Ayahnya
guru
Semangat juang dan perlawanan Cut Nyak Dien bertambah kuat saat Belanda
membakar Masjid Besar Aceh. Dengan semangat menyala, beliau mengajak seluruh rakyat
Aceh untuk terus berjuang. Saat Teuku Ibrahim gugur, di tengah kesedihan, beliau bertekad
meneruskan perjuangan. Dua tahun setelah kematian suami pertamanya tepatnya pada tahun
1880, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar. Seperti Teuku Ibrahim, Teuku Umar
adalah pejuang kemerdekaan yang hebat.
Bersama Cut Nyak Dien, perlawanan yang dipimpin Teuku Umar bertambah hebat.
Sebagai pemimpin yang cerdik, Teuku Umar pernah mengecoh Belanda dengan pura-pura
bekerja sama pada tahun 1893, sebelum kemudian kembali memeranginya dengan membawa
Iari senjata dan perlengkapan perang lain. Namun, dalam pertempuran di Meulaboh tanggal
11 Februari 1899 ,Teuku Umar gugur. Sejak meninggalnya Teuku Umar, selama 6 tahun Cut
Nyak Dien mengatur serangan besar- besaran terhadap beberapa kedudukan Belanda. Seluruh
barang berharga yang masih dimilikinya dikorbankan untuk biaya perang. Meski tanpa
dukungan dari seorang suami, perjuangannya tidak pernah surut. Perlawanan yang dilakukan
secara bergerilya itu dirasakan Belanda sangat mengganggu, bahkan membahayakan
pendudukan mereka di tanah Aceh sehingga pasukan Belanda selalu berusaha
menangkapnya.
Cut Nyak Dien, perempuan pejuang pemberani ini meninggal pada 6 November 1908.
Beliau dimakamkan secara hormat di Gunung Puyuh, sebuah komplek pemakaman para
bangsawan Sumedang, tak jauh dan pusat kota. Sampai wafatnya, masyarakat Sumedang
belum tahu siapa beliau, bahkan hingga Indonesia merdeka. Makam beliau dapat dikenali
setelah dilakukan penelitian berdasarkan data dari pemerintah Belanda.