PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Akut abdomen merupakan suatu keadaan yang terjadi secara tiba-tiba dimana
gejala utama yang timbul adalah nyeri perut dan dapat mengancam nyawa serta untuk
penanggulangannya biasanya diperlukan tindakan pembedahan. Kejadian ini akut
abdomen ini sering ditemukan di lingkungan medis.
Umumnya penatalaksanaan pasien dengan nyeri akut abdomen tidak menjadi
hal yang mudah karena merupakan tantangan tersendiri bagi seorang dokter untuk
dapat menegakkan diagnosis penyebab akut abdomen. Keputusan untuk tindakan
pembedahan harus segera ditegakkan karena setiap keterlambatan yang terjadi dapat
menimbulkan penyulit yang berakibat meningginya angka morbiditas dan mortalitas.
Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya bergantung kepada kemampuan
menentukan analisis yang baik dari data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang diperoleh. Pengetahuan mendalam mengenai anatomi
dan fisiologi abdomen beserta isinya berperan penting dalam menyingkirkan sekian
banyak kemungkinan yang dapat menjadi penyebab nyeri perut akut.
Bila pasien masuk dengan nyeri abdomen yang hebat, dokter harus
mempunyai pola pemikiran untuk membuat diagnosis banding. Pentingnya
mempersempit diagnosis banding menjadi satu pilihan utama oleh karena
diperlukannya penetapan keputusan bilamana seorang pasien membutuhkan tindakan
operasi. Acuan utama pada nyeri abdomen adalah nyeri abdomen yang sangat hebat,
yang tampak pada pasien yang sebelumnya sehat dan berlangsung sedikitnya selama
24 jam serta terkadang memerlukan tindakan operasi.
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang
patofisiologi akut abdomen.
1.1.2 Tujuan Khusus
a) Memberikan informasi tentang definisi akut abdomen
b) Memberikan informasi tentang patofisiologi akut abdomen
c) Memberikan informasi tentang penegakan diagnosis pada pasien akut
abdomen.
d) Memberikan informasi tentang pendekatan klinis pada pasien akut
abdomen.
e) Memberikan informasi tentang penatalaksanaan pada pasien akut abdomen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Akut Abdomen
Nyeri akut abdomen atau akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen
dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Secara definisi pasien dengan
akut abdomen datang dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan
berlangsung kurang dari 24 jam. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen perlu
dilakukan resusitasi dan tindakan segera maka pasien dengan nyeri abdomen yang
berlangsung akut harus ditengani segera. Identifikasi awal yang penting adalah
apakah kasus yang dihadapi ini suatu kasus bedah atau non bedah, jika kasus bedah
maka tindakan operasi harus segera dilakukan. (Sudoyo, 2009)
Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukkan adanya
keadaan darurat dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak
ditanggulangi dengan baik dan benar. Keadaan darurat dalam abdomen dapat
disebabkan karena perdarahan, peradangan, perforasi atau obstruksi pada alat
pencemaan. Peradangan bisa primer karena peradangan alat pencernaan seperti pada
apendisitis atau sekunder melalui suatu peritonitis karena perforasi tukak lambung,
perforasi dari Payers patch,pada typhus abdominalis atau perforasi akibat trauma
(Dombal and Margulies, 1996).
bedah atau kegawatan non bedah. Kegawatan non bedah antara lain pankreatitis
akut, ileus paralitik, kolik abdomen. Kegawatan yang disebabkan oleh bedah antara
lain peritonitis umum akibat suatu proses dari luar maupun dalam abdomen. Proses dari
luar misalnya karena suatu trauma, sedang proses dari dalam misal karena apendisitis
perforasi. (Sudoyo, 2009)
Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain appendisitis, kolik bilier,
kolisistitis, divertikulitis. obstruksi usus, perforasi viskus, pankreatitis, peritonitis,
salpingitis, adenitis mesenterika dan kolik renal. Sedangkan yang jarang menyebabkan
akut abdomen antara lain: nekrosis hepatoma, infark lien, pneumonia, infark miokard,
ketoasidosis diabetikum, inflamasi enurisma, volvulus sigmoid, caecum atau
lambung dan Herpes zoster. (Tabel 1) (Sudoyo, 2009)
pain juga membantu untuk mengetahui asal nyeri tersebut. Adanya nyeri tekan pada
pemeriksaan fisik seseorang juga menunjukkan bentuk nyeri tersebut. Nyeri tekan
biasanya berasal dari nyeri yang melibatkan serosa. Nyeri ini dapat terjadi akibat
infeksi yang kontinyu (terus menerus) serta ulkus lanjut. Nyeri somatik biasanya
nyerinya terlokalisasi. (Sudoyo, 2009)
II.3 Penegakan Dignosis Secara Umum
Nyeri, anoreksia, mual, muntah dan demam merupakan manifestasi khas
suatu kelainan abdomen akuta. Tanda penting pada pemeriksaan fisik mencakup
nyeri tekan 'defence musculair' dan perubahan dalam peristalsis usus. Tetapi
pembeda kritis bukan antara abdomen akuta dan nonakuta, tetapi antara abdomen
bedah dan abdomen nonbedah. Identifikasi abdomen bedah tergantung atas
penggunaan tiga komponen diagnostik dasar: anamnesis, pemeriksaan fisik dan tes
penyokong. (Sabiston, 2011)
Anamnesis
Anamnesis dapat dibagi dalam beberapa kategori utama: usia, jenis kelamin,
nyeri abdomen dan gejala sistemik. (Sabiston, 2011)
Usia dan jenis kelamin
Yang sangat tua dan sangat muda, masing-masing menampilkan sekitar 10
persen penyajian pasien nyeri abdomen akuta. Tetapi pasien di atas usia 65 tahun
mempunyai dua kali insidens penyakit bedah (30 persen) sebagai sebab nyeri
abdomennya dibandingkan pasien di bawah usia 65 tahun. Pada kelompok usia
dewasa, wanita lebih mungkin tampil dengan nyeri abdomen dibanding pria, tetapi
pria yang menampilkan gejala ini mempunyai insidens penyakit bedah yang lebih
tinggi. Sistem genitourinarius lazim menyebabkan nyeri abdomen pada wanita.
Dalam urutan penyajian lebih jarang, sebab genitourinarius yang lazim pada wanita
meliputi penyakit peradangan pelvis, infeksi tractus urinarius, dismenore dan
kehamilan ektopik. (Sabiston, 2011)
Nyeri
Nyeri tanda abdomen akuta. la bisa ditandai oleh cara mulainya, sifat,
faktor pencetus atau lokalisasinya. Ada tiga jenis mulainya nyeri abdomen:
ekplosif, cepat dan bertahap. (Sabiston, 2011)
Pasien yang mendadak dicekam nyeri eksplosif menderita sekali lebih
mungkin menderita pecahnya viskus berongga ke dalam cavitas peritoncalis bebas
atau menderita 'vascular accident' berkelanjutan. Kolik berasal dari ginjal dan
saluran empedu bisa dimulai mendadak, tetapi jarang menyebabkan nyeri begitu
parah, sehingga pasien tak berdaya. Pasien dengan nyeri yang cepat dimulai, yang
cepat memburuk mungkin menderita pankreatitis akuta, trombosis mesenterica atau
strangulasi usus halus. Pasien dengan nyeri yang dimulai bertahap mungkin
menderita peradangan peritoneum, seperti yang terlihat dalam apendisitis atau
divertikulitis. (Sabiston, 2011)
Keparahan nyeri bisa ditandai sebagai menyiksa, parah, tumpul atau seperti
kolik. Nyeri menyiksa tak berespon terhadap narkotika menggambarkan suatu lesi
vaskular akuta seperti ruptura aneurisma abdominalis atau infark usus. Pasien infark
usus khas menderita nyeri melebihi proporsi gambaran fisik dan laboratorium. Nyeri
yang parah tetapi mudah dikendalikan oleh obat khas peritonitis akibat viskus yang
pecah atau pankreasitis akuta. Nyeri tumpul, samar-samar yang sukar dilokalisasi
menggambarkan suatu proses peradangan dan lazim presentasi awal apendisitis.
Nyeri kolik yang ditandai sebagai kram dan dorongan ('rush') menggambarkan
gastroenteritis. Nyeri akibat obstruksi usus halus mekanik juga bersifat kolik, tetapi
mempunyai pola berirama dengan interval bebas nyeri bergantian dengan kolik parah.
Dorongan peristaltik bisa terdengar selama kolik parah. Dorongan peristaltik
menyertai gastroenteritis tidak perlu terkoordinasi dengan nyeri kolik. (Sabiston,
2011)
penyakit ulkus peptikum, sedangkan nyeri yang dieksaserbasi oleh makanan berlemak
menggambarkan kolesistitis. (Sabiston, 2011)
Mendapatkan riwayat cermat bagi gejala sistemik penting dalam evaluasi
abdomen akuta. Walaupun lazim sejumlah derajat demam pada kebanyakan
kedaruratan bedah, namun tak biasa pasien abdomen bedah menampilkan demam
dan kedinginan. Keadaan bedah yang tampil dengan demam tinggi dan kedinginan
meliputi pileflebitis dan kolangitis supurativa. Lebih lazim nyeri abdomen yang
disertai oleh demam tinggi dan kedinginan disertai dengan penyakit medis yang
meliputi penyakit peradangan pelvis dan infeksi tractus urinarius. Gejala sistemik lain
yang akan menyadarkan dokter bagi kemungkinan penyakit medis mencakup diare
hebat, gejala sendi aktif, erupsi kulit yang muncul pada saat mulainya nyeri
abdomen serta sekret urethra atau vagina. Anoreksia, mual dan muntah merupakan
penyerta sering penyakit abdomen akuta. la bisa membantu membedakan penyakit
medis dari bedah. Jika mual dan muntah mendahului mulainya nyeri abdomen,
kurang mungkin penyakit bedah. (Sabiston, 2011)
Penilaian gejala diare, konstipasi dan obstipasi suatu bagian kritis anamnesis
apa pun bagi nyeri abdomen. Jika dapat dipastikan bahwa pasien tidak mengeluarkan
gas per rectum dan tidak mempunyai gerakan usus selama 24 jam, maka tinggi
probabilitas obstruksi usus. Diare lazim menyertai gastroenteritis, tetapi ia bisa
disertai dengan penyakit bedah seperti apendisitis. Diare berulang berdarah
menunjukkan diagnosis yang cocok dengan kolitis ulserativa, penyakit Crohn, disentri
atau iskemia colon. (Sabiston, 2011)
Riwayat penyakit dahulu seharusnya mencakup semua perumah-sakitan dan
operasi sebelumnya. Dalam masalah diagnostik sulit, maka pertanyaan seharusnya
mencakup riwayat keluarga yang luas (Tabel 2) maupun riwayat pengobatan,
pemaparan ke toksin dan perjalanan ke luar negeri. (Sabiston, 2011)
10
Gastroenteritis khas disertai oleh nyeri tekan abdomen difus tanpa rigititas otot.
(Sabiston, 2011)
Perkusi
Perkusi abdomen harus selalu dilakukan dengan sangat lembut. Ia bermanfaat
dalam menilai jumlah distensi yang menyertai obstruksi usus dan dapat digunakan
untuk menyingkirkan adanya vesica urinarius terdistensi sebagai sebab nyeri
abdomen akuta. Mungkin yang terpenting, perkusi bermanfaat dalam membangkitkan
nyeri tekan angulus costrovertebralis menyertai infeksi tractus urinarius atau
penyakit vesica biliaris. (Sabiston, 2011)
Pemeriksaan Rektum dan Pelvis
Tak ada pemeriksaan untuk sebab bedah nyeri abdomen yang lengkap tanpa
pemeriksaan rectum dan/atau vagina. Pada pria, penting palpasi spesifik isi
kantong scrotum yang mencakup testis dan epididymis. Pemeriksaan rectum pada
pria dilakukan dengan pasien berbaring miring dengan jari tangan berpelumas baik
yang secara lembut dimasukkan ke dalam rectum. Dengan menekan ke anterior, ke
posterior dan ke lateral, dapat dievaluasi keseluruhan pelvis tawah
11
12
13
akut. Pemeriksa menekan pada kuadran kanan atas dan pasien diminta
menginhalasi
dalam.
Inspirasi
menyebabkan
vesica bilirais
yang
menyebabkan
hati
turun, yang
palpasi kuadran kiri bawah (Gambar 5). Sering ia menyertai apendisitis. (De
Jong, 2005)
14
Pemeriksaan Sinar-X
Film yang didapat dalam seri abdomen akuta secara tradisional merupakan
tes konfirmasi yang terlazim diminta pada pasien ini. Sering ini terdiri dari foto
abdomen berbaring dan tegak serta pandangan anteroposterior thorax. Foto thorax
tegak merupakan film terbaik untuk menentukan udara bebas di dalam abdomen.
Bermanfaat juga dalam menyingkirkan penyakit thorax sebagai sebab nyeri abdomen
non operatif. Foto polos abdomen harus dimintakan ke pasien nyeri dan nyeri tekan
abdomen sedang sampai parah, tempat diagnosis tak pasti atau pada pasien yang
mempunyai kecurigaan klinik obstruksi usus, batu ginjal atau iskemia. Foto abdomen
tidak bermanfaat pada pasien dengan bukti meyakinkan apendisitis, penyakit
ginekologi, nyeri abdomen ringan dan nyeri abdomen yang telah menetap lebih dari
1 minggu. (De Jong, 2005)
Setelah diputuskan untuk meminta seri abdomen akuta, maka harus mendekati
film dalam cara sistematik, yang melihat cedera spesifik pada visera padat, visera
berongga, garis abdomen, klasifikasi dan udara ekstraintestinalis (Gambar 6). Garis
bagan hati, limpa dan ginjal jelas dapat ditentukan pada foto polos abdomen. Adanya
massa kistik dalam visera apa pun harus diperhatikan. Pergeseran ginjal bisa
menunjukkan lesi urologi sebagai sebab proses abdomen akuta. Pembesaran
bayangan limpa atau pergeseran ginjal bisa juga menggambarkan nyeri abdomen
berasal dari ginjal. (De Jong, 2005)
Pola gas di dalam visera berongga memberikan informasi penting. Pola gas ini
15
lebih mudah dikenal, jika lambung telah didekompresi dengan sonde nasogaster. Gas
sisa ini dalam lambung menggambarkan obstruksi usus halus tingkat tinggi atau
mungkin obstruksi pylorus sekunder terhadap penyakit ulkus duodeni. Gelung
berdilatasi dari penyakit usus halus dengan batas udara-cairan dan tanpa gas dalam
colon menggambarkan obstruksi usus halus. Dilatasi jelas dan rotasi cecum atau colon
sigmoideum khas volvulus. Dilatasi jelas keseluruhan colon menggambarkan
obstruksi colon dan seharusnya mengenal fakta bahwa tak ada udara dalam kubah
rectum. Dilatasi masif colon dengan riwayat kolitis akuta menunjukkan megacolon
toksika. Udara bebas di bawah diaphragma atau yang menggambarkan gelung usus
sangat menggambarkan perforasi visera. Bayangan udara berkapsul di luar bentuk
usus bisa menunjukkan perforasi usus lokalisata. Udara di dalam saluran empedu
bersifat diagnostik bagi hubungan antara tractus gastrointes-tinalis dan batang saluran
empedu serta bisa terlihat dengan ileus batu empedu. Udara dalam sistem vena porta
bisa terlihat dalam pileflebitis atau dengan usus gangren. (De Jong, 2005)
16
bayangan psoas. Garis lemak peritoneum kabur, bila cairan ada di dalam abdomen.
Cairan ini bisa karena asites, darah atau pus. Obliterasi bayangan psoas bisa
menunjukkan abses atau hematoma retroperitoneum. (De Jong, 2005)
Pencarian menyeluruh bagi kalsifikasi harus selalu dibuat. Mungkin ada massa
opak diskrit seperti batu empedu, batu ginjal atau fekalit atau kalsifikasi mungkin
lebih besar, seperti ditemukan dalam kelenjar limfe, massa jaringan lunak, dinding
aorta dengan aterosklerosis penyerta atau pancreas dengan pankreatitis kronika. (De
Jong, 2005)
Ultrasonografi merupakan tes terpilih dalam pasien yang dicurigai penyakit
batu empedu sebagai etiologi untuk nyeri abdomen. Di samping itu ultrasonografi
bermanfaat dalam diagnosis kelainan ginekologi yang menyebabkan nyeri abdomen
yang mencakup kehamilan ektopik. (De Jong, 2005)
Untuk pasien yang menampilkan hematria dan nyeri abdomen kolik dan
yang dicurigai batu ginjal, maka foto polos abdomen dan pielogram intravena
menjadi tindakan terpilih. Kadang-kadang enema barium bisa dilakukan pada
pasien abdomen akuta. Biasanya ia dilakukan setelah seri abdomen akuta
memperlihatkan intususepsi atau pada pasien yang dicurigai diagnosis divertikulitis.
(De Jong, 2005)
Tes Laboratorium
Hitung darah lengkap dan elektrolit serum rutin dilakukan pada pasien yang
menampilkan nyeri abdomen. Hematokrit mencerminkan perubahan menahun dalam
volume plasma dan peningkatan hematokrit bisa mencerminkan dehidrasi sekunder
terhadap muntah atau sekuestrasi cairan. Hematorit yang rendah bisa menunjukkan
anemia yang telah ada atau perdarahan menahun. (Sabiston. 2011)
Hitung leukosit yang meningkat biasanya bermakna. Tetapi lazim untuk pasien
tua mempunyai hitung leukosit rendah atau normal, bahkan dengan adanya peritonitis
yang telah terjadi. Limfositosis bisa menggambarkan infeksi virus atau gastroenteritis.
Leukopenia jelas bisa menggambarkan kelainan darah primer atau sepsis hebat.
17
(Sabiston. 2011)
Bahkan yang lebih penting dari hitung darah awal adalah kecenderungan
ke arah peningkatan hitung leukosit progresif, yang menunjukkan progresivitas
proses peradangan atau sepsis. Pergeseran ke kiri pada hapusan darah tepi
merupakan indikasi kuat lain bagi keadaan peradangan, bahkan dengan adanya
hitung leukosit normal atau meningkat ringan. (Sabiston. 2011)
Amilase serum harus didapatkan, jika dicurigai pankreatitis. Ia bisa juga
meningkat pada pasien trombosis mesenterica, obstruksi usus atau perforasi ulkus
duodeni. Peningkatan amilase serum tidak suatu cermin keparahan pankreatitis
dan kadar amilase bisa normal pada pasien pankreatitis hemoragika parah, tepat
sebelum kolaps kardiovaskular. Pada pasien pankreatitis kronika, kadar amilase
serum bisa hanya meningkat ringan. (Sabiston. 2011)
Pemeriksaan urina penting dilakukan dan memberikan informasi klinik
bermanfaat. Pada pasien yang menampilkan nyeri abdomen dimulai akut, maka
piuria menunjukkan infeksi tractus urinarius. hematuria menggambarkan batu
ginjal dan glikosuria menggambarkan diabetes, tetapi bisa disertai dengan bencana
keadaan abdomen lain. Berat jenis urina mencerminkan kemampuan ginjal
memekatkan dan lazim meningkat dalam pasien nyeri abdomen akuta dan
dehidrasi. (Sabiston. 2011)
Sebagai ringkasan, pendekatan cerdas ke pasien nyeri abdomen mencakup
riwayat terinci yang memperhitungkan usia, jenis kelamin, gejala sistemik dan riwayat
penyakit dahulu pasien. Fakta ini memberikan kerangka kerja untuk pertanyaan lebih
terinci tentang nyeri, cara mulainya, sifat, faktor pencetus dan lokasi-nya. Sewaktu
menyelesaikan proses anamnesis, dokter seharusnya mengingat diagnosis kerja dan
beberapa pengganti. Pemeriksaan fisik digunakan untuk menyokong atau menolak
diagnosis kerja; tetapi yang lebih penting, pemeriksaan fisik suatu komponen penting
keputusan operasi/non operasi. Tes konfirmasi juga digunakan untuk menyokong atau
menolak diagnosis kerja. Ia harus digunakan dengan bijaksana dan hanya digunakan
jika hasilnya akan mengubah terapi. (Sabiston. 2011)
18
Tabel 3 Pengelompokan Patologi Sebab Lazim Nyeri Akut Abdomen (Sabiston. 2011)
II.4.1. Apendisitis
Apendisitis akuta sebab terlazim abdomen akuta bedah pada pasien di bawah
usia 30 tahun. Satu dari 15 pasien dapat diharapkan menderita apendisitis akuta
selama seumur hidupnya. Apendisitis akuta sebenarnya lebih dari masalah penyakit
19
tunggal. Dalam bentuk tanda dan gejala fisik, apendisitis suatu penyakit prototipe
yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam rangka waktu
bervariasi. Gejala pasien mencerminkan keadaan proses penyakit dalam perjalanan
waktu penyakit. (De Jong, 2005)
Riwayat Alamiah
Pada kebanyakan pasien dan khususnya dalam kelompok usia lebih muda,
apendisitis karena hiperplasia folikel limfoid submukosa, yang menyebabkan
obstruksi lumen appendix vermiformis. Sekresi mukosa kontinu, walaupun ada lumen
tersumbat dan tekanan di dalam appendix meningkat. Karena tekanan intralumen
meningkat, maka aliran limfe tersumbat, yang menyebabkan edema appendix. la
stadium apendisitis fokal akuta yang ditandai oleh ekstravasasi bakteri yang dini.
Karena appendix vermiformis dan usus halus mempunyai persarafan yang sama,
maka mula-mula nyeri visera diterima sebagai nyeri tumpul samar-samar dalam area
periumbilicus. (De Jong, 2005)
Stadium kedua apendisitis (apendisitis supurativa akuta) ditandai oleh
peningkatan lebih lanjut tekanan intralumen, obstuksi vena, iskemia fokal dan iritasi
serosa. Bila tunica serosa appendix yang meradang dekat dengan peritoneum
paritonalis, maka pasien mengalami perpindahan nyeri periumbilicus ke kuadran
kanan bawah. Nyeri somatik terlokalisasi baik ini menunjukkan ancaman penyediaan
darah arteri dan iskemia menyebabkan infark kecil sepanjang batas antimesenterica
appendix. Stadium apendisitis gangrenosa ini disertai dengan peningkatan
ekstravasasi bakteri dan kontaminasi lokalisasi cavitas peritonealis. Progresivitas
menyebabkan perforasi dan massa periappendix lokalisata atau peritonitis
generalisata. (De Jong, 2005)
Sehingga apendisitis berlanjut melalui stadium peradangan, stadium obstruktif,
stadium iskemi dan stadium perforatif, semuanya mencerminkan tanda dan gejala
fisik berbeda. Sayangnya kerangka waktu untuk progresivitas kejadian klinik ini
sangat bervariasi. Apendisitis jarang pada masa bayi. Sekitar 10 persen pasien
apendisitis berusia kurang dari 10 tahun atau berusia lebih dari 50 tahun. Usia
20
sangat muda dan sangat tua berisiko lebih tinggi bagi perforasi karena presentasi
atipik lazim terjadi dalam kedua kelompok ini serta bayi mempunyai sedikit cara
mengkomunikasikan mulainya masalah. Apendisitis akuta mempunyai puncak
dalam usia belasan dan awal 20-an dengan penurunan setelah usia 30 tahun. (De
Jong, 2005)
Pasien apendisitis akuta tampil dengan nyeri abdomen serta lokasi nyeri
tergantung atas stadium penyakit dan lokasi appendix vermiformis. Apendisitis khas
tampil dengan riwayat nyeri epigastrium atau periumbilicus tumpul samar-samar yang
disertai oleh anoreksia (90%), mual (80%) muntah (65%) (Gambar7). Insidens
kompleks gejala ini hampir identik dalam apendisitis akuta, adenitis mesenterica,
gastroenteritis dan nyeri abdomen yang sebabnya tak diketahui. (De Jong, 2005)
Diagnosis apendisitis pada stadium ini sulit ditegakkan. Pasien yang
nyerinya tidak terlokalisasi dan yang lama gejalanya kurang dari 8 jam biasanya
dapat dihidrasi dan diamati. Karena penyakit ini berlanjut dari apendisitis fokal akuta
ke apendisitis supurative akuta, maka khas nyeri terlolakisasi dalam kuadran kanan
bawah. Tetapi jika appendix vermiformis retrocaecum, maka nyeri terlokalisasi
dalam 'flank' kanan, yang meniru kolik ginjal. Jika pasien dalam trimester ketiga
kehamilan, maka appendix bisa tergeser ke kepala dan nyeri bisa terlokalisasi pada
kuadran kanan atas. (De Jong, 2005)
Patognomonik dari apendisitis akut adalah nyeri abdomen menyeluruh yang
kemudian terlokalisir dikuadran kanan bawah. Vomitus mungkin tidak ada, tetapi
anoreksia hamper selalu dijumpai. Lapar pada pasien dengan nyeri abdomen
merupakan bukti kuat untuk diagnosis appendicitis. Jika diagnosis tidak dapat
ditegakan, setiap pasien dengan nyeri abdomen dengan nyeri tekan terlokalisir di
kuadran kanan bawah biasanya perlu di observasi dan dipertimbangkan laparotomi.
(Michael Eliastam, 1998)
21
tetapi
nyeri
tekan
rectum
kuadran
dibangkitkan. Adanya nyeri tekan atau sekret cervix pada wanita muda dengan nyeri
kuadran kanan bawah membawa ke arah diagnosis penyakit peradangan pelvis. Tanda
Rovsing bisa positif dengan adanya apendisitis supurativa. Tanda psoas dan
obturator bisa juga ada dalam apendisitis, tetapi ia kurang dapat diandalkan
dibandingkan tanda Rovsing. (De Jong, 2005)
Tes Konfirmasi
22
23
kelompok usia lebih muda, maka sering dia dianggap penyakit lebih serius. Tidak
hanya diagnosisnya lambat, tetapi pada anak, omentum cenderung pendek dan bisa
gagal membungkus perforasi appendix vermiformis. Apendisitis jarang di bawah usia
3 tahun, tetapi meningkat progresif antara usia 3 dan 10 tahun. Diagnosis banding
nyeri abdomen akuta dalam masa bayi mencakup kolik, gastroenteritis akuta,
intususepsi, hernia inkarserata dan volvulus. Serangan berulang obstruksi usus
sebagian pada bayi dapat sekunder terhadap sebab kongenital seperti stenosis usus,
pancreas anularis dan malrotasi 'midgut'. (De Jong, 2005)
Dalam kelompok usia prasekolah (2-5 tahun), apendisitis tetap jarang.
Sebab lain nyeri abdomen akuta dalam kelompok usia ini mencakup gastroenteritis
akuta, pielonefritis, divertikulum Meckel dan intususepsi. Anak usia sekolah (5 sampai
10 tahun) memperlihatkan peningkatan mantap dalam insidens apendisitis bersama
usia. Gastroenteritis dan limfadenitis mesenterica merupakan kelainan peradangan
terlazim dalam kelompok usia ini. Khas gastroenteritis tampil sebagai muntah yang
mendahului
dengan tanda lokalisasi atau spasme otot. Bising usus biasanya hiperaktif dan
pemeriksaan rectum jarang positif dalam gastroenteritis, walaupun sering ia
dilaporkan positif dalam kelompok usia ini pada pasien apendisitis. (De Jong, 2005)
Adenitis mesenterica sering didahului oleh infeksi tractus respiratorius atas
dan disertai dengan ketaknyamanan abdomen samar-samar yang sering dimulai pada
kuadran kanan bawah. Pemeriksaan abdomen hanya menunjukkan nyeri tekan
kuadran kanan bawah ringan yang sering tidak terlokalisasi baik. (De Jong, 2005)
Diagnosis apendisitis pada orang tua sering sulit. Sering pasien ini tampil
lanjut dengan gambaran fisik samar-samar dan sering (30 persen) hitung leukosit di
bawah 10.000. Kedinginan dan demam lebih sering menyertai apendisitis pada pasien
lebih tua. Suhu tubuh subnormal disertai dengan abses atau peritonitis generalisata.
Lebih dari 30 persen pasien tua menderita appendix vermiformis ruptura pada waktu
operasi. Diagnosis banding dalam kelompok pasien ini mencakup divertikulitis, ulkus
perforata, kolesistitis akuta, karsinoma, obstruksi usus dan penyakit vaskular
mesenterica. Pada remaja dan dewasa muda, diagnosis banding apendisitis
24
berhubungan dengan jenis kelamin. Diagnosis banding pada pria dengan nyeri
kuadran
pielonefritis akuta, batu ginjal, torsio testis dan epididimitis. Pielonefritis akuta
dan batu ginjal dapat dicurigai atas dasar urinalisis serta torsio testis dan epididimitis
harus dicurigai atas dasar pemeriksaan fisik. Diagnosis yang mengacaukan lainnya
pada pria muda mencakup adenitis mesenterica dan gastroenteritis akuta. Masalah ini
bertanggung jawab bagi sekitar 10 persen insidens ekplorasi negatif untuk pria muda.
(De Jong, 2005)
Sementara insidens apendisitis pada wanita antara usia 10 dan 30 tahun
sekitar setengah pria, namun insidens eksplorasi negatif tetap di atas 20 persen.
Ketidak-mantapan ini karena tingginya insidens penyakit genitourinarius pada wanita.
Dalam urutan frekuensi menurun, kesalahan diagnostik pada wanita muda
mencakup (1) penyakit peradangan pelvis (30 persen), (2) diagnosis ginekologi
lain (15 persen), (3) adenitis mesenterica (13 persen), (4) gastroenteritis (6 persen),
(5) infeksi tractus urinarius (6 persen), (7) kolelitiasis (3 persen) dan (8) tak
diketahui (15 persen). (De Jong, 2005)
Insidens penyakit peradangan pelvis pada wanita muda dengan nyeri abdomen
membuat diagnosis apendisitis lebih sulit. Lewis dan sejawat menemukan bahwa
jika mulainya nyeri abdomen timbul dalam 7 hari haid, maka insidens penyakit
peradangan pelvis dua kali apendisitis. Tetapi jika masa haid dimulai 8 hari atau
lebih setelah mulainya nyeri abdomen, maka apendisitis dua kali kemungkinan
penyakit peradangan pelvis. Anamnesis demikian bersama dengan pemeriksaan
pelvis yang tepat dapat membantu menggambarkan kelompok pasien wanita yang sulit
ini. (De Jong, 2005)
Penatalaksanaan
Appendectomy tetap satunya terapi kuratif radang appendix, tetapi
Penatalaksanaan pasien dengan massa appendiceal biasanya dapat dibagi menjadi 3
kategori berikut pengobatan: (Craig, 2011)
25
Pasien dengan phlegmon atau abses kecil: Setelah intravena (IV) terapi
antibiotik, appendectomy interval dapat dilakukan 4-6 minggu kemudian.
(Craig, 2011)
Pasien dengan abses yang didefinisikan dengan baik yang lebih besar: Setelah
drainase perkutan dengan antibiotik IV dilakukan, pasien dapat dipulangkan
dengan kateter di tempat. Appendectomy interval dapat dilakukan setelah
fistula ditutup. (Craig, 2011)
apendisitis akut, antibiotik memiliki peran penting dalam pengobatan pasien dengan
kondisi ini. Antibiotik dipertimbangkan untuk pasien dengan appendisitis harus
memiliki jangkauan penuh aerobik dan anaerobik. Durasi administrasi terkait erat
dengan tahap appendisitis pada saat diagnosis, baik mempertimbangkan temuan
intraoperatif atau evolusi pasca operasi. Menurut beberapa penelitian, profilaksis
antibiotik harus diberikan sebelum setiap appendectomy. Ketika pasien menjadi
afebris dan sel darah putih (WBC) count normal, pengobatan antibiotik dapat
dihentikan. Cefotetan dan Cefoxitin tampaknya menjadi pilihan terbaik dari
antibiotik (Craig, 2011).
II.4.2. Divertikulum
Riwayat Alamiah
Penyakit divertikulum merupakan istilah yang diberikan ke spektrum keadaan
klinik yang luas yang menyertai adanya beberapa divertikulum mukosa melalui
dinding colon. Tiga perempat pasien penyakit divertikulum asimtomatik. Sisanya
mempunyai derajat nyeri abdomen bervariasi yang sering disertai ketakteraturan usus.
Sekitar 25 persen pasien penyakit divertikulum simtomatik mempunyai perjalanan
yang dikomplikasi oleh perdarahan, peradangan, obstruksi atau perforasi.
26
terlazim.
Divertikullitis
akibat
mikro-
atau
makroperforasi
peningkatan bermakna secara statistik dalam frekuensi batu empedu, hernia hiatus
(trias Saint), penyakit jantung iskemik, vena varikosum dan hemoroid. (De Jong,
2005)
Gejala utama divertikulitis adalah nyeri abdomen. Nyeri abdomen bersifat
kram dan tersering terlokalisasi atau diare. Gangguan dalam kebiasaan buang air
besar meramalkan prognosis lebih buruk dibandingkan jika ada fungsi buang air
27
besar normal. Juga adanya mual, muntah atau gejala urinarius menetap, distensi
abdomen dan massa abdomen yang dapat dipalpasi disertai dengan lebih tingginya
angka komplikasi dan lebih buruknya prognosis. Banyak pasien yang tampil dengan
komplikasi serius seperti perforasi benar-benar asimtomatik sampai beberapa jam
sebelum perumah-sakitan. (De Jong, 2005)
Enema
barium
beberapa
pasien
nyeri
abdomen
28
kadang massa diskrit dapat dirasakan dalam kuadran kiri bawah. (De Jong, 2005)
Tes Konfirmasi
Enema barium merupakan tindakan terpilih untuk
mendokumentasi
Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien divertikulosis hanya mengalami gejala minimal atau
tidak sama sekali dan tidak memerlukan terapi spesifik. Diet tinggi serat disarankan
untuk mencegah konstipasi dan pembentukan divertikulum lainnya. Pasien dengan
gejala ringan nyeri abdomen karena spasme otot pada area divertikulum dapat diberi
obat anti spasmodic seperti klordiazepoxid, dicyclomin, atropine, scopolamine,
fenobarbital, atau hyoscyamin. Pasien juga diberi antibiotic seperti ciprofloksasin,
metronidazol, cephalexin, atau doksisiklin. Cairan dan makanan berserat rendah
disarankan selama serangan akut diverticulitis sehingga dapat mengurangi jumlah
yang dikeluarkan melalui kolon yang dapat memperparah diverticulitis. Pada
diverticulitis berat dengan demam tinggi dan nyeri, pasien dirawat inap dan diberi
antibiotic intravena. (De Jong, 2005)
Operasi dilakukan pada:
Pasien dengan obstruksi usus persisten dan abses yang tidak berespon pada
antibiotic. Operasi biasanya dilakukan dengan drainase pus dan reseksi
29
30
31
15 sampai 30 menit suntikan intravena radionuklida, suatu gambar saluran empedu dan
vesica biliaris hams terlihat dalam individu normal dengan visualisasi usus dalam 1
jam. Tetapi dalam pasien kolesistitis akuta, bayangan saluran empedu yang baik tetapi
tanpa bayangan vesica biliaris khas dan menunjukkan obstruksi ductus cysticus,
menokong diagnosis kolesistitis akuta. Tetapi pada banyak pasien, anamnesis klinik,
pemeriksaan fisik, gambaran laboratorium dan pemeriksaan ultrasonografi cukup
untuk menegakkan diagnosis. (De Jong, 2005)
Diagnosis Banding
Diagnosis banding mencakup penyakit ulkus peptikum akuta, pankreatitis
akuta, apendisitis akuta akibat appendix vermiformis terletak tinggi, sindroma FitzHugh-Curtis dari perihepatitis gonokokus, hepatitis alkoholik, pneumonia dalam
paru kanan dan infark myocardium akuta. Kebanyakan hal ini dapat disingkirkan
dengan tes penyokong yang tepat. (De Jong, 2005)
Penatalaksanaan
Terapi awal untuk mengoreksi dehidrasi dan keseimbangan elektrolit dengan
cairan intravena yang tepat. Sonde nosogaster bisa dipasang dan antibiotika dimulai.
Sefazolin (2 sampai 4 g. per hari) atau ampisilin parenteral(4 g per hari) telah
ditemukan merupakan antibiotika yang tepat. Umumnya bakteri E, coli dan
Klebsiella. (De Jong, 2005)
Selama beberapa tahun, ada kontroversi tentang saat operasi dengan
penelitian sekarang yang menyokong kolesistektomi dini. Hal ini telah disokong oleh
ujicoba acak dikontrol yang menunjukkan bahwa angka kematian sedikit lebih
rendah dengan operasi dini. Lama penyakit dan biaya perumah-sakitan juga lebih
rendah. Kekuatiran tentang segi teknik pembuangan vesica biliaris selama operasi
dini belum dikonfirmasi dalam penelitian diacak. Anjuran menunda operasi yang
menganggap bahwa kebanyakan gejala pasien akan mereda dengan terapi nonbedah
32
33
Tes Konfirmasi
Hitung leukosit meningkat ke sekitar 12.000, tetapi setelah 12 sampai 24
jam meningkat ke 20.000 atau lebih. Amilase serum memperlihatkan peningkatan
ringan karena absorpsi enzim oleh cavitas peritonealis. Kehilangan cairan ke dalam
cavitas peritonealis bisa menyebabkan hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit.
(De Jong, 2005)
Foto polos abdomen memperlihatkan udara bebas di dalam cavitas
peritonealis dalam sekitar 80 persen pasien. Foto thorax pasien dengan posisi tegak
lebih mungkin memperlihatkan udara bebas dibandingkan foto abdomen. Jika
pasien terlalu sakit untuk tegak, maka film dekubitus lateralis kiri bisa
memperlihatkan udara bebas. Adanya udara bebas di dalam cavitas peritonealis
dengan mendadaknya dimulai nyeri abdomen bersifat diagnostik ulkus peptikum
34
35
pankreatitis
retroperitoneum
edematosa
sekelilingnya
yang
lebih
diinfiltrasi
36
lazim,
dengan
pancreas
banyak
dan
cairan
jaringan
interstisial.
Kehilangan cairan (jika tidak diganti) bisa begitu masif, sehingga menyebabkan syok
hipovolemi. Pankreatitis hemoragika yang lebih parah disertai oleh perdarahan ke
dalam parenkima pancreas dan area retroperitoneum sekelilingnya. Bisa timbul
nekrosis pancreas yang luas. (De Jong, 2005)
Khas pasien menderita nyeri epigastrium parah setelah makan besar
(Gambar 9). Nyeri menyebar melalui punggung yang menetap serta disertai mual dan
muntah. Tergantung atas jumlah kehilangan cairan dalam pancreas dan area
peripancreas, pasien bisa menderita dehidrasi parah dengan hipertensi dan kecepatan
nadi yang cepat. Fungsi myocardium tertekan, mungkin karena toksin yang
bersirkulasi mempengaruhi penampilan jantung. (De Jong, 2005)
37
38
pseudokista dan abses. Ultrasonografi bisa memperlihatkan batu empedu dalam pasien
yang menderita pankreatitis batu empedu. Setelah meredanya serangan pankreatitis
akuta, maka evaluasi lebih lanjut atas ductus pancreaticus bisa dilakukan dengan
kolangio-pankreatografi retrograd endoskopi. (De Jong, 2005)
Diagnosis Banding
Peningkatan kadar amilase serum bisa timbul bersama keadaan abdomen akuta
lain seperti kolesistitis gangrenosa, ulkus peptikum perforata, infark mesenterica dan
obstruksi usus halus. Kadar amilase dalam keadaan ini jarang meningkat di atas 500
I.U. per 100 ml. Karena banyak keadaan ini memerlukan intervensi bedah mendesak
dan pankreatitis akuta tidak memerlukan intervensi bedah pada kebanyakan kasus,
maka penting menegakkan diagnosis yang tepat. Tetapi jika dilema diagnostik
menetap, maka bisa diindikasikan seliotomi eksplorasi atas dasar bahwa keadaan
bedah akuta tak dapat dihilangkan dalam diagnosis banding. Angka mortalitas dari
laparotomi eksplorasi sewaktu sebab yang mendorong terbukti merupakan
pankreatitis edematosa akuta, tidak berlebihan. (De Jong, 2005)
Penatalaksanaan
Terapi pankreatitis akuta mencakup pengistirahatan pancreas dengan
mengurangi rangsangan bagi sekresi pancreas dan pembentukan kembali homeostasis.
Pasien diberikan penggantian cairan intravena untuk mengoreksi kehilangan cairan
ruangan ketiga ke dalam retroperitoneum. Mungkin diperlukan cairan dalam jumlah
mengesankan untuk mempertahankan volume darah yang bersirkulasi dan tekanan
darah yang adekuat. Pasien pankreatitis hemoragika parah bisa memerlukan transfusi
darah maupun terapi cairan. (De Jong, 2005)
Seorang pasien dipuasakan dan sonde nasogaster mengaspirasi sekresi lambung,
yang menghilangkan muntah dan mencegah asam tetap di dalam duodenum agar
tidak merangsang sekresi pancreas. Pemulaian lagi memasukan oral harus ditunda
39
sampai pasien jauh membaik dan kadar amilase telah kembali ke normal. Obat
analgesik diindikasikan, tetapi morfin dan obat lain yang menyebabkan spasme
sphincter Oddi harus dihindari. Antibiotika dalam penelitian diacak tidak ditemukan
diindikasikan untuk pankreatitis alkoholic edematosa akuta, tetapi bermanfaat untuk
pankreatitis bilier dan pankreatitis hemoragika parah. Diindikasikan penggantian
kalsium dan magnesium serta pada kesempatan yang jarang sewaktu hipokalsemia
refrakter, maka bermanfaat ekstrak parathyroidea dalam dosis 200 unit intravena
setiap 4 jam untuk 6 dosis. Hipomagnesium lazim pada pecandu alkohol dan magnesium harus diganti. bila diindikasikan oleh kadar serum yang rendah. (De Jong,
2005)
Komplikasi paru dengan pankreatitis parah lazim terjadi. Hipoksemia timbul
dalam sekitar 30 persen pasien pankreatitis akuta. Diindikasikan evaluasi gas darah
yang sering dilakukan. Suatu bentuk sindroma gawat pernapasan dewasa bisa
mengeksaserasi kekurangan oksigen. Terapi tambahan oksigen diindikasikan untuk
kadar PaO2 di bawah 70 mmHg. Diuretika bisa bermanfaat dalam menghilangkan
cairan berlebihan. Pemberian makan harus dipertahankan oleh pemberian makan
parenteral total (TPN = 'total parenteral nutrition'), yang mencegah perangsangan
enzim pancreas. Diet unsur yang diberikan per oral atau dengan pemberian makan
melalui sonde merangsang sekresi pancreas serta harus dicegah dengan
menyokong TPN. Uji coba diacak terkontrol bagi penghambat histamin (H2), obat
antikolinergik, glukagon dan aprotinin (Trasilol) telah terbukti tidak mempunyai
manfaat terapi. Bilas, peritoneum telah dianjurkan bagi kasus pankreatitis parah
untuk membuang toksin dalam cairan peritoneum. Walaupun pasien mula-mula
tampak membaik dengan bilas peritoneum, namun tak ada perbaikan dalam angka
kelangsungan hidup keseluruhan. (De Jong, 2005)
Intervensi bedah tidak diindikasikan, kecuali untuk komplikasi pankreatitis
atau untuk seliotomi diagnostik, sewaktu diagnosis dipertanyakan. Untuk pankreatitis
bilier, diperlukan operasi untuk membuang vesica biliaris dan batu apa pun yang
mungkin ada dalam sistem saluran empedu ekstrahepatik. Penentuan waktu operasi
kontroversial. Kebanyakan ahli bedah menyokong operasi atas pasien ini selama
40
masa perumah-sakitan, tetapi lebih suka menunggu sampai pasien pulih dari
serangan awal. Tetapi jika pankreatitis berlanjut dan penyakit pasien memburuk,
maka operasi bisa diindikasikan atas dasar mendesak. Pasien pankreatitis nekrotikans
hemoragika yang tidak berespon terhadap terapi medik mungkin mendapat manfaat
dengan operasi untuk mendebridemen pancreas nekrotik, pemasangan pipa T untuk
mendrainase ductus choledochus dan penempatan beberapa drain kumpulan besar
dalam area peripancreas. Gastrostomi dan jejunostomi pipa bisa dilakukan pada
waktu ini. Pankreatektomi total telah dianjurkan di masa lampau, tetapi angka
mortalitas berlebihan dalam kebanyakan seri. (De Jong, 2005)
Angka mortalitas akibat pankreatitis akuta sekitar 10 persen. Pada pasien
pankreatitis nekrotikans hemoragika, angka mortalitas lebih dari 50 persen. Ranson
telah menunjukkan faktor tertentu yang berhubungan dengan morbiditas dan
mortalitas (Tabel 4). Walaupun terapi awal bersifat medis, namun intervensi bedah
mungkin bermanfaat bagi pasien yang tidak berespon terhadap terapi medis dan pasti
diindikasikan untuk komplikasi pankreatitis akuta seperti abses, pseudokista dan
asites pancreas. (De Jong, 2005)
41
42
Pemeriksaan Fisik
Obstruksi usus tampil dengan nyeri episodik. Sering pasien nyaman di
antara episode nyeri. Nyeri menetap di hadapan gambaran obstruksi meramalkan
strangulasi dan perforasi mengancam serta membentuk kedaruratan bedah. (De
Jong, 2005)
Pasien bisa memperhatikan bukti sistemik dehidrasi maupun distensi abdomen.
Kadang-kadang dalam individu kurus dengan tanda obstruksi usus lanjut, maka
gelombang peristaltik sepanjang dinding abdomen dapat terlihat. (De Jong, 2005)
43
44
serta dikonfirmasi dengan penampilan seri abdomen akuta. (De Jong, 2005)
Foto polos abdomen digunakan untuk membedakan tingkat obstruksi dan gas
dalam jumlah besar abnormal di dalam usus. Biasanya dokter dapat menentukan
apakah usus halus, colon atau keduanya terdistensi. (De Jong, 2005)
Gas di dalam usus halus menggambarkan valvulae conniventes. Pasien
obstruksi usus mekanik mempunyai gas colon dalam jumlah minimum. Pasien
obstruksi colon (di pihak lain) memperlihatkan sedikit gas usus halus, jika valva
ileocecalis kompeten. Tanda haustrae coli khas tampil dalam obstruksi usus besar.
Tanda haustrae coli dibedakan dari valvulae conniventes oleh fakta bahwa tanda
haustrae coli menempati hanya sebagian diameter transversa usus. (De Jong, 2005)
Foto abdomen tegak pada pasien obstruksi usus halus mekanik khas
memperlihatkan beberapa batas udara cairan. Sayangnya batas udara cairan ini juga
timbul pada pasien ileus adinamik. (De Jong, 2005)
Foto thorax merupakan cara terbaik mengenal udara bebas di bawah
diaphragma, yang menunjukkan viskus perforasi. Di samping itu, ia mengidentifikasi
patologi paru yang kadang-kadang dapat menyebabkan gejala serupa dengan
abdomen akuta. (De Jong, 2005)
Dalam ringkasan, diagnosis obstruksi usus ditegakkan dengan anamnesis dan
dikonfirmasi oleh pemeriksaan fisik dan sinar-x. Terapi obstruksi usus bersifat bedah
dan bila dicurigai diagnosis ini, maka harus didapatkan konsultasi bedah segera. (De
Jong, 2005)
45
46
serosa terlibat, mungkin beberapa jam setelah mulainya nyeri (Tabel 6). (De Jong,
2005)
47
Tabel 7 Data Laboratorium pada Iskemia Mesenterica Akut (De Jong, 2005)
Setelah aliran arteri dipulihkan ke pembuluh darah mesenterica, maka usus
dikembalikan ke abdomen dan masa tunggu sekitar 35 sampai 45 menit berkurang.
Kemudian usus diinspeksi, usus yang jelas infark direseksi dan dibentuk anastomosis
konvensional. Zat warna fluoresein dan penggunaan pemantauan aliran Doppler
intraoperatif membantu membedakan usus viabel dari yang tak viabel. (De Jong,
2005)
Seideman telah menekankan kepentingan tindakan melihat kedua sekitar 24
jam setelah reseksi. Tindakan melihat kedua dilakukan setelah pasien distabilisasi
dan dicadangkan untuk pasien yang mungkin memerlukan reseksi tambahan. (De
Jong, 2005)
Sebagai ringkasan, iskemia mesenterica akuta sulit didiagnosis. Perbaikan hasil
bisa dicapai dengan pengenalan dini pasien berisiko tinggi, yang mencakup pasien tua
dengan penyakit aterosklerosis bermakna yang mendasari. Diagnosis iskemia
mesenterica akuta harus dipertimbangkan dalam semua pasien nyeri abdomen yang
melebihi perbandingan gambaran pada pemeriksaan fisik bisa muncul. Muntah dan
diare
yang
disertai
memperlihatkan
perdarahan
asidosis
gastrointestinalis.
metabolik
bersama
Khas
dengan
tes
laboratorium
leukositosis
dan
besar
aneurisma
aorta
abdominalis
sekunder
terhadap
aterosklerosis. Sebab kurang lazim lagi bagi aneurisma aorta mencakup keadaan
48
49
punggung atau 'flank', sering disertai dengan syok. Ruptura aneurisma aorta
abdominalis suatu diagnosis relatif lazim pada pasien tua yang tampil dengan syok
dan tanpa sumber perdarahan yang jelas. Pertimbangan aneurisma aorta abdominalis
yang pecah harus merupakan bagian diagnosis banding infark myocardium yang
tampil dengan hipotensi. Kedua kelompok pasien tampil dengan perubahan EKG
iskemik dan pasien infark myocardium dinding inferior bisa mengeluh nyeri
punggung atau 'flank'. Pasien hipotensi sekunder terhadap infark myocardium
akan tampil dengan distensi vena jugularis, sedangkan pasien hipovolemia sekunder
terhadap aneurisma yang pecah akan mempunyai vena leher yang datar. (De Jong,
2005)
Aneurisma aorta yang pecah mempunyai dua presentasi utama. Pertama
ruptura bebas ke dalam peritoneum, yang menyebabkan eksanguisasi cepat. Gejala
mencakup mendadaknya dimulai nyeri abdomen, syok hipovolemik yang cepat
progresif dan distensi abdomen yang progresif. Pasien ini memerlukan operasi segera.
(De Jong, 2005)
Presentasi kedua yang lebih lazim adalah ruptura yang terhadan. Pasien ini
tampil dengan mendadaknya dimulai nyeri abdomen parah atau nyeri punggung
dengan hipotensi yang mula-mula berespon terhadap resusitasi cairan. Sering pasien
mempunyai riwayat hipertensi. Massa abdomen supraumbilicus berpulsasi dapat
teraba dalam 85 persen pasien. (De Jong, 2005)
Tanda bermanfaat lainnya adalah pemeriksaan fisik cermat bagi penyakit
vaskular oklusif menyertai. Adanya 'bruit' di atas bifurcatio carotidis tidak jarang pada
pasien aneurisma aorta abdominalis. Pasien hipotensi mungkin tidak mempunyai
massa berpulsasi, kecuali tekanan darah lebih dari 80 mmHg. (De Jong, 2005)
Tes Konfirmasi
Pasien yang tampil dengan hipotensi dan pemeriksaan fisik yang cocok
dengan aneurisma abdominalis yang pecah memerlukan intervensi bedah mendesak.
Waktu tidak memungkinkan tes konfirmasi. Pemeriksaan darah rutin, elektrolit dan
tes fungsi ginjal bermanfaat dalam penatalaksanaan pascabedah pasien, tetapi tidak
menyokong diagnosis. Pada pasien tak stabil, tes tersederhana dan tercepat untuk
50
51
dari 1-4 per 1.000 kelahiran hidup. Laki-laki berbanding perempuan 4:1. Beberapa
intususepsi akan membaik spontan atau autoamputasi jika tidak diobati, kebanyakan
akan menyebabkan kematian. (Richard, E.Behram, 2000)
Etiologi dan Epidemiologi
Penyebab kebanyakan intususepsi belum diketahui. Insidens musiman
memuncak pada musim semi dan musim gugur. Korelasi dengan infeksi adenovirus
telah dilaporkan, dan keadaan ini dapat mempersulit gastroenteritis. Disebutkan
bahwa Plak Peyer yang membengkak di ileum dapat merangsang peristaltic usus
sebagai upaya untuk mengeluarkan massa tersebut. Pada umur puncak insidens
keadaan ini, saluran cerna bayi juga dimasuki macam-macam makanan baru. Pada
sekitar 5-10% penderita, dapat dikenali hal-hal pendorong untuk terjadinya
invaginasinya, seperti apendiks yang terbalik, divertkulum Merkel, polip usus, atau
limfosarkoma. Jarang invaginasi terjadi pascabedah dan juga selalu ileoileal.
Intususepsi terjadi pada penderita kistik fibrosis yang mengalami dehidrasi. (Richard,
E.Behram, 2000)
Patologi
Intususepsi paling sering terjadi ileokolon dan ileoileokolon, agak jarang
sekokolon, dan agak jarang hanya terdiri dari ileum. Sangat jarang terjadi apendiks
membentuk puncak intususepsi. Bagian atas usus, yang disebut intususeptum,
mengalami invaginasi ke bawah, intususipien, menarik mesenteriumnya bersamasama memasuki lumen yang menyelubungnya. Konstriksi mesenterium menyumbat
aliran balik vena selanjutnya terjadi pembengkakan intususeptum, karena edema, dan
perdarahan mukosa juga menyebabkan tinja mengandung darah, kadang-kadang
mengandung mucus. Puncak intususepsi dapat berjalan sampai kolon transversum,
desenden, sgmoid bahkan sampai melewati anus pada kasus yang tidak ditangulangi.
Tanda ini harus dibedakan dengan prolaps rectum. Kebanyakan intususepsi tidak
menjepit usus dalam 24 jam pertama, tetapi kemudian dapat menyebabkan gangrene
usus dan syok.
52
Manifestasi Klinis
Pada kasus yang khas, nyeri kolik hebat yang timbul mendadak, hilang
timbul, sering kambuh dan diserta rasa tersiksa yang menggelisahkan dan biasanya
anak akan menangis keras. Pada awalnya bayi masih bisa bermain tapi lama
kelamaan bayi akan semakin lemah dan lesu akhirnya akan terjadi syok dengan
keadaan suhu tubuh sampai 41 0 C. nadi menjadi lemah dan kecil, pernafasan menjadi
dangkal dan ngorok, nyeri mungkin dimanifestaskan hanya dengan suara merintih.
Muntah terjadi pada kebanyakan fase awal. Pada fase lanjut muntah disertai dengan
empedu. Tinja sedikit berkurang atau tidak ada. Darah umumnya keluar pada 12 jam
pertama, tetapi kadang-kadang tidak keluar sampai 1-2 hari. Bayi akan mengeluarkan
tinja bercampur darah berwarna merah dan mucus. (Richard, E.Behram, 2000)
Palpasi abdomen biasanya menunjukan sedikit nyeri tekan, ada massa
berbentuk sosis, yang kadang sulit untuk ditemukan, masa mungkin membesar dan
mengeras selama terjadi paroksisme nyeri dan paling sering terdapat di abdomen
kanan atas. Jika masa ini teraba di epigastrium sumbu panjangnya adalah melintang.
Adanya lender ketika pemeriksaan rectum menyokong diagnosis intususepsi.
Abdomen kembung dan nyeri tekan jika obstruksi usus mejadi lebih akut. (Richard,
E.Behram, 2000)
Diagnosis
Riwayat klinis dan temuan fisik biasanya cukup khas untuk menegakan
diagnosis. Foto polos abdomen akan menunjukan defek pengisian atau bentuk seperti
mangkuk di ujung barium. Kolom barium linier mungkin dapat terlihat pada lumen
intususeptum yang tergencet. (Richard, E.Behram, 2000)
Diagnosis Banding
Mungkin sangat sulit untuk mendiagnosis intususepsi pada anak yang sudah
menderita gastroenteritis. Tinja bercampur darah dan abdomen kejang yang
menyerupai enterokolitis biasanya dapat dibedakan dari intususepsi karena nyerinya
kurang hebat dan kurang teratur, dan ada diare. Perdarahan divertikulum Merkel
53
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
54
Nyeri akut abdomen atau akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen
dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Secara definisi pasien dengan
akut abdomen datang dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan
berlangsung kurang dari 24 jam. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen perlu
dilakukan resusitasi dan tindakan segera maka pasien dengan nyeri abdomen yang
berlangsung akut harus ditengani segera. Identifikasi awal yang penting adalah
apakah kasus yang dihadapi ini suatu kasus bedah atau non bedah, jika kasus bedah
maka tindakan operasi harus segera dilakukan. Penyebab tersering dari akut
abdomen antara lain appendisitis, kolik bilier, kolisistitis, divertikulitis. obstruksi usus,
perforasi viskus, pankreatitis, peritonitis, salpingitis, adenitis mesenterika dan kolik
renal. Sedangkan yang jarang menyebabkan akut abdomen antara lain: nekrosis
hepatoma, infark lien, pneumonia, infark miokard, ketoasidosis diabetikum,
inflamasi enurisma, volvulus sigmoid, caecum atau lambung dan Herpes zoster.
Pasien akut abdomen dapat jatuh pada kondisi yang mengancam nyawa. Oleh karena
itu, dalam penanganannya diperlukan diagnosis awal, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan yang tepat.
III.2 Saran
Penulis menyarankan agar pembaca untuk memahami isi materi tentang akut
abdomen karena pemahaman ini dapat membantu untuk mempermudah dalam
memahami perjalanan penyakit serta penatalaksanaan pada akut abdomen.
DAFTAR PUSTAKA
Craig, et al. Appendicitis Treatment and Management, Medscape (on-line)
http://emedicine.medscape.com/article/773895-treatment. Diakses tanggal
15 Mei 2013.
55
56