Case Anestesi
Case Anestesi
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat serta karuniaNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan
kasus dengan judul Anestesi Umum pada Pasien Ca mamae sinistra dengan
Hipertensi. Dalam menyelesaikan laporan kasus ini, kami mendapat bantuan dan
bimbingan, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Guntur, Sp.An dan sebagai pembimbing yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Soeselo, Slawi.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di Kamar Operasi Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Soeselo Slawi, khususnya kepada seluruh penata anestesi yang
telah membantu selama kami menjalankan kepaniteraan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki banyak
kekurangan, oleh karena kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis
berharap laporan khusus ini dapat memberikan manfaat yaitu menambah ilmu
pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk mahasiswa kedokteran dan
masyarakat pada umumnya.
Slawi, November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
IDENTITAS PASIEN
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENATALAKSANAAN
12
DAFTAR PUSTAKA
40
LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM DR. SOESELO SLAWI
--------------------------------------------------------------------------------------IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
: 43 Tahun
Alamat
: Jatinegara
Jenis Kelamin
Status Perkawinan
: Menikah
Pekerjaan
: Wiraswasta.
Agama
: Islam
No.CM
: 171099
I. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Benjolan pada lipatan paha kiri sejak 3 hari yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang pada sabtu tanggal 4 oktober 2014 ke Poli Bedah Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Soeselo Slawi dengan benjolan pada lipat paha kiri sejak 3 hari
yang lalu. Benjolan telah dirasakan oleh pasien sejak 15 tahun yang lalu. Mula mula
benjolan hanya sebesar bola pingpong dengan konsistensi lunak dan dapat
digerakkan. Pasien mengaku pada saat itu benjolan tidak terasa sakit dan masih dapat
dimasukkan. Benjolan akan muncul saat pasien sedang mengangkat barang barang
berat atau batuk lama namun saat berbaring benjolan tidak dirasakan lagi. Benjolan
lama kelamaan dirasakan pasien membesar dan mulai terasa sakit. Pasien
mengeluhkan terasa sakit saat pasien batuk dan mengejan. Pasien menyangkal adanya
demam dan mual muntah. Buang air kecil dan buang air besar lancar. Pasien
menyangkal ada batuk lama sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Pasien memiliki
riwayat dispepsia. Hipertensi tidak terkontrol . Diabetes Mellitus disangkal. Pasien
menyangkal pernah operasi sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
3
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama. Riwayat kencing manis,
hipertensi dan keganasan dalam keluarga disangkal.
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien merokok sejak masih muda selama 33 tahun dan pasien mampu
menghabiskan 2 bungkus rokok sehari. duduk di sekolah menengah pertama.
II. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesan sakit
: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 160/100mmHg
Nadi
: 96x/menit, reguler
Suhu
: 36C
Pernapasan
: 20x/menit
Kepala
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
pembuluh darah(-)
Perkusi
: Timpani.
STATUS LOKALIS
Regio Genitalia
Inspeksi
: tampak ada benjolan pada paha sinistra, ukuran sebesar buah
salak , bentuk benjolan lonjung.
Palpasi
: konsistensi benjolan lunak, permukaan benjolan rata, benjolan
tidak dapat ditekan masuk ke arah perut, benjolan dapat digerakkan, nyeri tekan
(-), teraba hangat
4
Auskultasi
10.4 103/uL
5.6 106/uL
16.2 %
280 103/uL
28.0 detik
11.1 detik
O
Positif
103
47.5
0.86
3.05
13
6
IV. ASSESSMENT
Tn. Sohidin, 43 tahun dengan diagnosis Hernia Inguinalis Lateralis Reponible
Sinistra , dengan vital sign tekanan darah 160/100 mmHg dan yang lain dalam
batas normal. Laboratorium: leukosit 10.4 103/uL, Eritrosit 5.6 106/uL, Hb
16.2 %, APTT test 28.8 detik dan PT test 11.1, gula darah sewaktu 103,
ureum 47.5, kreatinin 0.86 SGPT 6 dan SGOT 13. Radiologi tidak ada
kelainan. Status ASA II dengan riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol. Akan
dilakukan spinal anestesi.
V PENATALAKSANAAN
1. Persiapan operasi
a. Persetujuan operasi tertulis (informed consent) ( + )
b. Puasa 6-8 jam (+)
c. Oksigenasi 3 L/ menit
d. Pemasangan IV line memakai abocath nomor 20 dan tranfusi set
dengan Ringer laktat
e. Pemasangan kateter urin dan disambungkan dengan urine bag
2. Jenis anestesi
: Anestesi regional
3. Teknik anestesi
4. Premedikasi
5. Induksi
6. Maintenance
: Oksigen 3L/menit
7. Monitoring
cairan,
dan perdarahan
8. Pengawasan pasca anestesi di ruang pulih sadar
MONITORING
JAM
TD
HR
SpO2
Keterangan
09.00
180/95 mmHg
100 x/menit
100 %
09.05
160/80 mmHg
90x/menit
100%
09.10
140/85 mmHg
86 x/menit
99%
Mulai operasi
Mulai operasi
09.15
136/80 mmHg
96 x/menit
99 %
09.20
125/62 mmHg
104 x/menit
100 %
09.25
120/57 mmHg
104 x/menit
99 %
09.30
115/56 mmHg
100 x/menit
99 %
09.35
113/63 mmHg
104 x/menit
99%
09.40
118/71 mmHg
100 x/menit
99%
09.45
125/68 mmHg
100 x/menit
100%
09.50
09.55
10.00
130/72 mmHg
136/80 mmHg
138/80 mmHg
104 x/menit
104x/menit
104x/menit
100%
99%
100%
10.05
10.10
POST OPERASI:
TD
: 138/80 mmHg
: 100 x/menit
RR
: 20 x/menit
Ondancentron 4 mg
RL 500cc
RL 500 cc
Ketorolac 30 mg
Operasi Selesai
RR
bangsal
BU (+)
ke
Aldretes score: 9
Instruksi post operasi :
Infus RL 20 tpm
Medikamentosa:
- Injeksi Ceftriaxon 1x2gr
- Injeksi Ketorolac 3x30 mg
- Injeksi Ranitidin 2x50 mg
- Awasi TV 24 jam
Bila sadar penuh, mual muntah (-), pusing (-), BU (+) diet biasa bertahap
BAB II
ANALISIS KASUS
Pasien seorang anak laki laki berusia 15 tahun datang ke poli THT RSUD
Karawang dengan kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit ringan,
megeluh sakit pada lengan atas kanan. Tekanan darahnya, nafas, suhu dan nadinya
dalam batas normal. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, terdapat kemerahan,
bengkak serta adanya detritus pada tonsil kanan dan kiri pasien. Dari pemeriksaan
laboratorium tidak terdapat kelainan apapun.
Pasien dianjurkan untuk menjalani operasi, ijin operasi didapatkan dari pasien
dan disetujui oleh dokter spesialis anestesi. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, disimpulkan bahwa pasien termasuk ASA I. Menjelang
operasi, pasien tampak sakit ringan, tenang, tekanan darahnya, nadi, nafas, dan
suhunya dalam batas normal.
Operasi dilakukan pada tanggal 12 November 2014 pukul 10.00 sedangkan
anestesi dimulai pada pukul 09.30 di RSUD dr. Soeselo kabupaten Tegal dengan
memberikan obat premedikasi fentanyl 50 mg, midazolam 5mg, roculax selanjutnya
obat medikasi profopol 70 mg, asam traneksamat 650mg, ondancentron 4 mg &
ketorolac 30mg serta diberikan anestesi inhalasi berupa campuran N20 2 l/ menit & O2
2 l/m serta sevoflurant 2 vol%. Dilakukan pemasangan ET nomor 7 dengan bantuan
laringoskop.
menghambat
traneksamat
adalah
obat
pemutusan
benang
fibrin.
antifibrinolitik
Asam
yang
traneksamat
Selama puasa dan operasi pasien telah diberikan cairan RL 500cc sebanyak 3
kali maka total terapi cairan yang paisen dapat adalah 1500 cc, maka terapi
cairan pasien terpenuhi.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ANESTESI PADA HIPERTENSI
Diagnosis dan Klasifikasi Hipertensi
detection,
pengukuran,
dikonsumsi
dan
emosi,
teknik
aktivitas,
pengukuran
obat
TD.
yang
sedang
Kriteria
ditetapkan
setelah dilakukan 2 atau lebih pengukuran TD dari setiap kunjungan dan adanya
riwayat peningkatan TD darah sebelumnya. Penderita dengan klasifikasi
10
atau
dengan pengontrolan
secara
tiba-tiba.
Terapi j a n g k a
panjang
dengan
obat
autregulasi
menderita
hipertensi
esensial.
Hipertensi
dapat
iskemia
miokard,
d i s r i t m i a jantung
dan
CHF.
akibat
berkonstribusi
t e r j a d i n ya
menyebabkan
disrupsi
hematoma
vaskuler
pada
dan
dapat
daerah
luka
maka
dilakukan
intervensi
dan
perlu
secara
diingat
farmakologi
bahwa
harus
segera
hipertensi
dan
takikardia
ya n g
terjadi.
Ap a b i l a
dengan
iskemia
miokard
yang
aktif
secara
l a n g s u n g m a u p u n t i d a k l a n g s u n g d a p a t d i b e r i k a n nitrogliserin
dan
beta-blocker
secara
intravena
sedangkan
untuk
hipertensi
bias
makan
dan
minum
secara
oral
sebaiknya
a n t i h i p e r t e n s i s e c a r a o r a l s e g e r a dimulai.
13
14
tersebut
adalah
untuk
mengurangi
15
aktivitas
dengan
rutin
penyakit
sistemik
dan penyakitnya
berat
merupakan
tak
dapat
ancaman
16
intramuscular,
subkutan
tidak
dianjurkan.
Semua
obat
paru
dan
jantung.
Laringoskop, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.
T : Tube, pipa trakea. pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan >
5 tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway, pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidungfaring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape, plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I : Introducer, mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang
mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C : Connector, penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia
S : Suction, penyedot lender, ludah danlain-lainnya.
1. Induksi intravena
Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indiksi intravena dikerjakan dengan
hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan
dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan
pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen.
Dikerjakan pada pasien yang kooperatif. Obat-obat induksi intravena:
a. Tiopental (pentotal, tiopenton), amp 500 mg atau 1000 mg
18
mg/kg.
diberikan
19
IV. Pemulihan
Pada akhir operasi, anestesi akan diakhiri dengan menghentikan pemberian obat
anestesi. Pada anestesi inhalasi, bersamaan dengan penghentian obat anestesi
aliran oksigen dinaikkan. Hal ini disebut oksigenasi. Dengan oksigenasi, maka
oksigen akan mengisi tempat yang sebelumnya ditempati oleh obat anestesi
inhalasi di alveoli dan kemudian keluar bersamaan dengan udara ekspirasi.
Tekanan parsial obat anestesi di dalam alveoli akan menurun, sehingga lebih
rendah dibandingkan tekanan parsial obat anestesi di dalam darah. Kemudian
terjadi difusi dari dalam darah menuju alveoli, semakin tinggi perbedaan tekanan
parsial semakain cepat difusi.
TATALAKSANA JALAN NAPAS
Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan:
1. Hidung
Menuju nasofaring
22
2. Mulut
Menuju orofaring
Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan palatum molle
dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju esophagus dan laring
dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri dari tulang rawan tiroid,
krikoid, epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan kuneiform.
A. Manuver tripel jalan napas
Terdiri dari:
1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.
2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibular
3. Mulut dibuka
Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas
atau udara lancar masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.
B. Jalan napas faring
Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut- faring
lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung (naso- pharyngeal
airway).
C. Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan napas
pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernapas
spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat
mulut atau hidung.
D. Sungkup laring (Laryngeal mask)
Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang
dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan
seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa kerasdari
polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.
E. Pipa trakea (endotracheal tube)
Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan
standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal
tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).
F. Laringoskopi dan intubasi
23
Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop merupakan alat
yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan
pipa trakea dengan baik dan benar.
Indikasi intubasi trakea
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui
rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara
pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya
digolongkan sebagai berikut:
1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun. Kelainan anatomi, bedah
kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas, dan lainlainnya.
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Kesulitan intubasi
1. Leher pendek berotot
2. Mandibula menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
4. Uvula tak terlihat
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak vertebra servikal terbatas
Komplikasi intubasi
1. Selama intubasi
a. Trauma gigi geligi
b. Laserasi bibir, gusi, laring
c. Merangsang saraf simpatis
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esophagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
24
b. Aspirasi
c. Gangguan fonasi
d. Edema glottis-subglotis
e. Infeksi laring, faring, trakea
Ekstubasi
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:
a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan
tak akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan
cairan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hypertension management. 2009. Available at:
http://www.surgicalcriticalcare.net/Guidelines/Hypertension
2.
%20management%202009.pdf
Kaplan MN., Perioperative management of hypertension.
http://www.uptodate.com
3. Wiryana M., 2008. Manajemen perioperatif pada hipertensi.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/6_manajemen%20perioperatif
4.
%20pd%20hipertensi.pdf
Mayell AC. 2006. Hypertension in anaesthesia.
http://www.frca.co.uk/article.aspx?articleid=100656
5. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua.
Jakarta: Bagian anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI: 2010.
25
6. Brown DL & Wedel DJ. Spinal, Epidural and caudal anesthesia. in: Miller RD.
Editor. Anesthesia. Fourt edition. California, Churchill Livingstone New York,
1990 vol. 2. p. 1505 - 1530
7. Bridenbaugh PO, Greene NM. Spinal (Subarachnoid), Neural blockade. in:
Causins MJ & Bridenbaugh PO, editor. Neural blockade in clinical anesthesia and
management of pain. second edition. Washington, J.B lipincott company; 1988. p.
213 248.
8. Cadwel C, Nielson CH, Balth T, Taylor P, Helton B, Butler P. Comparison Of high
dose epineprine and phenilephrine in spinal anesthesia with tetracain.
Anesthesiology 62: 804, 1985.
9. Brown DL & Wedel DJ. Spinal, Epidural and caudal anesthesia. in: Miller RD.
Editor. Anesthesia. Third edition. California, Churchill Livingstone New York,
1990 vol. 2. p. 1377 1400.
10. Spencer SL. Local Anesthetics: Clinical Aspects. in: Benzon, Raja, Molloy, Liu,
Fishman. Esentials of Pain Medicine and Regional anesthesia. second edition.
Philadelphia , 2005 p. 559 596.
11. Casey WF. Spinal Anaesthesia - a Practical Guide. 2000, Desember 05; Available
at. : http://www.manbit.com/oa/f16-1.htm Accssed november24, 2005
26