PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya masyarakat Indonesia telah mampu mengkonsumsi makanan
yang secara kuantitatif mencukupi, namun dari segi kualitatif masih cukup banyak
yang belum mampu mencukupi kebutuhan gizi minimumnya. Jika kebutuhan gizi
minimum ini tidak terpenuhi dalam waktu lama walaupun individunya tidak
merasakan lapar maka dapat menyebabkan gejala-gejala terganggunya kesehatan.
Kondisi ini yang disebut sebagai kelaparan tersembunyi (hidden hunger), kelaparan
gizi atau malnutrisi (JIPG, 2005). Masalahmalnutrisimerupakansalahsatumasalah
kesehatan masyarakat yang utama pada negaranegara berkembang dan kurang
berkembang yang dapat mempengaruhi kondisi bayi, anak balita dan wanita usia
produksi(UNICEF,2000).
BerdasarkanhasilRisetKesehatanDasar(RISKESDAS)padatahun2010,
masalah gizi merupakan masalah yang mendapatkan perhatian khusus, dari 33
provinsi di Indonesia 18 provinsi masih memiliki prevalensi berat kurang
(underweight) di atas angka prevalensi nasional sebesar 17,9%. Prevalensi berat
kurang(underweight) diProvinsiNusaTenggaraBaratcukuptinggiyaitusebesar
30,5%. Sedangkan prevalensi kependekan (stunting) secara nasional Tahun 2010
sebesar35,6%,sebanyak15provinsimemilikiprevalensikependekandiatasangka
prevalensi nasional.SalahsatunyaProvinsiNusaTenggaraBaratyangberadadi
posisi ke 3 (tiga) tertinggi, yaitu prevalensi kependekan sebesar 48,2%. Bila
dibandingkan dengan batas Non public health problem menurut WHO untuk
masalahkependekansebesar20%,makadarisemuaprovinsiyangada termasuk
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masih dalam kondisi bermasalah terhadap
kesehatanmasyarakat,terutamamasalahgizi(DepkesRI,2010).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Umum Tentang Gizi Buruk
2.1.1 Definisi Gizi Buruk Secara Umum
Gizi buruk merupakan salah satu penyakit akibat gangguan gizi yang penting
bagi Indonesia maupun banyak negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika,
Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Gizi buruk adalah suatu istilah teknis yang
umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Atau lebih dikenal
dengan istilah busung lapar, meskipun anak yang menderita gizi buruk belum tentu
kelaparan. Sebenarnya gizi buruk dapat disebut kelaparan tidak kentara (hidden
hunger), karena mereka hanya kenyang karbohidrat, tetapi lapar banyak zat gizi
lainnya. Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan
gizi. Anak balita dikatakan sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan
berat badannya tiap bulan sampai usia 2 tahun. Apabila pertambahan berat badan
sesuai dengan pertambahan umur sesuai standar WHO, maka dapat dikatakan bergizi
baik. Akibat kekurangan gizi dan protein dalam porsi yang bermacam-nacan,
timbullah masalah gizi dengan derajat yang sangat ringan sampai berat. Pada keadaan
yang sangat ringan tidak banyak ditemukan kelainan dan hanya pertumbuhan kurang.
Pada keadaan berat ditemukan dua tipe ialah:
a. Tipe Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun
pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. Mempunyai
Individu dengan marasmus mempunyai penampilan yang sangat kurus
dengan tubuh yang kecil dan tidak terlihatnya lemak (Dorland, 1998:649).
Marasmus biasa menyerang siapa saja atau bisa menyerang semua usia.
b. Kwashiorkor adalah suatu keadaan kekurangan gizi (protein) yang merupakan
sindrom klinis yang diakibatkan defisiensi protein berat dan kalori yang tidak
adekuat. Walaupun sebab utama penyakit ini adalah defisiensi protein, tetapi
3
2.
(MEP ringan).
Berat badan 60-80% standar dengan edema: kwashiorkor
3.
4.
(MEP berat).
Berat badan <60%: marasmus (MEP berat).
Berat badan <60%: marasmik kwashiorkor (MEP berat).
Keterangan
Gizi Baik(%)
Gizi Kurang(%)
Gizi Buruk(%)
BB/U
80=100
60-80
<65
TB/U
95-100
89-95
<85
BB/TB
90-100
70-90
<70
LLA//U
85-100
70-85
<70
LLA/TB
85-100
75-85
<75
misalnya
keadaan
geografis, kepadatan
penduduk,
dalam
angka),
laporan-laporan,
observasi-observasi
terhadap
Kasus gizi buruk di provinsi NTB umumnya menimpa balita karena masalah
ekonomi atau kurangnya pengetahuan, penyakit penyerta seperti infeksi saluran
pernapasan, kelainan jantung, dan diare berat. Ekonomi yang lemah memungkinkan
bahwa balita akan sulit mendapatkan asupan gizi yang cukup, karena orang tua sulit
untuk
mendapatkannya
lantaran
kurangnya
biaaya.
Sedangkan
kurangnya
pengetahuan tentang pentingnya gizi bagi balita juga akan membuat masalah gizi
buruk meluas. Faktor alam seperti keadaan geografis juga mempengaruhi terjadinya
gizi buruk. Misalnya masyarakat di NTB yang tinggal di daerah terpencil, dataran
tinggi, wilayah pesisir dengan curah hujan cukup tinggi dan jauh dari keramaian serta
penyebaran penduduk yang meluas akan sulit untuk mengakses berita kesehatan
ataupun sekedar untuk memeriksakan anaknya ke Puskesmas atau Posyandu terkait
dengan gizi yang dibutuhkan oleh sang balita.
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2010, menyatakan bahwa NTB
merupakan salah satu provinsi yang mempunyai angka wasting (penurunan berat
badan) tertinggi yaitu 17,7%, dimana pravalensi kekurusan pada anak laki-laki lebih
tinggi yaitu 13,2% daripada anak perempuan yaitu 11,2%. Faktor yang menyebabkan
terjadinya kekurusan antara lain asupan energi dan zat gizi termasuk protein, seng,
Fe, dan Vitamin A.
Data Susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5
% (1989) menjadi 24,6 % (2000). Namun kondisi tersebut tidak diikuti dengan
penurunan prevalensi gizi buruk bahkan prevalensi gizi buruk cenderung meningkat.
2.2.2 Mengenal Penyebab Masalah
Masalah gizi yang akan dikembangkan dari segi penyuluhannya sudah
ditentukan, maka haruslah diketahui dengan jelas apakah penyebab masalah gizi
tersebut. Hal ini penting agar dalam penyuluhan nanti agar dapat dikemukakan
dengan jelas penyebab-penyebab tersebut, hingga akan bisa menghilangkan
kepercayaan-kepercayaan yang keliru tentang penyebab masalah gizi buruk tersebut.
kesehatan
yang
ada
diharapkan
dapat
menjamin
disebabkan oleh sebaran jumlah penduduk yang cukup luas sehingga berpengaruh
terhadap akses pelayanan kesehatan. Selain itu daya tahan tubuh masyarakat yang
sangat lemah sehingga tidak memiliki sistem pertahanan yang baik ketika kuman
masuk.
2.2.3 Mengenal Sifat Masalah
a. Besarnya Masalah
Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi
buruk-kurang antara 20,0- 29,0 persen dan dianggap prevalensi sangat tinggi
bila 30% (WHO, 2010). Pada tahun 2013, Provinsi NTB memiliki prevalensi
gizi buruk-kurang pada anak balita sebesar 25,7 %, terdiri dari 6,3 % gizi
buruk dan 19,4 % gizi kurang (Riskesdas, 2013). Hal tersebut berarti masalah
gizi buruk-kurang di Provinsi NTB masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang termasuk prevalensi tinggi bahkan mendekati prevalensi
sangat tinggi. Dampak gizi buruk tidak hanya menimbulkan hambatan
pertumbuhan fisik dan mental bahkan kematian, gizi buruk juga berdampak
pada keadaan sosial-ekonomi penderita pada masa kehidupan berikutnya. Gizi
buruk dalam lingkup luas akan berakibat pada kelangsungan generasi bangsa
Indonesia. Berat masalah dan dampaknya harus disampaikan kepada sasaran
penyuluh dengan tidak melebih-lebihkan dan menganggap remeh masalah
tersebut sehingga sasaran penyuluh termotivasi untuk mengatasi masalah
tersebut.
b. Luasnya Masalah
Menurut Profil Dinas Kesehatan Provinsi NTB tahun 2013 terdapat
masalah gizi buruk di seluruh kabupaten/kota di Provinsi NTB. Berdasarkan
klasifikasi WHO tentang masalah gizi sebagai masalah kesehatan masyarakat,
seluruh kabupaten/kota di Provinsi NTB termasuk dalam klasifikasi kurang
hingga buruk. Perlu peran orang tua dan pengasuh untuk menyelesaikan
9
masalah gizi buruk pada balita. Selain itu, diperlukan peranan dokter dan
tenaga medis. Peranan tokoh masyarakat juga diperlukan agar penyuluhan
lebih mengena ke masyarakat.
c. Musiman
Secara umum masalah gizi buruk dapat terjadi sepanjang tahun.
Masalah gizi buruk di Provinsi NTB dapat dipengaruhi oleh musim terutama
musim kemarau. Kemarau dapat menyebabkan terjadinya kerawanan pangan
yang mengakibatkan masalah gizi buruk. Hal tersebut menunjukan perlunya
dilakukan promosi kesehatan secara intensif terutama sebelum datangnya
musim kemarau.
d. Prioritas masalah
Menurut Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat tahun 2013
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20102014, perbaikan status gizi masyarakat merupakan salah satu prioritas dengan
menurunkan prevalensi balita gizi kurang menjadi 15% dan prevalensi balita
pendek menjadi 32% pada tahun 2014. Demi mencapai sasaran tersebut
diatas,
Rencana
Strategis
Kementerian
Kesehatan
2010-2014
telah
kemiskinan
sebagai
prioritas
yang
tinggi.
Masyarakat
10
2.2.4
munculnya suatu masalah. Masalah gizi buruk di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang
munculnya dapat melalui berbagai macam perkembangan yaitu:
a. Kasus gizi buruk di provinsi NTB cukup memprihatinkan. Berdasarkan data
dinas kesehatan NTB selama 2 tahun terakhir ini terdapat 507 kasus gizi
buruk.
b. Masalah gizi buruk di provinsi NTB disertai juga dengan masalah penyakit
penyertanya seperti TB, infeksi, bahkan komplikasi. Hal tersebut merupakan
pemicu kematian pasien gizi buruk.
c. Anak-anak yang menderita gizi buruk di Provinsi NTB juga terjadi karena
faktor seperti pola asuh orangtua, pengaruh lingkungan dan asupan gizinya
yang kurang memenuhi standart.
d. Anak-anak yang menderita gizi buruk di Provinsi NTB permasalahannya
tidak hanya dari faktor kelaparan semata tetapi faktor penyakit lain yang
mendukungnya seperti diare akut dan juga penyakit jantung kronik.
e. Kurangnya daya tahan tubuh pada anak-anak di Provinsi NTB menyebabkan
mereka tidak memiliki sistem pertahanan yang baik ketika kuman masuk.
f. Kasus gizi buruk di NTB disebabkan sebaran jumlah penduduk yang cukup
luas sehingga berpengaruh terhadap akses pelayanan kesehatan.
g. Faktor ekonomi bukan merupakan faktor yang mengakibatkan terjadinya
gizi buruk belakangan ini yang terjadi di
Banyaknya balita non program (tinggal di wilayah ilegal atau atau non
program atau tidak melaporkan status gizi pada dinas kesehatan).
11
j.
Anak kurang sehat dan kebutuhan akan asupan makanan yang kaya akan
protein meningkat, sehingga protein yang terdapat kurang terpenuhi
baik.
Terkadang
ibu
hamil
kurang
memperhatikan
makanan
yang
dikonsumsinya, bukan tidak mungkin hal ini dapat membuat janin yang dikandung
kurang mendapatkan asupan gizi. Saat sudah lahir, pola asuh dan perhatian orang tua
yang hanya memberi makanan seadanya kepada sang balita adalah hal yang umum
terjadi pada masyarakat yang termasuk dalam kategori ekonomi rendah. Sehingga,
dari makanan yang seadanya tersebut asupan yang didapatkannya menjadi kurang
atau belum memenuhi standartnya. Misalnya, balita yang seharusnya mendapatkan
nasi dengan lauk pauk yang lengkap dan mengandung tinggi protein hanya
mendapatkan nasi dan lauk seadanya saja. Tentu hal ini akan mengurangi asupan gizi
yang diperoleh balita, padahal protein hewani dan nabati, serta vitamin yang berasal
dari buah-buahan dibutuhkan oleh balita untuk menambah asupan gizinya.
Adanya kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan atau adat istiadat masyarakat
tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak .
Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan
12
makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu (misalnya tidak
memberikan anak-anak daging, telur, santan dll). Hal ini menghilangkan kesempatan
anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup.
Walaupun masalah gizi buruk terjadi akibat beberapa faktor penyebab yang
kompleks namun faktor budaya turut berperan dalam masalah ini. Kepercayaan dan
pengetahuan adalah bagian penting dari kebudayaan. Kebudayaan mengacu kepada
sistem pengetahuan dan kepercayaan yang disusun sebagai pedoman manusia dalam
mengatur pengalaman dan persepsi, menentukan tindakan dan memilih diantara
alternatif yang ada. Kepercayaan masyarakat ini akan melahirkan larangan atau tabu.
Menurut Sarwono (1993:14) masyarakat menerima pernyataan atau pendirian
kepercayaan tentang sesuatu tanpa menunjukan sikap pro atau anti. Kepercayaan itu
diteladani tanpa banyak dipertanyakan. Kepercayaan dan kebiasaan masyarakat
termasuk pengetahuan mereka tentang gizi, harus dipertimbangkan sebagai bagian
dari faktor penyebab yang berpengaruh terhadap masalah gizi buruk pada balita.
Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan kajian lebih mendalam tentang masalah
pengetahuan, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat tentang makanan dalam
kaitannya dengan pantangan atau tabu makanan.
2.2.6 Mengenal Sebab Kebiasaan
Setelah melihat kebiasaan-kebiasaan yang terkait dengan masalah gizi buruk,
maka selanjutnya perlu diketahui mengapa individu, kelompok, atau masyarakat
memiliki kebiasaan tersebut. Untuk itu, penyebab dari kebiasaan itu bisa dilihat dari
tiga sumber yaitu:
1. Pihak provider, yaitu sektor-sektor yang memberi pelayanan. Misalnya
perilaku dan kebiasaan yang menjadi masalah ialah ibu-ibu tidak
menimbangkan dan memantau pertumbuhan anaknya secara teratur ke
Posyandu. Padahal selama ini, Posyandu memberikan fasilitas pemantauan
pertumbuhan terhadap anak dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju
Sehat) sebagai alat pantau pertumbuhan yang sudah cukup baik yang disini
13
yang
berkaitan
dengan
pelayanan
kesehatan
dan
cara
kita dapat merumuskan perilaku yang diharapkan yakni perilaku yang sehat, dalam
14
rumusan perilaku yang diharapakan ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan
antara lain:
a. Apakah kebiasaan yang diharapkan itu bisa dilaksanakan oleh individu atau
masyarakat, artinya apakah sarana yang diperlukan ada, dan apakah tidak
kompleks?
b. Apakah kebiasaan itu dapat diterima oleh masyarakat, dalam arti tidak
bertentangan dengan norma setempat?
c. Apakah kebiasaan/perilaku yang diharapkan tersebut benar-benar mengurangi
masalah?
Petugas Posyandu diharapkan mengetahui dan menerapkan komunikasi
kesehatan yang tepat kepada masyarakat. Petugas juga diharapkan menerapkan
budaya 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun). Hal tersebut dilakukan agar
masyarakat berinisiatif untuk datang ke Posyandu.
Salah satu penyebab masalah gizi buruk di NTB adalah orang tua yang
bekerja sebagai TKI. Orang tua yang bekerja sebagai TKI cenderung menitipkan
anaknya kepada kerabat, kakek, atau nenek. Padahal, tingkat pendidikan di suatu
keluarga berbeda-beda. Tingkat pendidikan yang berbeda menghasilkan pengetahuan
tentang gizi yang berbeda. Pengetahuan gizi yang buruk dari seorang pengasuh balita
akan menimbulkan gizi buruk. Maka, orang tua anak sebaiknya menitipkan anaknya
kepada pengasuh yang tepat yaitu seseorang yang memiliki pengetahuan gizi baik
sehingga anaknya terhindar dari gizi buruk.
Masalah gizi buruk juga dipengaruhi oleh mitos, maka dibutuhkan pendekatan
terhadap tokoh masyarakat. Pendekatan terhadap tokoh masyarakat harus dilakukan
secara menerus agar menyamakan persepsi bahwa mitos tersebut tidak sesuai fakta.
Kemudian, tokoh masyarakat dan penyuluh akan menjelaskan fakta tersebut kepada
masyarakat agar pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat berubah
2.2.8
Mengenal Hambatan
15
16
Contoh program dalam hal ini adalah Positive Deviance. Positive Deviance
(PD) atau penyimpangan positif adalah sebuah program baru di dalam dunia
kesehatan, yang bertujuan untuk menangani kasus gizi buruk atau gizi kurang bagi
anak-anak dan balita yang ada di seluruh Indonesia. Penyimpangan positif yang
terjadi karena anak-anak penderita gizi buruk yang berada di satu lingkungan bisa
mencontoh perilaku hidup sehat anak-anak yang tidak menderita gizi buruk.
Berdasarkan hal tersebut pemerintah dinas kesehatan sudah melakukan upaya ini
tetapi masyarakat di NTB masih belum sepenuhnya setuju terhadap program ini,
hanya beberapa masyarakat saja yang sudah paham dan setuju dengan program ini.
Pemerintah dalam program ini menjamin sepenuhnya tentang jaminan kesehatan
masyarakat dan berupaya secara optimal dalam penanganan program ini. Pemerintah
dinas kesehatan NTB berupaya secara penuh dan optimal agar program ini dapat
terlaksana dengan baik. Mereka berupaya mengajak para masyarakat pedesaan NTB
dengan upaya pendekatan secara menyeluruh dengan mengadakan penyuluhanpenyuluhan secara umum serta memberikan penyuluhan yang bersifat edukatif dan
menarik agar mudah dipahami oleh masyarakat desa. Pemeritah juga memberikan
gambaran-gambran singkat tentang program ini pada tiap-tiap puskesmas desa serta
klinik-klinik pelayanan yang tersedia dan pemerintah dinas kesehatan juga melakukan
penyuluhan sesuai dengan apa yang biasanya dilakukan masyarakat desa dan
kebiasaan itu bisa diubah menjadi lebih baik dan program ini bisa mendapatkan hasil
yang maksimum serta efisiensi dalam peningkatan taraf kesehatan serta dalam
mengurangi kasus gizi buruk yang semakin tinggi di Indonesia khususnya di Provinsi
NTB.
2.2.9 Mengenal Hal-hal yang Mendorong
Selain hambatan-hambatan yang mungkin akan dihadapi, perlu diketahui pula
hal-hal yang mungkin dapat membantu mempermudah terjadinya perubahan perilaku
atau kebiasaan tersebut.
17
Adanya kasus kematian 21 bayi akibat kekurangan gizi atau bisa dikatakan
dalam kategori gizi buruk, para ibu yang mempunyai anak terutama yang masih balita
akan semakin peduli dan memperhatikan asupan gizi yang dibutuhkan oleh anaknya.
Selain itu, pemerintah juga akan semakin memperhatikan kondisi masyarakata yang
kurang mampu terkait pemenuhan gizi terhadap anak usia balita khusunya
a. Revitalisasi Posyandu
Revitalisasi Posyandu bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan kinerja
Posyandu terutama dalam pemantauan pertumbuhan balita yang menderita gizi buruk.
Pokok kegiatan revitalisasi Posyandu meliputi:
1. Pelatihan/orientasi petugas Puskesmas, petugas sektor lain dan kader
yang berasal dari masyarakat.
2. Pelatihan ulang petugas dan kader.
3. Pembinaan dan pendampingan kader.
4. Penyediaan sarana terutama dacin, KMS/Buku KIA, panduan
Posyandu, media KIE, sarana pencatatan.
5. Penyediaan biaya operasional.
6.
b. Revitalisasi Puskesmas
Revitalisasi Puskesmas bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja Puskesmas
terutama dalam pengelolaan kegiatan gizi di Puskesmas, baik penyelenggaraan upaya
kesehatan perorangan maupun upaya kesehatan masyarakat. Pokok kegiatan
revitalisasi Puskesmas meliputi:
1. Pelatihan manajemen program gizi di puskesmas bagi pimpinan
dan petugas puskesmas dan jaringannya.
2. Penyediaan biaya operasional Puskesmas untuk pembinaan
posyandu, pelacakan kasus, kerjasama LS tingkat kecamatan,
dll.
18
promosi
menyediakan
pada
dan
menyebarluaskan
masyarakat,
organisasi
19
kampanye
secara
bertahap,
tematik
diskusi
kelompok
terarah
melalui
21
kebutuhan tersebut terpenuhi. Mereka bisa saja melakukan hal-hal nekat, seperti
mencuri bahkan merampok. Disini lah peran pemerintah sangat diharapkan, supaya
hal yang demikian tidak akan pernah terjadi
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fenomena gizi buruk yang menimpa masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara
Barat menjadi indikasi bahwa proses pembinaan kesehatan bangsa selama ini belum
berhasil. Disadari sepenuhnya bahwa permasalahan gizi buruk adalah kompleks
sifatnya, dengan demikian perlu adanya kerjasama dalam mencegah dan
menaggulangi gizi buruk. Tahapan-tahapan mengenal masalah perilaku disini
diupayakan untuk mengenal masalah kesehatan gizi buruk yang terjadi, mengenal
penyebab masalah itu terjadi, mengenal sifat masalah yang terjadi, mengenal
perkembangan masalah yang terjadi, mengenal kebiasaan yang memicu terjadinya
masalah tersebut, mengenal sebab dari kebiasaan tersebut, merumuskan perilaku yang
diharapkan meminimalisir masalah tersebut, mengenal hambatannya, mengenal halhal yang mendorong, mengenal hal-hal sampingan.
3.2 Saran
Setelah membaca pembahasan diatas maka kita dapat mengetahui tahapantahapan mengenal masalah. Selain itu kita juga mengetahui bahwa ternyata di
Indonesia masih banyak kasus gizi buruk salah satunya di provinsi Nusa Tenggara
Barat. Penulis menyarankan supaya orang tua lebih memperhatikan asupan gizi yang
diperoleh anaknya (balita), sehingga tidak akan terjadi lagi kasus gizi buruk. Selain
itu pemerintah juga harus memperhatikan dan peduli kepada masyarakat kurang
mampu.
24
DAFTAR PUSTAKA
Luthviatin Novia, dkk. 2012.Dasar-Dasar Promosi Kesehatan Dan Ilmu
Perilaku.Jember: Jember University Press
http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-2389-BAB1.pdf
http://anc4.files.wordpress.com/2009/07/gangguan-kesehatan-giziburuk.docx.
http://gizi.depkes.go.id/21-balita-meninggal-akibat-gizi-buruk-di-ntb
http://etd.ugm.ac.id/index.php?
mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&file=322021
.pdf&ftyp=potongan&tahun=2013&potongan=S2-2013-322021chapter1.pdf
25