi ini menempati daerah penelitian bagian barat laut
sampai tenggara . Litologi dalam satuan mofologi ini yaitu batu pasir . Satuan

morfologi ini meliputi daerah Cisaar tonggoh (420mdpl) satuan morfologi ini
ditandai dengan warna jingga pada peta persen lereng. Dengan luas sekitar 42,93%
dari wilayah pemetaan .

Foto 5.1 Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang Curam

4.3.1 Pola Aliran


Pola aliran sungai ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu:
topografi daerah tersebut, kondisi batuan yang dilalui, serta struktur geologi yang
mempengaruhinya.

Gambar 4.1 Peta Pola Aliran Sungai


1. Aliran Dendritik
Merupakan pola

aliran

yang

menyerupai

percabangan

batang

pohon.

Percabangannya tidak teratur dan memiliki arah juga sudut yang beragam. Pola ini
berkembang di bebatuan yang cenderung homogen dan tidak melalui kontrol struktur.
Di lokasi penelitian pola aliran dendritik (Gambar 4.1) dapat ditemukan di daerah
Cisaar landeuh dan Babakan Pari ..
2. Aliran Paralel
Sistem pengaliran paralel (Gambar 4.1) adalah suatu sistem aliran yang terbentuk
oleh lereng yang curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk
aliran-aliran sungainya akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan
cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada
morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang seragam. Di lokasi Penelitian pola
aliran paralel dapat ditemukan di daerah Cisaar Tonggoh dan Pasir Melati

3.2.2 Stadium Erosi


Stadium Erosi yang terdapat pada daerah Praktek Kerja Lapangan 1 (PKL 1)
ini yaitu berbentuk V, yaitu bentuk stadium Erosi yang masih muda.Sungai-sungai
pada daerah penelitian berada pada tahap erosi muda, dewasa dan tua. Sungai
dengan tahap erosi muda dicirikan dengan lembah sungai sempit berbentuk V.
Pada sungai dengan tahap erosi muda, erosi secara vertikal tergolong masih cepat.
Sungai-sungai dengan tahap ini dijumpai pada cabang sungai-sungai utama Sungai
Cisaar, dan cabang Sungai Cinambo. Sungai pada tahap tua dicirikan dengan
lembah sungai yang berbentuk U( Foto 3.5 ) Sungai pada tahap ini dijumpai pada
Sungai Cisaar.
4.4. STRATIGRAFI
4.4.1.Satuan Batupasir
Satuan Batupasir dengan sisipan Batulempung. Satuan Bini merupakan
satuan batupasir padat yang kompak terdapat pada stasiun ST 04 dan ST 06 dengan
pengukuran strike dip N 1450E / 230 terdapat di bahu jalan . Batupasir berwarn abuabu , ukuran butir kasar ,porositas sedang , permebilitas baik , kemas terbuka,
pemilahan baik, karbonatan , bentuk butir membundar, masif dan merupakan
Grauwacke . Lingkungan pengendapan singkapan Batuapasir ini yaitu laut yang
dicirikan dengan adanya karbonatan. Batulempung berwarna abu-abu gelap,
porositas baik, permeabilitas buruk,karbonatan. ( Foto 4.4.1 ).

Foto 4.4.1. Singkapan Batupasir


Tabel 4.4 Ciri-ciri Formasi Cinambo menurut Djuri (1973)
Parameter
Litologi

Formasi Cinambo Anggota

Satuan Batupasir
(Penulis 2013)

Batupasir (Djuri 1973)


Grauwacke dengan timbulan

Grauwacke Abu-abu ukuran

tinggi, Batupasirn gampingan ,

butir sedang, porositas baik,

tufa, lempung , lanau,

permeabilitas baik,kemas

grauwacke disini mempunyai ciri terbuka, pemilahan buruk,


perlapisan tebal, dengan sisipan

karbonatan, bentuk butir

serpih dan lempung tipis yang

membundar.

padat berwarna kehitamhitaman .

4.4.2.Satuan Batulempung
Satuan Batulempung ini selalu berselang seling dengan Batupasir akan tetapi
didominasi oleh lempung padat terdapat pada ST 01,ST 10-ST 19, lengket dan

penyebarannya dari bertekstur masiv berwarna abu-abu dengan lingkungan


pengendapan laut. Satuan Batulempung terdiri atas Batulempung dan Batulempung
sisipan Batupasir. berwarna abu-abu terang sampai gelap, karbonatan,berlapis. Dan
Batupasir berwarna abu-abu, ukuran butir sedang, porositas baik, permeabilitas
baik, kemas terbuka, pemilahan buruk, karbonatan, bentuk butir membundar (Foto
4.4.2.)

Foto 4.4.2. Singkapan Batulempung sisipan Batupasir


Tabel 4.5 Ciri-ciri Formasi Cinambo menurut Djuri (1973)
Paramete

Formasi Cinambo Anggota

Satuan Batupasir

r
Litologi

Cinambo Anggota Serpih


(Penulis 2013)
(Djuri 1973)
Batulempung dengan selingan Abu-abu kehitaman ,porositas
batupasir fsn gampingan, pasir buruk,
gamping, pasir tufaan ( 400-500m )

adanya

permeabilitas
rekahan,

baik,

berlapis,

kemas tertutup, ukuran butir


sedang, pemilahan baik , benuk
butir membundar, karbonatan.

4.4.3. Satuan Breksi Vulkanik


Satuan ini terdapat didaerah timur pemetaan yang terletak dibahu jalan Dusun
Cipicung tepatnya pada lokasi ST 05, ST 07 dan ST 09 dengan jurus kemiringan
N 1350 E/ 150. Batuan ini adalah produk dari gunning api , dengan deskripsi
Batubreksi berwarna abu-abu , massif,pemilahan buruk, ukuran butir kasar, semen
pasir,komponen andesit, bentuk bundar menyudut . Umur dari satuan breksi ini
adalah Miosen bawah dan lingkungan pengendapannya adalah daerah darat.

Foto 3.8 Singkapan Batubreksi


4.4.4. Endapan Aluvium
Endapan alluvium adalah endapan sekarang yang terdiri dari kerikil, pasir,
lempung, bongkah batuan andesit, batupasir, dan batulempung. Terletak di
SungaiCisaar . Umur endapan alluvium ini adalah Resen.

Foto 3.9 Endapan Aluvium


Table 3.5 Stratigrafi daerah penelitian

F
D
U
P
S
A
B
O
J
M
E
T
A
R
U
N
T
W
A
M
R
U
S
A
I
T
L
A
H
S
I
N
I
(
G
M IS
R
B
OS
H
C
1
2
A
EN R
A
I
9
F
0
T
E

mhl

K
L
N
7
I
1
U
A
3
4
L
P
S

omtu

N
M
E
A
I
G
B
)
M
S
I
O
P
A
U
R

OLIGOSE
A
N
N
N
G

mmtl

G
O
G
T
O
A
T
A
B
A
S
B
W
E
A
T
A
R
H
P
U
I
P
H
A
S
I
R

5.1.

Struktur Geologi Daerah Pemetaan


Penentuan adanya stuktur geologi yang berkembang di daerah pemetaan

berdasarkan hasil pengamatan di lapangan yang ditunjang oleh hasil analisa peta
topografi serta hasil rekonstruksi terhadap jurus dan kemiringan lapisan batuan.
Struktur geologi pada daerah penelitian yang dijumpai di daerah penelitian
adalah berupa arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan, pergeseran
litologi(offset litologi) , kekar, zona hancuran, pembelokkan secara tiba-tiba arah
lapisan sungai . Di daerah penelitian terdapat struktur perlipatan dan sesar yang
dapat ditentukan dengan mengamati susunan lapisan batuan yang ada, pola
kelurusan sungai, mengamati indikasi-indikasi yang tampak dipeta topografi
ataupun kenampakan dilapangan,serta merekontruksi kembali lapisan berdasarkan
hasil pengukuran jurus dan kemiringannya.
Struktur Perlipatan
Struktur perlipatan yang terlihat di daerah pemetaan berupa antiklin dan
sinklin. Struktur perlipatan ini dapat ditentukan berdasarkan kedudukan arah jurus
dan kemiringan dari lapisan batuan setelah dilakukan pengukuran jurus dan

kemiringan di lapangan. Antiklin dan sinklin yang ditemukan adalah antiklin dan
sinklin Cisaar pada lokasi ST 21.

Foto 5.1.1. Struktur Sinklin


Struktur Sesar
Berdasarkan pengamatan dilapangan, penulis menemukan indikasi sesar.
Indikasi tersebut diantaranya: pembelokan sungai hampir 90,lapisan batulempung
yang tegak dan dari hasil rekontruksi jurus dan kemiringan lapisan. Lapisan batuan
yang terdapat pada ST 20 sudah berantakan atu hancur, ini membuktikan bahwa
lapisan sudah mengalami deformasi. Pada lokasi ini di identifikasi merupakan zona
sesar sekunder yang berupa sesar naik .

Foto 5.1.2. Indikasi Sesar ( Sesar Geser)

Foto 5.1.3. Indikasi Sesar ( Sesar Turun/ normal )


Sesar Naik
Sesar naik ini diperkirakan memanjang dari arah utara timur melewati
satuan batu pasir dan satuan batu lempung sisipan batu pasir dengan keadaan batu
pasir yang mengalami kenaikan sesuai gambar penampang dalam peta geologi .
Ditemukan dengan beberapa indikasi yaitu :
1.
Zona Hancuran
Ditemukan di Lokasi Praktik Kerja Lapangan berupa lapisan batuan yang
tidak beraturan sehingga sulit di lakukanya kegiatan pengukuran strike/dip.
Ditemukan di stasiun dan ST 16 di daerah cisaar (Lihat lampiran 6: Peta Kerangka
Geologi). Zona hancuran ini termasuk pada bagian satuan batu lempung (formasi
Cisaar )

Foto 5.1.4. Kenampakan Indikasi Patahan berupa Zona Hancuran di St 16


2.
Drag fold
Ditemukan di Lokasi Praktik Kerja Lapangan berupa lapisan batuan yang
tidak beraturan dengan . Arah perlapisan sudah berantakan membentuk dragfold
akibat zona sesar yang menimbulkan hancurnya perlapisan / bergeser dan
membentuk zona hancuran . ditemukan di lokasi 20 pada bagian satuan batu pasir
(formasi cinambo ) dengan azimuth N 2970 E

Foto 5. 1.5. Kenampakan Indikasi Patahan berupa Drag fold di St 20

Anda mungkin juga menyukai