Segala puji hanya bagimu Tuhan, Tuhan Pencipta alam, Sang Pemilik hati,
Pemilik ruh di jiwa suci para makhluk alam raya, angan, harapan dan cita terbang
atas izinMU. Sholawat serta salam semoga selalu dan selalu tercurah pada baginda
Rosulullah SAW, Pembawa jalan kebenaran. Semoga safaatnya nanti terlimpah
untuk ummatnya. Amiiin
Ketika sahabat membaca halaman demi halaman, lembar demi lembar,
memaknai kata demi kata, menelusuri tiap tiap huruf pada rangkaian kata yang
tercipta, tersusun dengan ambisi, tersusun lewat bahasa hati dalam buku ini.
Mungkin sahabat akan terbawa dalam sebuah renungan hidup yang penuh dengan
semangat, yang penuh dengan idealis dan yang penuh dengan ke-masabodo-an.
Awal sekali, penulis sebenarnya merasa minder bahkan takut untuk
membuat kumpulan kata ini memnjadi sebuah buku antologi puisi yang bisa di
nikmati, karena dulu karya-karya ini sudah pernah penulis kumpulkan jadi satu
dengan karya kawan-kawan penulis, tetapi buku itu hilang dan tidak tau kemana
bekasnya. Hingga akhirnya ketakutan itu, kian terkikis dengan semangat yang ada.
Penulis beranggapan bahwa buku ini hanya untuk kalangan pribadi dan bagi
sahabat-sahabat berkenan menelusuri kata demi kata pada tiap rangkaian kalimat
yang tersusun atas nama MIMPI.
Keberanian untuk membuat buku antologi ini karena adanya banyak
dorongan dari berbagai pihak, di antaranya kawan-kawan yang puisinya mampir
bahkan tertanam dalam buku antologi ini, mereka adalah Novia Rahmawati, Dwi
Setyaningrum, Bayu Prakoso dan Tika.
Novia Rahmawati : beliau adalah kawan penulis semenjak penulis belajar di
pondok pesantren. Hubungan penulis dengan Novia lumayan cukup dekat, karena
mereka pernah berada pada satu atap organisasi. Novia di kenal penulis sebagai
sosok Ahwat yang tangguh dengan mimpinya, tangguh dengan prinsip dan
ii
iii
iv
2009
10
1105011
11
12
13
14
Dari Xcode1805011
15
Dari Xcode1805011
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Gajahmada, 3105011
25
1706011
26
27
0507011
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
Berteriak ...
Tertawa ...
Dan tiba-tiba membatu
Ujung waktu meledak
Ketika masa tenggelam bersama hitam
Semua mati,Teriring hening,
Senyap sebab tak bernyawa
Embun-embun kecil merayap
Kemudian jatuh memeluk bumi
Sehingga alam menjelma putih
Aku berdiri kaku
Ditengah-tengah hitam dan putih
Linglung dimakan kenyataan
Tidak tau arah untuk pulang
Tersesat dalam sandiwara kepalsuan
Ditekan
Diinjak-injak
Kemudian membatu ...
Lenyap dan terbang bersama angin.
Terbit di buletin balapan edisi 4
57
58
59
Menjelma Sepi
deretan nama itu
satu per satu hilang
bersama sajak-sajak lalu.
diculik oleh waktu
dibawa berlari menuju lorong-lorong hitam dan sunyi
kaki mungilku berlari mengejar
tapi tidak ku dapati
hingga semua : menjelma sepi
kosong
entah mati atau dibungkam lali
aku berdiri di tengah gelap
kakiku kaku, tanganku membiru
tak lagi mampu berlari
merangkak serasa lumpuh
mendekati cercah sinar
yang semakin lama semakin mendekat
seperti takdir kematian
remang-remang ku kenali empu sinar itu
sampai ku tahu : hanya dia yang tersisa di ingatanku
60
61
62
63
64
65
66
Ku pikir,
Damai akan ku dapatkan
Layaknya mereka
Ku kira,
Binar cahaya lentera yang sama
Akan menerangiku jua
Karena tak sadari
Tak berarti semua menginjak tanah yang sama
Tiada sangkaan pula,
Bahwa hanya akan ada pasir di bawah telapak kakiku
Namun,tak ku temui lembutnya pasir itu
Dan justru hanya padas
Yang selalu ku injak.
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94