Anda di halaman 1dari 10

ABAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
SINDROM NEFROTIK
KONSEP DASAR MEDIS
1.

Pengertian
Sindrom Nefrotik adalah kelainan pada sistem perkemihan/urinary yang ditandai
dengan adanya peningkatan protein dalam urine (proteinuria), penurunan albumin
dalam darah, dan adanya edema.

2.

Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigenantibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
a.

Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya


adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap
semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan
ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya
penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
b.

Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh:
1)

Malaria kuartana atau parasit lain.

2)

Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.

3)

Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.

4)

Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan


lebah, racun oak, air raksa.

5)

Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membran oproliferatif


hipokomplementemik.
c.

Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan


mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan
yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan
glomerulosklerosis fokal segmental.
3.

Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin,
tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke
dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan
intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal
karena hypovolemi.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi anti
diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi
kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan
penurunan onkotik plasma
Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi
lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan

lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)


Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng.
(Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)
4.

Menifestasi kliniks
Gejala utama yang ditemukan adalah :

Sembab ringan: kelopak mata bengkak


Sembab berat: anasarka, asites, pembengkakan skrotum/labia,
hidiotoraks, sembab paru
Kadang-kadang sesak karena hidrotoraks atau diafragma letak tinggi (asites)
Kadang-kadang hipertensi
Proteinuria > 3,5 g/hr pada dewasa atau 0,05 g/kgBB/hr pada anak-anak
Hipoalbuminemia < 30 g/l
Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
Hiperkoagulabilitas yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan
arteri
5.

Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

a.

Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic


syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal
bila dilihat dengan mikroskop cahaya.

b.

Sindrom Nefrotik Sekunder


Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.

c.

Sindrom Nefrotik Kongenital

Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi
yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah
edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan
kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialysis.
6. Komplikasi

Infeksi (akibat defisiensi respon imun)

Tromboembolisme (terutama vena renal)

Emboli pulmo

Peningkatan terjadinya aterosklerosi

Hypovolemia

Hilangnya protein dalam urin

Dehidrasi

7.
a.

Penatalaksanaan
Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan
tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk
mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan
yang cepat.

b.

Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200
ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi
diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan
masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif
nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan

protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang
mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang
adekuat.
c.

Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.


Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau
verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat
dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan.
Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong
dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.

d.

Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata
dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air
hangat.

e.

Kemoterapi:

1)

Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai


efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan
sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan
cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau
diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan,
osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.

2)

Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat
cairan

berlebihan,

misalnya

obat-obatan

spironolakton

dan

sitotoksik

( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis


dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan
siklofosfamid.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1.

Riwayat kesehatan
a. Aktivitas / istirahat : pasien susah tidur dan mudah lelah bila
beraktivitas
b. Eliminasi : Klien diare BAB >3x sehari, dengan konsitensi encer,
wrna kuning bau khas dan BAK 4-5x sehari, dengan bau khas
warna kuning jernih.
c. Makanan /cairan : anoreksia, mual, muntah
d. Nyeri /kenyamanan : nyeri pada abdomen dan pembengkakan pada
abdomen
e. Pernapasan : kesulitan pernafasan (efusi pleura)
f. Seksualitas : pembengkakan labial (scrotal)
g. Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
B. Pemeriksaan Penunjang
a.

1)

Laboratorium

Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,
porfirin.

2)

Darah

Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium


biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan
dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat.
Albumin <>
b.

Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

C.

Diagnosa Keperawatan

a.

Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma.

b.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.

c.

Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasive.

d.

Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan.

e.

Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.

D. intervensi Keperawatan
1.

Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma

Tujuan :
tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat

mempertahankan keseimbangan intake

dan output.
Kriteria Hasil :
menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan,
tidak terjadi edema.

Intervensi:
1)

Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan


R/: Pemantauan membantu menentukan status cairan pasien.

2)

Observasi perubahan edema


R/: Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada
tubuh.

3)

Batasi intake garam

R/:Mungkin diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek berbalikan dari


penurunan aluran darah ginjal,dan/atau kelebihan volume sirkulasi
4)

timbang berat badan setiap hari

R/: Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan terbaik.
Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg/hari diduga ada retensi cairan.

2.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.


Tujuan
Kriteria Hasil

: kebutuhan nutrisi terpenuhi

: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat,


mempertahankan berat badan

Intervensi:
1)

tanyakan makanan kesukaan pasien


R/: Pasien cenderung mengonsumsi lebih banyak porsi makan jika ia diberi
beberapa makanan kesukanannya

2)

Timbang BB tiap hari.


R/: Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan
cairan.

3)

Kaji / catat pemasukan diet.


R/: Membantu dan mengidentifikasi defisiensii dan kebutuhan diet.

4)

berikan makanan sedikit tapi sering


R/: meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik

3.Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif.


Tujuan
Kriteria Hasil

: tidak terjadi infeksi

: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas normal, leukosit
dalam batas normal.

Intervensi:
1)

cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan


R/: Menurunkan resiko kontaminasi silang.

2)

Awasi tanda vital untuk demam, peningkatan frekuensi/kedalaman pernapasan.


R/: Reaksi demam adanya indikator infeksi lebih lanjut

3)

lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasive


R/: Membatasi introduksi bakteri kedalam tubuh.

4)

kolaborasi pemberian antibiotic.


R/: Membantu pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.

4.Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan.


Tujuan

: pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi

Kriteria Hasil

menunjukkan

kemampuan

aktivitas

sesuai

dengan

kemampuan,

mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas


Intervensi:
1)

Tingkatkan tirah baring / duduk.

R/: meningkatkan istirahat dan ketenangan klien, posisi telentang meningkatkan


filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
2)

rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap

R/: melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit.


3)

Berikan perawatan diri sesuai kebutuhan klien.

R/: memenuhi kebutuhan perawatan diri klien selama intoleransi aktivitas.


4)

berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien

R/: melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit.


5.Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.
Tujuan

: tidak terjadi kerusakan integritas kulit

Kriteria Hasil : integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit


Intervensi:
1)

inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi

R/: Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan
dan melakukan intervensi yang tepat
2)

ubah posisi tidur setiap 4 jam

R/: Mengurangi stress pada titik tekanan, meningkatkan aliran darah ke jaringan
da meningkatkan proses kesembuhan
3)

gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.

R/: Meninggikan atau menopang daerah yang edema dapat mengurangi edema.
Menggnakan bedak dapat mengurangi kelembapan dan gesekan yang ditimbulkan
ketika permukaan tubuh saling bergesek.

Anda mungkin juga menyukai