Anda di halaman 1dari 34

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT serta nabi Muhammad
SAW atas berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan
judul Kolesteatoma dengan baik dan selesai tepat pada waktunya.
Keberhasilan referat ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak dalam bentuk
doa, moral, waktu dan pikiran. Maka dari itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini hingga
selesai, terutama kepada Dr. Renie Augustine, Sp. THT-KL dan Dr. Djoko Srijono,
Sp. THT-KL selaku dokter pembimbing dan konsulen THT di RSUD Budhi Asih
yang telah membimbing, memberi masukan serta meluangkan waktu dan pikirannya
kepada penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
sejawat dan juga kepada pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu namanya atas bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata Penulis
berharap referat ini dapat berguna dan menjadi bahan masukan bagi dunia
kedokteran.

Jakarta, 14 Juli 2014


Penyusun

Ayesha Riandra
030.10.044

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................
1
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................
7
2.1 ANATOMI TELINGA...................................................................................................
7
2.1.1 TELINGA LUAR
............................7
2.1.2 TELINGA TENGAH
............................8
2.1.3 TELINGA DALAM
............................11
3.1 KOLESTEATOMA.......................................................................................................
14
3.1.1 DEFINISI KOLESTEATOMA
............................14
3.1.2 KLASIFIKASI DAN PATOGENESIS KOLESTEATOMA
............................14
3.1.3 KLASIFIKASI KOLESTEATOMA BERDASARKAN ETIOLOGI
............................15
3.1.4 PATOGENESIS KOLESTEATOMA
............................18

3.1.4.1 KOLESTEATOMA KONGENITAL


............................18
3.1.4.2 KOLESTEATOMA ACQUIRED PRIMER
............................20
3.1.4.3 KOLESTEATOMA ACQUIRED SEKUNDER
............................22
3.1.5 MANIFESTASI KLINIS KOLESTEATOMA
............................22
3.1.6 DIAGNOSIS KOLESTEATOMA
............................24
3.1.7PENATALAKSANAAN KOLESTEATOMA
............................25
3.1.7.1 TERAPI NONBEDAH
............................25
3.1.7.2 TERAPI PEMBEDAHAN
............................26
3.1.8 KOMPLIKASI KOLESTEATOMA
............................29
3.1.9 PROGNOSIS KOLESTEATOMA
............................30
BAB IIII KESIMPULAN....................................................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
34

BAB I
PENDAHULUAN
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johanes Muller pada tahun
1838 dan dianggap sebagai sebuah tumor pada awal penemuannya. Seluruh epitel
kulit (keratinizing stratified squamous epithelium) pada tubuh berada pada lokasi
yang terbuka/terpapar ke dunia luar, epitel kulit di liang telinga merupakan suatu
daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam
waktu yang lama, maka epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan
terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma. Kolesteatoma diawali dengan

penumpukan deskuamasi epidermis di liang telinga, sehingga membentuk gumpalan


dan menimbulkan rasa penuh serta kurang dengar. Bila tidak ditanggulangi dengan
baik akan terjadi erosi kulit dan bagian tulang liang telinga.1
Kolesteatoma mengerosi tulang yang terkena baik akibat efek penekanan oleh
penumpukan debris keratin maupun akibat aktifitas mediasi enzim osteoklas.
Etiologinya belum diketahui, sering terjadi pada pasien dengan kelainan paru kronik,
seperti bronkiektasis, juga pada pasien sinusitis. 1
Insidensi dari kolesteatoma sangat beragam berdasarkan pada penilitian yang
telah dilakukan dibeberapa negara. Di Skotlandia ditemukan insidensi sebesar 13 per
100.000 mengalami kolesteatoma, sedangkan di Amerika Serikat ditemukan insidensi
yang lebih rendah yaitu 7 per 100.000 pertahunnya. Insidensi dari kolesteatoma
sangat beraneka ragam, hal ini disebabkan oleh bervariasinya praktik medis di
berbagai negara. Sebagai contoh di Israel ditemukan adanya penurunan kejadian dari
kolesteatoma ketika pada pasien yang menderita otitis media kronik dilakukan
penanganan dengan penggunaan grommets ataupun aural ventilation tube.2
Baik laki-laki ataupun perempuan dapat mengalami kolesteatoma dengan
perbandingan laki-laki berbanding wanita sebesar 3:2. Kolesteatoma yang terjadi
pada anak-anak ditemukan akan lebih sering berdampak pada tuba Eustachius,
anterior mesotympanum, sel retrolabirin dan prosesus mastoid jika dibandingkan
dengan orang dewasa. Berdasarkan bukti klinis dan pemeriksaan histologi diketahui
bahwa kolesteatoma yang terjadi pada anak pada umumnya bersifat lebih agresif. 2
Kolesteatoma telah diakui selama puluhan tahun sebagai lesi destruktif dasar
tengkorak yang bisa mengikis dan menghancurkan struktur penting dalam tulang
temporal. Kolesteatoma berpotensi untuk menyebabkan komplikasi pada sistem saraf
pusat (misalnya, abses otak, meningitis) membuat lesi ini bersifat fatal.1

Seiring waktu, semakin banyak ahli bedah berusaha untuk membiarkan dasardasar struktur anatomi telinga dan tulang temporal tetap utuh dengan menjaga
keutuhan dinding kanal. Paham yang berupaya untuk menjaga anatomi di dekat
telinga tetap normal mengundang kontroversi besar. Para ahli bedah cenderung untuk
memilih antara teknik lama canal wall-down atau filosofi baru yaitu, canal wall-up.2
Selama dua dekade terakhir, sebagian besar ahli bedah otologi mengambil
jalan tengah. Kebanyakan ahli bedah otologi di Amerika Serikat sekarang melakukan
kedua teknik tersebut, memilih satu atau yang lain dari operasi ini tergantung pada
keadaan individual masing-masing pasien.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga

Telinga merupakan salah satu indera yang dimiliki manusia yang cukup
penting, karena tanpa adanya pendengaran maka seseorang juga akan mengalami
kesulitan dalam berbicara. Telinga merupakan organ yang bersifat sensori yang sangat
kompleks jika dibandingkan dengan organ sensori lainnya. Pada dasarnya telinga
memiliki fungsi ganda, yakni sebagai fungsi keseimbangan dan fungsi pendengaran.
Telinga dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam (Gambar 1).2

QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.

Gambar 1. Anatomi Telinga2


2.1.1 Telinga Luar
Telinga luar pada dasarnya sebagian terbentuk dari kartilago yang dilapisi
oleh kulit pada bagian luar dan tulang yang langsung dilapisi oleh kulit pada bagian
dalam. Bagian luar dari telinga ini disebut juga sebagai aurikula yang dimana terdapat
banyak bagian dari aurikula yang memiliki nama masing-masing. Dalam fungsi
pendengaran terdapat cekungan pada telinga luar yang disebut juga sebagai konka
yang sangat berperan penting dalam mengumpulkan dan mengantarkan suara yang
akan berujung pada koklea. Bentuk dari kartilago yang menyusun telinga luar setiap
orang dapat berbeda-beda. Kanalis telinga luar memiliki panjang 2,5 cm dan diameter
0,6 cm, dan kanal ini berbentuk seperti huruf S, dimana pada bagian medial terbentuk
dari tulang tengkorak yang membentuk terowongan yang berbentuk bulat, dan pada

bagian lateral terbentuk dari kartilago yang juga membentuk terowongan yang
berebntuk bulat, namun dengan bertambahnya usia kanalis telinga yang terbentuk dari
kartilago akan berubah bentuk sehingga kanalis pada daerah ini akan berubah menjadi
oval.3
Selain perubahan bentuk dari kartilago, penambahan umur menyebabkan
kanalis telinga luar menjadi lebih sempit. Kanalis telinga dilapisi oleh epitel yang
mensekresikan serumen dan disertai rambut pada permukaannya. Pada epitel yang
melapisi kanalis telinga ini tidak terdapat kelenjar keringat. Oleh karena epitel pada
liang telinga ini tidak seperti epitel lainnya yang sering tergosok secara natural, maka
epitel di daerah ini dapat membersihkan sel kulit yang mati dan juga serumen yang
berada pada kanalis telinga, kegagalan dalam pembersihan sendiri dari epitel ini
merupakan salah satu teori yang berkembang dalam terjadinya kolesteatoma.2
Batas batas telinga luar adalah lobus temporalis otak di superior, mastoid di
posterior, sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis di anterior serta membrana
timpani di medial.4
2.1.2 Telinga Tengah
Bagian kedua dari telinga adalah telinga bagian tengah yang terdiri dari
membran timpani dan 3 tulang yang berperan penting dalam pendengaran yaitu
maleus, inkus, dan stapes. Pada telinga tengah juga terdapat dua otot kecil, yaitu otot
tensor timpani dan juga otot stapedius yang berperan dalam refleks akustik. Pada
telinga tengah juga terdapat korda timpani yang merupakan cabang dari nervus
fasialis yang melewati telinga tengah dimana korda timpani akan menginervasi 2/3
depan dari lidah. Pada telinga tengah juga terdapat tuba Eustaschius yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring.5

Gambar 2. Anatomi rongga telinga tengah 5


Rongga telinga tengah pada dasarnya berbentuk seperti kubus dengan enam
sisi dimana dinding posterior dari kubus ini sedikit lebih besar daripada dinding
anteriornya. Berikut ini merupakan batas-batas dari rongga telinga tengah5 :

Batas luar : Membran timpani


Batas depan : Dinding karotid, yang dimana disebut sebagai dinding karotid
karena kanalis karotid dan rongga telinga tengah dipisahkan oleh tulang yang
sangat tipis. Dinding anterior ini juga dilewati oleh cabang arteri timpani yang
merupakan cabang dari arteri karotid interna dan deep petrosal nerve, serta

terdapat tuba Eustachius


Batas bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas : Tegmen timpani (meningen/otak), tegmen timpani ini akan
memisahkan resesus epitimpanic dari fossa kranial bagian tengah

10

Batas

dalam:

Berturut-turut

dari

atas

ke

bawah

kanalis

semi

sirkularishorizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),


promontorium, dan tingkap bundar (round window)
Salah satu struktur penting yang berada pada telinga tengah adalah membran
timpani. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa. Pars flaksida
hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan
bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas.
Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler
pada bagian dalam.5
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu
pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan.
Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, yaitu sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran
timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus
maleus dan garis yang tegak lurus pada garis di umbo, sehingga didapatkan bagian
atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan
letak perforasi membran timpani.5,6
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga
tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.6

11

Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Telinga


tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang tipis
yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat
dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi
konduksi suara.6
Struktur penting terakhir yang berada pada telinga tengah adalah tuba
Eustachius. Tuba Eustachius ini berguna untuk menghubungkan ruang telinga tengah
dengan nasofaring. Dua pertiganya merupakan kartilago yang terletak didekat
nasofaring dan sepertiga sisanya adalah tulang. Saluran ini dilapisi oleh epitel saluran
pernafasan. Fungsi tuba Eustachius adalah sebagai saluran udara dari nasofaring ke
telinga tengah untuk menyeimbangkan tekanan dari kedua sisi membran timpani.
Organ ini menutup secara pasif pada saat istirahat dan membuka jika ada kontraksi
dari otot tensor veli palatini dimana kontraksi dari otot ini dipersarafi oleh nervus
trigeminal (N.V), sehingga tuba Eustachius akan terbuka secara singkat pada saat
menelan. Organ ini juga dapat dibuka paksa dengan cara meningkatkan tekanan udara
di nasofaring dengan cara melakukan manuver Valsava. Disfungsi dari tuba
Eustachius yang pada umumnya disebabkan karena adanya oklusi dimuara tuba ini
dapat mengakibatkan timbulnya tekanan negatif yang akan berujung pada akumulasi
cairan serosa diruang telinga tengah.6
2.1.3 Telinga Dalam
Bagian terakhir dari telinga adalah telinga bagian dalam telinga dalam terdiri
dari organ-organ akhir pendengaran dan keseimbangan. Koklea (rumah siput)
merupakan sebuah bangunan yang berbentuk dua setengah lingkaran (Gambar 3).
Labirin osseus terdiri dari vestibulum dan tiga kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli. Endolimfe yang mempunyai komposisi elektrolit mirip cairan
intraseluler, terdapat di dalam suatu sistem tertutup kontinu di dalam koklea dan

12

labirin membranaseus. Perilimfe yang susunan elektrolitnya mirip dengan cairan


ekstraseluler dan cairan serebrospinal, mengelilingi endolimfe yang terdapat di dalam
membran dan tidak berhubungan dengan endolimfe, kecuali pada keadaan patologis.4

Gambar 3. Struktur Telinga Dalam7


Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.
Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (membran Reissne)
sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak
organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.6
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel
rambut. Bagian yang menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang
ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung
kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfa. Karena
pengaruh gravitasi maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut
dan menimbulkan rangsangan pada sel reseptor. Sakulus berhubungan dengan

13

utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan saluran menuju
endolimfa. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap makula
sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing
kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung
sel-sel rambut krista. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap
dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Baik koklea maupun labirin menerima
pasokan darah dari cabang terminal arteri basilaris.8
Dibelakang dari rongga telinga tengah terdapat mastoid antrum yang
merupakan penonjolan dari tulang temporalis, dan rongga mastoid ini berhubungan
dengan telinga tengah melalui aditus ad antrum (Gambar 4). Rongga mastoid
merupakan sebuah rongga yang berbentuk seperti segitiga dengan puncaknya
mengarah ke kaudal.8

Gambar 4. Mastoid Antrum8


Pada bagian superior atau atap mastoid antrum dibatasi oleh tegmen timpani,
dinding medial dan lantai dari rongga mastoid ini dibatasi oleh pars petrosa dan pars
mastoidea dari tulang temporalis, bagian lateral dari rongga mastoid ini dibatasi oleh
squama bagian luar dari pars mastoidea, pada bagian medial dari rongga mastoid

14

terdapat aditus ad antrum yang menghubungkan rongga mastoid dengan telinga


tengah. Pada saat bayi baru lahir ketebalan dari dinding antrum hanya 1-2mm saja
namun ketika dewasa ketebalannya dapat mencapai 9-10mm. Seperti dikatakan
sebelumnya bahwa rongga mastoid berbentuk seperti segitiga yang puncaknya akan
mengarah ke kaudal, dan bagian ini merupakan prosesus mastoideus.8
3.1 Kolesteatoma
3.1.1 Definisi Kolesteatoma
Kolesteatoma adalah suatu kista epithelial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma
bertambah besar. Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller
pada tahun 1838 karena pada awalnya kolesteatoma dianggap sebagai sebuah tumor.
Beberapa istilah lain yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain : keratoma
(Schucknecht), squamos epiteliosis (Birrel, 1958), kolesteatosis (Birrel, 1958),
epidermoid kolesteatoma (Friedman, 1959), kistaepidermoid (Ferlito, 1970),
epidermosis (Sumarkin, 1988).9
3.1.2 Klasfikasi dan Patogenesis Kolesteatoma
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma,
antara lain adalah : teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi.
Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma
menurut Gray (1964) yang mengatakan bahwa kolesteatoma adalah epitel kulit yang
berada pada tempat yang salah. Epitel kulit liang telinga merupakan suatu daerah culde-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang
lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan
terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.9
3.1.3 Klasifikasi Kolesteatoma Berdasarkan Etiologi

15

Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis menurut etiologinya :


1. Kolesteatoma kongenital
Kolesteatoma kongenital terbentuk sebagai akibat dari epitel skuamosa
terperangkap di dalam tulang temporal selama embriogenesis, ditemukan pada
telinga dengan membran timpani utuh tanpa ada tanda-tanda infeksi. Lokasi
kolesteatoma biasanya di mesotimpanum anterior, daerah petrosus mastoid
atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di cerebellopontin angle sering
ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.9

Gambar 5. Kolesteatoma kongenital. Tampak massa putih di belakang


membran tympani yang intak9
Penderita

sering tidak

memiliki riwayat otitis media supuratif kronis yang berulang, riwayat


pembedahan

otologi

sebelumnya,

atau

perforasi

membran

timpani.

Kolesteatoma kongenital paling sering diidentifikasi pada anak usia dini (6


bulan 5 tahun). Saat berkembang, kolesteatoma dapat menghalangi tuba
Eustachius dan menyebabkan cairan telinga tengah kronis dan gangguan
pendengaran konduktif. Kolesteatoma juga dapat meluas ke posterior hingga
meliputi

tulang-tulang

pendengaran

dan,

dengan

mekanisme

ini,

menyebabkan tuli konduktif.9


2. Kolesteatoma akuisital, jenis ini terbagi dua :
a. Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi
membrana timpani. Kolesteatoma timbul akibat proses invaginasi dari

16

membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di


telinga tengah akibat gangguan tuba (teori invaginasi).9
Kolesteatoma akuisital primer timbul sebagai akibat dari
retraksi membran timpani. Kolesteatoma akuisital primer klasik
berawal dari retraksi pars flaksida di bagian medial membran timpani
yang terlalu dalam sehingga mencapai epitimpanum. Saat proses ini
berlanjut, dinding lateral dari epitimpanum (disebut juga skutum)
secara perlahan terkikis, menghasilkan defek pada dinding lateral
epitimpanum yang perlahan meluas. Membran timpani terus
mengalami retraksi di bagian medial sampai melewati pangkal dari
tulang-tulang

pendengaran

hingga

ke

epitimpanum

posterior.

Destruksi tulang-tulang pendengaran umum terjadi jika kolesteatoma


meluas ke posterior sampai ke aditus ad antrum dan tulang mastoid itu
sendiri, erosi tegmen mastoid dengan eksposur dura dan/atau erosi
kanalis semisirkularis lateralis dapat terjadi dan mengakibatkan
ketulian dan vertigo.9
Kolesteatoma akuisital primer tipe kedua terjadi apabila
kuadran Gambar 6. Kolesteatoma pada daerah atik. Merupakan
kolesteatoma akuisital primer pada stadium awal9
posterior
dari
membran

timpani

mengalami

retraksi

ke

posterior

bagian

telinga

tengah.

Apabila

retraksi

meluas

ke

medial

dan posterior, epitel skuamosa akan menyelubungi bangunan-atas


stapes dan membran timpani tertarik hingga ke dalam sinus timpani.
Kolesteatoma primer yang berasal dari membran timpani posterior

17

cenderung mengakibatkan eksposur saraf wajah (dan kadang-kadang


kelumpuhan) dan kehancuran struktur stapes.9
b. Kolesteatoma akuisital sekunder
Merupakan kolesteatoma yang terbentuk setelah adanya
perforasi membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat
masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi
membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat
metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlangsung lama (teori metaplasi).9
Kolesteatoma akuisital sekunder terjadi sebagai akibat
langsung dari beberapa jenis cedera pada membran timpani. Cedera ini
dapat berupa perforasi yang timbul sebagai akibat dari otitis media
akut atau trauma, atau mungkin karena manipulasi bedah pada
gendang telinga. Suatu prosedur yang sederhana seperti insersi
tympanostomy tube dapat mengimplan epitel skuamosa ke telinga
tengah, yang akhirnya menghasilkan kolesteatoma. Perforasi marginal
di bagian posterior adalah yang paling mungkin menyebabkan
pembentukan

kolesteatoma.

Retraksi

yang

mendalam

dapat

menghasilkan pembentukan kolesteatoma jika retraksi menjadi cukup


dalam sehingga menjebak epitel deskuamasi.9,10
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman
(infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa.
Sebaliknya infeksi dapat memicu respons imun lokal yang mengakibatkan produksi
berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat
pada matriks kolesteatoma adalah interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor
necrosis factor- (TNF-), tumor growth factor (TGF). Zat-zat ini dapat
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat hiperproliferatif,
destruktif, dan mampu berangiogenesis.9

18

Jenis Kuman

Jumlah temuan

Pseudomonas aeruginosa

31,5%

Proteus mirabilis

17

58,5%

Difteroid

3,3%

Streptococcus -hemolyticus

3,3%

Enterobacter sp.

3,3%

Tabel 1. Distribusi kuman dari kavum timpani pada otitis media supuratif
kronis dengan kolesteatoma.11
Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta
menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang
diperhebat oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses
nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirintitis,
meningitis, dan abses otak.9
3.1.4 Patogenesis Kolesteatoma
3.1.4.1 Kolesteatoma Kongenital
Patogenesis kolesteatoma kongenital masih diperdebatkan hingga saat ini.
Ada beberapa teori yang dipakai untuk menjelaskan patogenesis dari kolesteatoma
kongenital.12

Epithelial rest theory


Teori ini dipopulerkan oleh Teed pada tahun 1936 kemudian
penemuan ini dikonfirmasi oleh Michaels pada tahun 1986. Teed
mengemukakan bahwa ia menemukan adanya sisa sel epitelial pada tulang
temporal fetus yang normalya menghilang pada minggu ke-33 gestasi. Adanya
sel epitelial tersebut menjadi pencetus terjadinya kolesteatoma kongenital.
Sisa sel epitelial ini ditemukan pada dinding lateral tuba Eustachius, di bagian
proksimal tympanic ring, di kuadran anterosuperior dari telinga tengah.
Dikemukakan bahwa cedera inflamasi pada membran timpani yang intak akan

19

mengakibatkan mikroperforasi pada lapisan basalis. Kemudian hal ini


membuat invasi dari epitel skuamosa dengan adanya aktivitas proliferasi
epithelial cones. Epithelial cones ini kemudian terus berproliferasi, menyebar
dan terus berekspansi dan membentuk kolesteatoma pada telinga tengah.12,13

Acquired inclusion theory


Teori ini dipopulerkan oleh Tos. Tos mengobservasi dan menemukan
bahwa kolestatoma anteroposterior sering mengalami penempelan pada
bagian leheer dari maleus, dan posterior kolestatoma, lebih sering menempel
pada bagian posterior handle maleus dan incudostapedial joint. Lokasi ini
jauh dari anterior annulus timpani dan dinding lateral tuba Eustachius seperti
yang dikemukan pada teori epitelial rest. Tod berspekulasi bahwa lokasi
originnya adalah lateral tuba Eustachius dan daerah anterior dari annulus
timpani. Kolesteatoma akan memblok tuba Eusthacius sebelum menyebar ke
kavitas timpani dan handle dari malleus. Kemudian, Tos mengemukakan teori
inklusi sebagai penjelasan patogenesis dari kolesteatoma kongenital. Tos
berspekulasi bahwa epitel skuamosa berkeratin mungkin berimplantasi ke
kavitas timpani selama proses patologi pada membran timpani dan telinga
tengah pada anak-anak.12,13

3.1.4.2 Kolesteatoma acquired primer


Beberapa teori patogenesis yang digunakan untuk menjelaskan kolesteatoma yang
didapat :
1. Teori Invaginasi / kantung retraksi
Disfungsi tuba Eustachius dipikirkan menyebabkan retraksi membran timpani
sehingga mnyebabkan tekanan negatif di ruang epitimpanic sehingga pars flaksida
tertarik kearah medial ke atas maleus dan menyebabkan terjadinya kantung retraksi.14
Pars flaksida yang tidak memiliki lapisan fibrosa akan lebih mudah terkena
kondisi ini. Kantung retraksi akan menyebabkan gangguan pada fisiologi normal

20

migrasi epitel sehingga memicu terjadinya pengumpulan keratin. Saat kantung


retraksi menekan semakin ke dalam, keratin yang mengalami deskuamasi
berakumulasi dan tidak dapat dikeluarkan dari kantung hingga menyebabkan
terjadinya kolesteatoma.14
Perubahan

geometris

akibat

retraksi

yang

progresif

mengakibatkan

penyempitan dari jalan anatomis dan gangguan migrasi epitel hingga mengganggu
proses pembersihan debris keratin. Saat kantung terbentuk semakin kearah dalam dan
berada diantara lipatan mukosa dengan crevices, ia menjadi tidak bisa membersihkan
debris dengan sendirinya hingga terjadi penumpukan debris keratin. Proliferasi
bakteri dan infeksi super dari akumulasi debris membentuk suatu biofilm yang akan
mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan proliferasi epitel. Saat debris menjadi
terinfeksi, proliferasi bakteri dan peradangan mengakibatkan influx dari sel-sel
radang dan produksi sitokin. Progresi ini dengan disertai pengeluaran kolagenase
mengakibatkan kerusakan pada membran basement hingga membolehkan terjadinya
formasi cone epitel yang tumbuh ke dalam stroma (teori papillary ingrowth). Saat
microcone meluas dan bergabung menjadi satu, terbentuklah kolesteatoma tipe attic.12
Setelah terbentuk, kolesteatoma akan memicu peradangan oleh sitokin yang
akan menyebabkan aktivasi osteoklas dan lisozim yang akan merusak tulang
pendengaran hingga menyebabkan tuli konduktif, dan saat kerusakan sampai ke
kanalis semisirkularis akan menyebabkan terjadinya tuli sensorineural hingga
akhirnya dapat terjadi komplikasi dan menginvasi kanalis fasialis hingga
menyebabkan eksposur ke nerves fasialis dan menyebabkan terjadinya paralisis
nerves fasialis.12
Penemuan di atas menunjukan perbedaan antara kolesteatoma dengan
epidermal keratinosit normal sehingga menjelaskan sifat agresif klinis dari
kolesteatoma serta bagaimana ia menginvasi dan menyebabkan kerusakan tulang.12
2. Teori Papillary Ingrowth

21

Reaksi inflamasi di rongga Prussaks dengan pars flaccida


yang masih utuh13

Dapat menyebabkan kerusakan di membran basal hingga sel


epitel dapat berproliferasi ke dalam13

Gambar 7. Prussaks space : area antara pars flaksida lateral


dengan leher maleus12
3. Teori Metaplasia
Epitel yang terdeskuamasi bertransformasi menjadi epitel
skuamosa

karena

disebabkan

oleh

otitis

media

kronik

atau

berulang.13
3.1.4.3 Kolesteatoma Acquired Sekunder
Kolesteatoma yang didapat secara sekunder dijelaskan sebagai akibat dari
terjadinya migrasi sel-sel epidermis yang berasal dari membran timpani ke dalam
rongga telinga tengah pada tempat terjadinya perforasi marginal ataupun sebagai hasil
dari implantasi keratinosit ke rongga telinga tengah. Implantasi dapat terjadi ketika
terdapat kerusakan membran timpani yang disebabkan karena suara ledakan yang
akan menyebabkan terjadinya implantasi dari keratin kedalam rongga telinga tengah

22

dan terjebak disana ketika terjadi penyembuhan dari membran timpani. Selain dari
trauma pada membran timpani, implantasi dari keratin ini juga dapat terjadi ketika
terjadi fraktur pada tulang temporal ataupun implantasi yang disebabkan karena
tindakan medis atau yang biasa kita sebut sebagai iatrogenik. Beberapa tindakan
operasi yang berhubungan dengan telinga tengah seperti stapedectomi, timpnaoplasti,
pemasangan pressure equalization tube, dah tindakan eksplorasi dari telinga tengah
dapat menjadi penyebab dari terjadinya kolesteatoma sekunder.12
3.1.5 Manifestasi Klinis Kolesteatoma
Gejala khas dari kolesteatoma adalah otore tanpa rasa nyeri, yang terusmenerus atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan besar
infeksi tersebut sulit dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah
(vaskularisasi), maka antibiotik sistemik tidak dapat sampai ke pusat infeksi pada
kolesteatoma. Antibiotik topikal biasanya dapat diletakkan mengelilingi kolesteatoma
sehingga menekan infeksi dan menembus beberapa milimeter menuju pusatnya, akan
tetapi, pada kolestatoma terinfeksi yang besar biasanya resisten terhadap semua jenis
terapi antimikroba. Akibatnya, otore akan tetap timbul ataupun berulang meskipun
dengan pengobatan antibiotik yang agresif.9
Gangguan

pendengaran

juga

merupakan

gejala

yang

umum

pada

kolesteatoma. Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan
epitel deskuamasi dengan atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan
kerusakan osikular yang akhirnya menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang berat.
Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan terjadi apabila
tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung
pada stapes footplate. Pusing adalah gejala yang mengkhawatirkan karena merupakan
pertanda dari perkembangan komplikasi yang lebih serius.9
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah
drainase dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah tidak responsif

23

terhadap terapi antimikroba. Suatu perforasi membran timpani ditemukan pada lebih
dari 90% kasus. Kolesteatoma kongenital merupakan pengecualian, karena seringkali
gendang telinga tetap utuh sampai komponen telinga tengah cukup besar.
Kolesteatoma

yang

berasal

dari

implantasi

epitel

skuamosa

kadangkala

bermanifestasi sebelum adanya gangguan pada membran timpani. Akan tetapi, pada
kasus-kasus seperti ini (kolesteatoma kongenital, kolesteatoma implantasi) pada
akhirnya kolesteatoma tetap saja akan menyebabkan perforasi pada membran
timpani.10
Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah kanalis
akustikus eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi.
Kadangkala menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi baik dengan
antibiotik sistemik maupun tetes antibiotik ototopikal sangat sulit dilakukan. Apabila
terapi ototopikal berhasil, maka akan tampak retraksi pada membran timpani pada
pars flaksida atau kuadaran posterior.15
Pada kasus yang amat jarang, kolesteatoma diidentifikasi berdasarkan salah satu
komplikasinya, hal ini kadangkala ditemukan pada anak-anak. Infeksi yang terkait
dengan kolesteatoma dapat menembus korteks mastoid inferior dan bermanifestasi
sebagai abses di leher. Kadangkala, kolesteatoma bermanifestasi pertama kali dengan
tanda-tanda dan gejala komplikasi pada susunan saraf pusat, yaitu : trombosis sinus
sigmoid, abses epidural, atau meningitis.16
3.1.6 Diagnosis Kolesteatoma
CT scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT scan dapat
mendeteksi cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak selalu bisa
membedakan antara jaringan granulasi dan kolesteatoma. Densitas kolesteatoma
dengan cairan serebrospinal hampir sama, yaitu kurang-lebih -2 sampai +10
Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan massa itu sendirilah yang lebih penting
dalam mendiagnosis kolesteatoma.17 Gaurano (2004) telah menunjukkan bahwa

24

perluasan antrum mastoid dapat dilihat pada 92% dari kolesteatoma telinga tengah
dan 92% pula lah hasil CT scan yang membuktikan erosi halus tulang-tulang
pendengaran. Defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan CT scan adalah
sebagai berikut10:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

erosi skutum
fistula labirin
cacat di tegmen
keterlibatan tulang-tulang pendengaran
erosi tulang-tulang pendengaran atau diskontinuitas
anomali atau invasi dari saluran tuba

Gambar 8. CT scan yang menggambarkan erosi tulang dan kolesteatoma10


MRI digunakan apabila ada masalah sangat spesifik yang diperkiraka dapat
melibatkan jaringan lunak sekitarnya. Masalah-masalah ini termasuk yang berikut18:
a.
b.
c.
d.
e.

keterlibatan atau invasi dural


abses epidural atau subdural
herniasi otak ke rongga mastoid
peradangan pada labirin membran atau saraf fasialis
trombosis sinus sigmoid

3.1.7 Penatalaksanaan Kolesteatoma


3.1.7.1 Terapi Non Bedah

25

Tujuan awal dari terapi kolesteatoma adalah menurunkan derajat inflamasi


dan aktivitas infeksi pada bagian telinga yang terinfeksi. Prinsip pengobatan medikasi
kolesteatoma adalah membuang debris dari liang telinga. Irigasi harus dilakukan
dengan tepat, air harus dikeluarkan seluruhnya dari telinga untuk mencegah
kelanjutan kontaminasi. Selain irigasi, diperlukan juga antimikroba topikal untuk
menekan infeksi, yang umumnya disebabkan oleh organisme sebagai seperti
Pseudomonas aeruginosa, Streptococci, Staphylococci, Proteus, dan Enterobacter.19
Antimikroba yang umum dipakai adalah ofloxacin atau neomycin-polymyxin
B. Apabila telinga tengah terpapar, dikemukakan bahwa penggunaan aminoglikosida
bersifat ototoksik dan berbahaya. Akan tetapi, belum ada studi yang adekuat yang
mendukung teori tersebut. Namun, untuk kepentingan pasien, dianjurkan untuk
menghindari penggunaan agen ototoksik dan tetap menggunakan ofloxacin. Selain
itu, beberapa klinisi juga menggunakan steroid topikal untuk menurunkan inflamasi,
namun studi lebih lanjut masih diperlukan untuk menilai efektivitas dari penggunaan
agen ini.19
Pada beberapa kasus, infeksi yang berlangsung tidak sepenuhnya teratasi. Hal
ini biasanya terjadi pada kasus adanya kolesteatoma sac dengan debris keratin yang
tidak diobati dengan antimikroba lokal secara efektif. Namun, setelah tindakan bedah,
umumnya keluhan otorrhea akan teratasi.19
3.1.7.2 Terapi Pembedahan
Tujuan dari terapi pembedahan adalah mengangkat atau menyingkirkan
kolesteatoma. Teknik operatif yang umum dilaksanakan antara lain canal-wall-up
(closed) dan canal-wall-down (open). Apabila pasien memiliki riwayat episode
kekambuhan kolesteatoma, dan berharap dapat menghindari tindakan operatif di
kemudian hari, teknik canal-wall-down merupakan pilihan yang tepat dan lebih
aman.20
Tujuan utama terapi kolesteatoma adalah menciptakan kondisi telinga yang
kering dan aman. Proses-proses yang menyebabkan erosi tulang, inflamasi kronik

26

dan infeksi harus ditangani secara tuntas. Oleh karena itu, seluruh matriks
kolesteatoma harus disingkirkan sepenuhnya. Apabila hal ini gagal dilakukan,
kemungkinan yang muncul adalah kekambuhan dari kolesteatoma. Tabel di bawah ini
menunjukaan beberapa teknik pembedahan disertai keuntungan dan kerugiannya.20

Tabel 2. Teknik Pembedahan Kolesteatoma disertai keuntungan dan kerugiannya 20


Teknik canal-wall-down memiliki probabilitas tertinggi dalam membersihkan
kolesteatoma secara permanen. Canal-wall-up prosedur memiliki keuntungan
mempertahankan penampilan normal, tetapi mereka memiliki risiko yang lebih tinggi
terhadap kolesteatoma persisten atau berulang. Risiko kekambuhan cukup tinggi
sehingga ahli bedah menyarankan suatu timpanomastoidectomi kedua setelah 6 bulan
sampai 1 tahun setelah operasi awal.15
Di Amerika Serikat, kebanyakan prosedur bedah kolesteatoma

dilakukan

dengan insisi pada belakang telinga dikombinasikan dengan insisi pada kanal
auditorius eksterna. Kemudian menyingkirkan air cell dari mastoid secara
keseluruhan. Mengelevasi

membran timpani dan evaluasi mastoid. Singkirkan

kolesteatoma. Apabila osikulus juga terlibat, maka bagian tersebut perlu disingkirkan
jug auntuk menghindari kekambuhan dari kolestetoma. Membran timpani pada
umumnya juga direkonstruksi pada prosedur ini. Apabila dilakukan canal-wall-up,

27

tulang direkonstruksi dengan cartilage graft. Bila menggunakan teknik canal-walldown, maka perlu dibuat meatoplasti yang besar agar ada sirkulasi udara yang
adekuat ke rongga telinga.15
Karakteristik prosedur canal-wall-up15:

Menyingkirkan semua air cell

Fungsional tuba Eustachius

Ruang telinga tengah yang dipertahankan dengan baik

Komunikasi adekuat antara mastoid dengan ruang telinga tengah melalui


additus ad antrum.

Eliminasi dari tulang attic dilengkapi dengan kartilago atau bone graft.

Karakteristik teknik canal-wall-down15:

Membersihkan semua air cell termasuk yang dalam retrofacial, retrolabirin,


and subarcuate air cell tracts.

Pembersihan dinding lateral dan posterior dari epitimpanun sehingga tegmen


mastoideum dan tegmen timpani menjadi lembut.

Biasanya amputasi dari mastoid tip dianjurkan.

Saucerization dari lateral margin kavitas.

Pembesaran meatus
Terapi postoperatif yang diberikan antara lain antimikroba yang sesuai dan

steroid bila diperlukan. Antimikroba yang dipakai adalah antimikroba topikal,


contohnya ialah aminoglikosida and fluoroquinolone topikal. Jenis antimikroba ini
efektif untuk bakteri gram negatif. Selain itu, untuk menghindari efek ototoksik,
dapat juga dipakai ciprofloxacin (Ciloxan) or ofloxacin (Floxin Otic).

Selain

antimikroba, agen yang umum diberikan adalah steroid, yaitu steroid cream. Steroid
berfungsi untuk mengontrol perkembangan dari jaringan granulasi.15
Setelah tindakan bedah dilakukan, pasien dianjurkan untuk kontrol secara rutin.
Pasien yang menajalani prosedur canal-wall-down dianjurkan untuk kontrol setiap 3

28

bulan untuk pembersihan liang telinga. Tujuannya adalah untuk menjaga agar telinga
pasien tetap bebas dari deskuamasi epitel dan serumen. Pada pasien yang menjalani
prosedur canal-wall-up umumnya memerlukan tindakan operatif kedua, setelah 6-9
bulan setelah tindakan operatif pertama.15
3.1.8 Komplikasi Kolesteatoma
Perikondritis atau kondritis terjadi pada kurang dari 1% pasien. Eksposur dan
devaskularisasi karena pembedahan menjadi penyebab mudahnya terjadi infeksi.
Gejala dari perikondritis adalah nyeri yang meningkat, eritema, dan edema pada kulit
yang melapisi kartilago aurikula. Gejala lainnya adalah adanya fluktuasi.21

Gambar 9. Perikondritis21
Komplikasi yang paling ditakutkan dari operasi timpanomastoid adalah
perlukaan pada nervus fasialis. Perlukaan pada nervus fasialis biasanya diketahui saat
prosedur berlangsung namun kadang diketahui pada saat pasien berada di ruang
pemulihan.15
Langkah pertama untuk menangani perlukaan nervus fasialis adalah dengan
dekompresi nervus di sekitar area yang terlihat terjadi perlukaan. Jauhkan tulang
beberapa millimeter proksimal dan distal dari segmen yang rusak sehingga perlukaan
dapat jelas terlihat. Bila lebih dari 50% dari diameter nervus mengalami perlukaan
seperti terpotong, tertarik, terjepit, dilakukan reseksi pada segmen yang mengalami

29

perlukaan dan dilakukan reanastomisis atau graft dari nervus.15


Bila perlukaan pada nervus fasialis tidak diketahui selama operasi
berlangsung dan pasien bangun dnegan paralisis fasial, dokter harus menunggu
beberapa jam untuk memastikan bahwa ini bukan efek dari anestesi lokal. Bila dokter
tidak yakin bahwa nervus fasialis utuh, pasien harus dilakukan operasi secepatnya
untuk dilakukan dekompresi nervus secepatnya dan derajat perlukaan diukur lalu
diputuskan apakah segmen yang mengalami perlukaan perlu dieksisi.15
Kadang fistula labirin diketahui dari preoperatif CT scan image atau fistula
terlihat tanpa diprediksi sebelumnya. Bila hal ini terjadi, epitel yang mengalami
dekskuamasi diangkat hingga meninggalkan matrix di kanal horizontal. Bila fistula
muncul di permukaan, matrix perlahan diangkat dan sisanya ditutupi dengan fascia.15
Bila fistula besar dan matrix kolesteatoma tertempel ke labirin itu sendiri,
matrix dibiarkan pada posisinya. Bila labirin terbuka saat operasi, antibiotik IV
spektrum luas dan steroid harus diberikan secepatnya. Kadang, fistula kanal terbentuk
selama prosedur operasi. Bila fistula itu menyangkut salah satu dari kanalis
semisirkularis, harus dilapisi dengan jaringan lunak (mislanya fascia) dan diberikan
antibiotik IV dan steroid. Pasien ini akan mengalami gangguan keseimbangan setelah
operasi namun dapat kembali normal bila antibiotik dan steroid diberikan pada waktu
yang tepat.15
Drainase yang persisten dapat terjadi dan yang palings sering karena adanya
sel udara yang tersekuestrasi yang terus memicu infeksi. Solusi satu-satunya adalah
dengan mengangkat area yang bersangkutan. Bila area osteitis besar dan otore
postoperatif terjadi selama berbulan-bulan atau tahunan, perlu dipikirkan untuk
dilakukan skin graft.15
Benda asing yang berada di kavitas mastoid atau luka dapat menjadi fokus
infeksi. Benda asing yang paling sering ditemukan adalah fragmen metal dari bor
yang mengenai ujung alat suction irigasi saat operasi.15
Herniasi otak melalui tegmen fossa tengah terlihat mengkilap. Adanya cairan
bening dengan lesi mengkilap seperti di atas menunjukan adanya kemungkinan

30

herniasi otak dan kebocoran cairan serebrospinal. Dapat dilakuakn MRI atau CT scan
untuk memastikan.15
3.1.9 Prognosis Kolesteatoma
Melakukan proses eliminasi dari kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun
terkadang membutuhkan tindakan operasi yang berkali-kali. Karena penanganan dari
kolesteatoma dengan pembedahan pada umumnya berhasil dengan sempurna, oleh
karena itu komplikasi yang timbul dari pertumbuhan kolesteatoma yang tidak
terkontrol sangatlah jarang terjadi.15
Pada penanganan canal-wall-down timpanomastoidektomi akan memberikan
angka persentase rekurensi ataupun persistensi yang rendah dari kolesteatoma.
Reoperasi dari kolesteatoma hanya terjadi pada 5% atau bahkan lebih sedikit. Oleh
karena itu teknik ini jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan closedcavity technique yang memiliki angka rekurensi antara 20-40%.15
Meskipun begitu, karena tulang-tulang pendengaran dan ataupun membran
timpani tidak dapat mengalami resolusi secara sempurna kembali kedalam keadaan
normal, kolesteatoma tetap secara relatif merupakan penyebab yang cukup sering dari
tuli konduktif yang bersifat permanen.15

31

BAB III
KESIMPULAN
Kolesteatoma atau epidermosis atau keratoma merupakan lesi destruktif dasar
tengkorak yang dapat mengikis dan menghancurkan struktur penting pada tulang
temporal.15
Kolestetaoma dibagi menjadi 3 tipe yaitu congenital, primary acquired, dan
secondary acquired. Kolesteatoma kongenital terjadi sebagai konsekuensi dari epitel
skuamosa yang terjebak dalam tulang temporal selama embriogenesis. Kolesteatoma
kongenital biasanya ditemukan di anterior mesotympanum atau di dalam area tuba
Eustachius. Mereka diidentifikasi paling sering pada anak-anak usia 6 bulan hingga 5
tahun. Kolesteatoma acquired primer terjadi karena retraksi membran timpani,
retraksi ke dalam medial pars flaksida ke dalam epitimpanum secara progresif.
Kolesteatoma acquired sekunder terjadi karena konsekuensi langsung terjadap injuri
pada membran timpani. Kerusakan ini dapat dalam bentuk perforasi yang terjadi
karena otitis media akut atau trauma, atau dapat terjadi karena manipulasi operasi dari
drum.
Prosedur simple seperti timpanostomi dapat mengakibatkan implantasi epitel
skuamosa ke dalam telinga tengah hingga menyebabkan terbentuknya kolesteatoma.
Gejala khas dari kolesteatoma adalah otore tanpa rasa nyeri, baik itu terus-menerus
maupun sering berulang. Apabila kolesteatoma terinfeksi, maka infeksi tersebut akan
sulit dihilangkan.
Pada pemeriksaan fisik pada kolesteatoma akuisital primer dapat dijumpai
retraksi dari pars flaksida di kebanyakan kasus, dan pars tensa pada sedikit kasus.

32

Pada kedua tipe retraksi akan berisi matriks epitel skuamosa dan debris keratin.
Temuan lainnya adalah otore yang purulen, polip, jaringan granulasi, dan erosi
osikular. Pada kolesteatoma akuisital sekunder, bila kolesteatoma berkembang dari
perforasi membran timpani, maka matriks epitel skuamosa dan debris keratin pada
umumnya dapat dilihat melalui perforasi.
Penanganan untuk kolesteatoma dibagi menjadi penanganan bedah dan non
bedah. Untuk non bedah, diberikan antibiotik untuk mengatasi infeksi, steroid untuk
menurunkan inflamasi, dan juga drainase.

33

34

35

Anda mungkin juga menyukai