Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

ISOLASI & PEMURNIAN KURKUMIN


SECARA KROMATOGRAFI KOLOM

Kelompok F 5 :

Kelompok F 6 :

Nur Hidaya

(1120124)

Loh Agnes Natalia

(1120045)

Cicilia Okta Berliantika

(1120125)

Shallyn Aprilia

(1120060)

Prima Hasty Nugraheni

(1120127)

Inggrid Agung Wagiri

(1120076)

Lia Cahyaningtyas

(1120129)

Vincentius Rionaldo

(1120084)

Gratia Vidy Monica T.

(1120139)

Steven Surya

(1120092)

FAKULTAS FARMASI UBAYA


2014
1

BAB I
TUJUAN PRAKTIKUM

Memahami metode isolasi kurkumin dengan menggunakan metode kromatografi


kolom dan memisahkan senyawa murni kurkumin dari campurannya.

Memahami cara kerja metode identifikasi kurkumin dengan menggunakan


kromatografi lapis tipis & spektra ultraviolet.

Memahami kurva spektrofotomeri berdasarkan absorbansi dari kurkumin yang


diidentifikasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kromatografi kolom
Kromatografi kolom juga merupakan suatu metode pemisahan preparatif. Metode ini
memungkinkan untuk melakukan pemisahan suatu sampel yang berupa campuran dengan
berat beberapa gram. Beberapa kelemahan dari metode ini adalah:
1.
2.

Diperlukan jumlah pelarut/eluen yang cukup besar


Waktu eluasi untuk dapat menyelesaikan pemisahan sangat lama
3. Deteksi hasil pemisahan tidak dapat langsung dilakukan (masih
memerlukan KLT)

Pada prinsipnya kromatografi kolom adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan
pada peristiwa adsorpsi. Sampel yang biasanya berupa larutan pekat diletakkan pada ujung
atas kolom. Eluen atau pelarut dialirkan secara kontinu kedalam kolom. Dengan adanya
gravitasi atau karena bantuan tekanan, maka eluen/pelarut akan melewati kolom dan proses
pemisahan akan terjadi. Seperti pada umumnya, eluen/pelarut yang digunakan dimulai dari
yang paling nonpolar dan dinaikkan secara gradient kepolarannya hingga pemisahan dapat
terjadi. Sama halnya pada KLT, pemisahan dapat terjadi karena adanya perbedaan afinitas
senyawa pada adsorben dan perbedaan kelarutan senyawa pada eluen/pelarut.
Ketika sampel diletakkan diujung kolom, seketika itu juga sudah terjadi peristiwa
adsorpsi oleh permukaan adsorben yang berbatasan dengan sampel. Eluen yang dialirkan
secara kontinu kedalam kolom akan menyebabkan adanya peristiwa adsorbsi dan desorpsi
senyawa-senyawa pada sampel. Molekul-molekul senyawa akan dibawa ke bagian bawah
kolom dengan kecepatan yang bervariasi bergantung pada besarnya afinitas molekul tersebut
dalam eluen/pelarut. Cairan yang keluar dari kolom ditampung dan dilakukan analisis
menggunakan KLT untuk melihat hasil pemisahannya.
Pada kromatografi kolom, hal-hal yang paling berperan dalam kesuksesan pemisahan
adalah pemilihan adsorben dan eluen/pelarut, dimensi kolom yang digunakan serta kecepatan
elusi yang dilakukan.

Adsorben yang umum digunakan selain SiO 2 dan selulosa adalah alumina, yang
tersedia dalam bentuk asam, basa atau netral. Adsorben ini dianjurkan hanya dipakai untuk
senyawa-senyawa organic yang stabil. Pemilihan adsorben dan bentuknya (asam, basa atau
netral) sangat penting untuk menghindari reaksi yang dapat terjadi di dalam kolom yang
dapat terjadi didalam kolom yang tidak diinginkan selama proses elusi berlangsung.
Adsorben lain yang umum dipakai adalah silica gel, yang terutama digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa organik yang tidak memiliki kestabilan yang memadai untuk
dipisahkan menggunakan alumina.
Besarnya butir/granul adsorben yang digunakan pada kromatografi kolom harus harus
lebih besar dibandingkan dengan yang digunakan pada KLT, yaitu antara 50-200 m. dengan
ukuran tersebut, pengisian kolom secara homogen dapat terlaksana, kecepatan elusi juga
berjalan sebagaimana seharusnya serta pergantian senyawa yang teradsorpsi pada adsorben
dan kelarutannya pada eluen/pelarut terjadi cukup cepat.
Jumlah adsorben yang digunakan bergantung pada tingkat kesulitan pemisahan dan
pada jumlah sampel yang akan dipisahkan. Secara umum diperlukan 30-50 gram adsorben
untuk tiap gram sampel yang akan dipisahkan. Jumlah tersebut bisa mencapai 200 gram
adsorben jika pemisahan yang dilakukan cukup sulit. Dibutuhkan jumlah adsorben yang lebih
sedikit untuk memisahkan senyawa-senyawa yang perbedaan polaritasnya sangat besar.
Eluen/pelarut yang digunakan, umumnya adalah campuran dua macam pelarut. Pada
awal elusi dimulai dengan eluen yang paling nonpolar yang akan membawa senyawasenyawa yang kurang terikat pada adsorben (yang paling nonpolar). Sepanjang proses elusi,
komposisi eluen dapat divariasi dengan jalan menambahkan secara gradien pelarut yang lebih
polar. Dengan demikian, senyawa-senyawa juga hanya akan terelusi kea rah bawah kolom
secara berurutan berdasarkan kepolarannya.adalah komposisi yang pertama dari eluen yang
memiliki kemampuan elusi terkuat.
Kolom yang digunakan untuk keperluan pemisahan ini, pada bagian bawahnya
biasanya dilengkapi dengan pelat kaca masir (bisa juga digunakan glass wool atau kapas
bebas lemak) baik dalam bentuk fix ataupun mobile yang berguna untuk melewatkan eluen
secara bebas tetapi yang juga dapat menghambat keluarnya adsorben dari kolom. Buret dapat
juga digunakan untuk keperluan ini, dengan menambahkan kaca masir atau glass wool di
bagian bawah buret. Jumlah adsorben yang dimasukkan ke dalam kolom sedimikian rupa

sehingga tinggi kolom 10 kali diameter kolom, biasanya juga disisakan ruang kosong diatas
adsorben tersebut kira-kira 10 cm untuk sampel dan pelarut.
Kecepatan elusi sebaiknya dibuat konstan. Kecepatan tersebut harus cukup lambat
sehingga senyawa berada dalam keseimbangan antara fase diam dan fase gerak, sebaliknya
jika kecepatan elusi ini terlalu kecil, maka senyawa-senyawa akan terdifusi ke dalam eluen
dan akan menyebabkan pita makin lama makin lebar yang akibatnya pemisahan tidak dapat
berlangsung dengan baik.kecepatan elusi yang besar dapat dilakukan jika yang akan
dipisahkan adalah campuran senyawa yang memiliki kepolaran yang sangat berbeda.

BAB III
ALAT & BAHAN
A. Alat & Bahan

1. Alat :
Beaker glass
Kertas saring
Pengaduk kaca
Corong kaca
Pipet tetes
Gelas ukur
Chamber
Spektrofotometri
Kolom Kromatografi
Statif + klem holder
Vial
Cawan porselin
Erlenmeyer
2. Bahan:

1 g serbuk rimpang kunyit


Silika gel 70 230 mesh 50 g
Silika gel 60 F254
CHCl3-Benzen-Etanol (45:45:10)
Larutan KOH 5% dalam etanol

BAB IV
SKEMA KERJA
Penyiapan Sampel
Ditimbang sampel (serbuk ekstrak temulawak 1 gram + silica gel 5 gram

Pelaksanaan Kromatografi Kolom

Kolom
Kromatograf
Pasang pada statif
Isi dengan fase gerak ( 1/3 tinggi kolom)
Kolom Kromatograf + fase
gerak
Tuang cepat suspensi silika gel dalam fase gerak
Hindari terbentuk gelembung udara
Diamkan semalam
Kolom Kromatograf + fase diam
mampat
Buka
kran untuk mengeluarkan fase gerak hingga fase diam masih

0,5 cm
Tutup kembali kran

Kolom Kromatograf + fase


diam
Masukkan sampel 1 g
Tutup kembali dengan suspensi silika gel
Kolom Kromatograf +
sampel
Buka kran
Tampung fase gerak dalam Erlenmeyer
Tambahkan fase gerak dalam kolom

Pita-pita warna sampai di dasar


kolom
Tampung
filtrat ke dalam 50 vial (yang telah diberi penomoran 1-50)yang
telah dikalibrasi masing-masing 5 ml
Filtrat (nomor vial semakin besar, warna fltrat yang ditampung semakin
kuning jernih)

Identifikasi Secara KLT

vial 1, vial 6, vial 11, vial 16,


vial 26, vial, 36, vial 46
Noda Campuran Senyawa

2.1

Ditotolkan pada lempeng Silika Gel 60F254

Dieluasi dengan fase gerak CHCl3-Benzen-Etanol


(45:45:10)
Visualisasi dengan penampak noda larutan KOH 5%
dalam etanol
Menggabungkan filtrat dalam vial-vial yang

mempunyai profil kromatografi yang sama


(yang diduga adalah kurkumin yaitu noda tunggal
paling atas)
Melakukan
KLT lagi terhadap fitrat hasil gabungan
Noda tunggal HasilGabungan
Filtrat

Identifikasi Kurkumin Secara Spektrofotometri UV-VIS


Uapkan larutan kurkumin hasil pemurnian sampai
kering
Larutkan dalam ethanol qs
Amati spektronya pada panjang gelombang 300-600
nm pada Spektrometer UV-Vis
Tambahkan campuran NaOH dalam etanol sebanyak
3 tetes

Amati spektrumnya

BAB V

PEMBAHASAN

Kromatografi Kolom

Pada praktikum isolasi dan pemurnian kurkumin dengan teknik kromatografi kolom
digunakan temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb). Analisis kimia menunjukkan bahwa
senyawa utama yang terkandung dalam Curcuma xanthorhiza Roxb antara lain adalah pati
(48.18-59.64%), serat (2.58-4.83%), minyak menguap seperti phelandren, camphor, tumerol,
sineol, borneol dan xanthorrhizol (1.48-1.63%), dan juga kurkuminoid seperti kurkumin,
desmetoxikurkumin, bidesmethoxycurcumin (1.6-2.2%).

Untuk mendapatkan isolat murni kurkumin dari Curcuma xanthorhiza Roxb,


dilakukan teknik kromatografi kolom. Kromatografi kolom adalah salah satu metode yang
digunakan untuk pemurnian senyawa dari campuran dengan menggunakan kolom.
Kromatografi kolom menggunakan adsorben sillika gel karena kolom yang dibentuk dengan
silika gel memiliki tekstur dan struktur yang lebih kompak dan teratur. Silika gel memadat
dalam bentuk tetrahedral raksasa, sehingga ikatannya kuat dan rapat. Dengan demikian,
adsorben silika gel mampu menghasilkan proses pemisahan yang lebih optimal.
Alat utama yang digunakan dalam kromatografi kolom adalah sebuah tabung dengan
diameter 5-50 mm dan tinggi 5 cm - 1 m. Pada bagian dasar tabung diberi semacam
penyaring dari glass wool untuk menghindari hilangnya fasa diam.

Gambar 1. Alat Kromatografi kolom


Fasa gerak atau eluen adalah campuran cairan murni. Pada isolasi kurkumin ini
digunakan eluen CHCl3 : benzen : etanol (45:45:10). Jenis eluen yang digunakan pada
kromatografi kolom dipilih supaya senyawa yang berbeda dapat dipisahkan secara efektif.
Fase gerak membawa komponen-komponen yang akan dipisahkan, menggunakan suatu
pelarut organik atau campuran beberapa pelarut organik.
Fasa diam yang digunakan dalam kromatografi kolom adalah suatu adsorben padat,
senyawa yang digunakan adalah silica gel (SiO2). Oleh karena silica gel memiliki gugus
hidroksil pada permukaan menyebabkan sifatnya sangat polar, silica gel dapat membentuk
ikatan hidrogen di permukaan. Sementara itu, fase gerak yang digunakan yaitu CHCl3 :
benzen : etanol (45:45:10) sifatnya non-polar. Maka pada saat campuran dimasukkan,
senyawa-senyawa yang semakin polar dalam ekstrak akan semakin lama tertahan di fasa
diam, dan senyawa-senyawa yang semakin kurang polar akan terbawa keluar kolom lebih
cepat.
Pada kromatografi kolom ada dua metode utama yang digunakan yaitu metode kering
dan metode basah:

Metode kering
Pada metode kering, kolom diisi dengan fasa diam kering, diikuti dengan penambahan fasa
gerak yang disiramkan pada kolom sampai benar-benar basah.
Metode basah
Pada metode basah, bubur (slurry) disiapkan dengan mencampurkan eluen pada
serbuk fasa diam dan dimasukkan secara hati-hati pada kolom. Dalam langkah ini harus
benar-benar hati-hati supaya tidak ada gelumbung udara. Larutan senyawa organik dipipet di
bagian atas fasa diam, kemudian eluen dituangkan pelan-pelan melewati kolom.
Untuk isolasi dan pemurnian kurkumin kali ini, digunakan metode basah. Kemudian
kolom yang telah terisi suspensi fase diam dalam fase gerak didiamkan selama semalam
hingga fase diam mampat. Kemudian sample akan dimasukkan ke dalam kolom dan ditutup
lagi dengan suspensi silica gel, lalu kran dibuka untuk menampung fase gerak yang akan
keluar ke dalam vial yang telah dikalibrasi.
Cara kerja kromatografi kolom dimana komponen tunggal ditahan pada fasa diam
berupa adorben karena telah terikat. Ketika eluen dialirkan, maka senyawa akan melakukan
migrasi, terbawa oleh eluen sesuai dengan kesesuaian kepolaran. Masing-masing senyawa
dalam komponen mempunyai kecepatan yang berbeda-beda dalam melewati kolom. Selama
proses berlangsung, akan didapatkan beberapa fraksi. Masing-masing fraksi kemungkinan
mengandung senyawa yang berbeda. Untuk mengujinya, fraksi hasil kromatografi kolom
dapat diamati menggunakan KLT. Fraksi dengan Rf yang mirip, kemungkinan mengandung
senyawa yang sama. Fraksi dapat diamati lebih lanjut menggunakan spektroskopi.
Seluruh proses kromatografi kolom dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar
Proses
Kromatografi kolom

Identifikasi secara KLT


1. Sinar Tampak KLT 1 (urutan no. dari kiri ke kanan 1, 6, 11, 16, 26, 36, 46)

1.

11

16

2. UV 254nm (urutan no.


dari kiri ke kanan 1, 6, 11, 16, 26, 36, 46)

6
16
46

11

26

3. UV 366nm (urutan no. dari kiri ke kanan 1, 6, 11, 16, 26, 36, 46)

1.

16

11

36

26

46a

4. Penampak noda KOH KLT 1 (urutan no. dari kiri ke kanan 1, 6, 11, 16, 26, 36, 46)

1.

11

16

26

36

46a

26

36

46a

5. Sinar tampak KLT 2 (urutan dari kiri ke kanan 2,3,4,5,6,7,8,9,10)

10

6. UV 254nm (urutan dari kiri ke kanan 2,3,4,5,6,7,8,9,10)

10

7. UV 366nm (urutan dari kiri ke kanan 2,3,4,5,6,7,8,9,10)

8.

10

Penampak noda KOH KLT 2 (urutan dari


kiri ke kanan 2,3,4,5,6,7,8,9,10)

10

Pada percobaan ini sampel yang digunakan adalah Curcuma xanthorrhiza yang
diperoleh dari proses Kromatografi kolom kemudian dikeringkan atau diuapkan dan
dilarutkan pelarut etanol. Sampel tersebut ditotolkan pada lempeng KLT lalu dicelupkan ke
dalam chamber yang telah berisi pelarut dalam jumlah tidak terlalu banyak (CHCl3 :
Benzen:Etanol = 45 : 45 : 10 ) ketika bercak dari campuran tersebut mengering. Perlu

diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada. Vial
yang ditotolkan pertama kali adalah isi vial kelipatan lima (1,6,11,16,26,36,46). Setelah
dieluasi, lempeng silicagel disemprot dengan penampak noda NaOH 5%, kemudian diamati
noda dengan profil kromatografi yang sama, dan dilakukan KLT lagi terhadap filtrat hasil
gabungan vial dengan profil kromatografi yang sama (vial 2-10).
Sebelum disemprot penampak noda, terbentuk warna kuning pada plat KLT tersebut,
setelah disemprot noda berwarna oranye. Yang menyebabkan warna dari senyawa-senyawa
pada kromatografi lapis-tipis adalah perbedaan tingkat kepolaran warna dari senyawasenyawa yang sejauh mana tingkat kepolaran itu mempengaruhi perbedaan atau pemisahan
yang ditandai dengan tebentuknya spot-spot senyawa dalam kromatografi lapis-tipis itu
tergantung dari migrasi pelarut (fase mobil/fase gerak) terhadap fasa diamnya, yaitu
kromatografi lapis-tipis tersebut.
Setelah letak noda komponen diketahui dan diberi tanda batas, maka harga Rf
(Retardation factor) dapat dihitung. Harga Rf merupakan parameter karakteristik
kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan
migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran
karakteristik dan reprodusibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak
senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal.
Rf
= Jarak yang ditempuh komponen
Jarak yang ditempuh pelarut
Nilai Rf bersifat karakteristik dan menunjukkan identitas masing-masing komponen.
Komponen yang paling mudah larut dalam pelarut harganya akan mendekati satu. Sedangkan
komponen yang kelarutannya rendah akan mempunyai Rf hampir nol. Ada beberapa faktor
yang menentukan harga Rf yaitu pelarut, suhu, ukuran dari bejana, kertas dan sifat dari
campuran.
Nilai Rf digunakan untuk identifikasi kualitatif dari senyawa yang tidak diketahui
dengan membandingkan terhadap senyawa standard. Bila harga Rf-nya sama, berarti kedua
senyawa tersebut identik/sama. Pada percobaan ini, nilai Rf adalah vial 2-10 = 0,6 (terlihat
dari noda nomer 3-6) sedangkan pada noda 7-8 terjadi tailing dan noda nomer 9-10 suda
terbagi menjadi 2 titik (diduga desmetoksikurkumin). Nilai Rf kurkumin pada Curcuma
xanthorrhiza pada pustaka yaitu 0,6. Karena nilai Rf pada vial 2-10 sesuai dengan pustaka
kurkumin yaitu 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa vial 2-10 diduga mengandung senyawa
kurkumin.

10

Rf

noda 3-6 =

0,48
8

= 0,6

Identifikasi secara Spektrofotometri Uv-Vis


Vial 2-10
Sebelum ditambah NaOH
Panjang gelombang max = 420,50 nm
Sesudah ditambah NaOH
Panjang gelombang max = 453,5 nm

A= 0,709
A=0,728

Selain dilakukan identifikasi kurkumin menggunakan KLT, dilakukan juga


identifikasi dengan spektrofotometri UV-vis untuk melihat spektra dari kandungankandungan yang terdapat pada vial , terutama yang dicurigai mengandung kurkumin.
Vial yang digunakan yaitu vial nomor 2-10 yang telah dicampur. Campuran tersebut diuapkan
di atas waterbath dan dilarutkan dalam metanol, kemudian diamati spektranya pada
spektrofotometri.
Campuran vial 2-10 diamati spektranya dengan dimasukkan pada kuvet dan
spektrofotometer, dan didapat panjang gelombang maksimumnya yaitu 420,5 nm dan
absorbansi nya 0,709. Kemudian setelah teramati spektranya, dilakukan penambahan pereaksi
geser NaOH 2M dalam air sebanyak 2-3 tetes, untuk mengamati adanya pergeseran spektra
yang menunjukkan adanya degradasi (pengurangan kekuatan spektrum). Setelah ditambah
NaOH didapatkan panjang gelombang 453,5 nm dan absorbansi 0,725 yang menunjukkan

adanya pergeseran batokromik (pergeseran serapan maksimum pada panjang gelombang yang
lebih besar).
Berdasarkan pustaka, keberadaan kurkumin mengabsorbsi maksimum pada panjang
gelombang 271, 420, dan 435 nm (Naama, dkk. 2010). Dari vial hasil praktikum kami, vial 210 menunjukkan adanya kurkumin karena panjang gelombang sebelum ditambah pereaksi
geser adalah sebesar 420,5 nm, yang mendekati panjang gelombang maksimum kurkumin
pada pustaka.

BAB VI
KESIMPULAN

Simplisia yang digunakan adalah Curcuma xanthorrhiza atau temulawak.


Temulawak
mengandung
senyawa
kurkuminoid,
yaitu

demethoxycurcumin dan bidesmethoxycurcumin.


Isolasi dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi kolom dengan fase diam

curcumin,

berupa silica gel dan fase gerak berupa CHCl3 : benzene : etanol = 45 :45 :10, di mana

hasil eluasi ditampung dalam 50 vial.


Identifikasi dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dan

spektrofotometri UV-Vis.
Identifikasi dengan KLT untuk vial 3-7 menghasilkan Rf 0,6 yang sesuai dengan Rf

kurkumin pada pustaka


Identifikasi dengan spektrofotometri UV-Vis, yaitu vial 3-7 menghasilkan panjang
gelombang maksimum 430,5 nm yang mendekati panjang gelombang maksimum

pada pustaka yaitu 435 nm.


Pada vial 3-6 dan 7-12 setelah ditambahi NaOH (pereaksi geser) mengalami

pergeseran batokromik.
Sampel yang diteliti mngandung kurkumin.

BAB VII
DAFTAR PUSTAKA

Unesco, Airlangga University & Sepuluh Nopember Institute of Technology, (1987),


Programme and Abstracts Handbooks, Unesco Sub-regional Seminar/Workshop on
Transformation and Synthesis Related to Natural Products
Afinda novi kristanti, Nanik siti aminah, Mulyadi tanjung, Bambang kurniadi. Buku Ajar
Fitokimia. 2008. Penerbit Airlangga University Press. Surabaya.
http://www.ilmukimia.org/2013/05/kromatografi-kolom.html
http://www.chemistry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/kromatografi_kolo
m/

Anda mungkin juga menyukai