Sap 14
Sap 14
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha Kecil Menengah (UKM) sudah berperan besar dalam perekonomian Indonesia
sejak dahulu. Hal ini semakin dirasakan ketika krisis ekonomi melanda Indonesia, dimana
peranan UKM adalah sentral dalam menyediakan lapangan kerja. Meskipun peranan UKM
dalam perekonomian Indonesia adalah sentral, namun kebijakan pemerintah maupun
pengaturan yang mendukungnya sampai sekarang dirasa belum maksimal. Hal ini dapat
dilihat bahkan dari hal yang paling mendasar seperti definisi yang berbeda untuk antar
instansi pemerintahan.
Demikian juga kebijakan yang diambil yang cenderung berlebihan namun tidak
efektif, hinga kebijakan menjadi kurang komprehensif, kurang terarah, serta bersifat tambalsulam. Padahal UKM masih memiliki banyak permasalahan yang perlu mendapatkan
penanganan dari otoritas untuk mengatasi keterbatasan akses ke kredit bank/sumber
permodalan lain dan akses pasar. Selain itu kelemahan dalam organisasi, manajemen, maupun
penguasaan teknologi juga perlu dibenahi.
Masih banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh UKM membuat kemampuan
UKM berkiprah dalam perekonomian nasional tidak dapat maksimal. Salah satu
permasalahan yang dianggap mendasar adalah adanya kecendrungan dari pemerintah dalam
menjalankan program untuk pengembangan UKM seringkali merupakan tindakan koreksi
Universitas Sumatera Utaraterhadap kebijakan lain yang berdampak merugikan usaha kecil
(seperti halnya yang pernah terjadi di Jepang di mana kebijakan UKM diarahkan untuk
mengkoreksi kesenjangan antara usaha besar dan UKM), sehingga sifatnya adalah tambalsulam.
Padahal seperti kita ketahui bahwa diberlakunya kebijakan yang bersifat tambalsulam membuat tidak adanya kesinambungan dan konsistensi dari peraturan dan
pelaksanaannya, sehingga tujuan pengembangan UKM pun kurang tercapai secara maksimal.
Oleh karena itu perlu bagi Indonesia untuk membenahi penanganan UKM dengan serius, agar
supaya dapat memanfaatkan potensinya secara maksimal. Salah satu pembenahan utama yang
diperlukan adalah dari aspek regulasinya.
1
petunjuk
teknis
perkuatan
business
development
service
dalam
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui sifat permasalahan yang dihadapi UKM.
2) Untuk mengetahui macam permasalahan yang dihadapi UKM.
3) Untuk mengetahui bentuk kelembagaan untuk perumusan dan implementasi
kebijaksanaan UKM.
4) Untuk mengetahui petunjuk teknis perkuatan business development service dalam
pengembangan sentra Usaha Kecil Menengah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Timbulnya Cita-Cita ke Arah Pembentukan Koperasi
Sejarah Koperasi di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kehadiran pedagangpedagang bangsa Eropa di negeri ini. Kehidupan masyarakat Indonesia ketika itu masih
cenderung bersifat tradisional. Tapi setelah terjadi gelombang pelayaran samudera oleh
pedagang-pedagang bangsa Eropa, dan keterlibatan mereka dalam hubungan dagang dengan
masyarakat Indonesia, hubungan perdagangan antara Indonesia dengan beberapa negara
Eropa cenderung meningkat.
Namun didorong oleh keserakahan pedagang-pedagang bangsa Eropa itu untuk
meraih keuntungan sebesar-besarnya, hubungan perdagangan itu kemudian berubah menjadi
keinginan untuk menguasai. Hampir semua pedagang-pedagang bangsa Eropa bermaksud
menguasai rantai-rantai perdagangan antara daerah-daerah di Asia dengan daratan Eropa,
yaitu dengan menerapkan cara-cara perdagangan monopoli. Dari sini, hubungan yang semula
hanya bersifat murni perdagangan, menjelma menjadi praktik penjajahan.
Akibatnya terjadi penindasan oleh pedagang-pedagang bangsa Eropa terhadap
masyarakat Indonesia tidak dapat dihindari. Sebagai bangsa terjajah, masyarakat Indonesia
dieksploitasi secara semena-mena oleh kaum penjajah. Hal ini berlangsung selama ratusan
tahun. Penderitaan inilah kemudian yang telah menggugah semangat pemuka-pemuka bangsa
Indonesia untuk berjuang memperbaiki kehidupan masyarakat. Sebagaimana diketahui,
perjuangan pemuka-pemuka bangsa Indonesia itu memiliki berbagai bentuk. Salah satu
diantaranya adalah dengan mendirikan Koperasi.
2.2 Perjuangan Pembentukkan Koperasi pada Zaman Penjajahan
3
Namun situasi yang cukup yang menggembirakan tersebut segera berakhir dengan
diterbitkannya UU Koperasi 14/1985 sebagai pengganti PP No 60/1959 dan memberlakukan.
Pengganti undang-undang ini menyebabkan perkembangan Koperasi kembali memburuk. Hal
yang sangat menonjol pada masa ini adalah sulitnya bagi seseorang untuk menjadi anggota
Koperasi, tanpa menggabungkan diri sebagai anggota kelompok polotik tertentu. Hal itu jelas
menghancurkan citra Koperasi, dan menguatkan pendapat masyarakat bahwa Koperasi
hanyalah sekedar alat bagi kepentingan kelompok tertentu.
2.5 Perkembangan Koperasi pada Masa Pemerintahan Orde Baru dan Reformasi
Menyusul jatuhnya pemerintahan Soekarno pada tahun 1966, Pemerintah Orde Baru
kemudian memberlaakukan UU No. 12 Tahun 2967 sebagai pengganti UU No. 14 Tahun
1665. Pembaerlakuan UU No. 12 Tahun 1967 ini disusul dengan dilakukannya rehabilitasi
Koperasi. Akibatnya, jumlah Koperasi yang ada pada tahun 1966 berjumlah sebanyak 73.406
buah, dengan jumlah anggota sebanyak 11.775.930 orang, pada tahun 1967 merosot secara
drastis. Koperasi-koperasi yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan uu No. 12 Tahun 1967,
terpaksa dibubarkan atau memubarkan diri. Jumlah Koperasi pada akhir tahun 1969 hanya
tinggal sekitar 13.949 buah, dengan jumlah anggota sebanyak 2.723.056 orang.
Tapi kemudian, menyusul diberlakukannya UU No. 12 Tahun 1967, Koperasi mulai
berkembang kembali. Salah satu program pengembangan koperasi yang cukup menonjol
pada masa ini adalah pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD). Pembentukan KUD ini
merupakan penyatuan (amalgamasi) dari beberapa Koperasi pertanian yang kecil dan banyak
jumlahnya di pedesaan. Di samping itu, dalam periode ini pengembangan Koperasi juga
diintegrasikan dengan pembangunan di bidang-bidang lain.
Hasil yang dicapai dari kebijakan pengembangan Koperasi itu antara lain tampak
pada peningkatan jumlah Koperasi. Berikut merupakan tabel Perkembangan Koperasi dan
KUD PELITA I PELITA V.
No.
Uraian
1
2
3
4
5
Satuan
Unit
Orang
Rp jt..
Rp jt.
Rp jt
I
II
13.523
17.625
2.478.960 7.615.000
38.817
102.197
88.401
421.981
2.656
9.859
PELITA
III
IV
V
24.791
35.512
37.560
8.507.320 15.823.450 19.167.776
480.147
583.511
727.943
1.490.112 4.260.190 4.918.474
22.000
86.443
120.376
8
Sebagaimana tampak dalam tabel tersebut, jumlah Koperasi, jumlah anggota, modal, volume
usaha dan sisa hasil usaha Koperasi mengalami peningkatan dari Pelita I hingga Pelita V.
Terlepas dari perkembangan yang sepintas lalu tampak cukup mengembirakan
tersebut, betapa pun harus diakui bahwa perkembanagn Koperasi selama Orde Baru lebih
menonjol segi kuantitatifnya. Sedangkan dari segi kualitatifnya masih terdapat banyak
kelemahan. Salah satu kelemahan yang sangat menonjol adalah mencoloknya tingkat
ketergantungan Koperasi terhadap fasilitas dan campur tangan pemerintah. Bahkan, Koperasi
kadang-kadang terkesan sekedar sebagai kepanjanagn tangan pemerintah dalam menjalankan
program-programnya.
Salah satu langkah strategis yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru untuk emningkatkan
kemandirian Koperasi adalah dengan mengganti UU Koperasi No. 12 Tahun 1967 dengan
UU Koperasi No. 25 Tahun 1992.
BAB III
9
KESIMPULAN
1) Sejarah Koperasi di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kehadiran pedagangpedagang bangsa Eropa di negeri ini.
2) Pada zaman Belanda perkembangan Koperasi di Indonesia mulai menunjukkan tandatanda yang menggembirakan. Pada zaman Jepang semangat berkoperasi di dalam
masyarakat Indonesia sangat melemah.
3) Pertumbuhan dan perkembangan koperasi pada kurun waktu mempertahankan
kemerdekaan (1945-1949) terdapat perkembangan tekad para pemimpin bangsa
Indonesia untuk mengubah tatanan perekonomian Indonesia yang liberal-kapitalistik
menjadi tatanan perekonomian yang sesuai dengan semangat pasal 33 UndangUndang Dasar 1945
4) Pertumbuhan dan perkembangan koperasi pada kurun waktu (1950-1965) mendapat
dukungan penuh dari masyarakat berkat hasil kerja keras Jawatan Koperasi.
5) Perkembangan koperasi pada masa pemerintahan orde baru dan reformasi terdapat
satu langkah strategis yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru untuk meningkatkan
kemandirian Koperasi adalah dengan mengganti UU Koperasi No. 12 Tahun 1967
dengan UU Koperasi No. 25 Tahun 1992.
10