Anda di halaman 1dari 11

Kurang Energi Protein (KEP)

BATASAN
KEP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering
disertai dengan kekurangan zat gizi lain.

PATOFISIOLOGI
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan sehari-hari
yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya
kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat
kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi,
pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi.Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah
nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi
kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi
meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang
tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan
kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian
cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik
(infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD-3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/decompensated malnutrition). Pada
kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada
saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi
kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik
(malnutrisikronik/compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi :
gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin,
penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.

GEJALA KLINIS
Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :
1. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah sembab
dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut
dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak
merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai
penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.
2. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti
orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan minimal/tidak ada,

perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.
3. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.

DIAGNOSIS
1. Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang
pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi
vitamin)
2. Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin
3. Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur),
LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan),
LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan)
4. Analisis diet

Klasifikasi :
KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CD .1
KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC) .2
3. KEP berat : 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)

DIAGNOSA BANDING
Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor perlu
dibedakan dengan :
-

Sindroma nefrotik

Sirosis hepatis

Payah jantung kongestif

Pellagra infantil

PENATALAKSANAAN
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :
1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)
1.1. Penanganan hipoglikemi
1.2. Penanganan hipotermi
1.3. Penanganan dehidrasi
1.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
1.5. Pengobatan infeksi
1.6. Pemberian makanan
1.7. Fasilitasi tumbuh kejar
1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro
1.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
1.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
2. Pengobatan penyakit penyerta
1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum
keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :
* umur > 1 tahun

: 200.000 SI/kali

* umur 6 12 bulan

: 100.000 SI/kali

* umur 0 5 bulan

: 50.000 SI/kali

Bila ada ulkus dimata diberikan :

Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10

hari

Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari

Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali

2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi
ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain
oleh Candida.
Tatalaksana :
1. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1%
selama 10 menit
2. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
3. usahakan agar daerah perineum tetap kering
4. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3. Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik
lain.
4. Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan
formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan
penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja
mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Rofoto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
3. Tindakan kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan

keduanya secara klinis saja.


Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena,
sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar
dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :

Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status
hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1
jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per
oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula
khusus (F-75/pengganti).

Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini,
berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak
10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian
formula (F-75/pengganti)

2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :

Hb < 4 g/dl

Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung

Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi dengan
jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan
distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi
pemberian darah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Alleyne G.A.O., Hay R.W., Picau D.I., Stanfield J.P., White head R.G., 1977. The ecology
and pathogenesis of proteinenergic malnutrition. Dalam : Alleyne GAO, Hay RW, Picau DI
et al, eds. Proteinenergy malnutrition. London : Edward Arnold Ltd, 8-24.
2. Baker SS, 1997. Protein Energy Malnutrition in The hospitalized Pediatric Patient. In :
(Walker WA, Watkins JP, eds). Nutrition in Pediatrics : Basic Science and Clinical
Applications, 2nd ed : BC.Decker Inc. Publisher; London , 162-168.
3. Barness L.A., Curran J.S., 1996. Nutrition. Dalam : Berhman R.E., Kligman R.M., Jenson
H.B., eds. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke lima belas. Philadelphia : W.B. Saunders
Co, 141-161.
4. Colon RF, 1993. Clinical and laboratory assesssment of the malnourished child. In : Suskind
RM, Suskind LL eds. Textbook of pediatric nutrition, 2nd ed. Raven Press Ltd ; New York :
191-205.
5. Farthing MJG, Keusen GT, 1985. In : Arneil GC, Metcoff J, eds. Pediatric Nutrition 1st ed.
Butterworths. London : 194-218.
6. Golden M.H.N., 2001. Severe malnutrition. Dalam : (Golden MHN ed). Childhood
Malnutrition : Its consequences and management. What is the etiology of kuashiorkor?
Surakarta : Joint symposium between Departement of Nutrition & Departement of
Paediatrics Faculty of Medicine, Sebelas Maret University and the Centre for Human
Nutrition, University of Sheffielob UK, 1278-1296.
7. Kodyat, BA, 1995. Masalah Gizi masyarakat dan program penanggulangannya. Dalam :
Samsudin, Nasar SS, Sjarif DR, ed. Masalah gizi ganda dan tumbuh kembang anak. Naskah
Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXV; 11-12
Agustus 1995; Balai Penerbit FKUI Jakarta, 12-31.
8. Krause MV, Mohan LK, 1996. Nutritional deficiency disease. In : Krause MV, Mahan LK,
eds. Food, nutrition, and diet therapy. 9th ed. W.B. Saunders Co. Philadelphia : 387-420.
9. Lauque S, Nourhashemi F, Vellas B, 1999. Nutritional evaluation tools in the elderly. Z
Gerontol Geriat 32 : S45-S54.
10. Lees MH, et al, 1965. Relative hypermetabolism in infants with congenital heart disease and
undernutrition. Pediatrics 36 : 183-91.
11. Mc Laren Ds, 1991. Nutritional Assessment and Survellance. In : (Mc Laren et. al. eds). Text

Book of Paediatric Nutrition 3rd ed. Churchill Livingstone. Edinburgh : 309-317.


12. Puone T, Sanders D, Chopra M , 2001. Evaluating the Clinical Management of Severely
Malnourished Children. A Study of Two Rural District Hospital. Afr Med J 22 : 137-141.
13. Soedarmo P., Sediaoetama, A.D., 1977. Penyakit-penyakit gizi salah (Malnutrition). Dalam :
Ilmu gizi : Masalah gizi Indonesia dan perbaikannya. Dian Rakyat Jakarta, 225-248.
14. Wixted, D. Clinical Nutrition Management. [On line] http://www.kabc.org/nutrit 2.htm
[Diakses : 20 Maret 2003].
15. World Health Organization, 1983. Measuring in nutritional status : guidelines for assessing
the nutritional impact of supplementary feeding programmes for vulnerable groups. Geneva.

Kekurangan Energi Protein (KEP)


Pengertian. Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi (AKG. Menurut Supariasa ( 2000) Kurang Energi Protein (KEP) adalah
seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu.
Etiologi. Defisiensi kalori dan asupan gizi lain mempersulit gambaran klinik dan kimia, gejala
utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup bernilai biologis
baik. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat,
sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini
justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi Pada
anak-anak KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan
mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan (Almatsier, 2003). Penyebab langsung dari KEP
adalah kekurangan kalori protein. (Sediaoetomo, 1999), masukan makanan yang kurang dan
penyakit atau kelainan yang diderita anak, misalnya penyakit infeksi, malabsorbsi dan lainlain. Penyebab tak langsung dari KEP sangat banyak, sehingga disebut juga sebagai penyakit
dengan kausa multifaktorial (Sediaoetomo, 1999). Dapat juga karena penyerapan protein
terganggu, seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria
(nefrosis), infeksi perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein seperti pada
keadaan penyakit hati kronik (Nelson, 1999), faktor ekonomi, faktor fasilitas perumahan dan
sanitasi, faktor pendidikan dan pengetahuan, faktor fasilitas pelayanan kesehatan, faktor
pertanian dan lain-lain. Kurang energi protein dijumpai dalam tiga bentuk yaitu marasmus,
kwashiorkor dan bentuk campuran marasmic-kwashiorkor. Bentuk marasmus terjadi karena
kekurangan energi terutama kekurangan energi / kalori, sedangkan kwashiorkor terutama
oleh karena kekurangan zat protein Manifestasi Klinik. Bukti klinik malnutrisi protein tidak
jelas tetapi meliputi letargi, apatis, atau iritabilitas. Bila terus maju, mengakibatkan
pertumbuhan tidak cukup, kurang stamina, kehilangan jaringan muskuler, bertambah
kerentanan terhadap infeksi, dan udem atau pembengkakan. Gejala klinik dari tiga bentuk
kekurangan energi protein menurut standar pelayanan medik RSUP Dr. Sardjito (2000) adalah
gejala klinik yang selalu ada, gejala klinis yang biasanya ada dan gejala klinis yang kadangkadang ada.

Kwashiorkor. (1) gejala klinis yang selalu ada. (a) edema (gejala cardinal, tanpa edema tidak
dapat ditegakkan diagnosis kwashiorkor) karena hipoalbuminemia. (b) pertumbuhan
terlambat. (c) cengeng, apatis. (d) brkurangnya jaringan lemak sub kutan. (2) gejala klinis
yang biasanya ada. (a) perubahan rambut (tipis, lurus, jarang, mudah dicabut tanpa rasa
sakit, kemerahan karena gangguan melanogenesis), kalau terjadi akut kelainan rambut idak
ada. (b) pigmentasi kulit (pellagroid dermatosis). (c) moon-face. (d) anemia. (30 gejala klinis
yang kadang-kadang ada. Flaky-paint rash, hepatomegali (karena infiltrasi lemak), gejala
defisiensi vitamin yang menyertai, gejala/tanda penyakit infeksi yang menyertai. Marasmus.
(1) gejala klinis yang selalu ada. (a) pertumbuhan yang sangat lambat. (b) lemak subkutan
yang hampir tidak ada (sel lemak masih ada) sehingga kulit anak keriput, wajah seperti orang
tua, perut tampak buncit, (c) jaringan otot mengecil, (d) tidak ada edema, BB<>
Tanda-tanda lain yang menyertai adalah muka bulat, rambut tipis, kulit pecah, mengelupas
dan terlihat sengsara. Secara langsung gizi buruk disebabkan terus rendahnya konsumsi energi
protein, juga mikronurien dan makanan sehari-hari dalam jangka waktu yang lama.
Bila anak menderita gizi buruk tidak segera ditangani, amat berisko tinggi dan berakhir
dengan kematian, sehingga akan menyebabkan meningkatnya angka kematian. Padahal angka
kematian menjadi salah satu indikator derajat kesehatan. Anak yang pernah menderita gizi
buruk sulit mengejar pertumbuhan sesuai umurnya. Pada tingkat tertentu, kekurangan gizi
akan menyebabkan berat otak, jumlah sel ukuran besar sel, dan zat-zat biokimia lain lebih
rendah dari pada anak normal. Makin muda usia anak yang menderita kurang gizi maka makin
berat akibat yang ditimbulkan. Keadaan akan menjadi lebih berat jika kurang gizi dialami
sejak dalam kandungan. Kemunduran mental akibat gizi buruk dapat bersifat permanen atau
tidak dapat diperbaiki (irreversible).
Namun, pada keadaa kurang gizi ringan maupun sedang, kecenderungan mental dapat
dipulihkan jika keadaan gizi dan lingkungan bertambah baik. Diagnosis. Pada pemeriksaan
antropometri, dapat dilakukan pengukuran-pengukuran fisik anak (berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas) dan dibandingkan dengan angka standar (anak yang normal). Untuk
tingkat puskesmas penentuan KEP yang umum dilakukan adalah dengan hanya menimbang
berat badan balita dibandingkan dengan umur anak.
KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna kuning
diatas garis merah. KEP sedang bila hasil penimbangan BB pada KMS berada dibawah garis
merah (BGM) atau BB/U 60%-70% baku median WHO-NHCS. KEP berat bila hasil penimbangan
BB/U <60%>

Pengertian / Batasan KEP


Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga
tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang
dari 80% indeks BB untuk baku standar WHO-NCHS (Depkes RI, 1998).
Cara Deteksi KEP
KEP dapat dideteksi dengan cara antropometri yaitu mengukur BB dan umur yang dibandingkan
dengan indeks BB untuk standar WHO-NCHS sebagaimana tercantum dalam KMS (Depkes RI,
1998).
Kriteria KEP Berdasarkan KMS
KEP berdasarkan kriteria KMS dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) KEP ringan, bila berat badan
menurut umut (BB/U) 70%-80% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB) 70%-80% baku median WHO-NCHS. (2) KEP sedang, bila berat badan menurut
umur (BB/U) 60%-70% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) 60%-70% baku median WHO-NCHS. (3) KEP berat, bila berat badan menurut umur
(BB/U) < 60% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <
60% baku standar WHO-NCHS.
Penanggulangan KEP
Pelayanan gizi (Depkes RI, 1998)
Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit
dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status gizinya, selain
melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu direncanakan
tindakan sebagai berikut : (1) Balita KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat
pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan
di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun. (2) Balita KEP sedang; (a)
Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan
pantau terus berat badannya. (b) Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan

protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan
gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya. (c) Balita KEP berat : harus dirawat inap dan
dilaksanakan sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya.
Kegiatan penanggulangan KEP balita
Kegiatan penanggulangan KEP balita meliputi : (1) Penjaringan balita KEP yaitu kegiatan
penentuan ulang status gizi balita beradsarkan berat badan dan perhitungan umur balita yang
sebenarnya dalam hitungan bulan pada saat itu.Cara penjaringan yaitu balita dihitung kembali
umurnya dengan tepat dalam hitungan bulan, balita ditimbang berat badannya dengan
menggunakan timbangan dacin, berdasarkan hasil perhitungan umur dan hasil pengukuran BB
tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau standar antropometri. (2) Kegiatan penanganan
KEP balita meliputi program PMT balita adalah program intervensi bagi balita yang menderita
KEP yang ditujukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita gar meningkat status gizinya
sampai mencapai gizi baik (pita hijau dalam KMS), pemeriksaan dan pengobatan yaitu
pemeriksaan dan pengobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna
diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin berat kondisinya, asuhan
kebidanan/keperawatan yaitu untuk memberikan bimbingan kepada keluarga balita KEP agar
mampu merawat balita KEP sehingga dapat mencapai status gizi yang baik melalui kunjungan
rumah dengan kesepakatan keluarga agar bisa dilaksanakan secara berkala, suplementasi gizi/
paket pertolongan gizi hal ini diberikan untuk jangka pendek. Suplementasi gizi meliputi :
pemberian sirup zat besi; vitamin A (berwarna biru untuk bayi usia 6-11 bulan dosis 100.000 IU
dan berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU); kapsul minyak beryodium,
adalah larutan yodium dalam minyak berkapsul lunak, mengandung 200 mg yodium diberikan
1x dalam setahun.

Anda mungkin juga menyukai