Pada sifilis primer, jika sarana pemeriksaan mikroskopik tidak ada, tetapi hasil tes
nontreponemal reaktif dan disertai lesi yang khas, maka hal ini juga merupakan indikasi
pengobatan. Pada umumnya hasil tes nontreponemal inisial 30-50% negatif, maka tes harus
diulang setelah 1 minggu, 1 bulan dan 3 bulan. Jika setelah 3 bulan hasil tes tetap nonreaktif,
maka diagnosis sifilis dapat dikesampingkan. (8)
Diagnosis sifilis sekunder ditegakkan dengan menemukan T. pallidum dalam lesi atau
dalam kelenjar getah bening. Diagnosis juga ditegakkan berdasarkan ditemukannya lesi yang
khas disertai titer tes reagin > 1/16. Hampir semua penderita sifilis sekunder menunjukkan
hasil tes nontreponemal reaktif, mungkin 2% diantaranya menunjukkan reaksi lemah sebagai
akibat fenomena prozone, yaitu setelah serum diencerkan akan terdeteksi titer 1/16 atau
lebih. Pada pasien dengan lesi tidak khas dan/atau titer tes nontreponemal << 1/16, harus
dilakukan tes nontreponemal ulang dan tes treponemal konfirmasi. (8)
Pasien dengan tes nontreponemal dan treponemal reaktif tanpa gejala klinik dan tanpa
riwayat penyakit yang jelas, kemungkinan terkena sifilis laten. Adanya kemungkinan positif
palsu dapat disingkirkan dengan mengulang tes segera dan selanjutnya setiap 6 bulan.
Insidensi hasil positif palsu tes nontreponemal meningkat pada pasien berumur diatas 60
tahun dan pada pasien lebih muda yang menderita lupus atau penyakit autoimun/kolagen
lainnya. Jika pasien pada tahun sebelumnya diketahui menunjukkan tes serologi nonreaktif
atau menunjukkan gejala sifilis primer atau sekunder, maka pasien dikategorikan menderita
sifilis laten awal; diluar itu semua, pasien dikategorikan menderita sifilis laten lanjut dan
harus waspada terhadap kemungkinan neurosifilis asimtomatik. Dalam kasus yang demikian,
20% menunjukkan hasil tes nontreponemal nonreaktif. (8)
Jika tidak diketahui berapa lama pasien menderita sifilis atau jika ada dugaan pasien
menderita sifilis lanjut, maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan cairan otak atau
liquor. Pada neurosifilis asimtomatik hasil tes serum nontreponemal dan/atau treponemal
reaktif, sel darah putih dalam liquor 5/mm2 dan hasil tes VDRL liquor reaktif.
Pasien dengan sejarah pengobatan sifilis yang adekuat dan dikhawatirkan terkena
reinfeksi perlu pengobatan ulang, jika pada pemeriksaan lesi yang ada pada saat itu
menunjukkan hasil positif dalam mikroskop lapangan gelap atau ada kenaikan titer tes
serologi 4 kali atau baru terjadi kontak seksual dengan penderita sifilis awal.
Untuk menegakkan diagnosis sifilis pada orang yang pernah mendapat pengobatan
sifilis, perlu menemukan T. pallidum dalam pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau
mendeteksi adanya kenaikan titer 4 kali pada tes nontreponemal. Sementara pasien yang
pernah kontak dengan penderita sifilis awal harus diberikan pengobatan, jika tes
nontreponemal reaktif dan tes treponemal juga reaktif pada pemeriksaan berikutnya.
Mengenai pemantauan efektifitas pengobatan, dapat dilakukan dengan tes
nontreponemal kuantitatif, interval waktu 3 bulan, selama paling sedikit satu tahun. Dengan
pengobatan adekuat pada sifilis primer dan sekunder, seharusnya terjadi perubahan titer
paling sedikit 4 kali penurunan setelah 3 sampai 4 bulan dan 8 kali penurunan setelah 6
sampai 8 bulan. Pada umumnya setelah tahun pertama pengobatan, pasien dengan sifilis awal
akan menunjukkan penurunan titer sampai tidak terdeteksi. Pada pengobatan pasien dengan
sifilis laten atau stadium lanjut, penurunan titer akan terjadi secara bertahap, sedangkan 50%
diantaranya akan menunjukkan titer rendah yang menetap setelah 2 tahun. (8)
Tabel. Interpretasi pemeriksaan serologik sifilis
neurosifilis ialah 19S IgM SPHA, karena adanya IgM dalam cairan serebrospinalis yang
merupakan indikator tepat bagi neurosifilis. (8)
Tabel. Diagnosis neurosifilis melalui tes cairan cerebrospinal