Anda di halaman 1dari 47

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah
peradangan granulomatosa yg bersifat kronisdestruktif oleh Mycobacterium
tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Pottds disease of the spine atau tuberculous
vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8
L3 dan paling jarang pada vertebra C1 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya
mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae (Desiyadi,
2011).
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di
tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tipik
(2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) 5-10% oleh Mycobacterium
tuberculosa atipik. Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah
peradangan granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium
tuberculosis (Yuliana, 2014).
Spondilitis tuberkulosis memiliki perjalanan penyakit yang relatif indolen,
sehingga sulit untuk didiagnosis secara dini. Seringkali penderita mendapatkan
pengobatan pada keadaan lanjut dimana deformitas kifosis dan kecacatan
neurologis sudah relatif ireversibel. Pemberian obat anti-tuberkulosis adalah pilihan
pengobatan awal yang terbaik pada fase awal. Pembedahan pada spondilitis
tuberkulosis dilakukan hanya pada kasus melanjut, dengan variasi teknik yang
beragam, bergantung pada jenis kasus yang didapatkan. Pembedahan anterior
dengan instrumentasi adalah teknik yang paling sering dilakukan dan dikaji.
Namun, karena diagnosis dini spondilitis tuberkulosis yang sulit, maka pembedahan
tetap merupakan penatalaksanaan yang umum (Zuwanda dan Janitra, 2013).
Pada tahun 2005, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa
jumlah kasus TB baru terbesar terdapat di Asia Tenggara (34 persen insiden TB
secara global) termasuk Indonesia.4 Jumlah penderita diperkirakan akan terus
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penderita acquired immunodefi

ciency syndrome (AIDS) oleh infeksi human immunodefi ciency virus (HIV). Satu
hingga lima persen penderita TB, mengalami TB osteoartikular. Separuh dari TB
osteoartikular adalah spondilitis TB.
Tuberkulosis merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang karena
insidensnya cukup tinggi dengan morbiditas yang serius. Indonesia adalah
kontributor pasien tuberkulosis 5 terbesar di dunia (583.000 kasus baru tuberkulosis
per tahun) sebagian besar berada dalarn usia produktif (15-54 tahun), dengan
tingkat
10%

sosioekonomi
dari

penderita

TB

dan
mengalami

pendidikan
keterlibatan

yang
sendi

rendah.
dan

tulang

Spondilitis TB merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi


Negara berkembang, 60% < 20 tahun Negara maju, lebih sering pada usia yang
lebih tua 1,5 : 2,1. Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang berada
dalam keadaan sosial ekonomi rendah Stadium Implantasi Setelah bakteri berada
dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan
berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu (Zuwanda
dan Janitra, 2013).
Stadium Destruksi Awal, setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi
corpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung
selama 3-6 minggu. Stadium Destruksi Lanjut, terjadi destruksi yang masif, kolaps
vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses
dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat
terbentuk sequestrum serta kerusakan discus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk
tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan corpus
vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus (Yuliana, 2014).
Stadium Gangguan Neurologis, gangguan neurologis tidak berkaitan dengan
beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke
kanalis spinalis. Stadium Deformitas Residual Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5
tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen
oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan.
Seseorang yang menderita spondilitis akan mengalami kelemahan bahkan
kelumpuhan atau paling kurang mengalami kelemahan tulang, dimana dampak

tersebut akan mempengaruhi aktifitas klien, baik sebagai individu maupun


masyarakat. Perawat berperan penting dalam mengidentifikasikan masalah-masalah
dan mampu mengambil keputusan secara kritis menangani masalah tersebut serta
mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan yang lain untuk dapat memberikan
asuhan keperawatan yang optimal. Penulis tertarik menyusun laporan kasus
mengenai asuhan keperawatan dengan gangguan sistem muskuloskletal : spondilitis
tuberkulosisi di Ruang Ortopedi RSUD Dok II Jayapura dari data tersebut diatas
untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang sistematis, menyeluruh dan
berkesinambungan

yang

bertujuan

untuk

mencegah,

meningkatkan

dan

mempertahankan stasus kesehatan klien.


1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1

Tujuan Umum
Mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan pada klian dengan

spondilitis paru.
1.2.2

Tujuan Khusus

a. Mengetahui tanda dan gejala yang ditunjukkan pada klien dengan


spondilitis paru.
b. Mengetahui diagnosis keperawatan yang muncul pada klien dengan
spondilitis paru.
c. Mengetahui apa saja intervensi yang bisa diberikan kepada klien dengan
spondilitis paru.
d. Mengaplikasikan teori kedalam praktek serta menetapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan sisitem muskuloskletal :
spondilitis tuberkulosis.
e. Menerapakan keperawatan dengan pendekatan dan memperoleh
pengalaman yang nyata mengenai pelaksanaan proses keprawatan klien
dengan spondilitis tuberkulosis.

1.3 Manfaat Penulisan


a. Bagi Institusi Tinggi Keperawatan
Sebagai bahan referensi di pendidikan tinggi keperawatan dan sebagai bahan
acuan dalam meningkatkan pemahaman baik staf pengajar maupun mahasiswa
keperawatan tentang manajemen asuhan keperawatan pada klien dengan
spondilitis paru.
b. Bagi Pelayanan Kesehatan
Menambah pengembangan pelayanan klian dengan spondilitis paru dan
penanganan yang baik untuk klien dengan spondilitis paru.
c. Bagi Perawat
Meningkatkan proses penatalaksanaan dan memberikan asuhan keperawatan
yang baik untuk klien dengan spondilitis paru, agar klien dapat menerima asuhan
keperawatan dengan maksimal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
a. Definisi
Tuberculosis tulang belakang atau disebut juga spondilitis tuberkulosa
merupakan peradangan granulose yang bersifat kronik destruktif oleh
mikrobakterium tuberkulosa ( Rasjad, 2007 ).
Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit
neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan
paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus
vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000).
Spondilitis tuberculosis disebut juga penyakit pott. Spondilitis ini
sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada vertebra C1C2 (
Sjamsuhidajat, 1997 ).
Spondilitis

tuberkulosa

ialah

suatu

bentuk

infeksi

tuberculosis

ektrapulmoner yang mengenai tulang belakang (vertebra). Infeksi mulai dari


korpus vertebra menjalar ke diskus intervertebralis dan kemudiaan mencapai
alat-alat dan jaringan di dekatnya.
b. Etiologi
Tuberculosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosa
ditempat lain ditubuh, 90-95 % disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosis
tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5 10 % oleh
mikrobakterium atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosaterutama pada daerah
vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi
sekunder dari suatu tuberculosis traktus urinarius, yang penyebarannya melalui
fleksus Batson pada vena paravertebralis. Kuman mikrobakterium tuberkulosa
bersifat tahan asam dan cepat mati apabila terkena matahari langsung ( Rasjad,
2007 ).

c. Patofisiologi
Spondilitis tuberkulosa merupakan kelanjutan dari penyebaran kuman
tuberkulosa yang sudah bermukim ditubuh, misalnya di paru atau kelenjar getah
bening. Penyebaran itu menyebar melalui darah arteri vertebralis. Kuman
tuberkulosa pertama bersarang di korpus vertebra. Infeksi berawal dari bagian
sentral, bagian depan, atau epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi
dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.
Selanjutnya terjadi kerusakan pada kortek epifise, diskus intervertebralis dan
vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian korpus ini akan menyebabkan
terjadinya kiposis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang
cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus
menghancurkan vertebra di dekatnya. Kemudian eksudat menyebar kedepan,
dibawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di
dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi keberbagai
arah disepanjang ligamen yang lemah.
Sebagai proses kelanjutan dapat berkembang abses yang pada mulanya
merupakan tempat hancurnya jaringan yang terkena proses tuberkulosa. Semakin
hancur maka terjadilah abses yang pada permulaan merusak ke anterior dan ke
samping korpus vertebra. Kemudian dapat terjadi perluasan ke bawah atau
merusak ke posterior di sela subdural. Abses pada daerah ini dapat menekan
medulla spinalis sehingga timbul paraplegi.
Perjalanan penyakit ini terbagi menjadi 5 stadium, yaitu:
1) Stadium Implantasi
Setelah bakteri berada di dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus
dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2) Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra
serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama
3-6 minggu.

3) Stadium destruksi lanjut


Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk
massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang
terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk
sekuestrum serta kerusakan diskus invertebralis. Pada saat ini terbentuk
tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan
korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
4) Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi,
tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan
ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra
torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan
neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu:
Derajat I: Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensori.
Derajat II: Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita
masih dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III: Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
Derajat IV: Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan
defekasi dan miksi. Tuberkolosis paraplegia atau pott
paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tegantung dari
keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan
ekstradural dari abses paraventebral atau akibat kerusakan langsung sumsum
tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan paraplegia pada penyakit
yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan
tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang
progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi
secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan
gangguan vaskuler vertebra.

5) Stadium deformitas residual


Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium
implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan
vertebra yang masif disebelah depan ( Rasjad, 2007 ).
d. Manifestasi Klinis
Secara klinis gejala tuberculosis tulang belakang hampir sama dengan
tuberculosis pada umumnya, yaitu :
Badan lemah / lesu
Nafsu makan berkurang
Berat badan menurun
Suhu sedikit meningkat ( subfebris) terutama pada malam hari
Sakit pada punggung ( Rasjad, 2007 )
Adapun tanda-tanda spondilitis tulang belakang dengan tuberculosis adalah
sebagai berikut:
1) Pada leher, jika mengenai vertebra servikal penderita tidak suka memutar
kepalanya dan duduk dengan meletakan dagu ditangannya. Dia akan merasa
nyeri pada leher atau pundanya. Jika terjadi abses, pembengkakan dengan
fluktasi yang ringan akan tampak pada sisi yang sama pada leher di belakang
otot sternomastoid atau tonjolan pada bagian belakang mulut (faring).
2) Pada punggung bawah sampai iga terakhir (region torakalis). Dengan adanya
penyakit pada region ini, penderita memiliki punggung yang besar. Dalam
gerakan memutar dia lebih sering menggerakan kakinya daripada mengayun
punggungnya. Saat memungut sesuatu dari lantai dia menukuk lutut
sementara punggungnya tetap lurus. Kemudian akan terdapat pembengkakan
atau lekukan yang nyata pada tulang belakang (gibbus) diperlihatkan dengan
korpus yang terlipat.
3) Jika abses ini menjalar menuju dada bagian kanan dan kiri serta akan
muncul sebagai pembengkakan yang lunak pada dinding dada (abses dingin
yang

sama

dapat

menyebabkantuberkulosis

kelenjar

getah

bening

interkosta). Jika menuju ke punggung dapat menekan serabut saraf spinal


menyebabkan paralisis.

4) Saat tulang belakang yang terkena lebih rendah dari dada (region lumbal),
dimana juga berada di bawah serabut saraf spinal, pus juga dapat menjalar
pada otot sebagaimana pada tingkat yang lebih tinggi. Jika ini terjadi akan
tampak sebagai pembengkakan lunak atas atau bawah ligamentum pada
lipatan paha atau di bawah tetap pada sisi dalam dari paha (abses psoas).
Pada keadaan yang jarang pus dapat berjalan menuju pelvis dan mencapai
permukaan belakang sendi panggul.
5) Pada pasien-pasien dengan malnutrisi akan didapatkan demam (kadangkadang demam tinggi), kehilangan berat badan dan kehilangan nafsu makan.
Di beberapa negara Afrika juga didapati pembesaran kelenjar getah bening,
tuberkel subkutan, pembesaran hati dan limpa.
6) Pada penyakit-penyakit yang lanjut mungkin tidak hanya terdapat gibus
(angulasi dari tulang belakang), juga dapat kelemahan dari anggota badan
bawah dan paralisis (paraplegi) akibat tekanan pada serabut saraf spinal atau
pembuluh darah.
e. Komplikasi
Paraplegi pott, menekan medulla spinalis
Immobilisasi
Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Potts
paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan
ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada
medula spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh
terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing)
di atas kanalis spinalis.
Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab
paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus
ataupun sequester membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi
medulla spinalis dan saraf.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra
torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis,

10

sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas
membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.
f. Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada spondilitis tuberkulosa yaitu:
1) Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative spondylitis).
Adanya sklerosis atau pembentukan tulangbaru pada foto rontgen
menunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih
corpus vertebra yang berdekatan lebih menunjukkan adanya infeksi
tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain.
2) Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari
pemeriksaan laboratorium.
3) Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkinds disease, eosinophilic
granuloma, aneurysma bone cyst danEwingds sarcoma) Metastase dapat
menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi berbedadengan
spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap dipertahankan. Secara
radiologis kelainan karenainfeksi mempunyai bentuk yang lebih difus
sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas.
4) Scheuermannds disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh

karena tidak adanya penipisan korpusvertebrae kecuali di bagian sudut


superior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal.
g. Pemeriksan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Peningkatan laju endapan

darah

(LED)

dan

mungkin

disertai

mikrobakterium
b) Uji mantoux positif
c) Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
d) Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional
e) Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
2) Pemeriksaan Radiologis
a) Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru.

11

b) Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan diskus


intervertebralis yang berada di korpus tersebut.
c) Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan
sumsum tulang.
d) Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail dari
lesi, skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.
e) Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan
osteomielitis tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan saraf
( Rasjad, 2007 ).
h. Penatalaksaan Medis
Pada prinsipnya pengobatan tuberculosis tulang belakang harus dilakukan
segera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah
paraplegia.
Pengobatan terdiri atas:
1) Terapi Konservatif berupa:
a) Tirah baring
b) Memperbaiki keadaan umum penderita
c) Pasang brance pada penderita, baik yang di operasi ataupun yang tidak di
operasi.
d) Pemberian obat anti tuberkulosa. Obat-obat yang diberikan terdiri atas:
Isonikotinik hidrosit (inti) dengan dosis oral 5 mg/kg BB perhari
dengan dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg
BB.
Asam paraamino salsilat. Dosis oral 8-12 mg/kg BB
Etambutol. Dosis oral 15-25 mg/kg BB perhari
Rifamfisin. Dosis oral 10 mg/kg BB diberikan pada anak-anak, pada
orang dewasa 300-400 mg perhari

Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah:


a) Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2
tahap :
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan

Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan
pertama (60 kali).

12

Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu

(intermitten) selama 4 bulan (54 kali).


b) Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan,
termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan
dalam 2 tahap yaitu :
Tahap I : diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450

mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan
setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan
obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
Tahap 2 : diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol

1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan


(66kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum
penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejalagejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik
ditemukan adanya union pada vertebra.
2) Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu :
Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau

malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi


dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara

terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft.


Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun

pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada


medulla spinalis.
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi
penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih
memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses
(abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.

13

a) Abses Dingin (Cold Abses)


Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena
dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada
abses yang dilakukan drainase besar bedah. Ada tiga cara menghilangkan
lesi tuberkulosa, yaitu:
Debrideman fokal
Kosto-transveresektomi
Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
b) Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
Laminektomi
Kosto-transveresektomi
Operasi radikal
Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
c) Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis
mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak.
Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.
d) Operasi PSSW
Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan pengobatan
tbc

tulang

belakang

yang

disebut

total

treatment.

Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan


bukan hanya sebagai infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua
dokter. Tujuannya, penyembuhan TBC tulang belakang dengan tulang
belakang yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang
menyolok dan dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita
dapat kembali ke dalam masyarakat, kembali pada pekerjaan dan
keluarganya.
i. Prognosis

14

Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit menahun dan apabila dapat


sembuh secara spontan akan memberikancacat pembengkokan pada tulang
punggung. Dengan jalan radikal operatif, penyakit ini dapat sembuh dalam
waktusingkat sekitar 6 bulan (Tachdjian, 2005).Prognosis dari spondilitis
tuberkulosa bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya
komplikasineurologis. Diagnosis sedini mungkin dan pengobatan yang tepat,
prognosisnya baik

walaupun tanpa operasi. Penyakitdapat kambuh apabila

pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat karena
terjadi resistensiterhadap pengobatan (Lindsay, 2008).Untuk spondilitis dengan
paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan saraf lebih baik sedangkan
spondilitis denganparaplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik. Apabila
paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosa prognosisnyaad functionam juga
buruk (Lindsay, 2008).
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan
keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang
terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
a. Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.
Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat
memeri arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap
pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan
data, perumusan diagnosa keperawatan.
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada
klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di
lakukan dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan
diagnosa medis.

15

2) Riwayat penyakit sekarang.


Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada
punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit.
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut.
Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama
pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut
klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer
(Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di
dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru.
(Sjamsuhidajat,1997).
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab
timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang
menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang
menderita penyakit menular tersebut.
5) Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan
kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan
dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah
cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai
penderita.
6) Pola - pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya

tindakan

medis

serta

perawatan

di

rumah

sakit

akan

mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang


dikarenakan

tidak

semua

klien

mengerti

benar

perjalanan

penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan


kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan

16

perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan


kesehatan klien.
b) Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah
dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin
meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status
nutrisinya.
c) Pola eliminasi
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa
ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan
adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB
dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya
perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses
aliminasi.
d) Pola aktivitas
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung
serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien
membatasi

aktivitas

fisik

dan

berkurangnya

kemampuan

dalam

melaksanakan aktivitas fisik tersebut.

e) Pola tidur dan istirahat


Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak
hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan
tidur dan istirahat.
f) Pola hubungan dan peran
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau
tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam
keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya
hubungan interpersonal.

17

g) Pola persepsi dan konsep diri.


Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap
bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
h) Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi
komplikasiparaplegi.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan
terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal
curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara
merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.
j) Pola penaggulangan stress
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya ,
akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan
rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk
mengurangi stres.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan
ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai
dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula
sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.
7) Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada
tulang belakang terlihat bentuk kiposis.
b) Palpasi
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang
terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
c) Perkusi
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.

18

d) Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.
8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a) Radiologi
Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat
jarang menyerang area posterior.
Terdapat penyempitan diskus.
Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
b) Laboratorium
Laju endap darah meningkat
c) Tes tuberkulin.
Reaksi tuberkulin biasanya positif.
b. Analisa
Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif
yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal
dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran
dan hasil pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa data
dapat disimpulkan masalah yang di alami oleh klien.

c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang
nyata ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang
pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk
melakukannya. ( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 : 17 ).
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa
adalah
1) Gangguan mobilitas fisik
2) Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.
3) Perubahan konsep diri : Body image.

19

4) Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.


d. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan
yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien
( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 :20 ).
Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut:
1) Diagnosa Perawatan I
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan nyeri.
Tujuan : Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal dengan Kriteria
hasil :
Klien dapat ikut serta dalam program latihan
Mencari bantuan sesuai kebutuhan
Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat
optimal.
Rencana tindakan/Intervensi :
a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara:
Mattress
Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras
yang

tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.

d) Mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan:


Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada
tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat
ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan.
Menelungkup sebanyak 3 4 kali sehari selama 15 30 menit.
Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas
pernapasan.
e) Monitor tanda tanda vital setiap 4 jam.

20

f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet
lecet.
g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra
indikasi.
h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek
samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare.
Rasional:
a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot otot
paraspinal
e) Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.
h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan
dapat menimbulkan efek samping.

2) Diagnosa Keperawatan II
Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya
peradangan sendi.
Tujuan:
Rasa nyaman terpenuhi
Nyeri berkurang / hilang
Dengan kriteria hasil :
a) klien melaporkan penurunan nyeri
b) menunjukkan perilaku yang lebih relaks

21

c) memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan


peningkatan keberhasilan.
Rencana tindakan:
a) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke
daerah yang baru.
b) Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap
nyeri.
c) Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
d) Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk
meningkatkan rasa nyaman.
e) Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
Rasional:
a) Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh
klien sendiri.
b) Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana
reaksinya terhadap nyeri klien.
c) Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
d) Dengan ganti ganti posisi agar otot otot tidak terus spasme dan tegang
sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
e) Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri
atau dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.

3) Diagnosa Keperawatan III


Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.
Tujuan: Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan
koping yang adaptif.
Dengan kriteria hasil:
Klien

dapat

mengungkapkan

perasaan

perhatian

dan

menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi


perubahan citra.

22

Rencana tindakan:
a) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat
harus mendengarkan dengan penuh perhatian.
b) Bersama sama klien mencari alternatif koping yang positif.
c) Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan
teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi
perubahan body image.
Rasional:
a) meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan
dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.
b) Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
c) Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara
positif dan tidak merasa rendah diri.
4) Diagnosa Keperawatan IV
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang
penatalaksanaan perawatan di rumah.
Tujuan: Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.
Dengan kriteria hasil:
a) Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau
korset
b) Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan
c) Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit,
rencana pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit.
Rencana tindakan:
a) Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek
sampingnya.
b) Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.
c) Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.
d) Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.
e) Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan
mobilitas.

23

f) Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.


e. Pelaksanaan
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan
di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil. Komponen
tahap Implementasi:
1) tindakan keperawatan mandiri
2) tindakan keperawatan kolaboratif
3) dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.
f. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan hasil hasil yang di amati dengan kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi.
1) pencapaian kriteria hasil
2) ke efektipan tahap tahap proses keperawatan
3) revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan.
Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa
adalah:
1) Adanya peningkatan kegiatan sehari hari ( ADL) tanpa menimbulkan
gangguan rasa nyaman .
2) Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.
3) Nyeri dapat teratasi
4) Tidak terjadi komplikasi.
5) Memahami cara perawatan dirumah

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KELOLAAN
3.1 Data Biografi Klien
Nama

: Tn. D.M

Umur

: 35 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Angkasa ( alamat sementara)

24

Status perkawinan

: Belum menikah

Agama

: Kristen Protestan

Suku

: Mamberamo

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: PNS

Lama bekerja

: 10 tahun

Tgl MRS

: 28 februari 2015

Tgl kaji

: 2 maret 2015

Sumber informasi

: Klien, keluarga, perawat senior, dokter, dokumen medik

Diagnosa MRS

: Abses lumbal ec. Spondilitis tuberkulosis

3.2 Riwayat Kesehatan


3.2.1

Keluhan Utama

: keluar nanah di tulang belakang

3.2.2

Riwayatat Kesehatan Sekarang

: klien mengatakan awalnya timbul

seperti bisul pada tulang belakang 2 minggu yang lalu dan bisul itu pecah
ketika klien batuk, cairannya berwarna seperti susu kental, lebih banyak
keluar ketika klien berjalan, duduk atau batuk dan bila tidur tengkurap agak
berkurang, klien tidak dapat memperkirakan berapa banyak cairan yang
keluar. Selain dari keluar nanah klien juga merasakan sakit pada tulang
belakang, dan sakit semakin dirasakan apabila klien beraktivitas dan bila
istirahat sakitnya berkurang bahkan tidak dirasakan lagi. keadaan ini sudah
dialami 2 tahun yang lalu, skala nyeri 4. selain itu klien juga mengatakan
tidak bisa berjalan tanpa menggunakan tongkat akhirnya klien memutuskan
untuk berobat ke RSUD dok II setelah mendapat surat rujukan dari PKM
mamberamo.
3.2.3

Riwayat Kesehatan Dahulu : klien pernah jatuh dari sepeda motor pada

bulan Agustus 2012, tapi karena hanya luka lecet klien tidak berobat. 3 bulan
setelah kejadian itu klien merasakan kaki kram dan sakit pada tulang belakang
klien sempat berobat di PKM mamberamo dan akhirnya dirujuk ke RSUD
dok II pada November 2012, setelah di dok II dilakukan pemeriksaan dan
akhirnya direncanakan pemasangan alat pada tulang belakang, kurang lebih

25

sebulan klien berada di RS tapi karena alatnya tidak ada klien dipulangkan
pada 22 desember 2012 dengan perjanjian setelah selesai tahun baru, klien
kembali untuk dilakukan operasi. tapi klien tidak kembali ke rumah sakit
untuk berobat. Selama setahun klien dirumah, badan klien kurus, tidak napsu
makan, BAB dan BAK di tempat tidur bahkan klien tidak merasakan kalau
mau BAB dan BAK, kedua kaki lumpuh dan keluarga memutuskan membawa
klien berobat ke RSUD dok II. pada tanggal 09 maret 2014 klien dirawat di
Ruang Ortopedi, pada tanggal 25-03-2014 klien di Operasi dan post OP lebih
dari 2 minggu klien dapat berjalan dengan menggunakan tongkat. Klien di
pulangkan dengan terapi OAT yang direncanakan pengobatan selama 09-12
bulan tetapi klien putus obat setelah 4 bulan.
3.2.4

Riwayat Kesehatan Keluarga

: Klien tidak tau apakah keluaranya

ada yang sakit paru-paru atau tidak ? karena tidak pernah berobat tapi kalau
batuk-batuk ada yaitu: Bapak klien tapi ia telah meninggal ketika klien
berumur 29 tahun. Dalam keluarga tidak ada yang punya riwayat DM,
Hipertensi, sakit jantung.

Genogram
c

c
c

c
c

26

Keterangan gambar

:
: Laki-laki
c

: Perempuan
: Meninggal

: Klien
: Hubunngan Pernikahan
3.2.5

Tindakan Yang Telah Dilakukan Di UGD :

IVFD Rl/ 12 jam


Consul dr. Resident ortopedi instruksi
Cek darah rutin : LED, CT / BT
Foto thorax, lumbal sakral AP Lateral
Injeksi ceftazidim 2 x 1 gr
Injeksi ketorolac 3 x 1 ampul
Injeksi ranitidin 2 x 1 ampul

3.3 Pengkajian Keperawatan


3.4.1

Persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Klien mengatakan bahwa keluar nanah pada tulang belakang bekas operasi
dan juga ia harus berjalan dengan tongkat mungkin akibat dari dirinya tidak
minum obat teratur.
3.4.2

Pola nutrisi dan metabolic

Pola makan teratur, frekuensi 3-4 kali per hari, kadang makan makanan ringan
seperti keripik pisang, biskuit atau gorengan. Jenis makanan yang di makan :
Nasi, sayur bervariasi danging kadang ikan atau telur atau tempe. Tidak ada
mual/ muntah, tidak ada alergi makanan atau makanan pantangan, nafsu
makan baik dan makan dapat dihabiskan 1 porsi.
3.4.3

Intake cairan

27

Klien minum air putih, kalau pagi kadang susu atau teh manis. Minum per
hari bisa 3-4 botol qualala sedang 600 ml, mual/ muntah tidak ada, tidak
minum minuman beralkohol dan juga kopi.
3.4.4

Pola eliminasi

BAB : Frekuensi 1-2 kali per hari, warna coklat, konsistensi lembek, tidak
keluar darah segar saat BAB dan juga tidak mengedan
BAK : Frekuensi 6-8 kali per hari, banyaknya 2 botol aqua sedang penuh,
warna kuning muda
3.4.5

Pola aktivitas dan latihan


Makan/ minum : mandiri
Mandi : menggunakan tongkat dan di bantu adiknya ke kamar mandi
Toileting : menggunakan tongkat dan di bantu adiknya ke kamar mandi
Berpakaian : mandiri
Mobilitas di tempat tidur : mandiri
Berpindah : kalau bangun dari tempat tidur mandiri tapi kalu mau berjalan

menggunakan tongkat dan di bantu adiknya


Oksigenasi : klien tidak menggunakan alat bantu nafas ,klien dapat
bernafas spontan
3.4.6

Pola tidur dan istirahat

Tidur siang : tidur siang bisa 2-3 jam dan terbangun bila mendengar suara
petugas, bunyi motor yang lewat di jalan, suara keluarga klien lain dalam
ruangan kadang juga kalau sakit pada tulang belakang
Tidur malam : tidur malam 6-8 jam, kadang tebangun karena sakit pada
tulang belakang, apalagi kalau menjelang pagi atau cuaca hujan rasanya
ngilu
3.4.7

Pola Perceptual

Klien dapat mendengar percakapan tanpa meminta untuk mengulang


pertanyaan atau perkataan, klien juga dapat membedakan rasa manis dan asin
3.4.8

Pola Persepsi Diri

Klien mengatakan bahwa sakit yang dialami saat ini karena kelalaian dirinya,
seandainya ia minum obat teratur mungkin ia tidak dirawat seperti saat ini.
Klien juga mengatakan apakah ia dapat lumpuh lagi? Karena sekarang ia tidak

28

bisa berjalan kalau tidak menggunakan tongkat bahkan ia tidak bisa berjalan
jauh, klien hanya mampu berjalan dalam jarak 2 meter
3.4.9

Pola Seksualitas dan Reproduksi : tidak dikaji

3.4.10 Pola Peran Hubungan


Hubungan klien dengan keluarganya baik, komunikasi dengan keluarganya
lewat telepon genggam, orang terdekat klien adalah adik iparnya. Hubungan
klien dengan klien lain juga baik, demikian hubungannya dengan petugas
ruangan baik dokter maupun perawat.
3.4.11 Pola Manajemen Koping-Stres
Akhir-akhir ini klien khawatir dengan penyakitnya, karena klien sudah
pernah merasakan lumpuh dan akhirnya sembuh tapi sekarang ia harus
menggunakan tongkat dan hal ini yang membuat ia khawatir akan lumpuh
lagi.
3.4.12 Sistim Nilai dan Keyakinan
Klien percaya Tuhan sudah kasih kemurahan dan mukjizat sehingga ia dapat
berjalan, tapi ini adalah kelalaian dirinya, ia memohon agar Tuhan dapat
mengampuninya atas segala kelalaian dan kiranya ia boleh dapat berjalan
lagi

3.4 Pemeriksaan Fisik


3.4.1

Pengkajian Fisik

Keadaan umum: nampak sakit sedang, ekspresi wajah nampak menahan


sakit bila berjalan
Kesadaran: compos mentis
Tanda-tanda vital
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
SB : 36,2

29

RR : 18 x/menit
3.4.2

Kepala

Inspeksi : rambut warna hitam, keriting, kulit kepala bersih, tidak


berketombe, tidak berbau
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ditemui lesi, tidak ada benjolan
3.4.3

Mata

Inspeksi : kedua mata simetris, tidak ada strabismus, sklera tidak ikterik,
tidak nampak oedem periorbitae, pupil isokor, konjungtiva tidak anemis
Palpasi : tekanan intra okular pada kiri dan kanan sama
3.4.4

Hidung

Inspeksi : ada septum nasi dan terletak ditengah antara lubang hidung kiri
dan kanan, tidak ada benjolan, dapat menyebutkan bau jeruk manis.
3.4.5

Telinga

Inspeksi : bentuk telinga kiri dan kanan simetris, tidak ada pus.
3.4.6

Mulut

Inspeksi : warna bibir merah, lembab, tidak ada sariawan, tidak ada
labioscisis dan palatoscisis, ada karang gigi pada molar I III bawah
kanan, tidak ada gigi palsu, tidak ada gigi berlubang, keadaan gusi merah
muda, lidah bersih, tidak tampak hiperemik pada tepi lidah

3.4.7

Leher

Inspeksi : tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak tampak


pembesaran vena jugularis
Palpasi : tidak teraba pembesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk
3.4.8

Thoraks

Inspeksi : bentuk dada normal, irama napas teratur, tidak ada retraksi
intercostae, tidak ada jejas, tidak tampak ictus cordis
Palpasi : teraba getaran sama pada dada kiri dan kanan, tidak ada nyeri
tekan

30

Perkusi : bunyi paru sonor


Auskultasi :
BJ I : tunggal
BJ II : tunggal
Paru : vesikuler
3.4.9

Abdomen

Inspeksi : bentuk perut datar, umbilikus tidak menonjol, tidak tampak jejas,
tidak tampak benjolan, tidak tampak spider nevi
Auskultasi: Terdengar bising usus, frekuensi 12 x/menit
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan epigastrum, tidak teraba massa, turgor
kulit perut 2 detik, tidak terba pembesaran hepar dan lien
Perkusi : bunyi tympani
3.4.10 Ekstremitas
Atas : kedua tangan simetris, jari-jari lengkap, crt 2 detik, warna
telapak tangan merah muda, kekuatan otot kiri / kanan : 5
Bawah : kedua kaki simetris kiri dan kanan, tidak terdapat oedem, warna
telapak kaki putih, refleks babinsky (-), kekuatan otot kiri kanan : 3,
nampak tremor ketika berdiri dan berjalan dibantu adiknya juga
menggunakan tongkat, mampu berjalan paling jauh 2 meter

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Hari / tanggal
Jenis pemeriksaan
Hasil
Jumat, 27 Februari Hemoglobin
12,6 gr/dl
2015

Nilai rujukan
M : 12,0 18,0

Senin,
2015

0 10 mm/jam
0 -10 mm/jam

Maret Laju Endap darah

Sputum BTA
Selasa, 3 Maret
2015

Jam I : 53
Jam II : 78
A : negatif
B : negatif
C : negatif

31

Foto Thorax : nampak berawan pada bagian atas paru kanan


Foto lumbosacral : masih terpasang pen
Konsul paru hasil pemeriksaan TB paru aktif, saran terapi : cek lab LED, sputum
BTA
3.6 Pengobatan Yang Didapat
Tanggal 6 Maret 2015 : Setelah hasil sputum BTA dan LED ada konsul ulang
spesialis paru diberikan terapi
PZA 300 mg
Rifampisin 600 mg
Etambutol 1000 mg
B6 10 mg
3.7 Klasifikasi Data
Data Subjektif
Klien mengatakan:

Data Objektif
Keadaan umum : nampak sakit

Sakit pada tulang belakang


Sakit terutama bila beraktivitas
dan ini dirasakan sejak 2 tahun

lalu
Skala nyeri 4
Ada bisul pada tulang belakang
Bisul pecah pada saat batuk
Ada keluar cairan seperti susu
Berjalan harus menggunakan

sedang
Kesadaran : compos mentis
TTV :
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
0
Suhu badan : 36,2 c
RR : 18 x/menit
Kekuatan otot ekstremitas bawah

tongkat dan dibantu adiknya


Tidak minum obat paru sejak

kiri / kanan : 3
Skala nyeri 4
Ada luka pada daerah lumbal

September 2014
Dokter pernah

sebesar mata pulpen


Berjalan paling jauh jarak 2

menjelaskan

bahwa klien infeksi paru-paru


Bila mandi, toileting dibantu
adiknya dan klien menggunakan
tongkat
Tidur malam terbangun karena
sakit apalagi kalau menjelang

meter
Hasil laboratorium
LED : 57 78
Hasil thorax foto

(jawaban

konsul paru) -> TB paru aktif


Terapi:
Rifampisin 600 mg
PZA 300 mg

32

pagi atau cuaca dingin


Sakit yang dialaminya karena

Etambutol 1000 mg
B6 10 mg
Ekspresi wajah menahan sakit

kelalaian dirinya
Khawatir akan lumpuh lagi,

bila mau berjalan

mampu berjalan dalam jarak 2


meter
3.8 Analisa Data
No.
1.

Data
DS :

Masalah
Nyeri kronis

Etiologi
Adanya trauma

Klien mengatakan :
Nyeri pada tulang belakang
Nyeri 2 tahun dan bila

Kompresi vertebra

beraktivitas
Nyeri makin dirasakan bila

Disfus

menjelang pagi atau cuaca

intervertebra

terdorong

dingin
DO :

Menekan safar spinal

Kesadaran : compos mentis


Ekspresi
wajah
nampak
menahan sakit bila berjalan
Skala nyeri 4
DS:
Klien mengatakan :
Berjalan harus menggunakan
2.

tongkat dan dibantu adiknya


Mandi,
BAB/BAK
juga
menggunakan

tongkat

Adanya trauma

dan Gangguan mobilitas

dibantu adiknya

fisik

Kompresi vertebra

DO:
Kekuatan

otot

ekstremitas

bawah kiri/kanan : 3
Klien mampu berjalan dalam
jarak 2 meter
Pada foto lumbosacral nampak

Menekan saraf spinal


Kelemahan
gerak bawah

anggota

33

pen
DS :
Klien mengatakan:
Keluar
3.

nanah

pada

tulang

belakang
Pernah minum obat paru-paru
tapi putus
Doter pernah

Adanya

mengatakan

bahwa ada infeksi pada paruparunya


DO:
Hasil thoraks foto TB paru
aktif
LED meningkat (57-78)
Hasil sputum BTA (-)
Terapi OAT

kuman

Mycobacterium
Resiko

infeksi tuberculosa

penularan

kuman

Mycobacterium

Tractus respiratorus

tuberculosis
Batuk produktif
Kuman keluar
Airbone
Lingkungan sekitar

3.9 Rencana Asuhan Keperawatan


N

Diagnosa

o
1.

Keperawatan
Nyeri kronis b/d
penekanan
saraf
spinal
DS :
Klien mengatakan :
Nyeri
pada
tulang belakang
Nyeri 2 tahun
dan
bila
beraktivitas
Nyeri
makin
dirasakan
bila
menjelang pagi
atau cuaca dingin

NOC

NIC

Setelah dilakukan 1.
tindakan
keperawatan
selama 3x30 menit
diharapkan nyeri
hilang
dengan
kriteria:
2.
Ekspresi wajah
ceria
Klien
tidak
mengeluh nyeri
Skala nyeri 0

Rasional

Anjurkan
klien 1. Dengan istirahat
untuk istirahat di
dan mengurangi
tempat tidur
aktivitas
dapat
mencegah
penekanan pada
saraf spinal
Berikan
klien
2. Dengan
posisi
untuk
mengatur
yang diatur oleh
posisi mana yang
klien maka klien
menurutnya
lebih merasakan
nyaman
posisi
yang
nyaman baginya

3. Ajarkan klien nafas

34

DO :
Kesadaran
:
compos mentis
Ekspresi wajah
nampak menahan
sakit bila berjalan
Skala nyeri 4

2.

Gangguan mobilitas
fisik
berhubungan
dengan kelemahan
anggota gerak bawah
ditandai dengan :
DS :
Klien mengatakan
Berjalan
harus
menggunakan
tongkat
dan
dibantu
oleh
adiknya
Mandi
dan
BAB/BAK harus
menggunakan
tongkat
dan
dibantu
oleh
adiknya

dalam bila akan 3. Dengan


berpindah tempat
memfokuskan
dan duduk ke
pada
perhatian
berdiri
tertentu,
menurunkan
ketegangan otot
dan rasa nyeri
4. Ukur tanda-tanda
vital
4. Mengetahui akan
perubahan
hemodinamik
Setelah dilakukan 1. Ajarkan klien cara 1. Dengan
tindakan
mengatur tubuhnya
keseimbangan
keperawatan
pada
saat
tubuh
yang
selama
3x5jam
berpindah
optimal membuat
diharapkan
tubuh
dapat
mobilitas
fisik
berdiri
kookoh
tidak ada hambatan
dan tidak mudah
dengan KH :
jatuh
Klien mampu 2. Pakaikan
alat
2. Alat bantu dapat
berjalan tanpa
bantu
untuk
mengurangi
alat bantu
mempermudah
cedera
fisik
Kekuatan otot
mobilitas
karena
tidak
ekstremitas
dapat menyangga
bawah : 5
tubuh
Keseimbangan
3. Lakukan
latihan
tubuh baik
3. Menjaga
agar
ROM
tidak
terjadi
kekakuan
otot
yang
jarang
terpakai karena
kelemahan fisik
4. Beri
dorongan
kepada klien dan 4. Klien
dan
keluarga
untuk
keluarga
tidak
memandang
putus asa akan
keterbatasan secara
keadaan
yang
realita
dialami saat ini

DO :
Kekuatan
otot
ekstremitas bawah
kiri/kanan : 3
Klien
mampu
berjalan
dalam
jarak 2m
tapi
Pada fhoto lumbal
realita
saco
nampak
terjadi
terpasang pen
Resiko
infeksi Setelah dilakukan 1. Ajarkan klien bila 1. Agar
penularan
kuman tindakan
batuk tutup mulut
tidak

melihat
yang
kuman

35

mycobacterium
tuberculosa
berhubungan dengan
TB
paru
aktif
ditandai dengan :

keperawatan
dengan kain
berterbangan
selama
3x2jam
2. Anjurkan
untuk
diharapkan
yang
tidak membuang 2. Tempat
penularan infeksi
kering
akan
ludah
dibawah
tidak terjadi.
mudah
ditiup
jendela
oleh
angin
DS :
sehingga dapat
Klien mengatakan
dihirup
oleh
Keluar
cairan
orang lain
nanah warna susu,
3. Modefikasi
kental.
lingkungan lokasi 3. Menciptakan agar
Pernah
minum
tempat tidur klien
klien nyaman
obat paru tapi
4. Beri
penjelasan
putus
tentang
4. Klien memahami
Dokter
pernah
pengobatan
TB
bahwa
dengan
mengatakan
ada
yang
teratur
putus obat yang
infeksi pada paruterus
menerus
parunya
akan
mengakibatkan
DO :
kuman resisten
Hasil thorax foto
terhadap
jenis
TB paru aktif
obat
LED
meningkat
(57-78)
Hasil sputum BTA
(-)
Terapi OAT

3.10 Implementasi dan Evaluasi


No
1

Dx
Dx. 1

Implementasi
Tanggal 2-3-2015 jam 10.15

Evaluasi
Tanggal 2-3-2015 jam 15.10
1. Memberikan
penjelasan S:
Klien mengatakan nyeri
bahwa tulang belakang
dirasakan saat berpindah
fungsinya
menopang
dari duduk ke berdiri dan

36

kepala dan pada tulang


belakang

ada

saraf

sehingga

kalau

berjalan

atau melakukan aktivitas


akan membuat pergesekan
antar

vertebra

dapat

sehingga

saat berjalan ke kamar


mandi
Klien
mengatakan
adiknya harus ada untuk
membantunya dalam hal
memberikan tongkat dan
membantu agar ia dapat
berdiri

mengakibatkan

alangkah O:

baiknya beristirahat
Respon: klien mengatakan

kalau
beliau
baring,
keluhan
nyeri
tidak
nyeri,

dirasakan

jadi

hanya

Klien tampak menahan


sakit
Tampak pucat saat berdiri
Takut jatuh
Tremor

kalau A: masalah
menjelang pagi atau cuaca teratasi
dingin

nyeri

belum

P: Intervensi dilanjutkan:
Ajarkan nafas dalam
Tanggal 2-3-2015 jam 10.30
2. Bapak .... kira-kira posisi
Anjurkan
untuk
istirahat
mana yang baik dan
membuat bapak tidak rasa
sakit
Respon:

klien

lebih

nyaman tidur dengn kedua


kaki ditekuk

Tanggal 2-3-2015 jam 13.10


3. Mengajarkan klien tarik
nafas dalam tahan baru
lepas pada saat tahan klien
mencoba

berdiri

dari

tempat

tidur

dan

menggunakan tongkat ke
kamar mandi
Respon: klien mengatakan

37

masih sedikit nyeri


Tanggal 2-3-2015 jam 14.00
4. Mengukur TTV:
TD: 130/90 mmHg
Nadi: 96x/menit
2

Dx. 2

RR: 20 x/menit
Tanggal 3-3-2015 jam 10.15
1. Bapak duduk lurus kalau
tidak

mampu

boleh

menggunakan

kedua

tangan untuk menumpu di


tempat

tidur

sehingga

tidak tertekan pada tulang

Tanggal 3-3-2015 jam 14.10


S:
Klien
mengatakan
berjalan
masih
menggunakan
tongkat
dan dibantu adiknya
Klien masih berat bila
berjalan

kaki O:
Klien nampak takut jattuh
menginjak pada lantai Klien
nampak
tidak
sambil dibuka sejajar
menerima kalau dirinya
bisa seperti ini
bahu, dengan tarikan nafas
Klien nampak tremor
dalam bapak boleh verdiri Berjalan kaki nampak
nanti suter bantu.
seperti sulit diangkat
Berjalan
menggunakan
tongkat
Tanggal 3-3-2015 jam 10.20
belakang,

kedua

2. Memakaikan tongkat pada A: masalah mobilitas fisik


ketiak kanan dilanjutkan terganggu
pada ketiak kiri, bantu

P: Intervensi dilanjutkan:
menggunakan Pakaikan alat bantu bisa
mobilisasi
sandal.
Lakukan ROM aktif
Bantu klien mengatur
Tanggal 3-3-2015 jam 12.15
keseimbangan
saat
berpindah
3. Memberikan
informasi
klien

kepada klien dan keluarga


bahwa kelemahan yang
dialami

memerlukan

38

bantuan dan kita semua


baik
3

Dx. 3

petugas

maupun

keluarga.
Tanggal 3-3-2015 jam 09.15
1. Menganjurkan klien untuk
menutup mulutnya dengan

Tanggal 3-3-2015 jam 15.10


S:
Klien mengatakan batk
berkurang

kain pada saat batuk


Tanggal 3-3-2015 jam 09.20
2. Menganjurkan klien untuk
tidak membuang dahak
dibawah jendela tapi

O:
Klien nampak menutup
mulut dengan baju saat
batuk
A: Penularan infeksi tidak
terjadi

buanglah ditempat yang


sudah diberikan air dalam
wadah
Tanggal 3-3-2015 jam 09.25
3. Memberikan penjelasan
bahwa obat TB hanya 5
macam obat saja sehingga
kalau tubuh sudah resisten
terhadap obat tersebut
maka apalagi yang maw
dibuat. Jadi minum obat
teratur bila obat tinggal 34 bungkus, kontrol lagi
agar dapat diberikan obat
kelanjutan. Selain itu
pengobatan yang teratur
membuat tubuh nampak
sehat, tidak banyak
keluhan.
3.11 Catatan perkembangan

P: Intervensi dikontrol:
Modefikasi lingkungan
Awasi
dalam
mengkonsumsi obat
Awasi pada saat klien
buang ludah

39

Hari/Tanggal

Implementasi

Evaluasi

O
1

Selasa, 3-3-2015

1. Menganjurkan klien untuk

S:

S: klien mengatakan

istirahat dan boleh sambil

Klien mengatakan nyeri

masih merasa nyeri

mebaca.

berkuran bila tarik nafas

berlebih tadi shubuh

Respon : klien lebih

dalam sebelum berpindah

karena dingin

senang mengisi

Lebih nyaman bila tidur

TTS sambil
O:

isitirahat ditempat

klien nampak

tidur

terbaring ditempat
tidur

kedua kaki di tekuk


O:
Klien nampak tersenyum

2. Mengajarkan klien tehnik

Klien nampak lebih

nafas dalam pada saat

percaya diri bila akan

mengantuk,mengu

berpindah.

berpindah tempat

ap terus

Respon : klien dapat

ekspresi wajah

melakukan dengan
A: nyeri kronis

A: Masalah belum teratasi

baik, nyeri
berkurang

P:

P: intervensi dilanjutkan
1. Anjurkan istirahat

1. Anjurkan istirahat
2. Ajarkan nafas

3. Memberikan kesempatan
kepada klien untuk

dalam bila

mengatur posisi tidurnya.

berpindah

Resopon : klien lebih

3. Mengizinkan klien

2. Nafas dalam
3. Mempertahankan klien

nyaman tidur

untuk mengatur

dengan kedua kaki

posisinya sesuai

di tekuk

dengan rasa
nyaman yang ia
2

rasakan.
Rabu, 4-3-2015
S: klien mengatakan
Belum dapat

1. Memegang tongkat kiri


sambil membantu

S:
klien masih

memakaikannya di ketiak

menggunakan tongkat

kekamar mandi

klien demikian sebaliknya

klien dibantu adiknya

sendiri bila akan

Respon: klien dapat

40

BAB/BAK

berjalan tapi tetap

bila hendak mandi,

Berjalan harus

di dampingi oleh

BAK/BAB

adiknya

menggunakan

klien berjalan masih

tongkat
Bila menapak

O:

2. Mengajarkan klien untuk

masih terasa sakit

mengangkat kedua kaki

pada tulang

kemudian ditekukan

belakang

dilakukan berulang 1015x.

menggunakan tongkat
klien masih didampingi
petugas dan adiknya
klien nampak hati-hati
bila berpindah

Respon: klieb dapat

O:

melakukan sendiri

Klien masih

tanpa bantuan

mengguankan

A: masalah mobilitas fisik


belum teratasi

tongkat
Bila berdiri masih
tremor
Kekuatan otot

3. Menjaga agar klien tidak

P: Intervensi dilanjutkan

jatuh dan tubuh tetap

bantu klien dalam

seimbang pada saat klien

ekstremitas

berdiri.

bawah : 3

Respon: masih tremor tapi

bantu menjaga
tidak jatuh

A: gangguan mobilitas
fisik

P:
Bantu klien dalam
menggunakan alat
bantu
Ajarkan ROM
aktif
Bantu dalam
menjaga
keseimbangan
tubuh saat berdiri

menggunakan alat bantu


keseimbangan tubuh saat
berdiri

41

Rabu, 4-3-2015
S:
klien mengatakan
nyeri berkurang
cairan juga
dirasakan
berkurang
O:
klien istirahat
ditempat tidur
senyum saat disapa
tidak menunjukkan
ekspresi wajah
meringis
A: Masalah nyeri
kronis
P:
1. mempertahankan
posisi
2. anjurkan aktivitas
ringan ditempat
tidur

BAB IV
PEMBAHASANAN
4.1 Proses Keperawatan
a. Pengkajian keperawatan
Pasien adalah Tn. D dengan spondilitis TB. Tn. D masuk rumah sakit
tanggal 28 februari 2015, itu berrati sudah 2 hari ia dirawat di ruang bedah
orthopedi ini. Klien mulanya masuk dengan keluhan neyri pada tulang belakang

42

sejak 2 tahun yang lalu, nyeri ini hilang timbul terutama bila klien beraktivitas
tapi bila tidak beraktivitas nyerinya berkurang bahkan sampai tidak dirasakan
sama sekali. Skala nyeri 4, lamanya tidak ada rentang waktu karena nyeri ini di
rasakan sepanjang klien beraktivitas.
Berdasarkan anamnesa dan status rekam medik klien, selain nyeri yang di
rasakan klien juga mengatakan ada timbul seperti bisul pada tulang belakangnya
2 minggu yang lalu daan bisul itu pecah ketika klien batuk, bisul iitu nerisi
cairan berwarna seprti susu kental, tidak berbau, sebesar mata bolpen, selain itu
juga klien merasakan ia tidak bisa berjalan di kedua kakinya lagi sehingga ia
harus menggunakan tongkat untuk berjalan sehingga klien meminta dibuatkan
rujukan dari PKM mambramo ke RSUD DOK II Jayapura. Berdasarkan hasil
pemeriksaan awal dan anamnesa klien , masalah deformitas tulang belakang
berua gibbus merupakan salah satu manisfestasi klinis dari spondilitis
tuberkulosis. Namun hal ini masih perlu ditunjang dengan beberapa pemeriksaan
diasnostik yang terkait.
Untuk itu, pemeriksaan diasnostik juga dilakukan , diantaranya adalah test
BTA untuk menegakkan TB sebagai penyebab utama.hasil dari pemeriksaan
BTA ketiga meriksaaan tersebut menunjukan hasil negatif. kemudian
pemeriksaan selanjutnya untuk mendukung diagnostik adalah rontgen dada dan
rontgen tulang belakang.hasil rontgen dada nampak berawan pada bagian atas
paru kanan, dan rontgen tulang belakang / foto saco lumbal masih terpasang pen.
b. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian beberapa masalah keperawatan yang muncul
pada klien adalah nyeri kronis berhubungan dengan menekan saraf spinal,
gangguan mobilitas fisik behubungan dengan kelemahan anggota gerak bawah,
dan resiko penularan kuman mycobakterium tuberkulosis berhubungan
lingkungan sekitar.
c. Intervensi Dan Implementasi
Masalah nyeri kronis didefinisikan pengalaman sensori dan emosi yang baik
menyenangkan,

akibat

kerusakan

jaringan

aktual

atau

potensial

atau

digambarkan dengan istiah kerukan (international Assocition for the study of

43

pain); awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat
dengan yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasi lebih dari enam
bulan (NANDA, 2013). Data subjektif yang di dapat rasa nyeri yang dirasakan
merupakan akibat dari terjadinya penekanan pada tulang belakang karena gibbus
atau penonjolan akibat dari bakteri tuberkulosis yang sudah menyebar hingga ke
sumsum tulang belakang. Nyeri 2 tahun dan bila beraktivitas, dan Nyeri makin
dirasakan bila menjelang pagi atau cuaca dingin. Sedangkan ndata objektif yang
di dapat Kesadaran : compos mentis, Ekspresi wajah nampak menahan sakit bila
berjalan, dan Skala nyeri 4Intervensi yang akan diberikan bertujuan klien
merasakan nyeri berkurang dengan kriteriahasil yang diharapkan klien tidak
menyeluh nyeri, ekspesi wajah ceria, dan skala 0.
Intervensi pertama yang diberikan yaitu anjurkan klien untuk istirahat di
tempat tidur bertujuan dengan istirahat dan mengurangi aktivitas dapat mencegah
penekanan pada saraf spinal, intervensi kedua yang diberikan yaitu berikan klien
untuk mengatur posisi mana yang menurutnya nyaman bertujuan dengan posisi
yang diatur oleh klien maka klien lebih merasakan posisi yang nyaman baginya.
Intervensi ketiga yang diberikan yaitu ajarkan klien nafas dalam bila akan
berpindah tempat dan duduk ke berdiri bertujuan bengan memfokuskan pada
perhatian tertentu, menurunkan ketegangan otot dan rasa nyeri dan intervensi
keempat ukur tanda-tanda vital bertujuan mengetahui akan perubahan
hemodinamik.
Implementasi pertama dilakukan tanggal 2 maret 2015 memberikan
penjelasan bahwa tulang belakang fungsinya menopang kepala dan pada tulang
belakang ada saraf sehingga kalau berjalan atau melakukan aktivitas akan
membuat pergesekan antar vertebra sehingga dapat mengakibatkan nyeri, jadi
alangkah baiknya beristirahat, Respon: klien mengatakan kalau beliau baring,
keluhan nyeri tidak dirasakan hanya kalau menjelang pagi atau cuaca dingin.
Implementasi kedua dilakukan bapak kira-kira posisi mana yang baik dan
membuat bapak tidak rasa sakit respon: klien lebih nyaman tidur dengn kedua
kaki ditekuk. Implementasi ketiga dilakukan Mengajarkan klien tarik nafas
dalam tahan baru lepas pada saat tahan klien mencoba berdiri dari tempat tidur
dan menggunakan tongkat ke kamar mandi Respon: klien mengatakan masih

44

sedikit nyeri. Implementasi keempat dilakukan Mengukur TTV: TD: 130/90


mmHg, Nadi: 96x/menit, RR: 20 x/menit.
Masalah keperawatan selanjutnya adalah gangguan mobilitas fisik
didefinisikan sebagai keterbatasan pergerakan baik pada seluruh tubuh maupun
pada satu atau lebih ekstremitas (NANDA, 2012). Data subjectif yaang
didapatkan bahwa klien mengatakan berjalan harus menggunakan tongkat dan
dibantu oleh adiknya, dan Mandi dan BAB/BAK harus menggunakan tongkat
dan dibantu oleh adiknya. Sedangkan data objektif yang didapatkan kekuatan
otot ekstremitas bawah kiri/kanan : 3, klien mampu berjalan dalam jarak 2m, dan
pada fhoto lumbal saco nampak terpasang pen. Intervensi yang diberikan
bertujuan agar morbitas fisik tidak ada hambatan dengan kriteria hasi yang
diharapkan klien mapu berjalan dengan alat bantu, kekuatan otot ekstermitas
bawah 5, dan kesimbangan cairan baik. Intervensi petama yang diberikan yaitu
ajarkan klien cara mengatur tubuhnya pada saat berpindah bertujuan dengan
keseimbangan tubuh yang optimal membuat tubuh dapat berdiri kookoh dan
tidak mudah jatuh. Intervensi kedua yang diberikan yaitu pakaikan alat bantu
untuk mempermudah mobilitas bertujuan alat bantu dapat mengurangi cedera
fisik karena tidak dapat menyangga tubuh. Intervensi ketiga lakukan latihan
ROM bertujuan menjaga agar tidak terjadi kekakuan otot yang jarang terpakai
karena kelemahan fisik. Intervensi keempat beri dorongan kepada klien dan
keluarga untuk memandang keterbatasan secara realita bertujuan klien dan
keluarga tidak putus asa akan keadaan yang dialami saat ini tapi melihat realita
yang terjadi. Implementasi pertama pada tanggal 3 maret 2015, bapak duduk
lurus kalau tidak mampu boleh menggunakan kedua tangan untuk menumpu di
tempat tidur sehingga tidak tertekan pada tulang belakang, kedua kaki menginjak
pada lantai sambil dibuka sejajar bahu, dengan tarikan nafas dalam bapak boleh
verdiri nanti suter bantu. Implementasi kedua tanggal 3 maret 2015, memakaikan
tongkat pada ketiak kanan dilanjutkan pada ketiak kiri, bantu klien menggunakan
sandal. Implementasi ketiga tanggal 3 maret 2015, memberikan informasi kepada
klien dan keluarga bahwa kelemahan yang dialami memerlukan bantuan dan kita
semua baik petugas maupun keluarga.

45

Masalah keperawatan ketiga adalah resiko infeksi penularan kuman


mycobakterium tuberkulosis yang didefinisikan sebagai resiko tinggi pajanan
terhadap kontaminasi lingkungan dalam dosis yang cukup untuk penyebabkan
dampak buruk pada kesehatan (NANDA, 2013). Data subjektif yang didapatkan
klien mengatakan keluar cairan nanah warna susu dan kental, pernah minum obat
paru tapi putus, dan dokter pernah mengatakan ada infeksi pada paru-parunya.
Sedangkan data objektif yang di dapatkan hasil thorax foto TB paru aktif, LED
meningkat (57-78), hasil sputum BTA (-), dan Terapi OAT. Intervensi yang
diberikan bertujuan agar penularan infeksi tidak terjadi. Intervensi pertama yang
diberikan yaitu ajarkan klien bila batuk tutup mulut dengan kain bertujuan agar
kuman tidak berterbangan. Intervensi kedua yang diberikan yaitu anjurkan untuk
tidak membuang ludah dibawah jendela bertujuan tempat yang kering akan
mudah ditiup oleh angin sehingga dapat dihirup oleh orang lain. Intervensi ketiga
yang diberikan yaitu modefikasi lingkungan lokasi tempat tidur klien bertujuan
menciptakan agar klien nyaman. Intervensi keempat yang diberikan yaitu beri
penjelasan tentang pengobatan TB yang teratur bertujuan dengan

klien

memahami bahwa dengan putus obat yang terus menerus akan mengakibatkan
kuman resisten terhadap jenis obat. Implementasi pertama tanggal 3 maret 2015,
menganjurkan klien untuk menutup mulutnya dengan kain pada saat batuk.
Implementasi kedua tanggal 3 maret 2015, menganjurkan klien untuk tidak
membuang dahak dibawah jendela tapi buanglah ditempat yang sudah diberikan
air dalam wadah. Implementasi ketiga tanggal 3 maret 2015, memberikan
penjelasan bahwa obat TB hanya 5 macam obat saja sehingga kalau tubuh sudah
resisten terhadap obat tersebut maka apalagi yang maw dibuat. Jadi minum obat
teratur bila obat tinggal 3-4 bungkus, kontrol lagi agar dapat diberikan obat
kelanjutan. Selain itu pengobatan yang teratur membuat tubuh nampak sehat,
tidak banyak keluhan.
d. Evaluasi
Pada masalah keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan menekan saraf
spinal didapatkan hasil evaluasi pada tanggal 2 maret 2015 jam 15.10 dengan
data subjektif klien mengatakan nyeri dirasakan saat berpindah dari duduk ke
berdiri dan saat berjalan ke kamar mandi dan juga klien mengatakan adiknya

46

harus ada untuk membantunya dalam hal memberikan tongkat dan membantu
agar ia dapat berdiri. Sedangkan pada data objektif klien tampak menahan sakit,
tampak pucat saat berdiri, takut jatuh dan tremor. Masalah pada nyeri belum
teratasi. Planning intervensi dilanjutkan: Ajarkan nafas dalam dan Anjurkan
untuk istirahat.
Pada masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik behubungan dengan
kelemahan anggota gerak bawah didapatkan hasi dari evaulasi pada tanggal
3maret 2015 jam 14.10 dengan data subjektif klien mengatakan berjalan masih
menggunakan tongkat dan dibantu adiknya dan klien masih berat bila berjalan.
Sedangkan pada data objektif klien nampak takut jattuh, Klien nampak tidak
menerima kalau dirinya bisa seperti ini, klien nampak tremor, berjalan kaki
nampak seperti sulit diangkat dan berjalan menggunakan tongkat. masalah
mobilitas fisik terganggu. planing intervensi dilanjutkan: Pakaikan alat bantu
bisa mobilisasi, lakukan ROM aktif, dan bantu klien mengatur keseimbangan
saat berpindah.
Pada masalah keperatawatan resiko penularan kuman mycobakterium
tuberkulosis berhubungan lingkungan sekitar didapatkan hasi dari evaulasi pada
tanggal 3 maret 2015 jam 15.10 dengan data subjektif klien mengatakan batk
berkurang. Sedangkan pada data objektifk klien nampak menutup mulut dengan
baju saat batuk. Masalah penularan infeksi tidak terjadi. Planning intervensi
dikontrol: Modefikasi lingkungan, awasi dalam mengkonsumsi obat dan awasi
pada saat klien buang ludah

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Spondilitis tuberkulosis dapat menyebabkan kompresi pada korpus vertebra
sehingga menyebabkan masalah seperti gangguan pembentukan darah dan defisit
neurologi,

untuk

memperbaikinya.

itu

perlu

dilakukan

tindakan

pembedahan

untuk

47

b. Perawat berperan penting dalam pencapaian keamanan/ safety pasien selama


perioperatif, terutama pada pre dan post operasi.
c. Beberapa efektivitas yang dapat diamati pada pasien diantaranya adalah pasien
tidak mengalami thrombosis vena dalam, masalah konstipasi teratasi dalam
empat hari pelaksanaan intervensi, tidak terjadi stasis urin dan produksi urin
positif, tidak terjadi pneumoni ataupun embolisme pulmonal, serta penyembuhan
luka yang baik/ luka kering dalam 3 hari pemberian intervensi, tidak terdapat
pus, ataupun tanda infeksi, serta tidak muncul luka baru karena imobilisasi
(dekubitus).
5.2 Saran
a. Rumah Sakit
Saran bagi rumah sakit selaku pemberi pelayanan keperawatan hendaknya
dapat memberikan asuhan keperawatan yang holistik, termasuk dalam
mempersiapkan klien agar dapat menjalani operasi dengan baik dan terhindar
dari komplikasi operasi. Selain itu, perawat hendaknya menunjukkan perannya
sebagai advokat klien dengan pemberian edukasi-edukasi yang menunjang
kesehatan klien.
b. Pendidikan
Saran bagi pemberi pendidikan keperawatan terutama spesialisasi
keperawatan komunitas hendaknya agar dapat bekerja sama dengan institusi
kesehatan dan pemerintahan di wilayah-wilayah perkotaan untuk memberikan
penyuluhan sebagai tindakan preventif dan promotif terkait penyakit spondilitis
tuberkulosis guna menekan angka kejadiannya di perkotaan dan mencegah
peningkatan komplikasi.

Anda mungkin juga menyukai