Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
Munculnya bank syariah maka propogandanya dikatakan sebagai bank bagi hasil.
Hal ini dilakukan untuk membedakan bank syariah dangan bank konvensional yang
beroperasional dengan sistem bunga. Namun praktik bank syariah belum sepenuhnya
menggunakan sistem bagi hasil. Karena selain sistem bagi hasil masih ada sistem jual
beli, sewa menyewa. Dengan demikian, bank syariah memiliki ruang gerak produk yang
lebih luas dibandingkan dengan bank konvensional.
Dalam operasional bank Syariah, mudharabah merupakan salah satu bentuk akad
pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabahnya. Sistem dari mudharabah ini
merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan
seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Dalam penentuan kontraknya,
harus dilakukan diawal ketika akan memulai akad mudharabah tersebut.
Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi
operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara syariah prinsip berdasarkan pada
kaidah mudharabah akan berfungsi sebagai mitra baik dengan penabung demikian juga
dengan pengusaha yang meminjam dana.
Dalam kontrak mudharabah ini, mudharib (si pengelola) harus menjalankan
kewajibannya menjalankan usaha dengan cara sebaik-baiknya. Dalam menjalankan
usaha, harus jelas dan sesuai dengan prisip syariah. Maka dari itu penulis ingin lebih jauh
mengetahui bagaimana jalannya system pembiayan ini (mudharabah) dalam suatu
operasional bank syariah secara jelas.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AL-MUDHARABAH
Pada umumnya kata mudharabah berasal dari kata dharb, yang berarti memukul
atau berjalan. Pengertian dari memukul atau berjalan diatas yang maksudnya adalah
proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usahanya.[1]
Sedangkan pengertian mudharabah yang secara teknis adalah suatu akad kerja
sama untuk suatu usaha antara dua belah pihak dimana pihak yang pertama ( shahibul
maal ) menyediakan seluruh modalnya dan sedangkan pihal yang lain menjadi
pengelolanya.[2]Keuntungan dari usahanya tersebut secara Mudharabah akan dibagi
hasilnya menurut kesepakatan yang telah disepakati pada perjanjian awal, dan apabila

usaha tersebut mengalami kerugian maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh pihak
pemodal selama kerugian tersebut bukan disebabkan kelalaian pengelola modal. Dan jika
kerugian tersebut disebabkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola modal, maka
pengelola modal yang harus bertanggung jawab atas kerugian yang telah dialaminya.
Pengertian mudharabah secara definisi adalah suatu bentuk perniagaan di mana
pemilik modal ( shahibul maal ) menyetorkan modalnya kepada seorang pengusaha yang
sering disebut dengan ( mudharib ), untuk diniagakan dengan keuntungan yang akan
dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan terdapat
kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal jika disebabkan olehnya, dan jika
disebabkan oleh pengelola modal maka pengelola modal yang harus menanggung
kerugian tersebut.
Pada hakikatnya pengertian dari mudharabah adalah suatu bentuk kerja sama
antara shohibul maal dan mudhorib, dimana dana 100% dari shohibul maal. Sedangkan
mudhorib hanya sebagai pengelola yang keuntungannya akan dibagi sesuai dengan
kesepakatan yang telah disepakati di awal.
Mudharabah adalah salah satu akad kerja sama kemitraan berdasarkan prinsip
berbagi untung dan rugi (profit and loss sharing principle), dilakukan sekurangkurangnyaoleh dua pihak, dimana yang pertama memiliki dan menyediakan modal,
disebut shohibul maal, sedang ke dua memiliki keahlian dan bertanggung jawab atas
pengelolaan dana / menejemen usaha halal tertentu, disebut mudhorib.[3]
B. JENIS-JENIS AL-MUDHARABAH
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu[4] :
1. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara penyedia modal (shahibul maal)
dan pengelola modal (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah yang akan digunakan untuk usahanya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah
muqayyadah
atau
disebut
juga
dengan
istilah restricted
mudharabah atau specified mydharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah,
yaitu mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usahanya. Dengan
adanya pembatasan tersebut seringkali mencerminkan kecenderungan umum shahibul
maal dalam memasuki jenis dunia usahanya.
C. LANDASAN SYARIAH AL-MUDHARABAH
Pada dasarnya landasan dasar syariah mudharabah lebih mencerminkan anjuran
untuk melakukan usaha. Landasannya tersebut terbagi menjadi tiga macam, yaitu[5] :
a . Al-Quran

... ....

dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah SWT (al-Muzzammil: 20)

....
Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah SWT (al-Jumuah: 10)

...
Tidak ada dosa ( halangan ) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu . (alBaqarah: 198)
Ayat-ayat yang senada masih banyak yang terdapat dalam al-Quran yang
dipandang oleh para fuqoha sebagai basis dari yang diperbolehkannya mudharabah.
Kandungan ayat-ayat di atas mencakup usaha mudharabah karena mudharabah
dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi dan ia merupakan salah satu bentuk
mencari keutamaan Allah.
b . Al-Hadits

{ :


}
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Mutholib jika
memberikam dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya
tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berdahaya, atau membeli ternak.
Jika menyalahi peraturan tersebut yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana
tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah
pun membolehkannya. (HR Thabrani)

{
}
Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual. (HR
Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)
c. Ijma
Imam Zailai telah memyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap
legitimasi pengolahan harta yatin secara mudharabah.
D. APLIKASI MUDHARABAH DALAM PERBANKAN
Mudharabah dalam perbankan syariah biasanya diterapkan pada produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Sedangkan pada sisi penghimpunan dana mudharabah
diterapkan pada[6]:

a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, yaitu seperti
tabungan haji, dan tabungan kurban, dan sebagainya;
b. Diposito biasa dan special, diposito special (special investment), dimana dana yang
dititipkan nasabah, khusus untuk bisnis tertentu, misalnya saja dalam murabahah ataupun
ijarah saja.
Sedangkan pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk[7]:
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa;
b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus
dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul
maal.
Mudharabah juga dapat dilakukan dengan memisahkan atau mencampurkan dana
mudharabah. Seperti dalam penjelasan dibawah ini, yaitu[8]:
a. Dana harta-harta lainnya, Pemisahan total antara dana mudharabah termasuk harta
mudharib.
Teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan dari teknik ini ialah bahwa
pendapatan dan biaya dapat dipisahkan dari masing-masing dana dan dapat dihitung
dengan tepat. Selain itu, keuntungan atau kerugian dapat dihitung dan dialokasikan
dengan benar. Sedangkan kekurangan teknik ini terutama menyangkut masalah moral
hazard dan preferensi invertasi seorang mudharib.
b. Dana mudharabah dicampur dan disatukan dengan sumber-sumber dana lainnya.
System ini menghilangkan munculnya masalah etika dan moral hazard seperti di atas,
namun dalanm system ini pendapatan dan biaya mudharabah tercampur dengan
pendapatan dan biaya lainnya.
Mudharabah dalam bank syariah terdapat manfaat dan risikonya, manfaat
mudharabah tersebut terbagi menjadi lima, yaitu[9]:
1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah semakin
meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap,
tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank sehingga bank tidak pernah
mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau kas usaha nasabah
sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selktif dan hati-hati dalam mencari usaha yang benar-benar halal, aman,
dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang
akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah atau musyarakah ini berbeda dengan prinsip bungan
tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan dari nasabah satu jumlah bunga

tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis
ekonomi.
Sedangkan resiko dari mudharabah, yaitu[10]:
1. streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak;
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja;
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah jika nasabah tidak jujur.
Selain manfaat dan resiko yang ada pada bank syariah, terdapat pula
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pembiayaan mudharabah. Berdasarkan
teori perbankan kontemporer, prinsip mudharabah dijadikan sebagai alternatif penerapan
sistem bagi hasil. Meskipun demikian, dalam praktiknya ternyata signifikansi bagi hasil
dalam memainkan operasional investasi dana bank peranannya sangat lemah. Menurut
beberapa pengamatan perbankan syariah, hal ini terjadi karena beberapa alasan,
diantaranya[11]:
a. Standar moral
Terdapat anggapan bahwa standar moral ynag berkembang di kebanyakan komunitas
muslim tidak memberi kebebasan penggunaaan bagi hasil sebagai mekanisme investasi.
b. Ketidakefektifan modal pembiayaan bagi hasil
Pembiayaan bagi hasil (mudharabah) tidak menyediakan berbagai macam kebutuhan
pembiayaan dari ekonomi kontemporer.
c. Berkaitan dengan para pengusaha
Keterkaitan bank dengan pembiayaan sistem bagi hasil untuk membantu perkembangan
usaha lebih banyak melibatkan pengusaha secara langsung daripada sistem lainnya pada
bank konvensional. Bank syariah memerlukan informasi yang lebih rinci tentang
aktivitas bisnis yang dibiayai dan besar kemungkinan pihak bank turut mempengaruhi
setiap pengambilan keputusan bisnis mitranya.
d. Dari segi biaya
Pemberian pembiayaan berdasrkan sistem bagi hasil memerlukan kewaspadaan yang
lebih tinggi dari pihak bank.
e. Segi teknis
Problem teknis menyangkut penggunaan sistem bagi haasil berkaitan dengan pihak bank,
nasabah, perhitungan keuntungan.bank membutuhkan pengetahuan yang luas mengenai
perilaku aktivitas ekonomi yang berguna untuk memprediksi keuntungan. Dari sisi
nasabah, kebutahurufan masih menyelimuti dunia muslim.
f. Kurang menariknya sistem bagi hasil dalm aktivitas bisnis
Dalam dunia bisnis dan industri, biaya yang dikeluarkan dari dana-dana yang diperoleh
berdasarkan sistem bagi hasil tidak diketahui secara pasti.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUDHARABAH
Faktor yang mempengaruhi mudharabah terbagi menjadi dua, yaitu[12]:

1. Faktor Langsung
Diantara faktor-faktor langsung yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah
investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).
a. Investment rate merupakan presentase actual dana yang diinvestasikan dari total dana, jika
bank menentukan investment rate sebesar 80 %, hal ini berarti 20% dari total dana
dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
b. Jumlah dana yang trsedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai
sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan salah satu metode dibawah ini:
1) Rata-rata saldo minimum bulanan
2) Rata-rata total saldo harian.
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan akan
menghasilkan jumlah dana actual yang digunakan.
c. Nisbah (profit sharing ratio)
1) Salah satu ciri mudharabah adalah nisbah yang hasur ditentukan dan disetujui pada awal
perjanjian;
2) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berdeda;
3) Nisbah juga dapat berdeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalkan saja deposito 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan;
4) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya sesuai dengan
besarnya dana dan jatuh temponya.
2.Faktor Tidak Langsung
Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi bagi hasil, yaitu:
a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah
1) bank dan nasabah melakukan share dalam dalam pendapatan dan biaya, pendapatan yang
akan dibagi hasilkan merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya;
2) jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing.
b. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi)
bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang
diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
F. CONTOH KASUS
1. Contoh kasus perhitungan dalam bank syariah, yaitu[13]:
Bapak Kevin mempunyai deposito Rp 10.000.000, dalam jangka waktu 1 bulan (1
Desember 2001 1 Januari 2002), dan nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank 57% :
43%. Jika keuntungan bank yang diperoleh untuk deposito 1 bulan per 31 Desember 2001
adalah Rp 20.000.000 dan rata-rata deposito jangka waktu 1 bulan adalah Rp
950.000.000, berapakah keuntungan yang harus diperoleh oleh bapak Kevin?
Jawab:

Keuntungan yang diperoleh bapak Kevin adalah:


(Rp 10.000.000 : Rp 950.000.000) x Rp 20.000.000 x 57% = Rp 120.000
2 . Contoh kasus perhitungan dalam bank kovensional, yaitu[14]:
Pada tanggal 1 Desember 2003, bapak rizal membuka deposito sebesar Rp
10.000.000, jangka waktu 1 bulan dengan tingkat bunga 9% p.a. Berapa bunga yang
diperoleh bapak rizal pada saat jatuh tempo?
Jawab:
Bunga yang harus diperoleh bapak rizal adalah:
(Rp 10.000.000 x 31 hari x 9%) : 365 hari = Rp 76.438
Dari cotoh kasus di atas dapat disimpulkan, bahwa:
a. Perhitungan pada bank syariah, besar kecilnya pendapatan yang diperoleh deposan
bergantung pada:
1) Pendapatan bank
2) Nisbah bagi hasil antara nasabah dengan bank
3) Nominal deposito nasabah
4) Rata-rata deposito untuk jangka waktu yang sama pada bank.
b. Sedangkan perhitungan pada bank konvensional, besar kecilnya pendapatan yang diperoleh
deposanbergantung pada:
1) Tingkat bunga yang berlaku pada bank tersebut
2) Nominal deposito nasabah
3) Jangka waktu deposito.
Bank syariah pada dasarnya member keuntungan kepada deposan dengan
pendekatanFinancing to Deposit Ratio (FDR), sedangkan pada bank konvensional yaitu
dengan pendekatan biaya, yang artinya dalam mengakui pendapatan bank syariah masih
menimbang rasio antara dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan, serta
pendapatan yang dihasilkan dari perpaduan antara dua faktor tersebut. Sedangkan dalam
bank konvensional langsung menganggap semua bunga yang diberikan adalah biaya,
tanpa harus membertimbangkan berapakah pendapatan yang dapat dihasilkan dari dana
yang dihimpun tersebut,[15]
Dalam pembiayaan mudharabah tujuan yang utama adalah memperoleh keuntungan yang
nantinya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang biasa disebut dengan bagi hasil.
Dimana, keuntungan adalah jumlah yang didapat sebagai dari kelebihan modal.
Keuntungan adalah tujuan akhir dari mudharabah. Syarat keuntungan berikut harus
dipenuhi[16]:
a. Harus untuk kedua pihak dan tidak ada satu pihak pun yang mengambil seluruhnya tanpa
yang lainnya.
b. Bagian keuntungan proporsional dari tiap pihak harus diketahui pada waktu berkontrak dan
harus sebagai presentasi dari keuntungan. Bagian pengelola harus sacara eksplisit

ditanyakan pada watu berkontrak. Tetapi harus diketahui bahwa dibolehkan untuk
menyesuaikan presentasi alokasi keuntungan diantara kedua pihak pada waktu
berikutnya.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat mudharabah, dan pengelola tidak boleh
menanggung bagian apapun darinya kecuali diakibatkan dari kesalahan yang disengaja
atau lalai.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mudharabah adalah salah satu bentuk akad pembiayaan yang akan di berikan
kepada nasabah dalam suatu Bank. secara umum Mudharabah terbagi kepada dua jenis,
yaitu:Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Dalam sistem Mudharabah ini akadnya adalah kerja sama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola, keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak. Manfaat dariMudharabah ini adalah Bank akan menikmati peningkatan bagi
hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat
Akad Mudharabah harus bejalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah
dimana si pengelola harus menjalankan usahanya dengan rasa tanggung jawab yang
tinggi, sesuai dengan prisip Syariah dan berupaya agar usahanya tidak terjadi
kerugian. Kerugian bisa di akibatkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Disebabkan oleh resiko bisnis;
2. Disebabkan oleh musibah atau bencana alam dan
3. Disebabkan oleh kelalaian atau penyimpangan yang dilakukan oleh sipengelola.

Apabila kerugian terjadi disebabkan oleh resiko bisnis dan bencana alam maka
atas kerugian tersebut ditanggung sepenuhnya oleh si pemilik modal tetapi kalau
kerugian itu terjadi disebabkan oleh kelalaian atau penyimpangan yang sengaja dilakukan
oleh sipengelola maka, atas segala kerugian itu harus ditanggung oleh si mudharib
sepenuhnya dan modal yang diberikan harus dikembalikan oleh mudharib sepenuhnya.
Oleh karena itu untuk memperkecil kesempatan terjadinya kerugian yang disebabkan
oleh kelalaian atau penyimpangan yang dilakukan oleh mudharib atau sipengelola maka,
shahibul mal harus dapat membuat aturan atau peringatan yang dapat mengurangi
kesempatan mudharib untuk melakukan tindakan yang merugikan.
Pembiayaan mudharabah dipengaruhi oleh faktor langsung dan faktor tidak
langsung. Adapun tujuan akhir dari pembiayaan mudharabah adalah memperoleh
keuntungan.

DAFTAR PUSTAKA
Ilmi, makhalul SM. Teori dan praktek lembaga mikro keuangan syariah. 2002. Yogyakarta: UII
press.
Drs, Muhammad.M.Ag. Manajemen Bank Syariah. 2005. Yogyakarta, (UPP) AMPYKPN
Muhammad. Manajemen pembiayaan bank syariah. 2005. Yogyakarta: akademi manajemen
perusahaan YKPN
SyafiI Antonio, Muhammad. Bank Syariah: dari teori ke praktik.2001 Jakarta : gema insani
press
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia. Bank Syariah: Konsep,
Produk dan Implementasi Operasional bank syariah. 2002. Jakarta: Djambatan

[1] Muhammad. Manajemen pembiayaan bank syariah. Yogyakarta: akademi manajemen perusahaan YKPN. 2005. Hal 102
[2] Muhammad syfii antonio. Bank syariah: dari teori ke praktik. Jakarta: gema insani press. 2001. Hal. 95
[3] Makhalul ilmi SM. Teori dan praktik lembaga mikro keuangan syariah. Yogyakarta: UII press yogyakarta. 2002. Hal. 32
[4] Muhammad syafii antonio. Op. cit
[5]Muhammad syafii antonio. Ibid, hal 95
[6] Ibid, hal.97
[7] Ibid, hal 97
[8] Drs. Muhammad, M.Ag. manajemen bank syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2002, hal. 109
[9] Muhammad syafii antonio. Op. Cit.
[10] Muhammad syafii antonio, ibid
[11] Muhammad, opcit, hal 114
[12] Drs, muhammad.M.Ag. Opcit, hal 110
[13] Ibid, hal 112
[14] ibid
[15] Ibid, hal 114
[16] Tim pengembangan perbankan syariah institut bankir indonesia. Konsep produk dan implementasi operasional bank syariah.
Jakarta: djambatan. 2002, hal 167

Anda mungkin juga menyukai