Anda di halaman 1dari 3

ٰ ِٰ َ َ‫ ق‬،‫ض َي ال ٰلّهُ َع ْن ُه َما‬ِ ‫َعن أَبِي َزيْ ٍد أُسامةَ بْ ِن َزيْ ٍد بْ ِن حا ِرثَةَ ر‬

ُ‫ص لَّى اللّه‬


َ ‫ت َر ُس ْو َل اللّه‬ ُ ‫ َس ِم ْع‬:‫ال‬ َ َ ََ ْ
ِِ ِ ِ ُ ‫َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َي ُق‬
‫ور‬
ُ ‫اب بَطْن ه فَي ُد‬ُ َ‫ َفَت ْن َدل ُق أَقْت‬،‫بالر ُج ِل َي ْو َم القيَ َام ة َف ُي ْل َقى في النَّا ِر‬ َّ ‫ ُي ْؤتَى‬:‫ول‬
َ َ‫ َم ا ل‬،‫ يَا فُال ُن‬:‫ َفَي ُقولُ و َن‬،‫ َفيَ ْجتَ ِم ُع إِلَْيه ْأه ُل النَّا ِر‬،‫الر َحى‬
‫ك؟ أَلَ ْم‬ َّ ‫ار في‬ ِ ِ
ُ ‫ور الح َم‬ُ ‫ب َها َك َما يَ ُد‬
،‫وف َوال آتِي ِه‬ ِ ‫ت آم ر بِ المعر‬ ُ ‫الم ْن َك ِر؟ فَي ُق‬ ِ
ُ ْ َ ُ ُ ُ ‫ ُك ْن‬،‫ َبلَى‬:‫ول‬ ُ ‫تنهى َع ِن‬ َ ‫المع ُروف َو‬ْ ‫ك تَ ُأم ُر ب‬ ُ َ‫ت‬
.( ‫(مَّت َف ٌق َعلَ ِيه‬ 1ِ ِ
ُ . ‫الم ْن َك ِر َوآتيه‬
ُ ‫وأ ْن َهى َع ِن‬
Artinya: Dari Abi Zaid yaitu Usamah bin Zaid bin Haritsah Radhiallahu A’nhuma beliu
berka: “Saya mendengar Rasulullah. Saw bersabda: Di hari kiamat nanti ada
seorang lelaki yang dibawa oleh para malaikat lalu dicampakkan kedalam
nereka sehingga usus-ususnya terburai keluar. Lalu laki-laki tersebut berputar-
putar dengan isi perutnya yang keluar bagaikan keledai yang berputar
mengelilingi batu gilingan. Para ahli neraka berkumpul di sekelilingnya lalu
bertanya: "Mengapa engkau ini hai Fulan? Bukankah engkau dahulu suka
memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?" Orang
tersebut menjawab: "Benar, saya dahulu memerintahkan kepada kebaikan,
tetapi saya sendiri tidak melakukannya, dan saya melarang dari kemungkaran,
tetapi saya sendiri mengerjakannya (Muttafaqun 'alaih).

Analisa Hadis dan kaitannya dengan “Syarat-syarat da’I”.

Imam Al-Bukhari dalam Jaami’ As-Shahih memasukkan hadis ini di bawah judul
“Sifat An-Nar dan Al-Fitan. Sedangkan Imam Muslim dalam kitab Shahihnya memuat
hadis ini di bagian akhir kitab.2 Dalam Riyadh As-Shalihiin Imam An-Nawawi
menyebutnya dalam judul “Taghlidh Al-U’qubah Man Aamara Bii Al-Ma’ruf Wa Naha
A’n Al-Munkar Wa Khalafa Qaulahu”.
Penempatan hadis ini di bawah judul tentang azab dan siksaan menunjukkan
bahwa hadis ini merupakan gambaran yang begitu mengerikan bagi orang yang berilmu,
beramar ma’ruf dan nahi munkar, namun dia membiarkan dirinya sendiri bergelimang
kemaksiatan. Orang-orang seperti ini akan mendapatkan siksaan di dalam neraka
sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits di atas. Na’udzubillah min dzalik
(Semoga kita semua mendapat perlindungan dari Allah).

Muslim Bin Hajjaj, Shahih Muslim, (Bairut: Daar Ihya At-Turas, t.t), juz.4, hal. 2290.
1

Muhammad Ali, Daliil Al-Faalihiin Lii Thuruq Ar-Riyadh As-Shaalihiin, (Bairut: Daar Al-
2

Ma’rifah, 2004), Juz. 2, hal. 492.


Para ahlu ilmu sangat merasa takut dan khawatir apabila ilmunya tidak mampu
mewarnai kehidupannya sebagai orang berilmu karena hal itu akan menjadi petaka bagi
dirinya di akhirat nanti. Orang berilmu harus mempetanggung jawabkan ilmu yang tidak
diamalkan di hadapan Allah. Swt.
Abu Darda. Ra pernah berkata:

ِ َ‫ت فَاَل َت ْب َقى آيَةٌ فِي كِت‬


‫اب اللَّ ِه‬ ُ ‫ َعلِ ْم‬:‫ول‬ ُ ُ‫ْت؟ فَ أَق‬ َ ‫ت أ َْو َج ِهل‬َ ‫َعلِ ْم‬َ ‫ أ‬:‫ال لِي َي ْو َم ال ِْقيَ َام ِة‬ َ ‫اف أَ ْن ُي َق‬
ُ ‫َخ‬َ ‫إِنَّ َما أ‬
ِ ‫الز‬
‫اج َرةُ َه ِل‬ َّ ‫ت؟ َو‬ َ ‫يض َت َها َفتَ ْس أَلُنِي اآْل ِم َرةُ َه ِل ا ْئتَ َم ْر‬
َ ‫اءتْنِي تَ ْس أَلُنِي فَ ِر‬ ِ ِ
َ ‫َت َع الَى آم َرةٌ أ َْو َزاج َرةٌ إِاَّل َج‬
"‫ع‬ ٍ ِ ٍ ‫ت؟ فَأَعُوذُ بِاللَّ ِه ِم ْن ِعل ٍْم اَل َي ْن َف ُع َو ِم ْن َن ْف‬
ُ ‫س اَل تَ ْشبَ ُع َوم ْن ُد َعاء اَل يُ ْس َم‬ َ ‫ا ْز َد َج ْر‬
3

Artinya: “Sesungguhnya aku takut jika ditanyakan kepadaku pada hari kiamat, ‘Apakah
engkau orang yang berilmu atau orang yang bodoh?’ Maka aku pun akan
menjawab, ‘Aku berilmu’. Tidak tersisa satu ayat pun dari Kitabullah yang
berisikan perintah atau larangan, melainkan akan datang kepadaku dan
bertanya tentang kewajibannya. Ayat perintah akan bertanya, ‘Apakah kamu
sudah melaksanakan?’. Sedangkan ayat larangan akan bertanya, ‘Apakah kamu
sudah meninggalkan?’ Maka aku berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak
bermanfaat.”
Abu Darda. Ra juga pernah berkata:

4
‫ال تَ ُكو ُن َعالِ ًما َحتَّى تَ ُكو َن ُمَت َعلِّ ًما َوال تَ ُكو ُن بِال ِْعل ِْم َعالِ ًما َحتَّى تَ ُكو َن بِ ِه َع ِامال‬
Artinya: “Seseorang tidak akan disebut orang yang berilmu sampai ia belajar ilmu dan
seseorang yang sudah belajar belum bisa disebut berilmu sehingga ia beramal
dengan ilmunya.”
Malik bin Dinar pernah mengatakan bahwa orang berilmu yang tidak
mengamalkan ilmunya nasehatnya tidak memberi bekas di hati pendengarnya.5
Buah dari ilmu adalah mengamalkannya. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang
bisa dilihat pengaruhnya oleh manusia pada diri pemilik ilmu tersebut berupa cahaya di
Ibnu Abdil Baar, Jaami’ Bayan Al-Ilmi wa Fadhlih, (Saudi Arabia: Daar Ibnu Al-Juuzi, 1994),
3

Juz. 1, hal. 683.

4
Ibnu Hibban, Raudhah Al-U’qala Wa Nazhah al-Fudhala, (Bairut: Daar Al-Kutub, t.t), 35.

Abu Na’im Al-Ashfahani, Hilyah al-Auliya Wa Tthabaqat Al-Ashfiya’(Bairut: Daar Al-Kutub


5

Al-Arabi, t.t.), juz. 6, hal. 288.


wajahnya, rasa takut dalam hatinya, keistiqamahan dalam tingkah lakunya, serta jujur
kepada Allah, manusia dan diri sendiri.
Adanya seorang penyeru kepada yang makruf dan melarang kemungkaran
mendapatkan azab yang sangat pedih di dalam neraka karena tidak mengamalkan
ilmunya sebagaiman disebutkan dalam hadis di atas, menunjukkan bahwa salah satu
syarat yang harus dipenuhi oleh seorang da’I agar dakwahnya dapat memberi manfaat
untuk dirinya dan orang lain adalah selaras antara perkataan dan perbuatan. Jangan
sampai ia menyuruh orang lain berbuat ma’ruf sedangkan dirinya tidak melakukannya.
Melarang orang berbuat maksiat sementara ia sendiri melakukan kemaksiatan tersebut.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulum Ad-Diin menjelaskan bahwa seorang guru
mesti beramal dengan ilmunya agar program pendidikannya berhasil karena guru dan
murid itu bagaikan kayu dan banyangan. Tidak mungkin bayangan akan lurus bila
kayunya bengkok.6
Al-Manawi dalam Faidh Al-Qadir mejelaskan bahwa seorang penasehat itu
laksana patron sendangkan orang yang dinasehati bagaikan hasil cetakan dari patron
tersebut. Tidak mungkin hasil cetakan bagus bila patronnya rusak sehingga orang bijak
berkata “Nasehat yang hanya dengan lidah adalah kalam sia-sia sedangkan orang
menasehati dengan perbuatannya akan mendapatkan hasil yang maksimal.”7

6
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulum Ad-Diin, (Bairut: Daar Al-Ma’rifah,t.t), juz. 1, hal. 58.

7
Zainuddin Al-Manawi, Faidh Al-Qadir Bi Syarh Al-Jaami’ As-Shaghir, (Mesir, Maktabah At-
Tijariyyah Al-Kubra, 1356. H), juz. 1, hal. 78.

Anda mungkin juga menyukai